• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

B. Pembahasan

1. Struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando

Pada umumnya pantun bajawek yang terdapat dalam acara mananti tando bentuk dan struktur pantun yang sama dengan pantun biasa, mempunyai sampiran dan isi dan terdiri dari empat baris seuntai, enam baris seuntai, delapan baris seuntai dan sepuluh baris seuntai. Berikut uraian pantun-pantun tersebut:

a. Pantun Empat Baris Seuntai

Pada pantun empat baris seuntai, baris pertama dan kedua disebut dengan bagian sampiran, dan baris ketiga dan keempat disebut dengan bagian isi pantun.

Jenis pantun empat baris seuntai ini sering juga disebut dengan pantun biasa.

Berikut contoh pantun empat baris seuntai.

Hari patang matohari pantai „Hari petang matahari pantai Kok dusun jauah ka dijalang Jika dusun jauh mau dijelang Kok lapeh kumbang nan barantai Jika lepas kumbang yang berantai Kalayua bungo nan jolong kambang (57) Akan layu bunga yang baru kembang‟

b. Pantun Enam Baris Seuntai

Pantun enam baris seuntai disebut dengan talibun. Pada pantun enam baris seuntai, baris pertama sampai baris ketiga (tiga baris pertama) disebut dengan sampiran dan tiga baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun. Berikut contoh pantun enam baris seuntai.

40

Bagalah barantang perak „Bagalah barantang perak Limau manih di pandakian Jeruk manis di pendakian Jelo urek selo-baselo Jelo akar sila-bersila

Kalah indak manang pun indak Kalah tidak menang pun tidak Sadang manih kito antian Sedang manis kita hentikan Dima alek awak ulang pulo (24) Dimana pesta kita ulang pula‟

c. Pantun Delapan Baris Seuntai

Pantun delapan baris seuntai disebut juga dengan talibun. Pada pantun yang seperti ini empat baris pertama disebut dengan sampiran pantun dan empat baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun. Berikut contoh pantun delapan baris seuntai.

Usak pandan sabab dek api Api nan indak tapadaman

Kinco-bakinco jo daun ginggiang Daun kaladi tampak mudo

Usak badan sabab dek hati Hati nan indak tatahanan Mato jo a lah ka di dindiang

Awak salabuah satapian pulang pai mandi tampak juo (55)

„Rusak pandan karena api Api yang tidak terpadamkan

Campur-bercampur dengan daun geringging Daun keladi terlihat muda

Rusak badan karena hati Hati yang tidak tertahankan

Mata dengan apa lah mau di dinding

Kita sejalan setepian pulang pergi mandi terlihat juga‟

d. Pantun Sepuluh Baris Seuntai

Pada pantun yang seperti ini, lima baris pertama disebut dengan sampiran dan lima baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun, pantun ini juga disebut talibun. Berikut contoh pantun sepuluh baris seuntai.

Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan

Dek jauah rantau di Palembang Karena jauh rantau Palembang Di baliak rantau Indopuro Di balik rantau Indopuro Manyasa badan basuo Menyesal badan bersua

Siang nan indak tasanangan Siang yang tidak tersenangkan Malam indak talalok an Malam tidak terlelapkan Hati pacah pikiran bimbang Hati pecah pikiran bimbang Niaik baraso sampai juo (59) Niat be rasa sampai juga‟

Pantun-pantun bajawek saling berkaitan dan saling menunjang. Sampiran merupakan pengantar isi dalam pantun yang saling mendukung satu dengan lain.

Maksudnya sampiran dan isi pada pantun harus seiring dan seirama sehingga mangandung arti tersendiri bagi pendengarnya.

Berdasarkan uraian di atas maka pantun bajawek yang terdapat dalam acara mananti tando mempunyai struktur yang sama dengan pantun yang digunakan pada umumnya. Pantun tersebut dibangun oleh dua unsur yaitu sampiran dan isi yang diucapkan dengan intonasi dan irama yang teratur.

Pada umumnya pantun dibangun oleh dua struktur yaitu struktur fisik dan struktur batin. Berikut uraian mengenai struktur fisik dan struktur batin pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

a. Struktur Fisik 1) Diksi

Diksi merupakan penggunaan kata-kata tertentu dalam puisi (pantun) yang dilakukan oleh penyair agar tujuan puisi (pantun) dapat disampaikan dengan sempurna. Pantun bajawek yang disampaikan dalam acara mananti tando dipilih kata-kata tepat untuk mendukung maksud yang ingin disampaikan. Ada dua aspek pemilihan kata pada pantun bajawek yaitu aspek makna dan aspek kepuitisan.

42

Aspek kepuitisan yang dimaksudkan adalah keberadaan pantun yang hakikatnya terdiri dari dua bagian, yakni sampiran dan isi. Keduanya disesuaikan dengan unsur persajakan dalam puisi. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat dan selaras nuansa-nuansa dari gagasan yang ingin disampaikan dapat tercapai. Diksi juga kemampuan untuk memiliki kata-kata, lalu menyusun menjadi rangkaian kalimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi konteks.

Kambang sabatang bungo pandan „Kembang sebatang bunga pandan Camiah sulasiah mangguruik i Hampir selasih mengguguri Kini lah datang sisinyo badan Kini lah datang sisinya badan Camiah lah kami manuruik i (1) Hampir lah kami menuruti‟

Indak bana guruik mangguruik i „Tidak benar gugur mengguguri Bungo pandan ka kambang juo Bunga pandan mau kembang juga Indak bana turuik manuruik i Tidak benar turut menuruti

Nan kami ka datang juo (2) Yang kami mau datang juga‟

Alah panek kami dek babansi „Sudah penat kami karena berbansi Gabauk tasanda di pamatang Rebab tersandar di pematang Alah panek kami dek mananti Sudah penat kami karena menanti Baa sabab kok talambek datang (3) Apa sebab jika terlambat datang‟

Anak bebek dalam jilatang „Anak kambing dalam jilatang Mamuleh pucuak dalu-dalu Memakan pucuk dalu-dalu Sabab talambek kami datang Sebab terlambat kami datang Jalan bakelok bakeh lalu (4) Jalan berkelok tempat lalu‟

Dari rangkaian kata pada pantun bajawek di atas dapat dilihat pemilihan kata yang tersusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang indah dan memiliki makna yang dalam. Selain itu, kata-kata pantun tidak dapat ditukar letaknya maupun diganti dengan kata lain, jika susunannya ditukar maka dapat menimbulkan kekacauan bunyi dan makna yang berbeda sehingga kepuitisan pantun tersebut juga berkurang.

Untuk keindahan pola persajakan pada pantun (3), pengulangan kata dan huruf terakhirnya sama-sama menggunakan diftong “ang” pada baris kedua dan keempatnya sehingga terlihatlah keindahan pantun itu begitu juga pada pantun (4) pada baris pertama dan ketiga.

Aspek makna merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan dalam diksi sebait pantun. Ada dua bentuk makna yang digunakan pada pantun (1 dan 2) yaitu makna konotatif dan denotatif. Pilihan kata yang bermakna konotatif akan memantulkan keindahan pantun bajawek yang dilantunkan dalam acara mananti tando. Karena dengan pilihan kata yang bermakna konotatif akan menimbulkan kesan yang lebih halus terhadap maksud yang ingin disampaikan.

2) Pengimajian

Pengimajian (pencitraan) adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair dalam puisinya (pantunnya). Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat, didengar, atau dirasa. Ada hubungan yang erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Gambaran angan dalam sajak disebut citra atau imaji (image) sedangkan setiap gambaran-gambaran pikiran dan bahasa yang menggambarkan disebut citraan (imageri). Citraan merupakan salah satu cara pemanfaatan sarana kebahasaan dalam sajak. Pemanfaatan citraan secara baik dan tepat dapat menciptakan suasana kepuitisan. Pengimajian atau citraan merupakan salah satu unsur yang membangun unsur fisik puisi (pantun). Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan, perabaan, penciuman, dan

44

pengecapan. Pada dasarnya citraan (imaji) ada enam yang sering digunakan dalam sebuah puisi (pantun), antara lain: citraan penglihatan (visual imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), citraan penciuman (smell imagery), citraan rasaan (taste imagery), citraan rabaan (tactile imagery), dan citraan gerak (kinaesthetic imagery).

Ada beberapa citraan yang terdapat dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando yaitu sebagai berikut ini:

a) Citraan penglihatan

Citraan penglihatan adalah citraan yang timbul karena daya saran penglihatan, lewat citraan penglihatan sesuatu yang abstrak digambarkan sebagai sesuatu yang terlihat. Kata atau kata-kata yang ditampilkan menyebabkan dan merangsang indera penglihatan sehingga apa yang diungkapkan atau digambarkan penutur pantun bajawek lebih jelas seolah-olah dilihat oleh pendengar. Lihatlah penggunaan citraan penglihatan yang terdapat dalam pantun bajawek berikut.

Kambang sabatang bungo pandan „Kembang sebatang bunga pandan Camiah sulasiah mangguruik i Hampir selasih mengguguri Kini lah datang sisinyo badan Kini lah datang sisinya badan Camiah lah kami manuruik i (1) Hampir lah kami menuruti‟

Pantun bajawek di atas citraan penglihatan terdapat pada baris pertama dan kedua kambang sabatang bungo pandan, camiah sulasiah mangguruik i. Dari penuturan pantun bajawek pendengar seolah-olah mampu melihat atau membayangkan ada sebatang bunga pandan yang sedang kembang dan di dekat bunga pandan tersebut juga tumbuh selasih yang sangat dekat hampir membuat bunga pandan gugur atau berjatuhan.

Alah panek kami dek babansi „Sudah penat kami karena berbansi Gabauk tasanda di pamatang Rebab tersandar di pematang Alah panek kami dek mananti Sudah penat kami karena menanti Baa sabab kok talambek datang (3) Apa sebab jika terlambat datang‟

Pantun bajawek di atas pada baris kedua gabauk tasanda di pamatang.

Citraan penglihatan dari pantun bajawek tersebut ialah pendengar seolah-olah benar melihat rebab yang terletak tersandar di dekat pematang.

Anak bebek dalam jilatang „Anak kambing dalam jilatang Mamuleh pucuak dalu-dalu Memakan pucuk dalu-dalu Sabab talambek kami datang Sebab terlambat kami datang Jalan bakelok bakeh lalu (4) Jalan berkelok tempat lalu‟

Pada pantun bajawek di atas terdapat citraan penglihatan pada baris pertama dan kedua anak bebek dalam jilatang, mamuleh pucuak dalu-dalu. Dari baris-baris tersebut pendengar seolah-olah melihat ada anak kambing di dalam semak yaitu tumbuhan yang disebut jilatang sedang memakan pucuk dalu-dalu.

Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman Dijuluak jo ampu kaki Dijolok dengan ibu jari

Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman Iko cibuak basuah lah kaki (5) Ini cibuk cuci lah kaki‟

Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua cubadak tangahi halaman, dijuluak jo ampu kaki. Citraan penglihatannya adalah seolah-olah pendengar benar-benar melihat ada sebatang pohon cempedak yang tumbuh di tengah halaman. Dan ada orang yang menjolok pohon cempedak tersebut dengan ibu jarinya.

Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman Dipatiak anak si Fatimah Dipetik anak si Fatimah Sabab kami tagak di halaman Sebab kami berdiri di halaman Disangko aciak indak di rumah (6) Disangka kakak tidak di rumah‟

46

Pada pantun bajawek di atas terdapat citraan penglihatan pada baris pertama dan kedua cubadak tangahi halaman, dipatiak anak si Fatimah. Dari kata cubadak tangahi halaman maka pendengar seolah-olah melihat sebatang pohon cempedak yang tumbuh di tengah halaman dan kata dipatiak anak si Fatimah seolah-olah pendengar melihat ada seorang anak yaitu anak dari Fatimah yang sedang mengambil buah cempedak.

Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman Diambiak ka junjuang siriah Diambil untuk junjung sirih Jatuah malayang sularonyo Jatuh melayang selaranya Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman Naiak ka rumah makan siriah Naik ke rumah makan sirih Siriah mananti di carano (7) Sirih menanti di cerana‟

Pada pantun bajawek di atas terdapat citraan penglihatan pada baris pertama dan ketiga cubadak tangahi halaman. Pada baris pertama, cubadak tangahi halaman dari kata tersebut pendengar seolah-olah dapat melihat ada sebatang pohon cempedak yang tumbuh di tengah halaman. Pada baris ketiga pada kata jatuah malayang sularonyo pendengar seolah-olah melihat pohon cempedak yang tumbuh di tengah halaman jatuh melayang daunnya yang sudah tua.

Jelo-bajelo jariang lawah „Juntai-berjuntai jaring laba-laba Jelo lalu ka Sitindiah Juntai lalu ke Sitindih

Usah lamo tagak di bawah Usah lama berdiri di bawah Naiak ka rumah makan siriah (8) Naik ke rumah makan sirih‟

Pada pantun bajawek di atas citraan penglihatan terdapat pada baris pertama yaitu jelo-bajelo jariang lawah. Dari baris tersebut pendengar seolah- olah melihat jaring laba-laba yang banyak juntai-berjuntai.

Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i

Batanyo kami sakian janjang Bertanya kami sekian jenjang Tanggo buliah dinaiak i (9) Tangga boleh dinaiki‟

Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i Batanyo bana tibo di janjang Bertanya benar tiba di jenjang Alah buliah bana tanggo dinaiak i (10) Sudah boleh benar tangga dinaiki‟

Pada pantun bajawek di atas pada pantun (9) baris pertama dan pantun (10) pada baris pertama juga babuah lantimun dandang. Citraan penglihatannya adalah seolah-olah pendengar melihat ada ketimun yang sedang berbuah yaitu ketimun besar, karena besar buahnya maka namanya ketimun dandang.

Bungo kasumbo di Kumpulan Bunga kesumba di Kumpulan Buahnyo paliang-paliangan Buahnya paling-palingan Siang biaso kaciciran Siang biasa keciciran Lalok biaso kamaliangan (si P) (12) Lelap biasa kemalingan‟

Pantun di atas pada baris pertama dan kedua bungo kasumbo di Kumpulan, buahnyo paliang-paliangan. Citraan penglihatannya adalah pendengar seolah- olah melihat ada serumpun bunga kesumba yang tumbuhnya di Kumpulan dan buahnya banyak atau berbuah lebat sehingga diistilahkan buahnya yang lebat paling-palingan.

Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap Anyuik kulari duo lapan Hanyut kelari dua delapan Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka Nan lamak mintak tuan makan (14) Yang enak minta tuan makan‟

Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap Anyuik kulari duo lapan Hanyut kelari dua delapan Urang Panta manggaleh lado Orang Panta berjualan cabe Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan Urang pangka baa kabanyo (16) Orang pangkal apa kabarnya‟

48

Pada pantun bajawek di atas, pantun (14 dan 16) pada baris pertama dan kedua sampiran gadang aia batang Tingkok, anyuik kulari duo lapan.

Menggambarkan seolah-olah pendengar penuturan pantun tersebut melihat air yang besar di sungai Tingkap dan ada ikan yang hanyut diperkirakan dua puluh delapan karena kekuatan air yang besar itu. Kemudian pada sampiran pantun (14) pada baris ketiga urang Panta manggaleh lado. Menggambarkan seolah-olah pendengar penuturan pantun bajawek melihat seseorang yang berasal dari negeri Panta pergi berjualan cabe.

Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap Surian di ateh papan Surian di atas papan

Sicerek pupua jo bungonyo Sicerek gugur dengan bunganya Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan Tabuang apo kagunonyo (15) Terbuang apa kegunaannya‟

Pada pantun bajawek di atas citraan penglihatan terdapat pada baris pertama, kedua dan ketiga gadang aia batang Tingkok, surian di ateh papan, sicerek pupua jo bungonyo. Pendengar pantun bajawek yang penutur sampaikan seolah-olah melihat air besar di sungai Tingkap, ada kayu surian di atas papan dan ada sejenis tumbuhan untuk obat-obatan yang disebut sicerek yang berbunga sedang gugur atau berjatuhan.

Badarun batu tarolek „Berderum batu tergolek Surian di ateh papan Surian di atas papan Dahulu sakalian alek Dahulu sekalian tamu

Kudian kami sapangkalan (17) Kemudian kami sepangkalan‟

Pantun bajawek di atas pada baris kedua surian di ateh papan. Seolah-olah pendengar pantun mampu melihat ada kayu surian yang terletak di atas papan.

Tarolek batu tarolek „Tergolek batu tergolek Tarolek ka tangah jalan Tergolek ke tengah jalan Dulu sakalian alek Dahulu sekalian tamu

Kudian kami sapangkalan (18) Kemudian kami sepangkalan‟

Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua tarolek batu tarolek, tarolek katangah jalan. Pendengar pantun seolah-olah melihat ada batu yang tergolek-golek ke tengah jalan.

Sakali amuah jalan ka kabun „Sekali mau jalan ke kebun Babelok jalan ka Palupuah Berbelok jalan ke Pelupuh Sakali amuah kito minum Sekali mau kita minum Basamo kito mambasuah (21) Bersama kita mencuci‟

Pantun bajawek di atas pada baris kedua babelok jalan ka Palupuah.

Pendengar pantun seolah-olah bisa melihat bahwa ada jalan yang berbelok ke arah Pelupuh.

Anak alai tabang ka alai „Anak alai terbang ke alai Inggok di ateh puluik-puluik Hinggap di atas pulut-pulut Kok iyo taulan cadiak pandai Jika iya tahu cerdik pandai Apo asa nasi puluik (22) Apa asal nasi ketan‟

Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua anak alai tabang ka alai, inggok di ateh puluik-puluik. Seolah-olah pendengar pantun melihat ada seekor burung alai yang terbang ke arah alai dan hinggap di atas pulut-pulut.

Anak alai tabang ka alai „Anak alai terbang ke alai Mamukek urang di Tiagan Memukat orang di Tiagan Nyo nak hilia ka Sinuruik Dia ingin hilir ke Sinurut Kok iyo tuan cadiak pandai Jika iya tuan cerdik pandai Nasi batanak jo santan Nasi bertanak dengan santan Itu asa nasi puluik (23) Itu asal nasi ketan‟

Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua anak alai tabang ka alai, mamukek urang di Tiagan. Seolah-olah pendengar pantun melihat seekor burung alai yang terbang ke arah alai dan pendengar seolah-olah juga bisa melihat ada orang yang sedang memukat di Tiagan.

50

Bagalah barantang perak „Bagalah barantang perak Limau manih di pandakian Jeruk manis di pendakian Jelo urek selo-baselo Jelo akar sila-bersila

Kalah indak manang pun indak Kalah tidak menang pun tidak Sadang manih kito antian Sedang manis kita hentikan Dima alek awak ulang pulo (24) Dimana pesta kita ulang pula‟

Pantun bajawek di atas pada baris pertama, kedua dan ketiga bagalah barantang perak, limau manih di pandakian, jelo urek selo-baselo. Pendengar penuturan pantun bajawek seolah-olah melihat ada sejenis kayu yang digunakan untuk mengait buah-buahan yang tinggi yang disebut galah, dan ember yang berwarna perak. Dan ada jeruk manis yang tumbuh di pendakian yang uratnya bersilang siur.

Si Upiak gadih Sicikam „Si Upik gadis Sicikam Anak urang Padang Palak Anak orang Padang Palak Carano kami carano hitam Cerana kami cerana hitam Antah paguno antah indak (25) Entah perguna entah tidak‟

Si Upiak gadih Sicikam „Si Upik gadis Sicikam Anak urang Padang Kubu Anak orang Padang Kubu Carano nangko iyo hitam Cerana ini iya hitam

Iko bana dek kami nan katuju (26) Ini benar oleh kami yang suka‟

Pantun bajawek di atas pantun (25) dan (26) pada baris pertama dan ketiga si Upiak gadih Sicikam, carano kami carano hitam/carano nangko iyo hitam.

Pendengar penuturan pantun bajawek seolah-olah melihat ada seorang anak gadis daerah Sicikam dan pendengar juga seolah-olah melihat ada sebuah cerana yang berwarna hitam.

Bungo cimpago tuan erak „Bunga cempaka tuan bawa Tumbuah di jiraik tuan haji Tumbuh di kuburan tuan haji Adaik basandi dengan syarak Adat bersendi dengan syarak Syarak bapapa dengan kaji (27) Syarak bersendi dengan kitab‟

Pada pantun di atas baris pertama dan kedua bungo cimpago tuan erak, tumbuah di jiraik tuan haji. Pendengar seolah-olah melihat ada bunga cempaka yang tumbuh di kuburan tuan haji dibawa oleh seseorang lelaki.

Gambia dadiah ulu silayang „Gambir dadih hulu silayang Sapiah sampai ka pucuak e Serpih sampai ke pucuknya Batamu kasiah nan jo sayang Bertemu kasih dengan sayang Bakuncang alam dimabuak e (28) Bergoncang alam dimabuknya‟

Pantun di atas pada baris pertama dan kedua gambia dadiah ulu silayang, Sapiah sampai ka pucuak e. Seolah-olah pendengar pantun melihat gambir yang enak tapi serpih sampai ke pucuknya.

Siriah dibolai kuniang gagang „Sirih dibolai kuning gagang Dirantiah sado nan mudo Diambil semua yang muda Batamu kasiah dengan sayang Bertemu kasih dengan sayang Baputa alam dimabuaknyo (29) Berputar alam dimabuknya‟

Pantun pada baris pertama dan kedua siriah di bolai kuniang gagang, dirantiah sado nan mudo. Pendengar pantun bajawek seolah-olah melihat ada sirih yang bagus yang ditandai dengan gagangnya yang kuning diperoleh atau diambil semua daun yang mudanya.

Timbakau Sirambun Aceh „Tembakau Sirambun Aceh Diduduih Sirambun Alam Dihisap Sirambun Alam Bukannyo masiak kanai paneh Bukannya kering kena panas Masiak barambun tangah malam (30) Kering berembun tengah malam‟

Pantun di atas pada baris pertama dan kedua timbakau Sirambun Aceh, diduduih Sirambun Alam. Seolah-olah pendengar bisa membayangkan atau melihat ada tembakau milik Sirambun Aceh yang dihisap oleh Sirambun Alam.

Antah sapek antah mantilo Gamo-gamo di dalam gantang Antah dapek antah tido

Pasambahan dek lah lamo indak baulang (31)

Dokumen terkait