• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

3.4 Penanganan Kerusakan Perkerasan Lentur

3.4.1 Pavement preservation

FHWA (2005) menyebutkan pavement preservation adalah program setingkat network level, strategi jangka panjang untuk meningkatkan kinerja perkerasan menggunakan serangkaian praktik terpadu dan hemat biaya yang memperpanjang umur perkerasan, meningkatkan keselamatan, dan memenuhi harapan pengguna jalan. Program preservasi akan efektif bila diaplikasikan saat kondisi perkerasan masih bagus dan belum terjadi kerusakan serius. Bila diaplikasikan di waktu yang tepat, maka akan mengembalikan perkerasan ke kondisi semula. Penggunaan preservasi akan menunda dan mencegah rehabilitasi dan rekonstruksi yang ekstensif, sehingga menghemat biaya dan mengurangi gangguan lalu lintas. Preservasi perkerasan dibagi menjadi 3 kegiatan utama (lihat Gambar 3.36) yaitu pada uraian berikut:

Gambar 3.37 Diagram Pavement Preservation. (FHWA, 2005)

45 1. Minor Rehabilitaion

Rehabilitasi perkerasan adalah peningkatan non-structural untuk menghilangkan kerusakan permukaan yang berhubungan dengan umur dan lingkungan.

2. Preventive Maintenance

Preventive maintenance diaplikasikan ketika perkerasan dalam kondisi yang masih bagus, atau saat umur perkerasan menginjak 1-3 tahun, penting untuk melakukan preventive maintenance di waktu yang tepat pada kerusakan yang tepat dan diaplikasikan sesuai kerusakan. Preventive maintenance diutamakan untuk memilih kegiatan yang berbiaya paling rendah. Contohnya direkomendasikan crack sealing dilakukan lebih awal, sedangkan HMA dig out patching dilakukan kemudian, karena crack sealing berbiaya 12 kali lebih murah daripada HMA patching. Walaupung begitu tetap harus disesuaikan dengan kondisi kerusakan, bila retak lebih lebar lebih baik digunakan chip seal yang lebih mahal daripada crack seal.

3. Routine Maintenance

Pemeliharaan rutin adalah aktivitas harian yang dijadwalkan untuk menjaga kondisi perkerasan, contohnya seperti membersihkan saluran drainase jalan, mengisi retak ringan, menambal lubang, memotong rumput, dan membersihkan rumaja.

Berikut diuraikan kegiatan preventive maintenance:

1. Crack sealing

Shahin (2005) menyebut crack sealing adalah proses pengupasan dan pelapisan retak pada perkerasan aspal, cocok digunakan untuk jenis retak transversal dan longitudinal, termasuk joint reflection cracks yang lebih lebar dari 1/8 in (3 mm). Tujuan utama metode ini adalah mencegah masuknya air melalui permukaan ke fondasi perkerasan.

Crack sealing akan menghemat biaya penanganan jalan bila berlaku sebagai pencegahan ketika semua kondisi perkerasan dalam keadaan bagus, sebaliknya akan memboroskan biaya apabila crack seal digunakan ketika kondisi perkerasan dalam keadaan buruk/poor. Proses crack sealing sebagai berikut:

a. Sealant (bahan penutup) lama dan material yang longgar dikupas kemudian dibentuk sealant reservoir (celah) dengan kedalaman minimal tebal retak ditambah

¼ in (6 cm) menggunakan alat vertical spindle router atau cutter,

b. bagian retak dibersihkan dengan udara bertekanan tinggi, namun tidak boleh dengan sandblast. Kemudian serpihan perkerasan dibersihkan atau di-vacuum,

c. permukaan perkerasan dilapisi dengan sealant (cairan pelapis), dan tidak boleh terlalu banyak, ketebalan sekitar 1/8 in (3 mm) di bawah permukaan perkerasan.

2. Fog seal

Shahin (2005) menyebut pekerjaan fog seal cocok untuk perkerasan yang masih memiliki kondisi bagus dan kerusakannya sebatas retak rambut dan stripping (pengausan). Fog seal memiliki biaya rendah, bekerja dengan cara menyemprotkan aspal emulsi encer pada perkerasan untuk mengisi retak halus dan menutup permukaan

46

perkerasan sehingga dapat meningkatkan kekedapan permukaan, mengurangi kerentanan terhadap penuaan, menurunkan permeabilitas air dan udara, dan mencegah raveling (pelepasan butiran agregat) dan oksidasi. Proses penyemprotan harus berhati- hati, karena bila bahan pengikat berlebih mengakibatkan aspal lengket pada ban dan permukaan perkerasan menjadi licin. Proses fog seal sebagai berikut:

a. Lintasan penyemprotan diberi tanda dan diluar lintasan diberi material pelindung yang kedap, untuk lintasan pada satu lajur jalan maka lebar penyemprotan harus selebar rencana ditambah 20 cm pada masing-masing sisi sehingga ada bagian yang overlap (tumpang tindih),

b. dilakukan penyemprotan aspal dengan distributor aspal,

c. jalur lalu lintas yang diperbaiki ditutup selama 12-24 jam untuk proses curing material.

3. Rejuvenators (peremajaan)

Pekerjaan rejuvenators mirip dengan fog seal yaitu melapisi perkerasan agar kedap air, namun bedanya metode ini memasukkan campuran aspal untuk melunakkan lapis pengikat aspal sehingga mengurangi laju pengerasan aspal yang nantinya mengurangi kemungkinan munculnya retak. Cocok diaplikasikan pada perkerasan berumur 2-4 tahun yang memiliki retak minor. Bila rejuvenators diaplikasikan terlalu banyak maka akan membuat skid resistance perkerasan berkurang. Rejuvenators juga tidak cocok pada perkerasan yang sudah mengalami slurry seal atau chip seal yang memiliki aspal permukaan dalam jumlah banyak.

4. Chip seal

Shahin (2005) menyebut metode ini berupa pemberian satu lapisan aspal dan diikuti oleh satu lapisan agregat yang dipadatkan, bisa dilakukan berulang kali hingga ketebalan maksimum 1 in (25 mm). Bila agregat yang digunakan adalah agregat kasar disebut chip seal dan bila menggunakan pasir disebut sand seal. Chip seal yang cocok untuk jalan bervolume rendah berguna melindungi permukaan dari intrusi air, memperbaiki perkerasan aus dan raveling (pelepasan butiran), memperbaiki tekstur perkerasan untuk meningkatkan kekesatan dan skid resistance (tahanan gelincir).

Perawatan jenis ini tidak cocok untuk menangani rutting (rusak alur) dan depression (depresi). Biaya chip seal hampir setara dengan biaya hot mix overlay. Proses chip seal sebagai berikut:

a. Lokasi pekerjaan dibersihkan dengan sprayer atau air compactor, b. aspal dihamparkan dengan asphalt sprayer,

c. chip aggregate dituangkan dan disebarkan dengan chip sprader,

d. lapis aspal dan lapis chip agregat dipadatkan bersama-sama dengan pneumatic tyre roller.

5. Slurry seal

Shahin (2005) menyebut slurry seal adalah campuran dingin dari aspal emulsi, agregat bergradasi baik, air, dan mineral filler, sedangkan micro surfacing mengganti aspal

47

emulsi dengan aspal emulsi yang dikombinasikan dengan polymer. Slurry seal dan micro surfacing digunakan untuk menutup retak, mengurangi pelepasan butiran, membuat permukaan menjadi kedap air, memperbaiki kekesatan permukaan, mereduksi bahaya oksidasi. Namun tidak menambah kekuatan perkerasan dan hanya memperbaiki karakteristik fungsional perkerasan. Perkerasan yang diberi slurry seal baru bisa dilintasi kendaraan <24 jam, sedangkan yang dilapisi micro surfacing dapat dilintasi 1 jam setelah pekerjaan selesai.

6. Partial depth grind and inlay

WSDOT (2020) mengatakan partial depth grind and inlay adalah proses perbaikan perkerasan dengan cara mengeruk perkerasan yang rusak dan material yang tidak stabil hingga mencapai kedalaman dimana material sudah stabil, kemudian dilakukan pemadatan material sehingga didapat fondasi yang baik, kemudian surface material seperti gravel base diganti pada kedalaman sesuai desain asli atau lebih, lalu diaplikasikan tack coat untuk mengikat perkerasan lama dan perkerasan baru.

7. HMA (Hot Mix Asphalt) overlay

WSDOT (2020) menyebut HMA overlay umumnya diterapkan bila area terlalu besar untuk diperbaiki oleh kru kecil. Overlay dengan HMA juga memiliki keuntungan berupa pengaturan yang cepat. Namun, memerlukan investasi yang cukup besar dalam tenaga kerja, peralatan, dan bahan. Umumnya HMA overlay diaplikasikan pada perkerasan yang gagal atau terdapat masalah pada lapis aus perkerasan, contohnya pada kerusakan seperti rut, raveling, dan minor cracking. Pada kerusakan rut, harus dilakukan pemadatan pada sepanjang rut (alur yang menonjol), agar didapat perkerasan yang rata.

Dokumen terkait