BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
A. Penyajian Data dan Analisis
1. Proses Internalisasi Nilai- Nilai Aswaja dalam pembentukan karakter ke Islaman dan kebangsaan di Ponpes Nuris I
a. Proses Internalisasi Nilai- Nilai Aswaja NU
Berdasarkan wawancara pada tanggal 23 Agustus 2014, terdapat dua cara dalam menanamkan nilai – nilai Aswaja menurut KH. Muhyiddin Abdusshomad, yaitu :
“Pertama, dengan melakukan transformasi keilmuan ,argumen- kebenaran kebenaran aswaja disampaikan berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits dan pendapat Ulama- Ulama yang mutabar yang layak jadikan panutan.
Kedua Secara Aplikatif contoh bagaimana bisa diamalkan dari segi amaliah, begitu juga dalam hal tata pergaulan dengn orang yang berbeda pendapat anak tetap diberi contoh agar bisa tetap berhubugan baik dg orang yang berbeda pendapat , walaupun tidak harus dengan jalan kekerasan”.205
Adapun cara pelaksanaan transformasi keilmuan menurut KH Muhyiddin Abdusshomad saat wawancara pada tanggal 23 Agustus 2014 adalah sebagai berikut :
“Teorinya disampaikan,misalnya tahlilan dasar apa ayatnya bgaimana di Al-Qur’an ayatnya bgmn hadisnya bgmn ,setelah itu diajak mengamalkan bersama”.206
205KH.Muhyiddin Abdusshomad, Wawancara,Jember, 23 Agustus 2014.
206KH. Muhyiddin Abdusshomad, WawancaraJember,, 23 Agustus 2014
Dalam melaksanakan transformasi keilmuan, KH. Muhyiddin Abdusshomad menulis buku untuk sumber belajar ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah NU bagi santri sebagaimana dalam wawancara pada tanggal 23 Agustus 2014.
“ya saya pakai tulisan saya sendiri,kalau untuk kelas tsanawiyah yang tingkat pertama buku akidah aswaja (dasar-dasar akidah) , kedua hujjah NU,mungkin anak- anak dikenalkan Sejarah Aswaja. Ditingkat SMA fiqih tradisionalis, terakhir pakai buku alhujjaju al- qath’iyyat”.207
Adapun distribusi penggunaan buku karya Kiyai di lembaga formal berdasarkan jenjang sekolah dan kelasnya dijelaskan oleh Bapak Husaini, S.HI selaku waka kesiswaan MA Unggulan Nuris dalam wawancara pada tanggal 23 Agustus sebagai berikut :
“kalau buku kyai itu yg kita pakai ada, yaitu: 4 aqidatul awam untuk kelas 1 Mts,2 hujjah NU untuk kelas 2 Mts,3fiqih tradisionalis untuk kelas 3 Mts. Pada jenjang Madrasah Aliyah (MA) untuk kelas 1 fiqih tradisionalis, sedang untuk kelas 2 al-hujjaju al- qathiyyah, untuk kelas 3 pakai metode lain yaitu diawali pemahaman kemudian debat, berbeda dengan Mts yang lebih banyak guru menjelaskan, walaupun di mts sudah ada beberapa anak yag IQ nya lebih tinggi yang mampu menghafal dn berdebat kita masukkknn kelompok yg mampu”.208 Mengenai metode pembelajaran menurut bapak Abdullah .S.ThI saat wawancara pada tanggal 5 Februari 2015 adalah sebagai berikut
“ ceramah, kemudian diskusi pada tema tertentu”.209
207KH. Muhyiddin Abdusshomad, WawancaraJember,, 23 Agustus 2014
208Husaini,S.HI, Wawancara,Jember, 23 Agustus 2014.
209Abdullah, S.Th I, Wawancara, Jember,5 Februari, 2015.
Sementara itu, dalam proses transformasi keilmuan sebagaimana disebutkan KH. Muhyiddin Abdusshomad diatas, santri diwajibkan menghafal dalil sebagaimana diungkapkan santri bernama Budiman berikut ini :
“memang santri diwajibkan hafalan karena dipersiapkan untuk menjadi kader ASWAJA karena saat ini NU sedang digerogoti, Kiai mengharapkan santri bisa membaca kitab”.210
Hafalan di kalangan santri dibuktikan oleh Himmatul Aulia Fitriani, siswi kelas X PK dalam wawancara pada tanggal 23 Agustus 2014 sebagai berikut :
“kalau disini biasanya kalau pelajaran aswaja lebih pada hafalan dalil, yg saya hafal dalil tahlil,tarawih 20 rokaat, dalil nikah mut’ah itu dilarang, terus dalil bersholawat kpd Nabi dan Ahlul Bait, tawassul ,dalil maulid Nabi,talqin, bid’ah, golongan karakter – karakter yang empat itu tadi”.211
Kalau dalil tawassuth :
.
a
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan
Dalil tawazun :
Dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan)
i’tidal :
.
b
. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
210Budiman, Wawancara, Jember, 31 Januari 2015.
211Himmatul Aulia Fitriani, Wawancara, Jember, 23 Agustus 2014.
Dalil tasammuh:
Buistu Bilhanifiyyati al–Samhah.212
Dalam proses pembelajaran doktrin Aswaja NU di lembaga formal yang menekankan pada hafalan dalil juga diungkapkan oleh bapak Abdullah, S. Th. I saat diinterview seputar kriteria pemenang lomba debat sebagai berikut :
“sekurang- kurangnya ada tiga, yaitu : argumen, kelancaran,dan kekompakan, itu juga yang saya pakai buat lomba disini untuk merangsang anak- anak, jadi ada tema kemudian diundi, lalu dibentuk pro dan kontra, misalnya tawassul biar anak anak tau dalil orang yang anti tawassul”.213
Berdasarkan Observasi pada tanggal 25 Agustus 2014, berlangsung proses internalisasi nilai aswaja melalui pelaksanaan sesi penyetoran hafalan materi aswaja berlangsung di kelas terlihat santri sedang menghafalkan dalil sedangkan guru mengawasi dan menerima setoran hafalan.
Sementara itu, menurut KH Muhyiddin Abdusshomad saat wawancara pada tanggal 23 Agustus 2014 mengenai evaluasi belajar santri dikemukakan bahwa :“sifatnya penguasaan materi, dan praktiknya”.214
Proses pembelajaran doktrin Aswaja NU di sekolah menggunakan metode sebagamana diuraikan oleh bapak Husaini,S.HI saat wawancara pada tanggal 23 Agustus berikut ini :
“ melalui bukukarya kyai, disekolah kita ajarkan metode pertama ada guru yg menjelaskan untk memperdalam itu, kita bentuk dialog,dan ceramah itu mungkin guru menjelas lalu kita bentuk debat, ita ada yg aswaja dan lain, kemudian kita menyertakan anak ketikakiyai ada tugas untuk menjelaskan
212Himmatul Aulia Fitriani, Wawancara, Jember, 23 Agustus 2014.
213Abdullah, S. Th I, Wawancara, Jember, 22 Agustus 2014.
214KH, Muhyidin Abdusshomad, Wawancara, Jember,23 Agustus 2014.
aswaja ,bahkan kemarin semap kiirm anak ke jakarta utuk menjelaskan aswaja, saya kira itu salah satu usaha kita dalam mendewasakan anak – anak cara yag tepat untuk mendewsakan anak- anak tentang Aswaja.
Dialog kdg mnghadirkan pemateri dr luar”.215
Proses internalisasi nilai Aswaja NU lewat pengajian kitab Alhujjaju al- Qathiyyat Fi Sihhati al- Mu’taqidat wa al- Amaliyat an- Nahdliyyat pelaksanaannya bertempat di pesantren berikut wawancara dengan Ibu Ifa, pegawai TU pada tanggal 22 Agustus 2014 sebagai berikut :
“ Di pesantren, setiap seminggu sekali tepatnyadi hari minggu dilaksanakan pengajian kitab karya KH. Muhyidddin Abdusshomad yaitu Alhujjaju al- Qathiyyat Fi Sihhati al- Mu’taqidat wa al- Amaliyat an- Nahdliyyat yang dimulai pukul 06.00 WIB, dan diakhiri maksimal pukul 10.00 WIB. Teknis pelaksanaanya yaitu diawali dengan pembacaan kitab oleh para ustadz dan ustadzah kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh Kiyai”.216
Sementara itu, Abdullah, S. Th I menambahkan dalam wawancara pada tanggal 22 September 2014 sebagai berikut:
“Di lembaga formal, Kiyai mengadakan berbagi informasi seputar perkembangan Aswaja setiap 1 bulan sekali saat pulang sekolah untuk para guru”.217
Kemudian, KH. Muhyiddin Abdusshomad memberikan contoh mengenai internalisasi nilai Aswaja NU lewat hafalan dalil sebagai berikut :
“misalnya tahlil itu diajari dalilnya dari alqur’an dan hadits, klau niatnya itu
“rabbana ghfirlana wa liikhwaninalllad liwalidina wa limasyakhina wa lijami’il muslimin wal muslimat” kalau dalil ayatnya haditsnya “kul laukanahayyun saastaghfiru li ahli” , segala jenis doa termasuk doa yang dibaca ketika tahlilan”.218
215Husaini,S.HI, Wawancara,Jember, 23 Agustus 2014.
216Ifa, Wawancara,Jember, 22 Agustus 2014.
217Abdullah, S. HI, Wawancara,Jember 22 September 2014.
218KH. Muhyiddin Abdusshomad,Jember, Wawancara, 23 Agustus 2014.
Mengenai proses pembelajaran aswaja NU oleh Kiai dan guru diungkapkan santri bernama Abdulloh Faqih berikut ini:
“setelah Kiai mengajar, beberapa hari kemudian anak- anak disuruh membuat power point tentang yang sudah dijelaskan Kiai dijelaskan lagi oleh anak- anak, nanti Kiai tau siapa yang paham atau yang tidak, dicek satu persatu. di Mts disuruh bacakan diperiksa dulu lalu Kiai yang menjelaskan, anak - anak belum paham istilah jadi Kiai banyak menjelaskan ini maksudnya gini. di MA, guru menjelaskan terlebih dahulu kemudian guru menyediakan kolom- kolom dalil yang wajib dihafal, bagi yang sudah hafal dibubuhi tanda tangan guru”.219
Seorang santri bernama Rizki humaini menjelaskan teknis pelaksanaan pengajian kitab alhujjaju al-qath’iyyatberikut ini :
“ ustadznya membaca, mengartikan, kemudian menjelaskan, nanti kalau ada yang salah, kiai sendiri yang mengoreksi, setiap hari minggu jam 7 sampai jam 8”.220
Kemudian, Dr.Hj.Nyai Hodaifah, M.Pd I menjelaskan bahwa Kiai sangat menghargai perempuan dalam wawancara berikut ini :
“Kiai itu sangat menghargai perempuan, saya diberi kesempatan untuk terus meningkatkan karir dan diberi kesempatan untuk belajar, bukan semata- mata karena saya istrinya Kiai, terus dirumah saja.”221
Selanjutnya, Dr. Hj. Nyai Hodaifah, M.Pd.I juga menjelaskan keteladanan Kiai dalam tata pergaulan sebagai berikut :
“guru- guru meneladani dari cara Kiai bergaul dengan orang lain, sehingga tanpa diberitahu sudah ada sikap yang mengalir”.222
Proses internalisasi nilai- nilai Aswaja NU memerlukan pembiasaan yang intensif, oleh karena itu pesantren Nuris memiliki kegiatan sebagai berikut :
219Abdulloh Faqih, Wawancara,Jember, 5 Februari 2015.
220Rizki Humaini, Wawancara, Jember ,5 Februari 2015.
221Dr. Hj. Nyai Hodaifah, M.Pd I, Wawancara,Jember, 13 Oktober 2014.
222Dr.Hj. Nyai Hodaifah, M.Pd.I, Wawancara, Jember, 13 Oktober 2014.
Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Nurul Islam (NURIS) Antirogo-Sumbersari-Jember.223
NO Waktu Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
03.00-03.30 03.30-04.45 04.45-06.00 06.00-06.30 06.30-13.30 13.30-15.00 15.00-15.30 15.30-17.00 17.00-17.45 17.45-18.15 18.15-18.40 18.40-19.00 19.00-20.00 20.00-22.00 22.00-03.00
Bangun tidur dan Shalat tahajjud Shalat subuh dan piketpagi Diniyah pagi dan pengajian umum Persiapan berangkat sekolah Sekolah formal
Istirahat
Shalat ashar dan ratibul haddad LBB/diniyah sore
Piket sore dan makan Shalat maghrib Ngaji al-quran Shalatisya’
Diniyah malam dan pengajian umum Belajar bersama
Istirahat malam
NB : Jadwal dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi Khusus malam ahadba’da isya’ di isimuhadarah
Khusus malam jumatba’damaghrib di isi dibaiyah/sholawat Khusus malam sabtuba’damaghrib di isi burdah.
Sementara itu, internalisasi nilai-nilai Aswaja NU dalam praktiknya telah terstruktur dalam kurikulum pesantren sebagaimana berikut :
223Dokumentasi Kantor Pesantren Nuris, diakses pada tanggal 18 November 2014.
STRUKTUR KURIKULUM DAN URAIAN TUGAS GURU
MADRASAHDINIYAH TARBIYATUL MU’ALLIMIN MARHALAH ULA PUTRA TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015
SEMESTER GANJIL.224
NO KELAS PAGI SORE MALAM
1
I
A Blok a 1
Ust. M. Khozin (PengajianKitab)
Blok a 1
2 B Ust. Makmun M Ust. Makmun M
3 C Ust. Akmaluddin Ust. Akmaluddin
4 D
KH. Muhyiddin Abdusshomad
(Pengajian Kitab)
Blok A 2 (Nahwu+
Sharraf)
Ust. Syarbini (Fiqh) Ust. Abu Bakar (Aswaja)
Ust………(PengajianKitab)
5 E
Blok A 2 (Nahwu+
Sharraf)
Ust. Syarbini (Fiqh) Ust. Abu Bakar (Aswaja)
6 F
Blok A 2 (Nahwu+
Sharraf)
Ust. Nur Khozin (Fiqh)
Ust. Abu Bakar (Aswaja)
7 II
A Besuk 1
Ust. M. Khozin (PengajianKitab)
Besuk 1
8 B Ust. Zaini A Ust. Zaini A
224Dokumentasi Kantor Pesantren Nuris, diakses pada tanggal 18 november 2014.
9 C Ust. Hafidzin Ust. Hafidzin
10 D
KH. Muhyiddin Abdusshomad
(Pengajian Kitab)
Besuk 1 (Nahwu)
………….. (Sarraf)
………….. (Fiqh) Ust. Tamim (ASwaja)
Ust………….. (PengajianKitab)
11 E
……….
(nahwu)
Lirboyo(1) (sarraf)
………
(Fiqh) Ust. Tamim ( Aswaja)
12 F
Lirboyo 2 (nahwu) Lirboyo(1) (sarraf) Blok a 1 (fiqh) Ust. Tamim (Aswaja)
13
III
A
Ust. M. Khozin (PengajianKitab)
14 B
Gus H.
Rahmatullah
Gus H. Rahmatullah
15 C
KH. Muhyiddin Abdusshomad
(Pengajian Kitab)
Ust. Taufiq (Nahwu+ sarraf) Ust. Abu Bakar (Fiqh) Ust. Tamim (Aswaja)
16 I Unggulan Lirboyo 2
Ust. M. Khozin (Pengajian Kitab)
Lirboyo 2
17 2 Unggulan Ust,M. Khozin Ust,M. Khozin
Sementara itu, Gus Robith Qoshidi, Lc menguraikan internalisasi tasammuh dalam pada tanggal 13 Oktober 2014 berikut ini :
“sebenarnya masalah tentang internalisasi dari konsep tasammuh, baik itu antar umat beragama maupun berupa pemikiran yang berbeda/kelompok yang berbeda memiliki ciri khas yang unik di pesantren dimana proses internalisasinya tidak kaku seperti komputer yang diinstal ‘titt’langsung jadi tetapi prosesnya sangat- sangat panjang meliputi : 1). Bagaimana proses pembelajaran. 2). Bagaimana lingkugan yang mendukung pada pada tasammuh dan toleransi. 3). Bagaimana pola pikir pengasuh dan pengurus.
4). Bagaimana visi dan misi lembaga sehingga penelitiannya rumit namun ada poin- poin penting yang mengindikasikan pentingnya tasammuh, diantaranya :
a. Bagaimana adanya wawasan bahwasanya terkadang masyarakat itu berbeda namun bagaimana kita bisa saling menyayangi satu sama lain, yang tua kepada yang muda, kepada sesama makhluk itulah yang diajarkan di pesantren.
b. Dalam Aswaja terdapat perbedaan dimana satu sama lain harus saling toleran, Syafi’i kepada Maliki, bahkan Asy’ari kepada Maturidi.
c. Ada bahtsul masa’il yaitu ada masalah, bagaimana solusi, bagaimana anak- anak memandang masalah tersebut, bagaimana dalilnya, bagaimana mengutarakan dalilnya, bagaimana rasionalitas dalil tersebut adalah point penting dalam mengkader konsepsi toleransi, ini berbeda dengan pendapat ‘warna Islam adalah satu’ semua jugatahu, jangan teryipu dengan pendapat itu namun Islam adalah ‘addiinu samhah bil hanafiyati samhah’ artinya aku dengan sangat toleran dengan agama yang lurus dan mudah, karena kita tahu Abu Bakr dan Umar berbeda pendapat dari situlah kemudian dikembangkan bagaimana mengormati orang lain, menghormati pihak lain, menghormati agama lain asalkan tidak mengganggu kepada Islam itu sendiri.”225
Kemudian, Gus Robith Qoshidi, Lc menjelaskan cara guru dalam mencontohkan nilai tasammuh seagama dalam wawancara pada tanggal 13 Oktober sebagai berikut:
“saya katakan bahwa di dalam melakukan tata tertib tentang bagaimana tidak diperbolehkan adanya perkelahian itu juga harus dipotret sebagai bentuk komitmen guru untuk mengajarkan bahwa kita adalah saudara, nah disinilah, bagaimana kita juga melihat dari proses misalnya setiap setelah
225Robith Qoshidi,Lc, Wawancara, Jember, 13 Oktober 2014.
shalat itu ada salaman, itu harus kita potret juga sebagai bentuk bahwa assalamualaikum dalam makna kedamaian untukmu, artinya kedamaian untukmu kepada teman yang mengatakan begitu itu adalah suatu bentuk saya berkomitmen untuk memberikan kedamaian kepadamu,saya berkomitmen untuk tidak menyakitimu, inilah satu bentuk toleransi atau penghormatan, itu di potret juga di dalam shalat, di dalaam idul fitri ada salaman bersama semua murid itu perlu dipotret juga.”226
Sementara itu, Gus Robith Qoshidi, Lc juga menyebutkan praktik tasammuh antar umat beragama sebagai berikut :
“ketika disini datang seorang dari Amerika, dari Australia beberapa waktu lalu yang beragama non muslim sebagai bentuk bahwa Nuris tidak menolak terhadap mahasiswa non muslim yang datang ke sini berbagi ilmu, berbagi pemikiran. Karena konsepsi dari bagaimana yayasan/ pesantren ini menampung orang- orang nonmuslim untuk menjadi pembicara dan begitu juga kepala sekolah dalam pertemuan antar kepala sekolah disitu ada kepala sekolah beragama lain,kita juga menerima, ada beberapa dari dinas yang beragama non muslim bertemu dengan muslim kita juga menerima di dalam misalnya mengawasi ujian khususnya,itu bentuk bahwa pesantren kita itu menerima asalkan bukanlah orang yang mendholimi ”.227
Senada dengan pernyataan di atas, menurut salah satu santri bernama Fitra Ramadhani kelas VIII A MTs Unggulan Nuris ketika diinterview tentang sikap tasammuh kepada non-muslim mengatakan bahwa :
“saling sapa menyapa, akur dalam belajar, bermain dan lain-lain”228
Sedangkan menurut M. Zaki M kelas VIII A MTs Unggulan Nuris mengatakan bahwa :
“yaitu saya jika bertemu dengan orang yang berlainan agama, minimal saya menyapa/bahkan bergaul dengan mereka”229
226Robith Qoshidi, Lc, Wawancara,Jember, 13 Oktober 2014.
227Gus Robith Qoshidi, Lc, Wawancara,Jember, 13 Oktober 2014.
228Fitra Ramadhani, Wawancara, Jember, 13 Oktober 2014
229M. Zaki M, Wawancara, Jember, 13 Oktober 2014
Pernyataan diatas tidak sejalan dengan pernyataan sikap santri bernama Muhammad Maulana Ishaq mengenai tasammuh kepada umat beragama lain dalam interview berikut ini :
“karena masih belum berkomunikasi dengan umat yang lain agama”.230 Muhammad hanafi juga melontarkan pernyataan sikap yang senada dengan Muhammad Maulana Ishaq berikut ini :
“karena tidak pernah bertemu dengan orang yang beragama lain seperti : Kristen, Budha, Hindu, dll”.231
Kemudian, Gus Robith menyatakan tasammuh dengan persamaan HAM adalah sama sebagaimana berikut :
“saya pikir persamaan HAM itu sama dengan toleransi jadi jawabannya arahnya kesitu walaupun ya toleransi antar umat beragama, berarti agama lain juga mempunyai HAM, dan kita juga mnghormati,mengenal, menyebarkan salam”.232
Sementara itu, dalam internalisasi nilai tawassuth sangatlah sederhana sebagaimana dijelaskan oleh Gus Robith Qoshidi, Lc dalam wawancara berikut ini :
“bagaimana menanamkantawassuth, ya kita dalam praktiknya akan menjadi sangat sederhana, bahwasanya dengan memilih Aswaja itu kan madzhab yang tawassuth dan moderat, bahwasanya kita tidak mengajari radikalisme, itulah yang kita lakukan”.233
Untuk membuktikan bahwa buku karya Kiyai benar–benar digunakan sebagai sumber belajar tentang Ahlussunnah Wal Jama’ah, maka peneliti
230Muhammad Maulana Ishaq, Wawancara, Jember, 11 Oktober 2014.
231Muhammad Hanafi, Wawancara, Jember, 11 Oktober 2014.
232Gus Robith Qoshidi, Lc, Wawancara, Jember,13 Oktober 2014.
233Gus Robith Qoshidi, Lc, Wawancara, Jember,13 Oktober 2014.
melakukan observasi pada tanggal 22 September 2014, saat itu terlihat para santri sedang membawa buku fiqih tradisionalis.
Sementara itu, Gus Robith Qoshidi juga menguraikan kebijakan pesantren yang mencerminkan nilai tawazun sebagai bagian dari proses internalisasi sebagai berikut:
“tawazun yang dilihat dari bagaimana kita belajar umum dan agama itu adalah kebijakan pesantren, bagaimana kita yang menanamkan pentingnya akhlak memperbaiki diri (tazkiyatu al-nafsi) dalam pelajaran- pelajaran akhlak yang ada di pesantren itu berdiri sendiri, dan juga misalnya bergaul mu’amalah baina al- nas antara ibadah kita pelajari, mu’amalah kita pelajari, fiqhnya juga seperti itu, bagaimana juga tentang kebijakan- kebijakan yang ada di peantren kita, nah kemudian, bukan sebatas itu, namun juga ketika kita melihat adanya pengajian kitab kuning yang bersandar kepada pelajaran iman / agama Al- Qur’an dan Hadits kita juga mengupayakan anak- anak sekolah di Unej sekolah umum, sekolah UGM, di UPB, di Unibraw, di pelajaran Fisika kedokteran ,guru apa saja kita dukung bahkan yang terakhir kita diterima di Thailand, kita belajar dalam bentuk kuliahnya perikanan dan pertanian, di Poltek juga kita yang belajar juga tentang pertanian, juga tentang komputer, juga di Nurus ini ada SMK- nya yang komputer, TKJ, mobil, dan sepeda motor jurusannya itu, adalah bukti bahwa kita itu Nuris menyeimbangkan dan mendukung proses- proses itu agar berjalan seimbang”.234
Kemudian, Gus Robith Qoshidi, Lc juga menjelaskan cara menanamkan nilai i’tidal dalam wawancara pada tanggal 13 Oktober 2014 sebagai berikut :
“pesantren mempunyai visi (satu), pesantren punya pengajian (dua), anak- anak diajar, anak- anak di evaluasi, anak- anak diberi contoh, yang keliru itu di sanksi/diluruskan/ dipanggil/ didoakan, itulah kita”.235
Dalam internalisasi nilai Tawazun , Kiai memberikan contoh sebagaimana diuraikan Dr.Hj Nyai Hodaifah, M.Pd I berikut ini :
234Robith Qoshidi,Lc, Wawancara, Jember,13 Oktober 2014.
235Robith Qoshidi,Lc,Wawancara,Jember, 13Oktober 2014.
“Seimbang, artinya di dalam bekerja itu, mengajar, memberikan ilmu- ilmunya juga bekerja,Kiai itu berdagang”.236
Kemudian, Dr.Hj. Nyai Hodaifah menjelaskan asal mula sikap moderat :
“silaturrahmi ke gereja- gereja di Situbondo dengan bu Shinta sejak dari Gus Dur , , Bu Shinta datang kesini kalau hari raya”.237
Selain itu, Dr.Hj. Nyai Hodaifah, M.Pd.I juga menjelaskan sikap Kiai terhadap santrinya sebagai berikut :
“Kiai itu sangat mempunyai rasa sayang, kasihan kepada santrinya, sama dengan sayangnya kepada dirinya sendiri sehingga ada timbal balik, karena beliau ada rasa sayang, perhatian,dengan sendirinya anak- anak juga mencintai Kiai, kalau mengajar itu kalau ada orang jualan itu dibelikan untuk anak-anak”.238
b. Pembentukan Karakter ke Islaman dan Kebangsaan di PP Nuris I Untuk membentuk karakter ke Islaman, pesantren mengadakan sholat berjama’ah yang tercantum dalam jadwal sebagaimana berikut :
Imam Sholat Maktubah adalah PENGASUH (KIAI), Gus Abduh atau Gus Rahmat, jika Majelis PENGASUH Udzur maka yang bertugas sebagai BADAL sebagai berikut :239
Waktu Ahad Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Ket.
Shubuh Ust.
M.
Khozi n
Ust.
NurKh ozin
Ust.
Fathon i
Ust. Aziz Ust. Harun Ust. Iqbal
Ust.
Anwar
Dhuhur Ust.
Chafi dzin
Ust.
Subha n
Ust.
Ilham
Ust.
Syarbini
Ust. Chafidzin. -
Ust.
Chafidzi n
Ashar Ust. Ust. Ust. Ust. Ust. NurKhozin Ust. Ust.
236Dr. Hj. Nyai Hodaifah, M.Pd I, Wawancara,Jember, 13 Oktober 2014.
237Dr. Hj. Nyai Hodaifah, M.Pd I, Wawancara,Jember, 13 Oktober 2014.
238Dr. Hj. Nyai hodaifah, M.Pd.I, Wawancara, Jember 13 Oktober 2014.
239Dokumentasi Kantor Pesantren Nuris, diakses pada tanggal 18 November 2014
M.
Yunu s
Taufiq Fariq Muiz Chafidzin Syarbini
Magrib Ust.
Farihi n
Ust.
Anwar Ust.
Tami m
Ust.
Syamsul Hadi
Ust. AgusNadzim Ust. Zainal
Ust.
Mamank
Isya’
Ust.
Akma l
Ust.
Hadzi qHaris
Ust.
Mama nk
Ust.
Budiman
Ust. Anwar Ust. Syarbini
Ust. M.
Khozin
NB :Bagi yang berhalangan dimohon untuk konfirmasi kepada DIVISI UBUDIAH / Ust. Muh.
Iqbal Hofi.
Berdasarkan interview kepada KH Muhyiddin Abdusshomad pada tanggal 23 Agustus 2014, diuraikan latar belakang dan tujuan internalisasi nilai–nilaiAhlussunnah wal Jama’ahsebagai berikut :
“akhir2 ini perkembangan paham radikalisme itu smakin marak dan disitu kemudian perlu balance, ada keseimbangan agar pengaruh kekekrasan itu tidak semaikn menguat di tengah masyarakat , maka ajaran aswaja harus ditanamkan kepada peserta didik kita agar mereka menjadi orang yang moderat,org yg cinta dmai tidak mudah menyalahkan orang lain tetap saja hidup dg rukun ,hidup dg membuka komunikasi dg siapa saja yang ada di sekelilingnya kalau ajaran Aswaja yang dikembangkn oleh Walisongo tidak dilestarikan, maka persatuan dan kesatuan bangsa ini akan hancur”.240
Sementara itu, Bapak Husaini, S. HI dalam wawancara pada tanggal 23 Agustus 2014 menjelaskan strategi yang sangat cocok untuk menanamkan karakter ke Islaman dan kebangsaan sebagai berikut :
“strategi iu sebenarnya kita amalkan langsung dalam kseharian kemudian kita jaga,jadi kita pantau, kita ajarkan tahlil tiap hari jumat, habis ashar baca ratib al haddad ,habis subuh bacaan selain yg disunahkan,, itulah strategi bagaimana mereka tetap di dalam aswaja, artinya terasa jika terbiasa pake sarung, ketika keluar dan ada oang yang tidak sama mereka jaga diri.kadang juga ag bajunya beda mereka langsung tanya ke ustadz kok beda bajunya? saya kira anak- anak ketika ada orang yang bejunya
240KH. Muhyiddin Abdusshomad, Wawancara, 23 Agustus 2014.