• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Temuan

Dalam dokumen Download (2MB) (Halaman 147-200)

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

B. Pembahasan Temuan

1. Internalisasi nilai - nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter keIslaman dan kebangsaan di Ponpes Nuris

Dalam pembahasan temuan mengenai internalisasi, maka peneliti menggunakan pandangan E Mulyasa mengenai Tahap- tahap internalisasi nilai dalam pendidikan karakter yang meliputi :

(a). Transformasi nilai,

pada tahap ini guru sekadar menginformasikan nilai- nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata- mata merupakan komunikasi verbal.268

(b).Transaksi nilai,

yaitu suatu tahap pendidikan karakter dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik dan guru bersifat timbal balik. Dalam hal ini tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai baik dan buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh dalam kehidupan sehari- hari, dan peserta didik diminta memberikan respons, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.

(c). Transinternalisasi,

yakni bahwa tahap ini lebih dari sekadar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru di hadapan peserta didik bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mental, dan kepribadiannya. “nilai” yang terkandung dalam pendidikan karakter, kemudian dijadikan suatu

“sistem nilai diri” sehingga membentuk karakter peserta didik yang

267Ustadz Abu bakar, Wawancara,Jember, 18 November 2014.

268E. Mulyasa, Manajemen, 167

menuntun segenap pernyataan sikap, perilaku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan. Demikian juga peserta didik meresponsnya bukan hanya dalam gerakan dan penampilan, tetapi diwujudkan dalamsikap dan perilakunya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing- masing terlibat secara aktif dan reaktif.

Jadi, internalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan karakter, agar apa – apa yang dilakukan dalam proses pendidikan dapat tertanam pada pribadi peserta didik secara utuh.269

Berdasarkan pandangan E Mulyasa tersebut, maka data di lapangan yang terfokus pada internalisasi nilai - nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter keIslaman dan kebangsaan di Ponpes Nuris akan dideskripsikan kemudian di tinjau dalam perspektif pemikiran E Mulyasa diatas yang esensinya adalah tahapan dalam proses internalisasi nilai sebagai berikut :

a. Transformasi nilai,

Pada tahap ini, di Ponpes Nuris berlangsung kegiatan sebagai berikut

1) KH Muhyiddin Abdusshomad menulis beberapa buku tentang ahlussunnah wal jama’ah diantaranya : Syarah Aqidatul Awam, Hujjah NU, Fiqih Tradisionalis, Alhujjaju al Qathiyyat Fi Sihhati al Mu’taqidat wa al –Amaliyat an–Nahdliyyat.

2) Mengajarkan beberapa buku tersebut dengan distribusi sebagai berikut:

a) Di pesantren Nuris megadakan kegiatan dianataranya

(1) mengaji buku Alhujjaju al Qathiyyat Fi Sihhati al Mu’taqidat wa al – Amaliyat an Nahdliyyat setiap seminggu (tepatnya di hari ahad) oleh para ustadz dan ustadzah dimulai

269Ibid., 167.

pukul 06.00 WIB, dan diakhiri maksimal pukul 10.00 WIB.

Teknis pelaksanaanya yaitu diawali dengan pembacaan kitab oleh para ustadz dan ustadzah kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh Kiyai”.

(2) Bahtsul Masa’il(forum diskusi membahas problem aktual) (3) Madrasah Diniyah

b) Di lembaga formal menggunakan buku karya KH. Muhyiddin Abdusshomad mata pelajaran Aswaja dengan distribusi sebagai berikut :

(1) Di jenjang Mts menggunakan buku syarah aqidatul awam , Hujjah NU, dan Fiqih Tradisionalis

(2) Di jenjang MA menggunakan buku Fiqih Tradisionalis dan Al- Hujjaju al- Qathiyyat fi Sihhati al – Mu’taqidat wa al – Amaliyyat an–Nahdliyyat

(3) Mewajibkan hafalan dalil tentang Aswaja dala buku karya Kiyai lalu dikembangkan dengan latihan debat

(4) KH. Muhyiddin Abdusshomad berbagi informasi kepada para guru seputar Aswaja aswaja sebulan sekali

b. Transaksi nilai,

Pada tahap ini, di Ponpes Nuris berlangsung beberapa kegiatan, diantaranya :

1) Sholat Berjama’ah 2) Sholat Tahajjud

3) Kegiatan rutin pesantren

4) Upacara Bendera Setiap Hari Senin 5) Pemilihan Ketua Osis

6) Lomba membaca puisi, tartil, dan pidato tiga bahasa 7) Program M Sains (penguatan belajar Sains)

8) Acara Nuris Got Talent (acara tahunan Nuris setiap bulan Maulud ) 9) Haflatul Imtihan (lomba- lomba ke Islaman)

10) Studi Banding ke sekolah non muslim 11) Menegakkan tata tertib pesantren 12) Santri Siaga Bencana

13) Bendera merah putih di kelas 14) Bedge merah putih di seragam 15) Upacara 17 Agustus

16) Pelatihan anti narkoba 17) Program Abdi Masyarakat.

18) Lomba–lomba idul Adha

19) Kompetisi olimpiade kimia tingkat propinsi Jawa Timur.

c. Transinternalisasi,

Pada tahap ini, KH Muhyiddin Abdusshomad menjadi teladan dengan beberapa indikator sebagai berikut :

1) Dalam pergaulan, Kiai selalu menghargai dan menghormati siapa saja inilah keteladanan dalam nilai tasammuh dengan seagama dengan bukti berupa Kiai mengizinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian,

2) Kiai meminjami dua buah kepada peneliti,

3) menyayangi santri setara dengan menyayangi dirinya sendiri dengan bukti saat Kiai mengajar jika kebetulan ada orang berjualan maka Kiai membelikan kepada anak- anak,

4) Menjadi imam shalat lima waktu

5) Kiai menganjurkan untuk selalu bisa memberikan pelayanan yang terbaik , santun kepada siapa saja, bukan hanya kepada muslim,

6) Kiai suatu kali pernah duduk di depan gerbang sekolah untuk bersalaman dengan santri, membuka komunikasi dengan pemerintah (dalam hal ini Bapak Muhaimin Iskandar), menyeimbangkan hubungan sosial melalui berdangan dengan hubungan kepada Allah SWT,

7) menghargai perempuan dengan megizinkan Nyai Hudaifah untuk menempuh pendidikan tinggi,

8) bisa mengambil hati anak- anak sehingga mereka cenderung menurut serta menghadapinya dengan lemah lembut tanpa kekerasan,

9) tidak menghakimi santri yang bersalah artinya Kiai masih memaafkan santri yang bersalah tetapi tetap tegas dalam menetukan kebijakan.

10) Dalam hal tasammuh dengan non muslim terbukti dengan penerimaan tamu dari Australia dan Inggris

Kemudian, dalam pembahasan temuan mengenai nilai- nilai Aswaja NU, maka peneliti menggunakan implikasi dari penerapan kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme yang merupakan

disertasi dari Nyai Hj. Hodaifah, karena hal tersbut merupakan pengembangan nilai- nilai Aswaja NU. Adapun lima sikap yang menjadi implikasi dari penerapan kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme di Ponpes Nuris meliputi lima sikap, diantaranya :

a. Tasammuh (toleransi)

sikap toleransi adalah sikap plural yang dapat berlapang dada,menerima semua perbedaan yang ada. PP Nurul Islam mengembangkan sikap toleran tersebut ke dalam dua macam, yaitu : 1) toleransi antar umat beragama, berarti saling menghormati dan

berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing- masing.

2) toleransi seagama, berarti menerjemahkan ajaran Islam di tengah kehidupan dengan sikap penghargaan, kemaslahatan, keselamatan dan kedamaian masyarakat, mencegah kemudharatan,kerusakan dan bahkan kebencian.

b. Tawazun (Seimbang).

Penekanan sikap tawazun kepada santri di PP. Nurul Islam Jember akan memberikan pengalaman tertentu kepada santri. Seimbang dalam beribadah, seimbang dalam bersosial, dan seimbang dalam berperilaku, bahkan seimbang dalam cara pandang dan memahami teks- teks al- Qur’an

c. I’tidal

Prinsip keadilan dalam pembentukan karakter santri di PP. Nurul Islam Jember ditekankan melalui proses kejujuran. Hanya pribadi- pribadi yang jujur yang dapat bersikap adil, bukan hanya kepada orang lain, tetapi juga kepada diri sendiri.

d. Persamaan HAM

antara satu manusia dengan manusia lain, bangsa satu dengan bangsa yang lain tidak ada pembeda yang menjadikan seorang manusia atau suatu bangsa lebih tinggi dari yang lainnya. Manusia diciptakan berbeda- beda untuk saling mengenal antara satu dengan yang lain, sehingga tidak dibenarkan seseorang atau suatu bangsa menindas pihak lainnya.

e. Cinta Tanah Air (Nasionalisme)

urgensi nasionalisme di kalangan santri merupakan sebuah gerakan pencegahan terhadap pemikiran Islam saat ini yang tidak

menginginkan Negara Pancasila. Tetapi menginginkan didirikannya Negara Islam.270

Berikut ini pembahasan temuan data mengenai nilai- nilai Aswaja NU yang ditinjau dalam perspektif implikasi dari kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Nyai Hodaifah meliputi lima sikap, diantaranya :

1) Tasammuh (toleransi)

a) toleransi antar umat beragama.

Implementasi dari hal tersebut adalah dengan mnerima tamu non muslim yang berkunjung ke Ponpes Nuris, studi banding ke sekolah nonmuslim. Kerjasama antar kepala sekolah yang nonmuslim dalam mengawasi ujian.

2) toleransi seagama.

Implementasi dari hal tersebut adalah membiasakan 3s (senyum, salam, sapa), bersalaman, menolong teman yang sakit, dan mewajibkan nyantri bagi siswa Mts, MA Unggulan,dan SMA Nuris.

3) Tawazun (Seimbang).

Implementasi dari hal tersebut adalah menyeimbangkan pelaksanaan kurikulum pendidikan nasional dengan kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme serta menyeimbangkan pembentukan karakter keIslaman di pesantren dengan pembentukan karakter kebangsaan di sekolah formal.

270Hodaifah, Urgensi Moderatisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya : Pustaka Radja, 2014),167- 170

4) I’tidal

Terwujudkan dengan penegakan peraturan umum pesantren dan penegakan disiplin melalui tata tertib sekolah.

5) Persamaan HAM

Diimplementasikan dengan adanya kesetaraan gender dalam kegiatan pesantren dan kegiatan sekolah, dengan indikator: lomba membaca kitab kuning, pemilihan ketua osis, olimpiade kimia, olimpiade Aswaja, lomba membaca puisi, pidato, dan tartil, artinya tidak ada diskriminasi antara laki- laki dan perempuan.

6) Cinta Tanah Air (Nasionalisme)

Diimplementasikan dengan upacara 17 Agustus, upacara bendera, perungatan sumpah pemuda, pemilihan ketua osis, bendera di kelas, dan bedge merah putih.

Adapun pembahasan temuan mengenai pembentukan karakter, maka peneliti menggunakan pandangan E Mulyasa tentang model pendidikan karakter sebagai perspektif dalam meninjau data menganai pembentukan karakter ke Islaman dan kebangsaan di Ponpes Nuris.

E Mulyasa menjelaskan bahwa Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai model, antara lain :

a. Pembiasaan

melakukan suatu amal kebaikan secara berulang- ulang agar menjadi kebiasaan berdasarkan hadits Rasulullah SAW “Suruhlah anak – anak kalian untuk mengerjakan shalat, tatkala mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila

meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud).271

b. Keteladanan

guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang mmemadai agar pembelajaran dapat membentuk karakter dan meningkatkan kualitas pribadi siswa

c. Pembinaan disiplin peserta didik

guru harus mampu membantu mengembangkan pola perilaku peserta didik, mengingkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat penegak disiplin.

d. CTL

digunakan agar siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari – hari karena CTL menekankan keterkaitan materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata.

e. Bermain peran

merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan serta langkah – langkah identifikasi masalah, analisis pemeranan dan diskusi.

f. Pembelajaran Partisipatif

membantu siswa dalam menemukan dirinya, membentuk kompetensi, dan karakter dirinya.272

Dalam konteks praktis, di Ponpes Nuris seluruh model pendidikan karakter tersebut terlaksana dengan uraian sebagai berikut : a. Pembiasaan

Implementasi dari hal tersebut adalah adanya kegiatan rutin di pesantren, kegiatan pembelajaran,ekstrakurikuler di sekolah, penegakan disiplin, membuang sampah ditempatnya,dan upacara.

b. Keteladanan

Dalam hal ini, KH. Muhyiddin Abdusshomad adalah figur teladan dalam membina hubungan vertikal dan horisontal

271E Mulyasa, Manajemen, 166.

272E. Mulyasa, Manajemen, 166170.

c. Pembinaan disiplin peserta didik

Dalam hal ini terlaksana dengan penegakan tata tertib sekolah dan peraturan umum pesantren

d. CTL

Implemenetasinya melalui kegiatan forumbahtsul masa’il.

e. Bermain peran

Dalam hal ini mengadakan dialog tentang bid’ah dan Aswaja yang diperankan oleh santri

f. Pembelajaran Partisipatif

Implementasinya lewat pemilihan ketua osis, santri siaga bencana, dan program abdi masyarakat.

2. Hambatan hambatan internalisasi nilai- nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter keIslaman dan kebangsaan di Ponpes Nuris

Pembahasan ini juga menggunakan pemikiran E Mulyasa berikut ini :

a. Transformasi nilai,

pada tahap ini guru sekadar menginformasikan nilai- nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata- mata merupakan komunikasi verbal.273

b. Transaksi nilai,

yaitu suatu tahap pendidikan karakter dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik dan guru bersifat timbal balik. Dalam hal ini tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai baik dan buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh dalam kehidupan sehari- hari, dan peserta didik diminta memberikan respons, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.

273E. Mulyasa, Manajemen, 167

c. Transinternalisasi,

yakni bahwa tahap ini lebih dari sekadar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru di hadapan peserta didik bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mental, dan kepribadiannya. “nilai” yang terkandung dalam pendidikan karakter, kemudian dijadikan suatu “sistem nilai diri” sehingga membentuk karakter peserta didik yang menuntun segenap pernyataan sikap, perilaku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan. Demikian juga peserta didik meresponsnya bukan hanya dalam gerakan dan penampilan, tetapi diwujudkan dalamsikap dan perilakunya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing- masing terlibat secara aktif dan reaktif. Jadi, internalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan karakter, agar apa – apa yang dilakukan dalam proses pendidikan dapat tertanam pada pribadi peserta didik secara utuh.274

Kemudian pemikiran E Mulyasa diatas digunakan sebagai perspektif dalam meninjau data - data tentang hambatan - hambatan internalisasi nilai – nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter ke Islaman dan kebangsaan di Ponpes Nuris dengan uraian sebagai berikut : a. Pada tahap transformasi nilai, terdapat hambatan sebagai berikut :

1) Perbedaan latar belakang dan watak santri yang menyulitkan guru dalam menentukan metode pembelajaran.

2) Faktor lingkungan yang berdekatan dengan sekolah lain yang berbeda visi dengan Nuris menyebabkan belajar siswa terganggu.

3) Motivasi santri untuk sekolah lebih tinggi daripada untuk pesantren.

4) Kemampuan santri dalam membaca kitab kuning masih kurang sehingga kurang aktif dalam forum bahtsu al-masa’il.

5) Santri tidur terlalu malam sehingga di sekolah mengantuk.

274Ibid., 167.

6) Munculnya faham lain yang telah merambah dunia internet sehingga membingungkan anak- anak.

7) Kematangan berfikir anak–anak masih kurang.

8) Pemahaman anak- tentang nasionalisme yang sempit.

9) Santri kesulitan dalam memahami istilah dalam buku karya KH.

Muhyiddin Abdusshomad.

b. Pada tahap transaksi nilai, terdapat hambatan sebagai berikut :

1) Karakter tasammuh bersifat kasuistik dan insidental karena hanya muncul ketika ada masalah saja, berbeda dengan Shalat lima waktu.

2) Sikap tasammuh kepada non muslim belum merata di kalangan santri.

c. Pada tahap transinternalisasi, tidak ada hambatan disebabkan dua hal berikut ini :

1) Kiai bisa mengambil hati anak- anak sehingga mereka cenderung menurut, entah bagaimanapun watak mereka dihadapi dengan cara lemah lembut, tanpa kekerasan.

2) Guru – guru meneladani dari cara Kiai bergaul dengan orang sehingga tanpa diberitahu sudah ada sikap yang mengalir.

A. KESIMPULAN

Setelah melalui seluruh rangkaian prosedur yang tercantum dalam metode penelitian, maka data di lapangan yang telah melalui tahap reduksi data dan penyajian data, maka selanjutnya menuju tahap penarikan kesimpulan yang diuraikan sesuai dengan fokus penelitian sebagai berikut : 1. Proses Internalisasi nilai- nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter

santri di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember meliputi tiga aspek diantaranya :

a. Kognitif

Argumen kebenaran kebenaran aswaja disampaikan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dan pendapat Ulama- Ulama yang mu’tabar yang layak jadikan panutan. Pada proses ini meliputi beberapa kegiatan diantaranya :

1) KH Muhyiddin Abdusshomad menulis beberapa buku tentang ahlussunnah wal jama’ah diantaranya : Syarah Aqidatul Awam, Hujjah NU, Fiqih Tradisionalis, Alhujjaju al –Qathiyyat Fi Sihhati al– Mu’taqidat wa al –Amaliyat an–Nahdliyyat.

2) Mengajarkan beberapa buku tersebut dengan distribusi sebagai berikut :

a) Di pesantren Nuris mengaji buku Alhujjaju al Qathiyyat Fi Sihhati al – Mu’taqidat wa al – Amaliyat an Nahdliyyat

setiap seminggu (tepatnya di hari ahad) oleh para ustadz dan ustadzah dimulai pukul 06.00 WIB, dan diakhiri maksimal pukul 10.00 WIB. Teknis pelaksanaanya yaitu diawali dengan pembacaan kitab oleh para ustadz dan ustadzah kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh Kiyai”.

b) Di lembaga formal menggunakan buku karya KH. Muhyiddin Abdusshomad mata pelajaran Aswaja dengan distribusi sebagai berikut :

(1) Di jenjang MTs menggunakan buku syarah aqidatul awam Hujjah NU, dan Fiqih Tradisionalis.

(2) Di jenjang MA menggunakan buku Fiqih Tradisionalis dan Al- Hujjaju al- Qathiyyat fi Sihhati al – Mu’taqidatwa al–Amaliyyat an–Nahdliyyat.

(3) Mewajibkan hafalan dalil tentang Aswaja dalam buku karya Kiyai lalu dikembangkan dengan latihan debat.

(4) KH. Muhyiddin Abdusshomad berbagi informasi kepada para guru seputar perkembangan Aswaja aswaja sebulan sekali.

b. Afektif

Yaitu bagaimana ajaran Aswaja bisa diamalkan dari segi amaliah, begitu juga dalam hal tata pergaulan dengan orang yang berbeda pendapat anak tetap diberi contoh agar bisa tetap berhubugan

baik dengan orang yang berbeda pendapat, walaupun tidak harus dengan jalan kekerasan.

Dalam aspek ini, KH. Muhyiddin Abdusshomad sebagai figur teladan yang memberikan contoh sikap yang ramah, toleran,suka menolong ,bijaksana, dan santun dalam gaya bicara walaupu dengan orang yang berbeda pendapat.Selainitu, dalam keseharian Kiai yang santun, ramah, menghargai perempuan, seimbang antara bekerja dan mendidik, menghargai tamu walaupun nonmuslim, lemah lembut dalam mendidik santri.

c. Psikomotorik

Dengan metode pembiasaan, Pesantren dan Lembaga Formal (SMP, SMK, SMA dan MTs Unggulan, MA Unggulan Nuris) berperan penting dalam pembentukan karakter santri dengan penegakkan tata tertib pesantren serta melaksanakan kegiatan rutin yang mencerminkan karakter ke Islaman di pesantren yang meliputi : Sholat berjam’ah, Madrasah Diniyah, Bahtsul Masa’il, dan Lomba- lomba keIslaman. Sedangkan di lembaga formal, pembentukan karakter kebangsaan dilaksanakan melalui berbagai kegiatan diantaranya : Upacara 17 Agustus, Upacara Bendera setiap hari senin, Nuris got talent (lomba sains dan keIslaman), M Sains (penguatan belajar sains), bendera di kelas, lomba- lomba di tingkat kabupaten dan propinsi, pemilihan ketua osis, dan bedge merah putih di seragam.

2. Hambatan dalam internalisasi nilai– nilai ahlussunnah wal jama’ahNU dalam pembentukan karakter santri meliputi beberapa hal diantaranya : a. Perbedaan karakter keras dan lembut disebabkan perbedaan daerah

asal santri.

b. Beragamnya asal siswa menyebabkan guru kesulitan dalam menentukan metode pembelajarannya.

c. Nuris berdekatan dengan sekolah Formal lain yang tidak begitu sejalan dengan visi Nuris sehingga keseriusan anak dalam belajar sering terganggu.

d. Munculnya faham lain yang telah merambah di dunia internet membuat anak–anak sering dibuat bingung dengan faham tersebut.

e. Santri kurang mampu membaca kitab kuning sehingga kurang aktif dalambahtsul masa’il.

f. Santri tidur terlalu malam sehingga di sekolah mengantuk.

g. Santri tidak sepenuhnya mematuhi tata tertib pesantren.

h. Kematangan berfikir anak- anak masih kurang.

i. Santri kesulitan dalam memahami istilah dalam buku karya KH.

Muhyiddin Abdusshomad.

B. SARAN

1. Kepada Pengasuh

a. Mengadakan seminar kerukunan antarumat beragama dengan menghadirkan pemateri dari Kementerian Agama RI sebagai sosialisasi agar santri mampu menerapkan nilai tasammuh kepada

agama lain karena sebagian besar santri belum mampu menerapkan tasammuh kepada non muslim.

b. Mendirikan Aswaja NU center junior cabang Jember untuk membina kader NU yang memiliki potensi dalam mempertahankan ideologi Aswaja NU sekaligus regenerasi.

c. bimbingan membaca kitab perlu ditekankan agar kemampuan santri dalam membaca kitab kuning dapat merata.

2. Kepada Pengurus

a. Membentuk tim Aswaja club untuk membina talentadi tingkat dasar di bidang Aswaja NU dengan bimbingan pengasuh.

b. Hasil kerja Tim Aswaja club disosialisasikan lewat penerbitan bulletin Aswaja NU dengan bimbingan pengasuh.

c. Anggota Aswaja club yang telah mahir direkomendasikan untuk menjadi anggota Aswaja NU center junior cabang Jember.

d. Memasang cctv untuk memantau fenomena meminjam sandal tanpa ijin demi penegakan tata tertib pesantren.

3. Kepada Santri

a. Aktif dalam Aswaja club dan produktif dalam menulis di bulletin Aswaja NU.

b. Setelah mahir, selanjutnya aktif menjadi tim Aswaja NU center junior cabang Jember.

c. Kebiasaan meminjam sandal tanpa ijin harus dihilangkan melalui pemberian sanksi.

d. Kebiasaan tidur terlalu malam harus dibongkar dengan cara mengatur jam tidur dan jam kerja.

NAMA : Ahmad Hariri

NIM : 084 101 323

ATEMPAT TANGGAL LAHIR : Jember, 17 Oktober 1992

ALAMAT : Jl. KH. Shobari, Dusun Krajan Kulon,

RT.03 RW XII, Desa Paleran Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember

JURUSAN/PRODI : Tarbiyah / PAI

RIWAYAT PENDIDIKAN : SDN Paleran 08 lulus tahun 2004

MTs Walisongo Tegalwangi Lulus tahun 2007

MAN 2 Jember lulus tahun 2010

PENGALAMAN ORGANISASI : Ketua bagian pendidikan pengurus ponpes Alfitriyah Salafiyah periode 2008 – 2009, ketua panitia peringatan tahun baru muharrom 1413 H/2010. Bendahara panitia peringatan haul syekh abdul qadir Al Jailani dan HUT Ponpes Al Fitriyah tahun 2010. Koordinator PPL II di SMPN 4 Jember tahun 2014, Koordinator divisi filsafat bagian keilmuan UKPK STAIN Jember Periode 2011/2012, Ketua panitia Haul Syekh Abdul Qadir Al Jailani dan HUT PP Al Fitriyah Salafiyah tahun 2014.

154 Surabaya : Khalista.

Ahmadi ,Abu dan Uhbiyati, Nur. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter : Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung :YramaWidya.

Arikunto, Suharsimi.2003. Manajemen Penelitian.Jakarta : PT Rineka Cipta.

Bahar, Saafroedin et.al, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha–Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)–Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei- 22 Agustus 1945, (Jakarta : Sekretariat Negara RI, 1998).

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.2009. Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Multikulturalisme.Jakarta : PT Saadah Cipta Mandiri.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam.1997. Ensiklopedi islam, vol.4 .Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve.

El Mubarok, Zaim.2009. Membumikan Pendidikan Nilai.Bandung : Alfabeta.

.

Fattah ,Munawir Abdul.2008.Tradisi Orang–Orang NU. Yogyakarta:Pustaka Pesantren.

Habibah, Anis.2011.“Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Qur’an Hadits : Studi Kurikulum di Pesantren Putri Al- Mawaddah Ponorogo”.Yogyakarta :Tesis, UIN Sunan Kalijaga.

Hakim ,Lukman. 2004.Perlawanan Islam Kultural: Relasi Asosiatif Pertumbuhan Civil Society dan Doktrin Aswaja NU, Surabaya :Pustaka Eureka.

Hamid, Farida. Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya : Apollo Lestari.

Hasim, Ahmad dan Ridwan, Nur Kholik.2004. Demoralisasi Khittah NU dan Pembaruan. Yogyakarta : Pustaka Tokoh Bangsa.

Hodaifah.2014. Urgensi Moderatisme dalam Pendidikan Islam. Surabaya : Pustaka Radja.

Dalam dokumen Download (2MB) (Halaman 147-200)

Dokumen terkait