PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
BAB 2 PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
A. Paradigma Penelitian Kualitatif
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma.
Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (1982:32), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian bersfungsi (perilaku yang didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu). Kuhn (1962 dalam The Structure of Scientific Revolutions mendefinisikan paradigma ilmiah sebagai contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya, contoh-contoh termasuk hukum, teori, aplikasi dan intrumentasi secara bersama-sama yang menyediakan model yang darinya muncul tradisi yang koheren dari penelitian ilmiah. Penelitian yang pelaksanaan didasarkan pada paradigma bersama berkomitmen dari penelitian ilmiah. Penelitian yang pelaksanaannya didasarkan pada paradigma bersama berkomitmen untuk menggunakan aturan dan standar praktek ilmiah yang sama.
Berdasarkan definisi Kuhn tersebut, Harmon (1970) mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas.
Baker (1992) dalam Paradigms : The Business of Discovering the Future, mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang melakukan dua hal : (1) hal itu membangun atau mendefinisikan batas-batas dan (2) hal itu menceritakan kepada anda bagaimana seharusnya melakukan seuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.
Capra (1996) mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang melakukan dua hal (1) hal itu membangun dan
Metode Penelitian Kualitatif |33 mendefisikan batas-batas ; dan 92) hal itu menceriakan kepada anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.
Capra (1996) mendefinisikan paradigma sebagai konstelasi konsep, nilai- nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya.
Pada dasarnya ada kesukaran apabila seseorang ingin mengkontruksikan realitas. Pertama, ada realitas objektif yang ditelaah, dan hal itu ditelaah melalui realitas subjektif tentang pengertian-pengertian kita. Untuk memberikan gambaran tentang hal itu, Hatcher (1990) menggambarkannya sebagai berikut :
Gambar 1. Gambaran Penelitian Menurut Hatcher
Kedua, paradigma sebagai pandangan dunia seseorang tersebut, membangun realitas yang dipersepsikan tentang realitas, memfokuskan perhatian pada aspek-aspek tertentu dari reaitas objektif dan membimbing interpretasi seseorang pada struktur yang mungkin dan berfungsi pada kedua realitas yang tampak maupun yang tidak tampak. Hal itu dapat dilihat pada gambar di atas.
Ada bermacam-macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah scientifx paradigma (paradigma keilmuan, namun untuk memudahkan penulis menerjemahkannya secara harfiah sebagai paradigma ilmiah) dan naturalistik paradigma atau paradigma alamiah. Paradigma ilmiah
Realitas yang disadari
Realitas yang tampak
Realitas yang tidak disadari
Realitas yang tidak tampak Realitas
subjektif
Realitas objektif
34 | Metode Penelitian Kualitatif
bersumber dari pandangan positivisme sedangkan paradigma alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis sebagai yang telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya.
Riwayat singkat kedua paradigma tersebut dikemukakan oleh Bogan dan Taylor (1975:2) yang dapat diikuti dalam uraian berikut positivisme berakar pada pandangan teoritis August Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para positivis mencari fakta dan penyebab fenomena sosial, dan kurang mempertimbangkan keadaan subjektif individu. Durkheim menyarankan kepada para ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau fenomena sosial sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksakan pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia.
TABEL 1
Perbedaan Aksioma Paradigma Ilmiah (Positivisme) Dan Naturalistik (Alamiah)
(Menurut Lincoln dan Guba, 1985, 37)
Aksioma Tentang Paradigma Ilmiah Paradigma Alamiah Hakikat kenyataan Kenyamanan adalah
tunggal nyata dan fragmentaris
Kenyataan adalah jamak, dibentuk dan merupakan keutuhan
Aksioma Tentang Paradigma Ilmiah Paradigma Alamiah Hubungan pencari tahu
dengan yang tahu
Pencari tahu dan yang tahu adalah bebas, jadi ada dualisme
Pencari tahu dan yang tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan.
Kemungkikan generalisasi
Generalisasi atas dasar bebas waktu dan bebas konteks dimungkinkan (pernyataan
nomotetik)
Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja (pernyataan idiografis) yang dimungkinkan.
Kemungkinan
hubungan sebab akibat
Terdapat penybab sebenarnya yang secara temporer terhadap
Setiap keuntungan berada dalam keadaan mempengaruhi secara
Metode Penelitian Kualitatif |35 atau secara simultan
terhadap akibatnya.
bersama sama sehingga sukar membedakan mana sebab dan mana akibat.
Peranan nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya terikat nilai
Paradigma alamiah bersumber mula0mula dari pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher, dan yang lebih dikenal dengan pandangan fenomenologis. Fenomenologi berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang-orang itu yang dibayangkan atau dipikirkan oleh orang-orang itu sendiri.
AKSIOMA 1 : Hakikat kenyataan (ontologi)
Menurut positivisme, terdapat kenyataan tunggal nyata terbagi-bagi ke dalam variabel bebas, dan proses yang dapat diteliti secara terpisah dari yang lainnya, inkuiri ini dapat dikonvergensikan sehingga kenyataan pada akhirnya dapat dikonstrak dan diramalkan.
Menurut alamiah, terdapat kenyataan yang dibentuk secara jamak yang hanya dapat diteliti secara holistik, inkuiri terhadap kenyaaan jamak ini mau tidak mau akan berdivergensi (setiap inkuiri tidak menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban) sehingga pengontrolan dan peramalan tidak dikehendaki, hasil dapat dicapai walaupun dalam beberapa tingkatan pengertian (verstehen).
AKSIOMA 2 : Hubungan antara pencari tahu dan yang tahu
Menurut positivisme. Pencari tahu dan objek inkuiri adalah bebas, pencari tahu dan yang tahu membentuk dualisme yang diskrit. Menurut alamiah, pencari tahu dan objek inkuiri berinteraksi sehingga saling mempengaruhi satu dengan lainnya, pencari tahu dan yang tahu tidak dapat dipisahkan.
AKSIOMA 3 : Hubungan antara pencari tahu dan yang tahu
Menurut positivisme tujuan inkuiri ialah mengembangkan tubuh pengetahuan yang nomotetik dalam bentuk generalisasi yaitu pernyataan benar yang bebas dari waktu dan konteks (jadi hal itu akan tetap di manapun dan kapan pun).
36 | Metode Penelitian Kualitatif
Menurut alamiah : tujuan inkuiri ialah mengembangkan tubuh pengetahuan yang idiografik dalam bentuk hipotesis kerja yang memberi gambaran tentang kasus perorangan.
AKSIOMA 4 : Kemungkinan hubungan kausalitas
Menurut positivisme : Setiap tindakan dapat diterangkan sebagai hasil atau akibat dari suatu sebab sesungguhnya yang mendahului akibat tersebut secara sementara (atau kemungkinan terjadai bersama-sama dengan hal itu).
Menurut alamiah : seluruh kebulatan berada dalam keadaan saling mempertajam secara simultan sehingga tidak mungkin membedakan penyebab dari akibat.
AKSIOMA 5 : Peranan nilai dalam inkuiri (aksiologi)
Menurut positivisme : inkuiri adalah bebas nilai dan dapat dijamin demikian oleh kebaikan adalah bebas nilai dan dapat dijamin sedemikian oleh kebaikan pelaksanaan metode objektif.
Menurut alamiah : inkuiri terikat oleh nilai, paling tidak dalam cara yang lain yaitu dalam lima cara sebagai berikut :
1) Inkuiri dipengaruhi oleh nilai-nilai peneliti sebagai yang dinyatakan dalam pemilihan masalah dan dalam menyusun kerangka, mengikat dan memfokuskan masalah itu.
2) Inkuiri dipengaruhi oleh pemlihan paradigma yang membimbing ke arah penentuan masalah.
3) Inkuiri dipengaruhi oleh pemilihan teori subtantf yang dimanfaatkan guna membimbing pengumpulan dan analisis data serta penafsiran penemuan.
4) Inkuiri dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berada dalam konteks.
5) Atas dasar nomor 1-4 di atas maka inkuirinya beresonansi nilai (penguatan atau kongkuren) dan berdisonansi nilai (bertentangan).
Masalah, paradigma teori dan konteks harus menyatakan kongruensi nilai (beresonansi) jika inkuiri itu akan meghasilkan suatu nilai yang berarti.
Uraian tentang aksioma tersebut di atas mempertentangkan paradiga ilmiah dan paradigma alamiah. Atas dasar uraian tersebut paradigma alamiah dapat dipahami hakikatnya melalui asumsi asumsi dasarnya. Asumsi-asumsi dasar tersebut dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:56-54).
Asumsi tentang kenyataan : Fokus paradigma alamiah terletak pada keyataan jamak yang dapat diumpamakan sebagai susunan lapisan kulit bawang,
Metode Penelitian Kualitatif |37 ata seperti sarang, tetapi yang saling membantu satu dengan lainnya. Setiap lampiran menyediakan perspektf kenyataan yang berbeda dan tidak ada lapisan yan dapat dianggap lebih benar daripada yang lainnya. Fenomena tidak dapat berkonvergensi ke dalam suatu bentuk saja, yaitu bentuk kebenaran jamak.
Selanjutnya, lapiran-lapiran itu tidak dapat diuraikan atau dipahami dari segi variabel bebas dan terkait secara erat dan membentuk suatu pola kebenaran. Pola inilah yang perlu ditelaah dengan lebih menekankan pada verstehen atau pengertian daripada untuk keperluan prediksi dan kontrol. Peneliti alamiah cenderung memandang secara lebih berdivergensi daripada konvergensi apabila peneliti makin terjun ke dalam kancah penelitian.
Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang kebenaran. Peneliti alamiah cenderung mengelak dari adanya generalisasi dan menyetujui uraian rinci (thick desciption) dan hipotesis kerja. Perbedaan dan bukan kesamaan, yang memberi ciri terhadap konteks yang berbeda. Jadi, jika seseorang mendeskripsikan atau menafsirkan suatu situasi dan ingin mengetahui serta ingin mencari tahu apakah hal itu berlaku pada situasi kedua, maka peneliti perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang keduanya yaitu uraian rincian guna menentukan apakah terdapat dasar yang cukup kuat untuk mengadakan pengalihan.
Selanjutnya, fokus inkuiri alamiah lebih memberi tekanan pada perbedaan yang lebih besar daripada persamaan. Peberdaan yang kecil pun dirasakan jauh lebih penting daripada persamaan yang cukup besar. Dengan demikian inkuiri alamiah mengacu kepada dasar pengetahuan indiografik, yaitu yang mengarah kepada pemahaman peristiwa atau kasus-kasus tertentu. Di pihak lain, paradigma ilmiah mengacu pada dasar pengetahuan nomotetik yang mengacu pada pengembangan nometotik yang mengacu pada pengembangan hukum-hukum umum.
Apabila seseorang akan mengadakan penelitian, maka jelas ia dibimbing oleh seperangkat asumsi tertentu, bagi peneliti kualitatif, seperangkat asumsi sebagai yang telah dikemukakan di atas akan bermanfaat untuk mebimbingnya dalam keseluruhan tindakan dan perilaku penelitiannya.
Ditinjau dari sisi lainnya perbedaan paradigma penelitian kuantiatif (ilmiah) dan paradigma penelitian kualitatif (alamiah) digambarkan secara ringkas sebagai berikut :
38 | Metode Penelitian Kualitatif
Tabel 2. Perbedaan Paradigma Penelitian Kuantitatif (Ilmiah) Dan Kualitatif (Alamiah)
Modus Kuantitatif (Ilmiah) Modus Kualitatif (alamiah) ASUMSI
• Fakta sosialisasi memiliki kenyataan objektif
• Mengutakan metode
• Variabel dapat diidentifikasikan dan hubungan-hubungannya diukur.
• Etik (pandangan dari luar)
ASUMSI
• Kenyataan dibangun secara sosial.
• Mengutamakan bidang penelitian.
• Variabel komplkes terkait satu dengan lainnya dan sukar diukur.
• Emik (pandangan dari dalam)
MAKSUD
• Generalisasi
• Prediksi
• Penjelasan kausal
MAKSUD
• Kontekstualisasi
• Interpretasi
• Memahami perspektif subjek.
PENDEKATAN
• Mulai dengan hipotesis dan teori
• Manipulasi
• Eksperimentasi
• Deduktif
• Analisis komponen
• Mencari konsensur nilai
• Mereduksi data dengan jalan indikator numerikal.
PENDEKATAN
• Berakhir dengan hipotesis dan teori grounded
• Muncul dan dapat digambarkan
• Peneliti sebagai instrumen
• Mencari pola-pola
• Mencari pluralisme, kompleksitas,
• Hanya sedikit memanfaatkan indikator numerikal.
• Penulisan laporan secara deskriptif.
PERANAN PENELITI
• Tidak terikat dan tidak harus memperkenalkan diri.
• Gambaran objektif.
PERANAN PENELITI
• Keterlibatan secara pribadi
• Pengertian empatik
Sumber : J. Moleong (2015:56)
Metode Penelitian Kualitatif |39 Dengan mengemukakan ulasan tentang paradigma tersebut di atas kiranya pembaca memperoleh gambaran yang jelas tentang perbedaan paradigma penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.
Sebagai peneliti seseorang hendaknya menyatakan baik secara eksplisit maupun secara implisit pendirian teoritis atau paradigmanya terlebih dahulu. Hal itu perlu dinyatakan demikian karena implikasinya sangat penting dalam keseluruhan langkah penelitian kualitatifnya.