BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
a. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Masa Kerja
1. Usia
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa usia rata-rata responden pada usia produktif dengan rentang usia 20-30 tahun. Secara fisiologis usia mempengaruhi kerja otot fisik, semakin tua seseorang lebih cepat mengalami kelelahan dan gangguan kesehatan (Suma’mur, 2009).
2. Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jenis kelamin lebih banyak laki-laki yaitu 37 orang dan 27 orang untuk perempuan.
Ukuran dan daya tahan tubuh wanita berbeda dengan laki-laki.
Laki-laki lebih sanggup menyelesaikan pekerjaan berat yang biasanya tidak dikerjakan wanita. Kegiatan wanita pada umunya lebih membutuhkan keterampilan tangan dan kurang memerlukan tenaga (Indriyani, 2009).
56
3. Tingkat Pendidikan
Karakteristik berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan adalah DIII keperawatan sebanyak 60 orang perawat. Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam kualitas bekerja. Kualitas terendah dapat menimbulkan beban kerja menjadi bertambah dan menimbulkan stres (Mangkunegara, 2006).
4. Masa kerja
Dari hasil penelitian menujukan rata-rata perawat bekerja dengan rentang waktu 1-5 tahun. Masa kerja mempunyai kaitan dengan kepuasan kerja tenaga kerja mempunyai kepuasan kerja yang terus meningkat sampai lama kerja 5 tahun dan kemudian mulai terjadi penurunan sampai lama kerja 8 tahun. Tetapi setalah masa kerja delapan tahun kepuasan kerja secara perlahan akan meningkat lagi (Suma’mur, 2009).
b. Stres kerja Perawat
Stres kerja merupakan respon psikologis individu yang mengakibatkan terjadinya stres akibat tuntutan dari pekerjaannya. Stres kerja sebagai perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami pegawai dalam menghadapi pekerjaannya (Mangkunegara, 2008). Di tempat kerja perasaan ini dapat muncul berupa mudah lelah secara fisik, sering berkeringat, ketidakpuasaan kerja, penuruan produktivitas dan menunda atau menghindari pekerjaan.
Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah respon psikologis individu yang terjadi akibat beban kerja atau tekanan kerja yang berlebih. Bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki, baik berupa tuntutaan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu dengan pekerjaanya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal, sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan.
Hasil dari observasi Terjadinya stres di ruang samolo 1, 2, 3 di RSUD Cianjur dikarenakan adanya ALOS yang pendek TOI yang sempit, dan BTO yang tinggi memiliki resiko terhadap pelayanan terhadap pasien itu sendiri, tingkat kunjungan yang padat dan dengan TOI yang sempit dari sisi petugas memberatkan sehingga dapat menimbulkan terjadinya stres. Selain dari itu tingkat ketergantungan pasien yang dirawat di RSUD Cianjur yaitu Semi total dan total. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Iswanto (2006) di Rumah Sakit Islam Surakarta, menunjukan bahwa ada beberapa fenomena yang terjadi berkaitan dengan stres kerja diantaranya adalah tingginya jumlah pasien mondok di Rumah Sakit Islam Surakarta, banyaknya pasien yang memerlukan tindakan perawatan medis, usia, tingkat pendidikan dan lama masa kerja yang berbeda.
58
Pada kategori stres pernyataan yang sering muncul pada hasil kuesioner adalah gejala fisik yaitu pernyataan no 1 “saya banyak mengeluarkan keringat dingin ketika banyak pasien yang harus ditangani, dan pernyataan no 3 “saya menjadi mudah lelah saat mendapatkan banyak tugas dai rumah sakit.
Terjadinya stres perawat yang bekerja di ruang rawat inap samolo 1, 2 dan 3. (35,9%) perawat mengalami stres kerja ringan, (60,9%) perawat mengalami stres kerja sedang, dan (3,1%) perawat mengalami stres kerja berat. Ini dikarenakan Stres yang menimpa sesorang tidak sama antara satu orang dengan yang lainnya, walaupun faktor penyebabnya boleh jadi sama. Seseorang bisa mengalami stres ringan, sedang, atau stres berat. Hal demikian sangat dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan, kematangan, emosional, kematangan spiritual, dan kemampuan seseorang untuk menangani dan merespon stresor.
Menurut Santrock (2007), faktor keperibdian atau kemampuan seseorang dalam menangani stresor, untuk mengatasi masalah yang digunakan individu diepengaruhi oleh karakteristik keperibadian seperti keperibadian optimis dan pesimis. Menurut (Carver dkk, 1989 dalam Santrock, 2007) individu yang memiliki kepribadian optimis lebih cenderung menggunakan strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada masalah yang dihadapi.
Individu yang memiliki rasa optimis yang tinggi lebih mensosiasikan dengan penggunaan strategi coping yang efektif
sebaliknya, individu yang pesimis cenderung bereaksi dengan perasaan negative terhadap situasi yang menekan dengan cara menjauhkan diri dari masalah dan cenderung menyalahkan diri sendiri.
Namun tingkat stres kerja ini dipengaruhi oleh berbagai faktor hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai tingkat penyesuaian diri terhadap stres yang berbeda-beda hal tersebut dikarenakan setiap orang mempunyai perbedaan dan tuntutan hidupnya sehari-hari, sehingga kemampuan stres dipengaruhi oleh : usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan masa kerja (Prayitno, 2005).
Sehingga Karakteristik stres kerja perawat yang paling banyak pada fase resistensi (stres sedang) yaitu (60,9%). Pada fase resistensi perawat mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi untuk mengatasi stresor. Tubuh berusaha mengimbangi proses fisiologis yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada untuk sedapat mungkin kembali kekeadaan normal dan pada waktu yang sama tubuh mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi gejala stres akan menurun tetapi bila tidak stresor akan berjalan terus dan ketahanan tubuh untuk beradaptasi akan habis karena ketahanan tubuh ada batasnya dalam beradaptasi. Selye (Yosep, 2007).
Pada hasil penelitian juga didapatkan bahwa stres kerja terbanyak adalah stres sedang tetapi masih banyak yang berperilaku caring hal ini
60
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan masa kerja dimana menurut (Suma’mur, 2009) bahwa secara fisiologis usia mempengaruhi kerja otot fisik, semakin tua seseorang lebih cepat mengalami kelelahan dan gangguan kesehatan pada hasil penelitian didapatkan usia responden terbanyak adalah 20-30 th, selain dari itu hasil penelitiam didaptkan masa kerja terbanyak adalah pada masa 1-5 tahun. Menurut (Suma’mur 2009) mengatakan bahwa masa kerja mempunyai kaitan dengan kepuasan kerja yang terus meningkat sampai lama kerja 5 tahun dan kemudian mulai terjadi penurunan sampai masa kerja 8 tahun. Tetapi setelah masa kerja 8 tahun kepuasan kerja secara perlahan akan meningkat lagi.
Bila ketahanan tubuh habis maka akan berpengaruh terhadap kognitif dan emosi memicu terjadinya perilaku terutama jika stres terjadi berkepanjangan, perubahan ini meliputi perubahan minat dan aktivitas, penurunan energi, tidak masuk atau terlambat, cendrung berpandangan sinis pada pasien atau teman kerja, cendrung melemahkan tanggung jawab terhadap kekurangan orang lain, dan gangguan tidur (Susilowati, 2006).
c. Perilaku caring perawat
Caring merupakan tindakan dengan sikap peduli kepada orang, menenangkan, memberikan perindungan terhadap kerugian, memelihara martabat orang lain. Perilaku caring dapat dinyatakan sebagai suatu perasaan untuk memberikan keamanan, perubahan
perilaku, dan bekerja sesuai standar. Interaksi caring merupakan harapan penerimaan pelayanan kesehatan dalam proses keperawatan.
(Duffy, 2009) dalam (Kusminar, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk penilaian pada perawat yang telah memberikan perawatan, di dapatkan bahwa terdapat adanya perilaku caring dan tidak caring. Pada kategori caring pernyataan yang serig muncul adalah pernyataan no 2 “memberikan intruksi atau mengajari pasien” dalam kategori 10 faktor karatif pasien pernyataan tersebut termasuk kedalam belajar interpersonal atau mengikatkan proses pembelajaran kepada pasien, selain dari itu pernyataan no 4 “menghabiskan waktu bersama pasien” dalam kategori 10 faktor karatif pasien pernyataan tersebut termasuk kedalam pengekspresian perasaan positif dan negatif. Perawat menjadi pendengar yang aktif, mendengarkan keluhan pasien baik keluhan secara postif atau negatif dari yang dikeluhkan pasien.
Pernyataan no 13 “berempati atau merasa memiliki kesamaan dengan kondisi pasien” dalam kategori 10 faktor karatif pasien pernyataan tersebut termasuk kedalam sensitif terhadap diri dan orang lain, pernyataan no 10 “memanggil pasien dengan nama yang disukai pasien” dalam kategori 10 faktor karatif pasien pernyataan tersebut termasuk kedalam faktor humanistic dan altruistic, dan pernyataan no 32 yaitu “memenuhi kebutuhan pasien baik yang diungkapkan maupun
62
yang tidak” dalam kategori 10 faktor karatif pasien pernyataan tersebut termasuk kedalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Maka dapat disimpulkan bahwa dari 10 faktor karatif yang sering muncul adalah faktor humanistic dan altruistic, sensitifitas terhadap diri dan orang lain, pengekspresian perasaan positif dan negatif, belajar interpersonal atau meningkatkan pembelajaran terhadap pasien, dan memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ikhlas.
Hasil dari penelitian didapatkan (71,9%) memberikan perilaku caring yang baik, (28,1%) memberikan perilaku caring yang kurang baik. Masih adanya perilaku caring yang kurang baik ini disebabkan karena adanya ALOS yang pendek dengan TOI yang sempit, dan BTO yang tinggi memiliki resiko terhadap pelayanan terhadap pasien itu sendiri, tingkat kunjungan yang padat dan dengan TOI yang sempit dari sisi petugas memberatkan sehingga dapat menimbulkan terjadinya stres.
Tingginya beban kerja yang dilakukan oleh perawat menurunkan motivasi perawat untuk melakukan caring. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sobirin (2006) dan Juliani (2009) dalam penelitiannya juga mendapatkan hubungan yang siginifikan antara beban kerja perawat dengan pelaksanaan perilaku caring perawat dengan P value 0,004. Beban kerja yang tinggi akan menurunkan motivasi perawat untuk bersikap caring. Tingginya beban kerja menyebabakan perawat memiliki waktu yang lebih sedikit untuk
memahami dan memberikan perhatian terhadap pasien secara emosional dan hanya fokus terhadap rutinitas seperti, memberikan obat, melakukan pemeriksaan penujang atau menulis catatan perkembangan pasien.
d. Hubungan stres kerja perawat dan perilaku caring
Berdasarkan analisa data dengan menggunakan Uji Sperman rank di dapatkan hasil yang sudah dilakukan koreksi (continuity correction) dengan p value Asymp sing. P valuenya = 0,033 p value lebih kecil dari nilai alpha (5% atau 0,05). Sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh antara tingkat stres kerja perawat dengan perilaku caring perawat di istalansi rawat inap samolo 1, 2 dan 3.
Adapun dari hasil analisa di peroleh nilai koefisien kontingensi sebesar -0,267 maka dapat di tarik kesimpulan bahwa hubungan antara dua variabel tersebut yaitu hubungan tingkat stres kerja perawat dengan perilaku caring perawat di ruang instalasi rawat inap rumah sakit umum daerah Cianjur adalah lemah dengan arah kolerasi negatif yang menujukan semakin tinggi tingkat stres kerja perawat dalam menjalankan tugasnya sebagai perawat maka perilaku caring yang mereka tunjukkan cenderung semakin kurang, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat stres kerja perawat maka semakin baik perilaku caring perawat yang diberikan pada pasien.
Stres pada tingkat tertentu bertindak sebagai stimulus atau dorongan untuk bertindak, namun ketika stres berlanjut sampai
64
ketingkat kelelahan maka prestasi kerja dapat menurun secara drastis (Rasmun, 2004). Kondisi ini terjadi karena perawat akan lebih banyak melawan stres daripada untuk melaksanakan tugasnya.
Stresor yang ada akan mengakibatkan terjadinya stres pada seseorang apabila mekanisme kopingnya tidak mampu beradaptasi terhadap stresor dan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikologis orang tersebut. Selain itu stresor yang muncul akan mempengaruhi perilaku caring yang diberikan kepada pasien yang merupakan kewajiban seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya. Dan adanya hubungan antara tingkat stres kerja perawat dengan perilaku caring perawat yaitu menurut (Perry & potter, 2005). Menyatakan bahwa perawat yang tidak mampu menghilangkan stres akan berdampak pada menurunnya penampilan kerja dan memburuknya pelayanan terhadap pasien. Dalam pelayanan kesehatan, perawat yang mengalami stres berat akan mengalami kejenuhan dan kehilangan motivasi dalam bekerja. Tingginya stres yang dialami saat bekerja menjadikan perawat jenuh dan bosan yang akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan penurunan kinerja yang berdampak pada perilaku caring perawat.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Rizki (2010) dengan judul Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Dr. Moewardi Surakarta
menujukan ada hubungan antara stres kerja dan kepuasan kerja, dengan angka kolerasi sebessar -0,600 pada taraf siginifikan (p) 0,000. Hasil ini menujukan adanya kolerasi yang sangat siginifikan, dimana angka kolerasinya negatif, artinya semakin rendah stres kerja akan semakin tinggi kepuasan kerjanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Burtson dan Stichler (2010) terhadap 126 perawat mendaptkan bahwa perasaaan puas dan kepuasan kerja perawat memiliki hubungan yang positif dengan perilaku caring perawat. Namun stres, kejenuhan dan perasaan lebih memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku caring yang ditunjukan oleh perawat (Burtson dan Stilher, 2010).
e. Implikasi Dalam Keperawatan
Stres kerja merupakan salah satu masalah yang hampir dialami oleh semua perawat yang bekerja khususnya pada ruang rawat inap. stres yang disebabkan oleh pekerjaan akan berpengaruh terhadap hasil kerja perawat tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan menyadari bahwa dalam setiap pekerjaan, dalam kenyataannya memiliki tingkat kesulitan dan tantangan yang berbeda-beda.
Selain itu, penerapan manajemen rumah sakit tentang lingkungan kerja perawat yang efektif akan mempertahankan rasa pengendalian diri dalam lingkungan kerja, sehingga beberapa hal yang bersifat negatif dianggap sebagai suatu tantangan. Perilaku caring yang diberikan perawat pada pasien juga tergantung pada lingkungan dimana perawat
66
tersebut bekerja, karena dengan lingkungan kerja yang nyaman merupakan hal yang menentukan dan kekuatan yang lebih besar bagi seorang perawat untuk berperilaku caring.
Sehingga apabila seseorang merasa tertekan dan merasa tidak nyaman terhadap lingkungan dimana orang tersebut bekerja maka akan menimbulkan stres kerja yang berdampak pada penurunan kualitas dan mutu pelayanan keperawatan yang profesional. Emosi, sikap, dan perilaku dapat mempengarhui kesehatan. Hal ini akhirnya akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan penurunan kinerja perawat dan juga perilaku caring dari perawat itu sendiri. dalam hal ini adalah : 1. Melakukan kembali peninjauan job dresciption bahwa
sesuanggunya tugas telah dialaksanakan dengan baik atau sebaliknya.
2. Dibuat suatu sistem penghargaan dan kontrol terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat pada pasien apakah perawat sudah berperilaku caring atau belum. Berdasarkan dokumentasi tersebut akan diketahui mengenai tingkat kualitas perilaku caring yang dilaksanakan oleh perawat. Kemudian perawat akan memperoleh penghargaan berupa insentif yang sesuai dengan pelayanan keperawatan yang diberikan, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien dan rumah sakit juga mendapatkan keuntungan khususnya dalam hal ini rumah sakit umum daerah Cianjur.
3. Adanya tingkat stres pada perawat sebaiknya pihak rumah sakit memberikan fasilitas-fasilitas pemutar musik dan pemberian ruangan khusus agar perawat dapat rileks atau melakukan kegiatan kerohanian bersama seperti melantunkan asma-asma Allah sebelum kegiatan dimulai.
4. Masih adanya beberapa faktor yang lemah dari 10 faktor karatif Jean Watson perilaku caring maka pihak RSUD dapat melakukan pelatihan atau seminar tentang perilaku caring.
f. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam waktu yang singkat ini peneliti merasa bahwa terdapat beberapa kelemahan dan keterbatasan, pertama dalam pengambilan data tentang caring seharusnya peneliti mengambil data kepada pasien atau keluarga karena yang merasakan langsung praktek caring adalah pasien atau keluarganya. Selain itu dalam menggunakan instrumen penelitian peneliti melakukan modifikasi dari hasil ukur yang telah ada sebelumnya.
68 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini mengenai tingkat stres kerja perawat dengan perilaku caring di ruang rawat inap samolo 1, 2 dan 3 di RSUD Cianjur Kabupaten Cianjur Tahun 2017, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat stres kerja perawat di ruang samolo RSUD Cianjur, 60,9%
menujukan perawat mengalami stres kerja sedang.
2. Perilaku caring di ruang rawat samolo RSUD Cianjur didapatkan hasil perilaku caring menujukan 71,9% perawat telah melakukan perilaku caring.
3. Ada hubungan antara tingkat stres kerja dengan perilaku caring pada perawat di ruang samolo RSUD Cianjur dengan p = 0,033 arah hubungan negatif yang artinya semakin tinggi tingkat stres kerja perawat maka semakin rendah caring yang diberikan pada pasien.
B. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dibuat, maka saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
1. Bagi RSUD Cianjur / Praktisi Keperawtan
Perlu adanya pendampingan dan pembinaan apabila perawat tidak berperilaku caring dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarganya selain itu dibuat suatu sistem penghargaan dan kontrol terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat pada pasien apakah perawat sudah berperilaku caring atau belum.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat mengkaji secara lebih mendalam hasil penelitian maka faktor karakteristik responden yang perlu diteliti lebih lanjut seperti masa kerja. Dapat ditambahkan juga status kepegawaian serta menjadikan pasien atau keluarga menjadi objek penelitian untuk mengukur perilaku caring perawat.
.
70
DAFTAR PUSTAKA
Agus Widarsono, 2007, Pengaruh Kualitas Informasi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Jurnal Akuntansi FE Unsil, Vol. 2, No. 2, 2007 ISSN : 1907 – 9958
Alligood, M. R. & Tomey, A. M. (2010). Nursing theorist and their work.
Seventh Edition. Missouri : Mosby, Inc.
Arikunto, S. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Eysenck, M. W. (2009) Fundamental Of Psychology. New York : Psychology stress
Green, A. (2004). Caring behaviors as perceived by nurse practitioners. Journal the American accademy of nurse practitioners. 16 (7). 283-290.
Hafsyah, Laila. (2012). Hubungan Perilaku Caring Yang Dilakukan Perawat Dengan Tingkat Kepuasaan Klien Di Ruangan Penyakit Dalam RSUD Pariaman. Artikel. Padang. Universitas Andalas Retrieved from:
http://repository. unand.ac.id. Diakses tanggal November 2016.
Hastono, Sutanto Priyono. (2007). Analisis Data. Universitas Indonesia : Jakarta Hidayat, (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Husein, (2006). Hubungan Antara Persepsi Keluarga Tentang Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan keluarga Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Bandung. Bandung.
Indriyani A, (2009). Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Perawat Wanita di RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
Juliani, Enni. (2009). Tesis Hubungan Beban Kerja Perawat Pelaksana dengan Pelaksanaan Perilaku Caring di BRSUD Unit Swadana Kabupaten Subang.
Universitas Indonesia
Kusmiran E (2015). Soft Skills Caring Dalam Pelayanan Keperawatan. Trans Info Media (TIM) : Jakarta
Linda Widiarti. (2015) Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Stress Kerja Perawat Di RSUD Cililin Kabupaten Bandung Barat, Bandung.
Liu, J., Mak, E & Wong T (2010). Caring InNursing. Investigeting The Meaning Of Caring From The Persepective Of Cancer Patient In Beijing
Mangkunegara. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia Remaja. Rasdakarya, Bandung
Mark, G. M. & Smith, A. P. (2011) Effects Of Occupational Stress, Characteristics, Coping, and Attributional Style On The Mental Health and Job Satisfaction Of University Employees Anxiety, Stress and Coping 25. 1- 16
Nita Rizki. (2010). Hubungan Antara Komunikasi Intrapersonal Dan Stress Kerja Dengan Kepuasan Stress Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD dr.
Moewardi Surakarta : Diakses November 2016 dari : http://
www.eprints.uns.ac.id
Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Ed Revisi. :Jakarta Rineka Cipta
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Ed Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta
Nurmiati Amir. Jiwa Indonesia Phychiatric Quarterly : XXXII : - 4 Diperoleh dari http://fk.ui.ac.id/?=content view
Nursalam. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba.
Nursalam, (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitiian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 659/MENKES/PER/VII/
2009 tentang Rumah Sakit Kelas Dunia Diakses November 2016 dari : http://www.hukor.depkes.go.id/?dokumen – global&type=1&th=2009 Prayitno dan Erman A. (2005). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta :
Rineka Cipta
Potter, P. A & Perry, A. G. (2005) Fundamental of Nursing. St Louis : Elsevier Mosby
Potter, P. A & Perry, A. G. (2009) Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Salemba (Ferderika, A,. Penerjemah). Salemba Medika : Jakarta
Rasmun. (2004) Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Cv Sagung Seto : Jakarta
Robbins, Stephen P dan Timothy A Judge. (2014). Perilaku Organisasi. Salemba Empat : Jakarta
Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur, 2015 laporan tahunan Rumah sakit Cianjur Kelas B. Tidak ada terbitan.
72
Rury Diane Respati. (2012). Perilaku Caring Perawat Berdasarkan Ruang Rawat Inap, Depok : Diakses November 2016 dari : http://www.lib.ui.ac.id
Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan (edisi kedua). (Penerjemah. Tri Wibowo B.S). Jakarta: Kencana.
Suma’mur, 2009. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV Haji Masagung
Spears, A. (2008). Work Related Stres. Victoria: Health and Safety Executive Inc.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung
Susilawati, 2006. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Buku kedokteran EGC : Jakarta
Swarjana, I Ketut, (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed I. Yogyakarta:
2012
Sinar Grafika. (2014). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan.
Sinar Grafika. (2014). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.
Sinar Grafika. (2014). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Sinar Grafika. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Keperawatan.
Watson, J, (2009). Assesing and Measuring Caring In Nursing And Helath Science. Second Edition. New York: Springer Publishing Company, LLC.
Diakses November 2016 dari http://books.google.co.id/books?id=bYHblis- fmIC&pg=PA25&dq=caring+assesment+report+evaluation&hl=id&sa=X&
ei=iSByT21JojqQfN7uHBDQ&ved=0CDcQ6AewAg#v=onepage&q=carin g%20assesment%20report%20evaluation&f=false
Wiyana. (2008). Membangun Perilaku Caring Perawat. Diakses November 2016 dari : http://www.akper.madiun.ac.id.
Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Refika Aditomo : Bandung