BAB VI PENGAKUAN DALAM HUKUM
A. Pengertian Pengakuan
Pengakuan dalam hukum internasional merupakan persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik. Dalam masalah pengakuan, unsur-unsur politik dan hukum sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan pengakuan oleh suatu negara sering dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatnya mempunyai ikatan hukum.
Meski pengakuan melibatkan dua aspek yaitu hukum dan politik, namun para pakar hukum internasional selalu berusaha untuk menentukan aspek yang dominan dan lebih menonjol dari kedua aspek tersebut. Banyak yang berpendapat bahwa pengakuan merupakan suatu perbuatan hukum, namun banyak pula yang mengatakan dan memperkuat bahwa praktek negara dalam memberikan pengakuan lebih dominan unsur politiknya namun berimplikasi pada aspek hukum. Selain itu, dalam hukum internasional masih belum ada kesepakatan untuk menentukan apakah suatu negara sudah lahir dan apakah hrus mengakuinya.
Secara etimologis, pengakuan adalah sebuah istilah meliputi bermacam-macam situasi fakta yang minta diakui oleh negara- negara misalnya lahirnya negara baru, perubahan pemerintahan di luar kerangka konstitusionalnya, perubahan wilayah terutama sebagai akibat penggunaan kekerasan ihak-pihak pada perang saudara dan lain-lain. Karenanya, pengakuan adalah tindakan sepihak suatu negara untuk menerima/membenarkan akan sesuatu dalam masyarakat. Sesuatu yang dimaksud dapat berupa organisasi kekuasaan, pemerintahan, kepala negara/pemerintahan dan kesatuan bukan negara.
Selain itu, pengakuan juga diartikan sebagai tindakan politik karena merupakan perbuatan pilihan yang dilakukan oleh negara untuk memberi atau tidak memberi pengakuan kepada keasatuan kemasyarakatan baru, juga bukan perbuatan hukum karena tidak ada hak dari kesatuan kemasyarakatan baru untuk diakui dan tidak ada kewajiban bagi negara lama untuk memberikan pengakuan kepada kesatuan kemasyarakatan baru. Namun pengakuan memberikan akibat hukum tertentu atau menimbulkan hak dan kewajiban serta keistimewaan dalam hukum internasional.
Dalam tinjauan mengenai pengakuan, maka terminologinya mutlak untuk diketahui sebab berkaitan dengan peran negara sebagai pelaku dalam hukum internasonal. Terutama berkenaan dengan lahirnya suatu negara baik karena peristiwa hukum atau peristiwa ekstra yuridik. Oleh karenaitu, maka keberadaan lembaga pengakuan dalam hukum internasional dilatarbelakangi adanya berbagai peristiwa-peristiwa yang bersifat intern maupun
sepenuhnya yang bersifat ekstern atau merupakan perpaduan keduanya.
Terkait dengan lahirnya suatu negara baik karena peristiwa hukum atau ekstra yuridik yang memerlukan pengakuan terdapat dua opini para pakar yaitu:
a. Opini Pertama
Dipelopori oleh tokoh-tokoh hukum internasiona terkemuka seperti Jellinek, Cavaglieri dan Struup yang menyatakan bahwa lahirnya suatu negara hanyalah merupakan suatu peristiwa fakta yang sama sekali lepas dari ketentuan- ketentuan hukum internasional. Formulasi yang dikemukakan para tokoh tersebut berbeda-beda yaitu ada yang menyatakan kelahiran tersebut sebagai fakta politis, historis, sosiologis, ante yuridik atau meta yuridik.
b. Opini Kedua
Opini pertama tersebut ditolak oleh kelompok Austria yang dipelopori oleh Hans Kelsen dan Verdross yang menyatakan bahwa lahirnya suatu negara adalah proses hukum yang diatur oleh ketentuan-ketentuan huku internasional.
Sehubungan dengan kedua opini di atas, maka negara- negara yang lahir baik secara politik atau hukum secara langsung mempunyai international personality atau subyek hukum internasional dengan memiliki segala macam hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional dengan didasarkan pada dua teori yaitu:
a. Teori Konstitutif
Menurut pendukung teori ini di mata hukum internasional suatu negara baru lahir bila telah diakui oleh negara lain. Hal ini berarti bahwa suatu negara belum lahir sebelum adanya pengakuan terhadap negara tersebut. Dalam hal ini, pengakuan mempunyai kekuatan konstitutif. Pendukung utama teori ini adalah Prof Lauterpacht yang menyatakan bahwa secara hukum negara baru ada bila telah mendapat pengakuan dari negara-negara lain. Selama pengakuan itu belum diberikan maka secara hukum negara belum lahir.
b. Teori Deklaratif
Menurut pendukung teori ini, pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu negara semata-ata merupakan suatu fakta murni dalam hal ini pengakuan hanyalah merupakan penerimaan fakta tersebut. Mereka menegaskan bahwa suatu negara begitu lahir langsung menjadi anggota masyarakat internasional dan pengakuan tidak menciptakan suatu negara. Pengakuan bukan merupakan syarat bagi kelahiran suatu negara.
Berdasarkan teori di atas, jika merujuk pada praktek neagara-negara dalam menerapkan teori tersebut memiliki perbedaan disebabkan perbedaan zaman dan keadaan hubungan internasional dewasa ini. Terutama praktek negara pada abad 19 dan abad 20, khususnya negara-negara yang baru merdeka tentu untuk masuk dalam kelompok bangsa-bangsa maka diterima dan penerimaan dapat diwujudkan dalam bentuk pengakuan dari negara yang menerimanya. Sebagaimana diketahui sesudah tahun 1945
telah menjamurnya negara-negara baru setelah pembebasan diri dari kekuasaan Kolonial. Sehubungan dengan itu, maka hukum internasional melarang gerakan-gerakan penjajahan, sehingga terdapat sekitar 140 negara baru muncul dalam pergaulan internasional selama waktu tersebut semuanya menjadi anggota PBB sehigga komposisi masyarakat bangsa-bangsa jauh lebih berbeda dibanding pada abad sebelum abad ke-20.
Atas uraian tersebut di atas, maka kelahiran suatu negara karena persitiwa intern, misalnya:
a. Lahirnya negara baru
Yaitu bagian suatu wilayah negara memisahkan diri dan menjadi negara merdeka atau wilayah jajahan yang memerdekakandiri dari penjajahannya atau satu negara pecah menjadi beberapa negara baru atau beberapa negara bergabung menjadi satu negara baru
b. Pergantian pemerintah suatu negara
Pergantian pemerintah ini terjadi misalnya dari pemerintah yang lama kepada pemerintah yang baru. Pergantian pemerintah tersebut dapat terjadi dengan cara
1. Konstitusional artinya pemerintah lama diganti oleh pemerintah baru, sesuai dengan ketentuan- ketentuandalam konstitusi/undang-undang dasar negara.
2. Inkonstitusional yaitu pergantian pemerintah itu terjadi dengan cara yang bertentangan/melanggar konstitusi negara itu sendiri, misalnya melalui kudeta atau perbuatan kekuasaan.
c. Terjadinya pemberontakan dalam suatu negara.
Yaitu pemberontak memberontak terhadap pemerintahyang sah. Pemberontaj tersebut dapat bertujuan untuk:
a. Untuk menjatuhkan pemerintah yang sah dan menggantikannya dengan pemerintah baru sesuai dengan keinginan kaum pemberontak
b. Untuk memisahkan diri dan mendirikan negara baru di bagian wilayah tempat terjadinya pemberontakan
c. Untuk memisahkan atau melepaskan diri dari negeri induknya dan bergabung dengan negara lain
d. Untuk memperoleh otonomi atau hak-hak yang lebih luas daripada keadaan semula.
Implikasi yang diperoleh negara yang lahir karena faktor di atas adalah perlunya untuk memperoleh pengakuan yang diberikan kepada negara-negara yang baru lahir tersebut agar statusnya sebagai anggota masyarakat inetrnasional yang memiliki kedaulatan dengan segala hak-hak dan kewajiban yang dinikmati sesuai dengan hukum internasional diantaranya adalah:
a. Hak istimewa
b. Hak untuk memiiliki kapasitas mengadakan hubungan diplomatic
c. Terikat hak dan kewajiban dalam hukum internasional Dengan demikian, maka pengakuan merupakan pernyataan yang mengakui suatu negara lain sebagai subyek hukum internasional yang menimbulkan konsekuensi dalam hukum nasional yaitu:
1. Hak untuk berperkara di pengadilan
2. Hak memperoleh imunitas bagi perwakilan diplomatiknya 3. Hak dapat menjual hak miliknya di negara yang mengakui