• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober sampai 19 November 2016. Sebelum hasil penelitian dipaparkan, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai kondisi awal atau pratindakan keterampilan berbicara siswa kelas VIIA SMP 14 Muhammadiyah Makassar . Dengan demikian, secara urut bab ini akan menjelaskan tentang (a) kondisi awal kemampuan berbicara siswa kelas VIIA SMP 14 Muhammadiyah Makassar;

(b) pelaksanaan tindakan serta hasil penelitian; (c) pembahasan hasil

51

dimaksud mengandung arti aktif mengajukan pertanyaan, pendapat, menjawab pertanyaan maupun aktif dalam kegiatan diskusi. Siswa cenderung diam bila guru mengajukan pertanyaan, bahkan ada pula yang tidak memperhatikan pertanyaan dari guru. Ada juga siswa yang meminta temannya yang dianggap pintar di kelas itu untuk menjawab, sehingga yang aktif di kelas hanyalah siswa yang dianggap pintar tersebut.

Setelah dilakukan diskusi dengan guru, maka peneliti menyusun rencana pelaksana pembelajaran (RPP) untuk kegiatan pratindakan.

Kegiatan pratindakan dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri atas 2 jam pelajaran atau 2X40 menit. Kegiatan pratindakan ini dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2016 pukul 13.00- 14.20 WITA dan 29 Oktober 2016 pukul 13.00-14.20 WITA.

Pelaksanaan pratindakan berjalan cukup lancar, namun siswa terlihat kurang aktif dalam mengikuti pelajaran. Selama proses berlangsung, beberapa siswa yang duduk di kursi bagian depan terlihat memperhatikan guru, namun tidak sedikit siswa yang berbicara dengan temannya, menompang dagu dan beraktivitas sendiri. Menurut dari hasil pengisian angket yang menyatakan bahwa siswa yang memperhatikan dan konsentrasi selama proses pembelajaran hanyalah 13 siswa atau sekitar 43%.

Pada tahap pratindakan ini, siswa juga kurang antusias saat mendapat tugas dari guru untuk menuliskan cerita dalam buku. Siswa terlihat jenuh sehingga kurang antusias dalam merangkai pokok-pokok

52

cerita menjadi sebuah cerita. Berdasarkan hasil wawancara, siswa menuturkan bahwa mereka merasa bosan karena kurang mempunyai ide dan bingung apa yang harus ditulis. Suasana kelas tersebut juga dapat dilihat dari hasil pengisian angket yang menyatakan siswa berminat dan antusias dalam pembelajaran yang menekankan pada kemampuan berbicara hanya 13 siswa atau 43% dari keseluruhan siswa. Jumlah ini terbilang cukup banyak. Namun yang menjadi akar permasalahan bahwa antusias mereka terkadang hilang apabila menemui jalan buntu dalam merangkai kata.

Pada tahap pratindakan, keberanian siswa saat berbicara sangat kurang. Hal ini dapat dilihat ketika guru menugasi siswa untuk menceritakan cerita di depan kelas.. Sebagian besar siswa memberikan respon tidak senang. Siswa meminta guru agar diberi waktu untuk menghafalkan cerita, sehingga suasana kelas menjadi gaduh. Kondisi ini terdapat dalam lampiran catatan lapangan yang tergambar dalam vignet 1 berikut.

Setelah seluruh siswa membuat cerita singkat yang ditulis di buku, maka guru menginstruksikan kepada siswa untuk maju membacakan hasil tulisannya secara bergiliran. Namun, usaha yang dilakukan oleh guru kurang berhasil. Guru sudah beberapakali menyuruh siswa untuk maju, tetapi tidak ada satupun siswa yang bersedia maju.

Banyak siswa yang mengatakan, “belum siap Pak!” dan sebagainya.

(CL. 27-10-2016) Keadaan tersebut maka guru berinisiatif memberikan waktu selama 10 menit kepada siswa untuk mengingat-ingat cerita yang ingin mereka ceritakan.

53

Berdasarkan pengamatan peneliti, walaupun sudah diberi kesempatan 10 menit tetap menunjukkan tidak ada satupun siswa yang bersedia maju bercerita. Siswa justru melakukan aksi saling tunjuk saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju bercerita. Oleh karena itu, guru memiliki alternatif menunjuk salah satu siswa yang merupakan peringkat 1 di kelas tersebut , kemudian siswa yang sudah maju harus memilih salah satu temannya untuk maju. Siswa kemudian maju satu persatu, namun beberapa siswa masih terlihat kurang siap. Siswa hanya diam dan kesulitan untuk memulai bercerita. Terdapat siswa yang tidak bersedia maju bercerita walaupun sudah ditunjuk oleh temannya.

Sikap keberanian siswa pada pratindakan ini masih kurang. Hal ini juga diperkuat dari hasil pengamatan proses yang menyatakan bahwa siswa tidak berani bercerita di depan kelas sebanyak 13 siswa. Hasil pengisian angket siswa juga menunjukkan terdapat 17 atau 56% siswa tidak berani tampil di depan kelas. Siswa beralasan tidak berani bercerita karena siswa merasa belum siap, malu, grogi, dan belum ada ide, namun setelah dibujuk siswa mulai bercerita walaupun sangat singkat. Siswa juga menyampaikan bahwa salah satu penyebab mengapa tidak tampil berani di kelas karena sering lupa akan cerita yang telah mereka tulis.

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil angket pada pratindakan, menujukkan proses pembelajaran siswa masih kurang, sehingga perlu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Salah satu usaha yang dapat digunakan adalah penerapan teknik pembelajaran yang tepat.

54

Terkait dengan hal tersebut, dalam angket, seluruh siswa menyatakan perlu adanya teknik pembelajaran yang diharapkan dapat mendukung pembelajaran berbicara. Berdasarkan hasil angket yang diisi oleh siswa kelas VIIA seluruh siswa menyatakan perlu adanya teknik pembelajaran yang dapat mendukung keberhasilan bercerita, dalam hal ini meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

Pengamatan pada pratindakan ini tidak hanya dilakukan pada proses pembelajaran, namun keterampilan berbicara siswa juga diamati.

Menurut hasil tes keterampilan berbicara pada pratindakan, keterampilan berbicara masih tergolong rendah. Keterampilan awal dilihat dari hasil tes pratindakan. Skor rata-rata kelas tiap aspek dihitung untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa. Adapun hasil penilaian dari kegiatan pratindakan kemampuan berbicara siswa sebelum dikenai tindakan disajikan pada tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1: Hasil Penilaian Kemampuan Berbicara Siswa pada Tahap Pratindakan

No. Aspek Jumlah

Nilai

Ratarat

a Kelas Kategori

1 Pelafalan 99 3.3 C

2 Penempatan tekanan dan nada 91 3.03 C

3 Diksi 93 3.1 C

4 Ekspresi 75 2.5 K

5 Volume suara 114 3.4 C

6 Kelancaran 78 2.6 K

7 Penguasaan cerita 83 2.73 K

Keterangan:

SB : Sangat baik dengan skor nilai rata-rata kelas 4,6 –5 B : Baik dengan skor nilai rata-rata kelas 3,7 – 4,5

55

C : Cukup dengan skor nilai rata-rata kelas 2,8 – 3,6 K : Kurang dengan skor nilai rata-rata 1,9 – 2,7 SK : Sangat kurang dengan skot nilai rata-rata 1 – 1,8

Keterampilan berbicara pada tiap-tiap aspek pada saat tahap pratindakan akan dideskripsikan

a. Pelafalan

Aspek pelafalan ini terkait dengan pelafalan fonem pada saat siswa berbicara. Aspek pelafan yang dinilai yaitu apakah suara siswa dapat terdengar dengan jelas dan kejelasan intonasi apakah sesuai dengan isi cerita atau tidak.

Nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada saat pratindakan bila dilihat dari pelafalan sebesar 3,3 atau sebesar 66%, sehingga aspek pelafalan termasuk dalam kategori cukup. Dalam pratindakan ini terdapat 2 siswa yang berbicara tidak jelas, 17 siswa cukup jelas walupun sesekali tidak jelas, sedangkan siswa yang mendapat kategori jelas pengucapan saat bercerita sebanyak 11 siswa.

Pada aspek ini, beberapa siswa masih terpengaruh dialek bugis Makassar, karena sebagian besar siswa adalah keturunan asli Makassar. Meski suara cukup jelas namun masih terdengar gemetar sehingga kata-kata yang keluar sulit dipahami. Kondisi tersebut terdapat dalam catatan lapangan yang tergambar dalam vignet 2 berikut ini.

Saat bercerita, siswa dengan inisial ST pelafalan fonemnya masih terpengaruh dialek bugis Makassar, sehingga kata-kata yang diucapkannya menjadi aneh didengar. Aneh tapi lucu. Sebagai contoh saat ST mengatakan,”Saya tidak maumi lagi balap-balap di jalan raya”.

CL. 27-10-2016

56 b. Penempatan Tekanan dan Nada

Aspek penempatan tekanan dan nada terkait dengan pengucapan bunyi-bunyi bahasa saat siswa berbicara di depan kelas. Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan aspek penempatan tekanan dan nada dalam kategori cukup, yaitu ditandai dengan perolehan nilai rata-rata 3,03. Pada tahap pratindakan siswa kurang memberikan tekanan dan nada pada kata-kata atau kalimat yang penting. Misalnya, tidak ada perbedaan nada suara antara orang marah, orang sedih, orang terkejut atau orang sedang memanggil. Kondisi ini terdapat dalam lampiran catatan lapangan yang tergambar dalam vignet 3 berikut ini.

….Saat siswa maju bercerita, beberapa siswa terlihat hanya bercerita datar (tanpa intonasi) karena hanya membaca buku.

Siswa yang berinisial F membawa buku saat bercerita, sehingga intonasi datar. F tidak memberikan tekanan saat mengatakan “Ma, saya akan berangkat ke sekolah”….

(CL. 27-10-2016) c. Diksi

Aspek diksi atau pilihan kata terkait dengan penggunaan kata-kata, penggguanaan istilah dan pilihan kata yang bervariasi dalam berbicara.

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan aspek diksi yang dipakai siswa dalam berbicara berada dalam kategori cukup. Nilai rata-rata yang di dapat sebanyak 3,1 dengan presentase 62%. Sebanyak 17 siswa telah menggunakan istilah, kata-kata dan ungkapan tepat namun sesekali kurang tepat, diksi sesuai cerita dan variatif. Sebanyak 8 siswa cukup variatif dan

57

tepat menggunakan pilihan kata dalam bercerita. Kondisi ini terdapat dalam lampiran catatan lapangan yang tergambar dalam vignet 4 berikut ini.

…. Bagi siswa pemula tentu sulit menempatkan kata-kata secara variatif, banyak kata sambung yang berulang.

Misalnya, siswa berinisial NA yang selalu mengulang kata

“kemudian, setelah itu, terus”….

(CL. 29-10-2016) d. Ekspresi atau Tingkah Laku

Aspek ekspresi atau tingkah laku terkait dengan sikap siswa dalam berbicara. Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dijelaskan, aspek ekspresi saat bercerita berada dalam kategori kurang. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata- rata siswa yang diperoleh sebanyak 2,5. Sebagian besar siswa merasa kaku, grogi, malu, tegang, pandangan terarah ke guru atau arah bawah dan atas saat bercerita. Selain itu terdapat beberapa siswa yang melakukan sikap tidak wajar. Hal itu disebabkan karena mereka masih malu, grogi dan membaca buku saat tampil berbicara di depan, sehingga tidak menggunakan mimik yang tepat. Kondisi ini terdapat dalam lampiran catatan lapangan yang tergambar dalam vignet 5 berikut ini.

….Saat siswa maju berbicara di depan kelas, beberapa siswa terlihat hanya berbicara datar (tanpa intonasi) karena hanya membaca buku. Siswa yang berinisial NH, saat berbicara pandangannya selalu ke atas, gelisah sehingga tidak menampilkan ekspresi yang sesuai. Kondisi ini juga terjadi pada siswa lain seperti pada siswa yang berinisial MI dan MR.

Mereka melihat ke atas atau atap, tatapan mata selalu mengahadap ke guru, selalu memejamkan mata untuk mengingat-ingat cerita, dan melenggok-lenggokan badan. Selain itu juga terdapat siswa yang berbicara namun terlalu banyak tertawa sendiri dari awal cerita hingga akhir, sehingga cerita tidak jelas dan tidak bisa

58 dipahami oleh pendengar.

(CL. 29-10-2016) e. Volume Suara

Aspek volume suara terkait dengan volume suara pada saat siswa berbicara di depan kelas, suara siswa dapat terdengar dengan jelas, dan intonasi juga jelas. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa suara siswa ketika berbicara berada dalam kategori cukup. Hal ini ditandai dengan perolehan nilai rata-rata siswa sebesar 3,23 dengan presentase 65%. Walaupun dalam aspek ini termasuk dalam kategori cukup, namun masih terdapat beberapa siswa yang volume suaranya kurang. Terdapat beberapa siswa yang sedang sakit, sehingga tidak dapat berbicara dengan suara keras. Selain itu, juga terdapat siswa yang mempunyai volume suara dalam kategori lembut, karena siswa memiliki kualitas suara yang tidak bisa keras. Sebanyak 8 siswa suaranya kerasa dan jelas, dan terdapat 9 siswa saat berbicara suara cukup jelas. Siswa yang suaranya masih lirih dan tidak jelas sebanyak 13 siswa. Penyebab siswa tidak menunjukkan volume suara yang besar karena malu. Kondisi ini terdapat dalam lampiran catatan lapangan yang tergambar dalam vignet 6 berikut.

Volume suara memegang peran penting saat seseorang berbicara sehingga apa yang disampaikan terdengar oleh pendengar. Pada tahap pratindakan ini siswa dengan inisial MT memiliki suara yang besar sehingga ketika tampil di depan suara dapat terdengar.

(CL. 29-10-2016)

59 f. Kelancaran

Aspek kelancaran berbicara dipengaruhi oleh sikap keberanian siswa dan penguasaan dalam cerita. Aspek kelancaran berbicara terkait dengan tersendat-sendat atau tidak ketika berbicara dan apakah jeda cerita sesuai dengan isi cerita. Pada saat berbicara mereka sering tersendat-sendat dan berhenti berbicara walau dia memegang catatan kecil dan mengeluarkan bunyi “eee”. Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata aspek kelancaran berjumlah 2,73 dan berada dalam kategori kurang. Pada aspek ini siswa secara keseluruhan kurang lancar dalam berbicara, siswa masih terlihat malu-malu, dan bertingkah kurang wajar. Kondisi ini terdapat dalam lampiran catatan lapangan yang tergambar dalam vignet 7 berikut ini.

Rasa grogi menghalangi siswa berbicara secara runtut/ tersendat- sendat. Sebagai contoh siswa yang berinisial ANA, AA, DLT dalam bercerita masih kebingungan, tertawa-tawa sendiri, dan diam terlalu lama saat bercerita. Misalnya siswa DLT yang bercerita tentang pengalaman berkesan “(sebelum bercerita diam dan tertawa cukup lama). Setiap jeda kalimat selalu diikuti eeeee….

(CL. 29-10-2016) g. Penguasaan Cerita

Penguasaan cerita terkait dengan keterampilan siswa dalam menyajikan cerita yang ditulisnya. Sebagian besar siswa kurang mampu dalam menguasai cerita yang mereka buat. Siswa masih kesulitan dalam mengkonsep cerita secara runtut dan menarik, sehingga penyampaian cerita tidak jelas. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor rata-rata kelas

60

sebanyak 2,73 dengan presentase 55%. Terdapat beberapa siswa yang masih mendapatkan nilai kurang, yaitu siswa yang belum memahami ceritanya sendiri, sehingga ketika berbicara di depan kelas cenderung membaca buku, alur cerita tidak jelas, dan cerita sulit dipahami. Hal ini juga dapat dilihat dalam vignet 8 berikut ini.

Siswa yang berinisial MR kebingungan untuk memulai cerita, sehingga saat di depan kelas hanya diam lama. Guru kemudian membantu dengan cara menstimulus siswa dengan tema cerita pribadi. Siswa mampu berbicara namun tidak lancar, sangat singkat dan ide cerita tidak terkonsep dengan baik sehingga mengakibatkan cerita menjadi tidak jelas.

(CL. 29-10-2016) Berdasarkan hasil analisis data baik dalam bentuk tes (skor rata-rata kelas) dan nontes (catatan lapangan, lembar observasi, dan angket) pada tahap pratindakan ini menunjukkan, baik secara proses maupun produk pembelajaran berbicara masih dalam kategori kurang. Pembelajaran keterampilan berbicara khususnya bercerita perlu dilakukan tindakan agar masalah yang dihadapi saat proses pembelajaran dapat segera diatasi.

Proses pembelajaran berbicara menjadi lebih bervariasi dan memberi manfaat bagi peningkatan kualitas siswa, guru, dan sekolah apabila menggunakan teknik pembelajaran yang tepat dan bervariasi. Perbaikan dalam proses berbicara merupakan langkah dalam perubahan kemampuan berbicara yang standar menjadi lebih baik.

61

B. Pelaksanaan Tindakan Kelas pada Pembelajaran Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Fun Learning

a. Paparan Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I 1. Perencanaan Penelitian

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan dalam kegiatan pratindakan, diketahui bahwa kemampuan berbicara siswa kelas VIIA

SMP 14 Muhammadiyah Makassar masih rendah. Oleh karena itu, peneliti berasumsi bahwa perlu dilakukan tindakan yang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Setelah mengetahui kekurangan-kekurangan serta kelebihan kegiatan pembelajaran yang berlangsung pada saat pratindakan, maka peneliti mulai menyusun perencanaan pelaksanaan siklus pertama.

Tahap pertama dari siklus I adalah perencanaan tindakan. Kegiatan ini dilakukan pada hari Selasa, 02 November 2016 di ruang guru. Pada kesempatan tersebut peneliti bersama guru bahasa Indonesia kelas VIIA

mendiskusikan dan berkoordinasi untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus I terkait dengan masalah yang ditemukan. Guru mengungkapkan sebagian besar siswa mempunyai permasalahan dalam mengungkapkan ide-ide cerita. Siswa merasa kesulitan dalam mengorganisasi ide cerita sehingga mengakibatkan siswa kurang percaya diri, malu, suara lirih dan penyampaian cerita kurang lancar. Hal ini yang membuat peneliti dan guru memutuskan menggunakan metode fun learning. Metode fun learning merupakan metode pembelajaran dimana suasana pembelajaran diciptakan menjadi suasana yang menyenangkan.

Selama menerapkan metode fun learning, peneliti menyuruh siswa untuk

62

merangkai cerita dalam sebuah mind map. Tujuan penggunaan mind map adalah untuk membantu siswa agar lebih mudah menyampaikan cerita di depan kelas dan lebih rileks menerima pelajaran.

Adapun rencana yang akan dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1) peneliti bersama guru bahasa Indonesia menyamakan persepsi dan berdiskusi untuk memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama pada pembelajaran yang menekankan pada kemampuan berbicara seperti pada kegiatan bercerita;

2) peneliti dan guru merancang pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik mind map; peneliti menyampaikan kepada guru bahasa Indonesia bahwa teknik mind map merupakan salah satu cara untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Hal tersebut berkaitan dengan makna metode fun learning itu sendiri, yakni metode yang mengharuskan pengajar membawa situasi kelas yang fun, enjoy. Pandangan peneliti bahwa penerapan minda map dalam metode fun learning dapat menciptakan suasana menyenangkan didukung oleh pendapat Roisa (2013: 4) yang memaparkan bahwa apliaksi mind map memiliki keunggunlan yaitu prosesnya yang fun, tidak membosankan karena banyak menggunakan unsure otak kanan seperti gambar, warna, dimensi sehingga sifatnya unik. Sifat unik tersebutlah yang membuat materi mudah dingat. 3) Peneliti mengajukan materi bercerita untuk melihat kemampuan berbicara siswa. Hal ini berkaitan dengan pemetaan SK, KD oleh BSNP untuk Satuan Dasar dan Menengah (4) peneliti dan

63

guru bersama-sama mengkaji RPP untuk siklus I yang dibuat oleh peneliti;

5) menyiapkan bahan pelajaran dan instrumen yang akan digunakan sebelum dan selama tindakan. Instrumen tersebut berupa lembar pengamatan, lembar penilaian berbicara siswa dan alat untuk mendokumentasikan kegiatan; 6) menentukan waktu pelaksanaan tindakan, yaitu 3 kali pertemuan dalam satu siklus.

2. Pelaksanaan Tindakan

Siklus I dilakasanakan selama tiga kali pertemuan, pada tanggal 3, 5, 10 November 2016. Pertemuan pertama berisi tentang; a) penjelasan secara singkat tentang pengertian berbicara, tujuan berbicara, tipe kegiatan berbicara, unsur-unsur yang harus diperhatikan ketika seseorang berbicara; b) penjelasan dan pengajaran teknik mind map; c) pembuatan mind map dalam pembelajaran berbicara. Sedangkan pertemuan kedua dan ketiga berisi kegiatan evaluasi berbicara secara individu. Pelaksanaan tindakan pembelajaran berbicara dengan metode fun learning pada siklus I ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa baik proses maupun produk, terutama pada siswa kelas VIIA SMP 14 Muhammadiyah Makassar. Adapun diskripsi pelaksanaan tindakan pada siklus I adalah sebagai berikut.

a) Siklus I Pertemuan Pertama

Siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, 03 November 2016 dan berlangsung selama 2X40 menit tepatnya pada pukul 07.30-08.20 WITA. Ibu Kamariah, S. Pd. selaku guru bahasa Indonesia di

64

SMP 14 Muhammadiyah Makasssar berperan sebagai pengatur, peninjau jalannya kegiatan pembelajaran, sedangkan peneliti bertugas sebagai pengajar, dan rekan peneliti sebagai dokumenter dan observer. Rekan peneliti membantu peneliti mengisi lembar penilaian. Pengamatan terfokus terhadap suasana kelas, siswa dan hasil kemampuan berbicara siswa pada saat bercerita.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti selaku guru atau pengajar dalam pembelajaran pada siklus I ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Guru membuka pembelajaran dengan doa, kemudian melakukan presensi kehadiran siswa.

2) Guru melakukan apersepsi, memotivasi siswa bahwa kemampua berbicara sangat penting dalam kehidupana sehari-hari agar informasi dapat tersampaiakn dengan jelas.

3) Selanjutnya guru menjelaskan tujuan pembelajaran pada pertemuan I.

4) Guru menjelaskan materi tentang berbicara, tujuan berbicara, tipe kegiatan berbicara, unsur-unsur yang harus diperhatikan ketika seseorang berbicara.

5) Guru dan siswa melakukan tanya jawab mengenai materi yang telah dijelaskan, dan pada hal ini guru mengkondisikan siswa untuk berkonsentrasi dengan materi berbicara menggunakan metode fun learning.

6) Siswa memperhatikan penjelasan guru di papan tulis tentang materi, dimana guru menjelaskan materi menggunakan teknik mind map.

65

7) Siswa dan guru melakukan tanya jawab mengenai materi keterampilan berbicara.

8) Siswa secara individual, menyusun mind map tentang cerita dengan tema yang telah ditentukan.

9) Beberapa siswa menyampaikan cerita di depan kelas sesuai dengan mind map yang telah dibuat.

10) Siswa yang lain mengomentari temannya setelah bercerita.

11) Siswa dan guru mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar yang telah dilaksanakan.

12) Pelajaran diakhiri dengan salam.

b) Siklus I Pertemuan Kedua

Pelaksanaan pertemuan kedua berlangsung pada tanggal 5 November 2016, tepatnya hari Sabtu. Pada pukul 07.30-08.20 WITA di kelas VIIA SMP 14 Muhammadiyah Makasssar. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh guru pada pertemuan kedua siklus I ini adalah guru menjelaskan ulang materi secara singkat berkaitan dengan materi sebelumnya. Guru dan siswa kemudian melakukan tanya jawab tentang materi yang dirasa kurang jelas oleh siswa. Siswa secara bergiliran meneruskan praktik berbicara sesuai dengan mind map yang telah disusun pada hari sebelumnya.

c) Siklus I Pertemuan Ketiga

Siklus I pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Kamis, 10 November 2011, pukul 07.30-08.20 WITA di kelas VIIA SMP 14

66

Muhammadiyah Makasssar. Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada pertemuan ketiga sama dengan pertemuan kedua. Guru menjelaskan materi berbicara dengan menggunakan mind map, kemudian dilanjutkan dengan meneruskan praktik berbicara.

3. Pengamatan

Pengamatan pada tindakan siklus I ini dilakukan oleh peneliti secara cermat dengan menggunakan instrument penelitian yang sudah disiapkan dan sudah disetujui oleh guru mata pelajaran. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar catatan lapangan, lembar observasi, pedoman penilaian, dokumentasi berupa foto. Pengamatan terfokus pada pengamatan proses selama pembelajaran dan produk.

Pengamatan secara proses meliputi aktivitas fisik siswa selaku subjek penelitian, respon siswa terhadap pembelajaran dan situasi yang tergambar ketika pembelajaran berlangsung. Pengamatan secara produk berupa skor yang dihasilkan siswa setelah berbicara di depan kelas setelah diberi tindakan dengan menggunakan metode fun learning.

a) Pengamatan Proses

Hasil pengamatan dilakukan dengan cara mengamati jalannya kegiatan pembelajaran. Aspek yang diamati dalam observasi ini meliputi perilaku yang ditunjukkan siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang ditunjukkan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Aspek yang diamati adalah (1) keaktifan siswa selama pembelajaran, (2) perhatian atau fokus siswa dalam

Dokumen terkait