BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
C. Pembahasan
Daun jarong yang didapatkan dari Balittro Bogor, Jawa Barat disortasi basah untuk memisahkan kotoran atau benda asing yang tidak digunakan, kemudian daun jarong dicuci dengan air mengalir lalu ditiriskan, tujuan dari pencucian ini untuk menghilangkan kotoran yang berada pada daun jarong tersebut. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air dan menghentikan proses enzimatik, sehingga dapat mencegah timbulnya bakteri dan jamur yang akan mempengaruhi dan menurunkan kualitas dari simplisia. Daun jarong yang sudah kering diserbukkan dengan cara diblender, kemudian serbuk diayak dengan ayakan no. 40 untuk memperoleh serbuk dengan derajat kehalusan yang seragam.
Penyerbukan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel, dimana ukuran partikel yang kecil akan memperluas bidang kontak antara serbuk simplisia dengan cairan pelarut sehingga mempermudah proses ekstraksi (Hanani, 2015).
Serbuk daun jarong yang sudah diayak dan ditimbang selanjutnya diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Metode maserasi dipilih karena metode yang paling mudah dan sederhana, serta kerusakan atau degradasi metabolit sekunder dapat diminimalisir karena pengerjaan dilakukan disuhu kamar. Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif, kapang sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absrobsinya baik,
22
etanol dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan, memerlukan pemanasan yang lebih sedikit untuk pemekatan. Etanol bersifat polar yang dapat melarutkan bahan aktif yang terkandung dari tanaman baik yang bersifat polar, non polar dan semi polar. Proses maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dengan etanol 70% disertai pengadukan setiap 6 jam, selanjutnya didiamkan selama 18 jam yang bertujuan agar terjadi keseimbangan diantara senyawa kimia yang tertarik dalam maserat dan yang masih tertinggal dalam simplisia. Pengadukan secara teratur dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Hanani, 2015). Maserasi dilakukan berulang sebanyak enam kali dengan menggunakan cairan penyari baru untuk menghindari jenuhnya cairan penyari sehingga proses penyarian lebih sempurna.
Maserat yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator dengan suhu 50ºC, dimana merupakan suhu di bawah titik didih etanol yang bertujuan agar pemanasan di bawah titik didih pelarut dapat melindungi senyawa yang terkandung dalam pelarut (Syah et al., 2015). Pemekatan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan waterbath pada suhu 50oC hingga diperoleh ekstrak kental daun jarong (Depkes RI 2008). Pemekatan bertujuan untuk memisahkan ekstrak dari cairan penyarinya, sehigga didapatkan konsentrasi yang lebih besar dimana hal tersebut dapat memudahkan dalam penyimpanan. Vaccum rotary evaporator adalah instrumen yang menggunakan prinsip destilasi (pemisahan) berdasarkan perbedaan titik didih cairan penyari. Keuntungan menggunakan vaccum rotary evaporator adalah waktu penguapan berlangsung cepat, serta perolehan kembali cairan penyari (Hanani, 2015). Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kental 234,1093 g dengan % rendemen 27,73 %.
Pada identifikasi flavonoid menunjukkan warna jingga atau merah berarti positif adanya flavonoid. Fungsi logam Mg dan HCl pekat pada uji ini untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga terjadi perubahan warna merah tua atau jingga. Jika dalam ekstrak tanaman terdapat senyawa flavonoid akan terbentuk garam flavilium berwarna merah karena penambahan logam Mg dan HCl (Tiwari et al., 2011). Identifikasi saponin menunjukkan hasil positif yaitu terbentuknya buih yang stabil setelah pemberian HCL 2N.
Saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofob yang bersifat aktif permukaan, pada saat dikocok dengan air akan terbentuk misel. Gugus polar akan mengikat air sedangkan gugus nonpolar akan mengikat udara sehingga terjadi buih (Agustina et al., 2016).
Hasil identifikasi tanin pada ekstrak etanol daun jarong menunjukkan hasil positif dengan terjadinya perubahan warna hijau kehitaman. Perubahan tersebut disebabkan pembentukan senyawa kompleks antara tanin dengan FeCl3. Tanin merupakan polifenol yang dapat dibedakan dari fenol lainnya karena kemampuan mengendapkan protein. Untuk memperkuat hasil
23
identifikasi tanin, dapat dilakukan identifikasi lanjut dengan menggunakan gelatin akan membentuk endapan. Gelatin merupakan salah satu protein yang mampu diendapkan oleh tanin.
Endapan terjadi karena ada ikatan hidrogen antara tanin dan protein pada gelatin (Ikalinus et al., 2015).
Skrining alkaloid dilakukan dengan menggunakan tiga pereaksi yaitu mayer, dragendorf dan bouchardat. Prinsip dari skrining alkaloid yaitu reaksi pengendapan karena adanya pergantian ligan. Hasil positif pada pereaksi Dragendroff diduga karena terjadinya kompleks kalium-alkaloid (KI) dengan ion tetraiodobismutat yang membentuk endapan merah kecoklatan. Pada pereaksi Bouchardat memberikan hasil positif dengan terbentuknya endapan coklat yang diduga karena terbentuknya kompleks kalium-alkaloid dengan I3. Gugus nitrogen pada alkaloid kemudian akan berikatan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam kalium sehingga terbentuk kompleks kalium-alkaloid (Setyowati et al., 2014). Hasil alkaloid menggunakan pereaksi mayer memberikan hasil negatif atau tidak berbentuk endapan putih. Pengujian triterpenoid memberikan hasil positif dengan memberikan warna merah. Munculnya warna ini terjadi karena reaksi oksidasi senyawa terpenoid yang menghasilkan gugus kromofor (karbon tak jenuh terkonjugasi). Senyawa terpenoid akan mengalami asetilasi gugus hidroksi oleh asam asetat anhidrat dilanjutkan dengan eliminasi gugus asetil dan hidrogen sehingga terbentuk ikatan rangkap terkonjugasi (Siadi, 2012).
Lemak kambing mengandung asam lemak jenuh seperti asam stearat, asam miristat dan asam palmitat dimana pemberian lemak kambing secara terus menerus selama 14 hari dapat mengakibatkan kadar kolesterol dan trigliserida meningkat disertai dengan peningkatan lipoprotein (hiperlipoproteinemia) dalam darah. Peningkatan lipoprotein ini memicu peningkatan kolesterol total, LDL dan trigliserida yang menyebabkan hewan coba dalam kondisi hiperkolesterolemia (Susilawati, 2015).
Kuning telur bebek digunakan dalam bahan penginduksi pakan tinggi lemak karena kandungan lemaknya yang tinggi. Telur bebek termasuk ke dalam Golongan C dimana kategori ini termasuk kedalam tinggi lemak dengan 7 gram protein, 13 gram lemak, dan 150 kalori dalam 55 gram (Kemenkes RI, 2014) Kandungan total lemak telur bebek sebesar 14,29 gram, kandungan kolesterol sebesar 884 mg, proteinnya 12,86 gram, dan energi yang dihasilkan 186 kalori dalam 100 gram (U.S. Department of Agriculture 2017). Pada Tabel 6 dapat dilihat kandungan telur bebek berdasarkan kemenkes (2014) dan U.S. Department of Agriculture (2017).
Semakin banyak makanan yang mengandung lemak yang dikonsumsi maka akan semakin banyak lemak yang disimpan di hati yang akan meningkatkan sintesis kolesterol. Kolesterol yang berlebihan akan diekskresi dari hati ke dalam empedu sebagai kolesterol atau garam empedu
24
(Murray & Davis, 2015). Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah menjadi trigliserida sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester (Adam, 2009).
Berdasarkan grafik batang pada gambar 4, rata-rata persentase penurunan kadar kolesterol total dapat dilihat bahwa rata-rata persen penurunan terbesar kadar kolesterol total yaitu pada kontrol positif lalu diikuti oleh ekstrak dosis 3 (ekstrak daun jarong dosis 750 mg/kgBB) dengan nilai berturut-turut sebesar 53,15% dan 48,82%. Pada kelompok negatif tetap mengalami penurunan sebesar 19,75% hal ini disebabkan karena hewan uji sudah tidak diberikan pakan tinggi lemak sehingga hewan uji tetap turun kadar kolesterol totalnya walau tanpa diberikan sediaan uji.
Berdasarkan grafik batang pada gambar 5, rata-rata persentase penurunan kadar trigliserida dapat dilihat bahwa rata-rata persen penurunan terbesar yaitu pada kelompok positif lalu diikuti oleh ekstrak dosis 3 (ekstrak daun jarong dosis 750 mg/kgBB) dengan nilai berturut-turut sebesar 51,04% dan 48,94%. Pada kelompok negatif tetap mengalami penurunan sebesar 18,58% hal ini disebabkan karena hewan uji sudah tidak diberikan pakan tinggi lemak sehingga hewan uji tetap turun kadar kolesterol totalnya walau tanpa diberikan sediaan uji.
Data penurunan kadar glukosa darah puasa dapat dilihat pada Gambar 6 menunjukkan hasil bahwa dosis 1, 2, dan 3 terdapat penurunan kadar glukosa darah yang cukup signifikan daripada kelompok negatif pada hari ke 14 setelah perlakuan. Kelompok negatif masih tetap tinggi kadar glukosa darah puasanya disebabkan karena hanya diberikan Na-CMC, dimana Na-CMC tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa.
Berdasarkan Gambar 7 persentase 61,31 % pada dosis 3 mampu menurunkan glukosa darah puasa lebih baik dibanding 2 dosis lainnya, namun tidak sebaik kelompok positif dengan persentase penurunan sebesar 65,09 %. Pada kelompok negatif terjadi penurunan kadar glukosa darah 20,15 % yang dikarenakan pemberian pakan tinggi lemak tidak dilanjutkan, sehingga asam lemak bebas di dalam darah dapat menurun dan menyebabkan sensitivitas insulin dapat meningkat kembali, sehingga insulin dapat memasukkan glukosa ke dalam jaringan.
Gambar 8 menunjukkan bahwa peningkatan kadar glukosa darah maksimal dicapai pada menit 30. Secara fisiologis, pemberian glukosa dapat menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah pada waktu sekitar satu jam dan setelah itu akan kembali normal pada waktu 2 jam. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh hewan uji tersebut berada dalam keadaan sehat karena masih dapat mentoleransi pembebanan glukosa. Glukosa yang dinduksikan pada tikus dapat meningkatkan kadar glukosa darah tanpa merusak pankreas (Togubu et al., 2013).
25
Berdasarkan Gambar 9 nilai AUC terkecil ditunjukan oleh kelompok normal. Karena hewan uji pada kelompok normal masih dalam keadaan sehat sehingga mampu mentoleransi pembebanan glukosa. Nilai AUC terkecil berikutnya dimiliki oleh kelompok positif yaitu dengan nilai AUC 20.997,72 mg/dL per menit yang berarti pemberian kontrol positif metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah. Kelompok negatif mempunyai nilai AUC terbesar yaitu 35.648,37 mg/dL per menit yang menandakan masih terjadi gangguan pengendalian glukosa darah. Dari ketiga ekstrak, ekstrak ke 3 dengan dosis 750 mg/kgBB mempunyai nilai AUC yang tidak terlalu jauh dengan nilai AUC kelompok positif.
Ekstrak daun jarong (Achyranthes aspera Linn.) telah terbukti dalam menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah, diduga mekanisme daun jarong dalam menurunakan kadar kolesterol total dan trigliserida dengan cara mengurangi penyerapan kolesterol eksogen dan meningkatkan konversi kolesterol endogen menjadi asam empedu (meningkatkan ekskresi asam empedu) dan menghambat biosintesis kolesterol (Krishnakumari & Priya, 2006; Lakshmi et al., 2012; Sarvesh & Fernandes, 2017). Penurunan kadar trigliserida setelah pemberian daun jarong dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas lipase yang menghidrolisis trigliserida dalam kondisi normal atau peningkatan ekskresi trigliserida melalui feses, dan untuk penurunan kadar kolesterol dapat diakibatkan karena pengurangan resorpsi kolesterol endogen atau peningkatan laju sekresi ke dalam saluran usus, atau dapat terjadi keduanya (Khan et al., 2015). Kemampuan penurunan kadar kolesterol total dan trigliserida ekstrak daun jarong berkaitan dengan aktivitas biologis senyawa dalam tanaman daun jarong. Daun jarong memiliki banyak kandungan senyawa kimia seperti saponin, alkaloid, tanin, triterpenoid, dan flavonoid yang dapat bermanfaat sebagai antihiperlipidemia (Dalimartha, 2011; Sarvesh & Fernandes, 2017)
Saponin dapat berikatan dengan kolesterol pada lumen intestinal sehingga dapat mencegah reabsorpsi kolesterol. Selain itu, saponin juga dapat berikatan dengan asam empedu sehingga dapat menurunkan sirkulasi enterohepatik asam empedu dan meningkatkan ekskresi kolesterol. Saponin merupakan senyawa tanaman yang memiliki surfaktan yang dapat berikatan dengan kolesterol dan asam empedu sehingga menurunkan absorpsi kolesterol dalam tubuh. Saponin dengan kolesterol ternyata juga memiliki reseptor yang sama, sehingga dapat terjadi kompetisi dengan reseptor kolesterol pada sel. Saponin juga dapat mempengaruhi biosintesis kolesterol di hati (Tandi et al., 2018).
Senyawa alkaloid dapat menghambat aktivitas enzim lipase pankreas sehingga meningkatkan sekresi lemak melalui feses yang mengakibatkan penyerapan lemak oleh hati terhambat dan tidak dapat diubah menjadi kolesterol. Berkurangnya aktivitas enzim lipase pankreas dapat mengurangi deposit trigliserida yang masuk dari usus halus karena enzim tersebut mengubah trigliserida
26
menjadi dua monogliserid dan dua asam lemak bebas sehingga dapat masuk ke pembuluh darah (Artha et al., 2017).
Tanin berfungsi sebagai antioksidan, astringent, dan hipokolesterolemia dan bekerja dengan cara bereaksi dengan protein mukosa dan sel epitel usus sehingga menghambat penyerapan kolesterol dan lemak (Dorland, 2012; Sendy & Widodo, 2019). Protein dan asam amino yang terkandung pada pakan kemungkinan diendapkan oleh tanin yang terdapat dalam ekstrak daun jarong sehingga penyerapan lemak dari pakan terganggu. Proses tersebut menyebabkan transpor kolesterol oleh kilomikron ke hati jumlahnya tidak berbanding lurus dengan konsentrasi kolesterol dari pakan (Artha et al., 2017).
Triterpenoid dapat mengatasi hiperlipidemia dengan mekanisme sebagai ligan Peroxisome Proliferator Activated Receptor (PPAR) (Jia et al., 2011; Kawada et al., 2010).
Flavonoid bekerja sebagai inhibitor enzim HMG-CoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun. Pada saat kolesterol ditranspor dari usus ke hati, maka HMG-CoA reduktase yang bertugas mengubah asetil-koA menjadi mevalonat dalam sintesis kolesterol akan terhambat sehingga produk sintesis kolesterol oleh hati akan berkurang (Artha et al., 2017; O., Nduka et al., 2019).
Daun jarong dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menghambat absrobsi glukosa di usus dan meningkatkan pengambilan glukosa di darah (A. Kumar et al., 2011). Menurut (Kamalakkannan dan Balakrishnan 2015) daun jarong bekerja dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase di hati (Kamalakkannan & Balakrishnan, 2015), sehingga dapat menstimulasi sekresi insulin yang menyebabkan penurunan kadar glukosa darah yang besar. Selain itu, daun jarong menurunkan aktivitas glukosa-6-fosfat pada glukoneogenesis, yang disebabkan karena peningkatan sekresi insulin sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Aktivitas penurunan glukosa darah pada daun jarong disebabkan terutama terdapat kandungan saponin. Saponin sangat baik dalam pengobatan DM, karena mempunyai efek hipoglikemik dengan cara meningkatkan sekresi insulin di sel β pankreas, meningkatkan uptake glukosa, mengaktivasi sintesis glikogen, menghambat penyerapan glukosa di dalam usus, penghambatan proses glukoneogenesis, penghambatan α-glukosidase dan glukosa-6-fosfat sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah (Lavle et al., 2016; Ramadani et al., 2016).
Senyawa lainnya yang terkandung pada daun jarong yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan triterpenoid. Flavonoid berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sekresi insulin di β pankreas, meningkatkan pengambilan glukosa dijaringan dan meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Selain itu flavonoid dapat mencegah kerusakan sel β pankreas karena memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang bekerja dengan cara
27
menetralkan radikal bebas yang terkait dengan gugus OH sehingga dapat memperbaiki keadaan jaringan yang rusak. Flavonoid juga dapat menghambat pemecahan karbohidrat menjadi glukosa dan menghambat absrobsi glukosa di usus halus (Ayunda, 2014; Chen et al., 2016).
Alkaloid berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menstimulasi hipotalamus untuk meningkatkan sekresi Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH), sehingga mensekresi Growth Hormone (GH) pada hipofisis meningkat. Meningkatnya kadar GH yang tinggi menyebabkan hati terstimulasi untuk mensekresikan Insulin-like Growth Factor1 (IGF-1). IGF-1 mempunyai kemampuan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan glukoneogenesis sehingga kadar glukosa darah dan kebutuhan insulin menurun (Wulandari, 2016).
Alkaloid sebagai antidiabetes dengan meningkatkan GLUT-4 yang menyebabkan transport glukosa darah ke dalam membran sel meningkat, sehingga kadar glukosa darah dapat menurun (Aba & Asuzu, 2018).
Tanin bekerja sebagai antihiperglikemia dengan cara meningkatkan glikogenesis, dapat mengaktivasi α-amilase dan glukosidase. Selain itu, tanin juga berfungsi sebagai astrigen yang dapat mengerutkan membran epitel usus halus sehingga menghambat penyerapan glukosa dan pada akhirnya akan menurunkan kadar glukosa darah. Tanin juga dapat mengambat pemecahan karbohidrat menjadi glukosa sehingga menurunkan laju penyerapan glukosa ke dalam darah (Aba
& Asuzu, 2018; Prameswari & Widjanarko, 2014).
Kandungan terpenoid mempunyai aktivitas antidiabetes yang dapat merangsang pelepasan insulin sehingga menyebabkan peningkatan jumlah insulin didalam tubuh, melindungi sel beta pankreas dan berperan sebagai anti insulin resisten (Gutierrez, 2013; Jasmine et al., 2018).
Tabel 7 menunjukkan rata-rata persentase penurunan kadar kolesterol total meningkat dengan adanya peningkatan dosis sediaan uji, dan terjadi juga penurunan pada kelompok negatif hal ini disebabkan karena hewan uji sudah tidak diberikan pakan tinggi lemak sehingga hewan uji tetap turun kadar kolesterol totalnya walau tanpa diberikan sediaan uji. Data persentase penurunan kadar kolesterol total kemudian dianalisis secara statistik. Dalam analisis secara analistik hal pertama adalah data diuji normalitasnya. Data penurunan kadar kolesterol total terdistribusi normal {(P=0,200)>0,05} dan terdistribusi homogen {(P=0,313)>0,05}. Analisis kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh atau perbedaan yang bermakna terhadap persentase penurunan kadar kolesterol total dari masing-masing kelompok dengan ketentuan P<0,05. Dari tabel uji ANOVA terhadap penurunan kadar kolesterol total diperoleh nilai P=0,000 (P<0,05), hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar kolesterol total dari masing-masing kelompok.
28
Data kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna antar masing-masing kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil uji Tukey terdapat perbedaan bermakna (Sig.<0,05) dalam tiap-tiap kelompok. Ekstrak dosis 3 (750 mg/kg) merupakan dosis yang paling baik jika dibandingkan dengan ekstrak dosis 1 dan 2 dalam menurunkan kadar kolesterol total, namun tidak sebaik kontrol positif (fenofibrat).
Tabel 8 menunjukkan rata-rata persentase penurunan kadar trigliserida darah meningkat dengan adanya peningkatan dosis sediaan uji, dan terjadi juga penurunan pada kelompok negatif hal ini disebabkan karena hewan uji sudah tidak diberikan pakan tinggi lemak sehingga hewan uji tetap turun kadar kadar trigliserida darah walau tanpa diberikan sediaan uji. Data persentase penurunan kadar kadar trigliserida darah kemudian dianalisis secara statistik. Data diuji normalitas dan homogenitasnya. Data persentase penurunan kadar trigliserida terdistribusi normal {(P=0,123)>0,05} dan homogen {(P=0,343)>0,05}. Analisis kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh atau perbedaan yang bermakna pada setiap kelompok perlakuan dengan ketentuan P<0,05. Dari tabel uji ANOVA terhadap penurunan kadar trigliserida darah diperoleh nilai P=0,000 (P<0,05), hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar trigliserida darah dari masing-masing kelompok.
Selanjutnya dilakukan uji Tukey untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna antar masing-masing kelompok perlakuan. Hasil uji Tukey penurunan kadar trigliserida antara kelompok ekstrak dosis 3 (750 mg/kg) dan positif tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai Sig. = 0,163 (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun jarong dosis 3 (750 mg/kg) memiliki aktivitas penurunan kadar trigliserida yang hampir sebanding dengan fenofibrat.
Hasil persentase penurunan kadar glukosa darah puasa (Tabel 9) dilakukan uji statistik.
Pengujian awal dengan uji normalitas untuk mengetahui data yang dihasilkan terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Kolmogrov-Smirnov dengan Sig. (p>0,05), hal ini menunjukan bahwa data tersebut terdistribusi normal. Selanjutnya, uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui data terdistribusi secara homogen atau tidak. Data persentase penurunan glukosa darah puasa homogen dengan Sig. {(p = 0,240) ≥ 0,05} yang menyatakan data terdistribusi secara homogen. Dari hasil data yang terdistribusi normal dan homogen dapat dilanjutkan dengan analisa ANOVA satu arah. Hasil dari tabel ANOVA terhadap persentase penurunan glukosa darah puasa didapatkan Sig. {(p = 0,000) ≥ 0,05} yang menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa dari masing-masing kelompok .
29
Kemudian data dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey untuk mengetahui perbedaan dari setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan uji Post Hoc Tukey terdapat perbedaan bermakna (Sig.<0,05) setiap kelompok perlakuan antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan kelompok variasi dosis ekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa variasi dosis ekstrak daun jarong dapat menurunkan glukosa darah puasa. Dari hasil tersebut dapat ditentukan bahwa ekstrak etanol daun jarong dosis 750 mg/kg memperlihatkan efek yang lebih baik dari ekstrak 1 dan 2, namun tidak sebaik kontrol positif (metformin), dengan persentase penurunan glukosa darah puasa pada dosis 750 mg/kg sebesar 61,31% dan kontrol positif sebesar 65,09 %.
Pada pengujian tes toleransi glukosa data yang diperoleh dihitung nilai luasan area di bawah kurva AUC0−120. AUC (Area Under Curve) total yang menggambarkan penurunan kadar glukosa darah secara keseluruhan pada masing-masing kelompok. AUC (Area Under Curve) berfungsi untuk menghitung kadar glukosa darah tikus pada setiap penurunan kadar glukosa darah tiap menit (Atmojo et al., 2016). Selanjutnya data dilakukan uji statistik, dengan uji awal yaitu uji normalitas yang digunakan yaitu Kolmogrov-Smirnov dengan nilai Sig. (p>0,05), data TTGO diperoleh nilai Sig. {(p = 0,131) ≥ 0,05}. Hasil data tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh terdistribusi normal. Pengujian selanjutnya yaitu uji homogenitas, dari hasil pengujian ini diperoleh nilai Sig.
{(p = 0,381) ≥ 0,05} yang menyatakan bahwa data yang digunakan terdistribusi secara homogen.
Data yang sudah terdistribusi normal dan homogen dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA. Dari hasil pengujian ANOVA diperoleh hasil {(p = 0,000) ≥ 0,05} yang menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar glukosa darah dari masing-masing kelompok perlakuan.
Untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna tiap kelompok dilakukan pengujian Post Hoc Tukey. Hasil dari pengujian Post Hoc Tukey didapatkan hasil pada setiap kelompok perlakuan dengan variasi dosis, kontrol positif dan kontrol negatif terdapat berbedaan bermakna. Dari ketiga kelompok perlakuan yang mempunyai efek menurunkan glukosa darah yang yang mendekati dengan kelompok positif metformin yaitu perlakuan 3 dengan dosis ekstrak 750 mg/kgBB. Nilai AUC perlakuan 3 yaitu 23.991 mg/dL sedangkan kelompok positif sebesar 20.977,73 mg/dL.