• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan rekayasa lalu lintas

4. Ketentuan

4.2 Ketentuan teknis

4.2.5 Panduan rekayasa lalu lintas

Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna pedoman dalam memilih penyelesaian masalah-masalah umum dalam perancangan, perencanaan, dan pengoperasian jalan dengan menyediakan tipe dan denah standar Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung serta penerapannya pada berbagai kondisi arus.

Disarankan, untuk perencanaan jalan baru, sebaiknya digunakan analisis biaya siklus hidup perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu lintas tahun dasar, lihat bagian 2.5.3b.

Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang perencanaan dan perancangan yang akan diterapkan jika menggunakan metode perhitungan untuk ruas Jalan Luar Kota seperti diterangkan pada Bagian 3 dari Bab ini.

Untuk analisis operasional dan peningkatan jalan yang sudah ada, saran diberikan dalam bentuk kinerja lalu lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat Bagian 2.5.3c.

Rencana dan bentuk pengaturan lalu lintas harus dengan tujuan memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran mengenai masalah berikut ini, berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu lintas:

- Dampak perubahan rencana geometrik dan pengaturan lalu lintas terhadap kesela- matan lalu lintas dan asap polusi kendaraan;

- Rencana detail yang berkaitan dengan kapasitas dan keselamatan; dan - Perlu tidaknya lajur pendakian pada kelandaian khusus.

4.2.5.2 Tipe jalan standar dan potongan melintang

“Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota" (Bina Marga, Bina Program, Subdirektorat Perencanaan Teknis Jalan, Desember 1990) memberikan panduan umum perencanaan Jalan Luar Kota. Usulan standar berikutnya yang lebih baru untuk Jalan Luar Kota diberikan dalam "Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Luar Kota" (Kelompok Bidang Keahlian Teknik Lalu-lintas dan Transportasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan

22 dari 84

Jalan, 1997). Lebih baru lagi dari dokumen-dokumen perencanaan tersebut, terbit setelah dicanangkan undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan beserta peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, mengatur mengenai hal ini dalam bentuk peraturan menteri pekerjaan umum tentang persyaratan teknis jalan berikut pedoman perencanaan teknis jalan yang menyertainya.

Dokumen ini menggolongkan parameter perencanaan untuk kelas-kelas jalan yang berbeda, dan tipe penampang melintang bekenaan dengan lebar jalan dan bahu. Tipe-tipe penampang melintang yang distandarkan, dapat dipilih untuk penggunaannya dalam bagian panduan ini, didasarkan pada ukuran-ukuran seperti terlihat pada Tabel 6.

Semua penampang melintang dianggap mempunyai bahu berkerikil (perkerasan tidak berpenutup) yang dapat digunakan untuk parkir dan kendaraan berhenti, tetapi bukan untuk lajur perjalanan.

Tabel 6. Definisi tipe penampang melintang jalan Tipe jalan

Kelas Jarak Pandang

Lebar jalur lalu lintas

(m)

Lebar bahu (m) Luar

Dalam Datar Perbukitan Pegunungan

2/2TT B 5,50 1,50 1,50 1,00 -

2/2TT B 7,00 1,50 1,50 1,00 -

4/2TT B 14,00 1,50 1,50 1,00 -

4/2T A 11,00 1,75 1,75 1,25 0,25

4/2T A 14,00 1,75 1,75 1,25 0,25

6/2T A 21,00 1,75 1,75 1,25 0,25

*) didefinisikan sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan.

4.2.5.3 Pemilihan tipe jalan dan penampang melintang a) Umum

Dokumen standar jalan Indonesia yang dirujuk di atas menetapkan tipe jalan dan penampang melintang untuk jalan baru yang tergantung pada faktor-faktor berikut:

- Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal);

- Kelas jalan;

- Tipe medan (datar, perbukitan, pegunungan).

Untuk setiap kelas, jalur lalu lintas standar, lebar bahu dan parameter alinemen jalan dispesifikasikan dalam rentang tertentu. Manual ini memperhatikan tipe jalan, rencana geometrik dan tipe alinemen, tetapi tidak memberi nama secara jelas tipe jalan yang berbeda dengan kode kelas jalan seperti terlihat di atas.

Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis berdasarkan satu atau beberapa alasan berikut:

23 dari 84

1. Untuk menyesuaikan dengan dokumen standar jalan yang sudah ada dan/atau praktek rekayasa setempat.

2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.

3. Untuk memperoleh kinerja lalu lintas tertentu.

4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.

b) Pertimbangan ekonomi

Tipe jalan yang paling ekonomis (bagi jalan umum atau jalan bebas hambatan) ditetapkan berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan pada Bab 1 Bagian 5.2.1.c.

Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk rencana yang paling ekonomis Jalan Luar Kota yang baru diberikan pada Tabel 7 di bawah sebagai fungsi dari tipe alinemen dan kelas hambatan samping untuk dua hal yang berbeda:

1. Pembuatan jalan baru, dengan umur rencana 23 tahun 2. Pelebaran jalan yang ada, dengan umur rencana 10 tahun

Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun ke 1) yang didapatkan, menentukan penampang melintang dengan biaya siklus hidup total terendah untuk pembuatan jalan baru atau pelebaran (peningkatan jalan) seperti terlihat pada Tabel 8 di bawah ini untuk berbagai tipe alinemen.

Pembuatan jalan baru

Tabel 7. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan untuk pembuatan jalan baru

Kondisi Rentang ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1 (jam puncak) Tipe jalan/lebar jalur lalu lintas (m)

Tipe aline- men

Hambatan Samping

2/2TT 4/2TT 4/2T 6/2T

5,50 7 11 14 11 14 21

Datar Rendah <300 300-450 450-550 550-650 650-950 800-1.250 >1.450 Datar Tinggi <300 250-350 450-500 500-700 700-1.250 >1.450 Bukit /

Gunung

Rendah <300 300-400 450-500 500-600 600-650 800-950 >1.450

Bukit / Gunung

Tinggi <250 300-350 450-500 500-700 700-950 >1.350

Pelebaran jalan lama

Tabel 8. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan, untuk pelebaran jalan lama

Kondisi Ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1

24 dari 84

Tipe jalan/pelebaran lebar jalur dari x ke y (m) Tipe

alinemen

Hambatan Samping

2/2TT 4/2TT 4/2T

5,5 ke 7,0 7,0 ke 11,0 7,0 ke 11,0 7,0 ke 14,0

Datar Rendah 400 1.050 1.100 1.200

Datar Tinggi 350 950 1.050 1.100

Bukit/Gunung Rendah 350 950 1.050 1.100

Bukit/Gunung Tinggi 300 850 950 1.050

c) Kinerja lalu lintas

Tujuan perencanaan dan analisis operasional untuk peningkatan ruas Jalan Luar Kota, umumnya berupa perbaikan-perbaikan kecil terhadap geometrik jalan untuk memperta- hankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 6 sampai dengan Gambar 8 menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan ringan rata-rata (km/jam) dan arus lalu lintas total (kedua arah) Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung dengan hambatan samping rendah atau tinggi. Hal tersebut menunjukkan rentang kinerja lalu lintas masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau alternatif anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruas jalan yang sudah ada. Dalam hal ini, perlu diperhatikan untuk tidak melampaui derajat kejenuhan 0,75 pada jam puncak tahun rencana. Lihat juga Bagian 4.2 tentang analisis kinerja lalu lintas untuk tujuan perancangan.

25 dari 84

Gambar 6. Kinerja pada Jalan Luar Kota pada alinemen datar

26 dari 84

Gambar 7. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, alinemen bukit

27 dari 84

Gambar 8. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, pada alinemen gunung d) Pertimbangan keselamatan lalu lintas

Tingkat kecelakaan lalu lintas untuk Jalan Luar Kota telah diestimasi dari data statistik kecelakaan di Indonesia seperti telah diterangkan pada Bab I (Pendahuluan). Pengaruh umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut:

28 dari 84

- Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil/sempit).

- Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatan keselamatan lalu lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan pelebaran lajur lalu lintas.

- Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25- 30%.

- Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 15-20 %.

- Meluruskan tikungan yang tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25-60 %.

- Median (pemisah tengah) yang berfungsi memisahkan lalu lintas dua arah, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %.

- Median penghalang atau median sempit (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10-30%, tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan material.

Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar faktor (

)

e) Pertimbangan lingkungan

Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berhubungan erat dengan arus lalu lintas dan kecepatan. Pada arus lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya kecepatan, sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat arus lalu lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan >0,8), kondisi arus tersendat "stop dan jalan" yang disebabkan oleh kemacetan menyebabkan bertambahnya emisi gas buang dan juga kebisingan jika dibandingkan dengan kinerja lalu lintas yang stabil.

Alinemen jalan yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah emisi gas buangan dan kebisingan.

4.2.5.4 Rencana detail

Lihat Bagian 5.5.2 Tipe jalan standar dan potongan melintang, mengenai daftar referensi untuk perencanaan geometrik secara detail. Jika standar-standar ini diikuti, maka jalan yang aman dan efisien dapat diwujudkan. Sebagai prinsip umum, kondisi berikut ini harus dipenuhi:

- Standar jalan harus sedapat mungkin tetap sepanjang rute;

- Bahu jalan harus rata dan sama tinggi dengan jalur lalu lintas sehingga dapat digunakan oleh kendaraan yang berhenti sementara;

- Halangan seperti tiang listrik, pohon, dll. tidak boleh terletak di bahu jalan, lebih baik jika terletak jauh di luar bahu untuk kepentingan keselamatan.

29 dari 84

- Bahu jalan tidak dipakai oleh pejalan kaki atau kendaraan fisik yang dapat menghalangi kelancaran arus lalu lintas, sebaiknya difasilitasi diluar bahu jalan untuk kepentingan keselamatan.

- Persimpangan dengan jalan kecil (minor) dan jalan masuk/keluar ke sisi jalan harus dibuat tegak lurus terhadap jalan utama, dan hindari terletak pada lokasi dengan jarak pandang yang terbatas, misalnya di tikungan.

4.2.5.5 Kelandaian khusus

Pada tipe jalan 2/2TT, pada alinemen bukit dan gunung dengan ruas tanjakan yang panjang, akan menguntungkan jika menambah lajur pendakian untuk menaikkan kondisi lalu lintas yang aman dan efisien. Tujuan bagian ini adalah untuk membantu pengguna manual untuk memilih penyelesaian terbaik bagi masalah perencanaan dan operasional Jalan Luar Kota dengan kelandaian khusus.

a) Standar tipe jalan dan penampang melintang

Panduan umum untuk perencanaan Jalan Luar Kota yang dipublikasikan oleh Bina Marga (lihat bagian 5.5.2) juga menetapkan kriteria bagi penggunaan lajur pendakian. Sejumlah penampang melintang standar yang digunakan dalam panduan ini didasarkan pada standar- standar ini dan terlihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 9. Ukuran penampang melintang pada jalan dengan kelandaian khusus Tipe jalan / kode Kelas jarak

pandang

Lebar jalur lalu lintas,

(m) Lebar

bahu (m) Tanjakan Turunan

2/2TT A 3,5 3,5 1,0

2/2TT Lajur pendakian A 6,0 3,5 1,0

b) Pemilihan tipe jalan dan penampang melintang

Panduan berikut untuk menentukan kapan lajur pendakian dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis biaya siklus hidup.

Tabel 10. Ambang arus lalu lintas (tahun ke 1, jam puncak) untuk jalur pendakian pada kelandaian khusus (umur rencana 23 tahun)

Panjang

Ambang arus lalu lintas (kend./jam) tahun 1, jam puncak Kelandaian

3 % 5 % 7 %

0,5 km 500 400 300

> 1 km 325 300 300

Dokumen terkait