JEMBER
SKRIPSI
Oleh:
AHMAD HARIRI NIM : 084 101 323
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
DESEMBER 2014
JEMBER
SKRIPSI
Diajukan Kepada Institut Agama Islam Negeri Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh:
AHMAD HARIRI NIM : 084 101 323
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
DESEMBER 2014
JEMBER
SKRIPSI
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I) Fakultas Tarbiyah
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh : Ahmad Hariri NIM : 084 101 323
Disetujui Pembimbing
Dr. H. UbaidillahNafi’, M.Ag NIP. 196812261996031001
JEMBER
SKRIPSI
Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 20 Januari 2015
Tim Penguji
Ketua Sekretaris
Khoirul Faizin, M.Ag Drs. H. Mahrus, M. Pd I NIP. 19710612 200604 1 001 NIP.19670525 200012 1001
Anggota:
1. Drs. Ainur Rafik, M.Ag
( )
2. Dr. H. UbaidillahNafi’, M.Ag ( )
Mengetahui Rektor IAIN Jember
Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM NIP. 19660322 199303 1 002
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi(ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi(ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian (QS. Al- Baqarah : 143).1
1MuhyiddinAbdusshomad, HujjahNU :Akidah–Amaliyah–Tradisi, (Surabaya : Khalista,2014), 7.
tiada putus memberi do’a, menyayangi dan mengasihiku setulus hati menanamkan nilai pendidikan serta memberi motivasi, sehingga terciptalah sebuah karya yang disebut skripsi ini.
2. Adik – Adikku tersayang (Rif’ah Hilyatuz Zahidah & Mahya Husna Nadhiroh) yang senantiasa menjadi motivator dan inspiratorku serta bersedia menjadi tempat berkeluh kesah setiap waktu.
3. Kakek dan nenekku (Kiai Bahruddin dan Sa’adah) ,Rekan- rekan aktivis UKPK IAIN Jember, Segenap dosen dan guru-guruku yang tanpa lelah membimbing dan mengamalkan ilmunya.
4. Kiyai Muhammad Yusuf Mubin, dan santri PP. Alfitriyah Salafiyah yang tetap eksis memperbaiki moral anak muda.
5. NU dan seluruh warga nahdliyin yang selalu berjuang menjaga persatuan NKRI.
ْﺴِﺑ ِﻢْﻴ ِﺣﱠﺮﻟا ِنﺎَْﲪﱠﺮﻟا ِﷲ ِﻢ
Puji
Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Kuasa, sehingga atas Izin- Nya, Penulisan skripsi berjudul “ Internalisasi Nilai- Nilai Aswaja NU dalam Pembentukan Karakter Santri di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember” dapat terselesaikan dengan baik. Dengan segala keterbatasan dan kelemahan peneliti yang tak mampu menyelesaikan skripsi ini tanpa limpahan Pertolongan-Nya, karena pada hakikatnya, tidak ada satupun pertolongan kecuali hanya dari Allah SWT.Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat yang telah berjuang dengan jiwa dan raga guna menegakkan Islam sehingga sampai saat ini,kita hidup dalam koridor agama Islam yang di Ridhoi oleh Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak yang kontribusinya teramat besar bagi penulis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ribuan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto SE. MM selaku Rektor IAIN Jember.
2. Bapak Dr. Syamsun Ni’am, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah IAIN Jember.
3. Bapak Khoirul Faizin, M.Ag selaku Koord. Program Studi PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Jember sekaligus ketua penguji skripsi
4. Bapak Drs. Ainur Rafik, M.Ag selaku penguji utama 5. Bapak Drs. H. Mahrus, M. Pd I selaku sekretaris penguji
6. KH. Muhyiddin Abdusshomad selaku pengasuh PP NURIS Jember 7. Bapak Husaini selaku waka kesiswaan MA Unggulan Nuris Jember 8. BapakDr. H. Ubaidillah Nafi’, M.Ag selaku dosen pembimbing
mendapatkan kebaikan dari Allah SWT dan semoga skripsi ini memiliki kontribusi yang besar bagi dunia pendidikan Islam terutama bagi kalangan Nahdliyin karena skripsi ini berusaha mengungkap esensi dan kontribusi doktrin ahl al-sunnah wa al- jama’ah NU dalam pembentukan karakter peserta didik mengingat rendahnya pemahaman tentang hal tersebut bagi warga NU di kalangan grassroot.
Kebenaran yang absolut hanyalah milik Allah SWT, dan kebenaran relatif hanyalah bagi manusia. Oleh karena itu kekurangan dalam skripsi ini terutama pada teknik penulisannya dan keterbatasan peneliti dalam menguraikan hasil wawancara sehingga peneliti memerlukan kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan dan kelanjutan studi.
َﻮْﻔَﻌْﻟاَو ْﻢُﻛَﺎّﻳِإو ُﷲ َناَﺪَﻫ َْﲔِﻤَﻟَﺎﻌْﻟا ِّبَر ِِّ ُﺪْﻤَْﳊَو ْﻢُﻜْﻨِﻣ
Jember, 19 Desember 2014
Ahmad Hariri NIM : 084 101 323
Krisis moralitas yang melanda bangsa Indonesia kian memprihatinkan. Oleh karena itu, Pondok pesantren Nurul Islam (NURIS) Jember sebagai representasi dari NU berupaya melestarikan ideologi Aswaja NU melalui internalisasi nilai- nilai Aswaja NU yang meliputi : tasammuh (toleran), tawassuth (moderat), i’tidal (lurus), dan tawazun (menyeimbangkan)yang bertujuan membentuk karakter santri yang moderat, cinta damai, dan membuka komunikasi dengan siapa saja.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus penelitian ini adalah: 1). Bagaimana proses internalisasi nilai- nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter di Ponpes Nurul Islam Jember?. 2). Apa hambatan- hambatan dalam internalisasi nilai- nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter di Ponpes Nurul Islam Jember?.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1). Mendeskripsikan proses internalisasi nilai- nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter ke Islaman dan karakter kebangsaan di Ponpes Nuris Jember. 2). Mengidentifikasi hambatan- hambatan dalam internalisasinya.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, interview, dan dokumentasi.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yang dikemukakan Miles dan Huberman yang terdiri dari : (a) Data reduction (Reduksi data).
(b) Data display (Penyajian Data). (c) Conclusion drawing / verification (Penarikan kesimpulan dan verifikasi). Sementara itu, keabsahan datanya menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, Proses Internalisasi nilai- nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter santri di Pondok Pesantren Nurul Islam (NURIS) Jember meliputi beberapa aspek diantaranya : (a) Kognitif, pada proses ini KH Muhyiddin Abdusshomad menulis beberapa buku tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al- Jama’ahAn- Nahdliyyah (Aswaja) NU diantaranya : Aqidah Ahl Al-Sunnah Wa Al- Jama’ah : Syarah dan Terjemah Aqidatul Awam, Hujjah NU, Fiqih Tradisionalis, dan Alhujjaju al –Qathiyyat Fi Sihhati al– Mu’taqidat wa al – Amaliyat an– Nahdliyyat, mengajarkannya di pesantren dan sekolah dengan mewajibkan hafalan serta dikembangkan dengan debat. (b) Afektif, dalam aspek ini, KH. Muhyiddin Abdusshomad sebagai figur teladan yang memberikan contoh sikap yang santun, ramah, menghargai perempuan, seimbang antara bekerja dan mendidik, menghargai tamu walaupun non muslim, lemah lembut dalam mendidik santri. (c) Psikomotorik, dengan metode pembiasaan melalui serangkaian kegiatan, Pondok Pesantren Nurul Islam berperan dalam pembentukan karakter keIslaman dan Lembaga Formal (SMP, SMK, SMA dan Mts Unggulan, MA Unggulan Nuris) berperan penting dalam pembentukan karakter kebangsaan. Kedua, hambatan dalam internalisasi nilai–nilai aswaja NU dalam pembentukan karakter santri meliputi beberapa hal diantaranya : (a) Santri kurang mampu membaca kitab kuning sehingga kurang aktif dalam bahtsu al - masa’il. (b) Nuris berdekatan dengan sekolah Formal lain yang tidak begitu sejalan dengan visi Nuris sehingga keseriusan anak dalam belajar sering terganggu. (c) Kematangan berfikir anak masih rendah. (d) Santri kesulitan dalam memahami istilah dalam buku karya KH.
Muhyiddin Abdusshomad. (e) Sikap tasammuh kepada non muslim belum sepenuhnya mampu di terapkan oleh santri.
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Definisi Istilah ... 9
F. Sistematika Pembahasan ... 11
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN... 13
A. Penelitian Terdahulu ... 13
B. Kajian Teori... 21
BAB III METODE PENELITIAN... 95
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 95
B. Lokasi Penelitian ... 96
C. Subyek Penelitian ... 98
D. Teknik Pengumpulan Data ... 100
E. Analisis Data ... 102
F. Keabsahan Data... 105
G. Tahap-tahap Penelitian ... 107
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 109
A. Penyajian Data dan Analisis... 109
B. Pembahasan Temuan... 136
DAFTAR PUSTAKA ... 154 LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini sesungguhnya membahas tema besar tentang konsep internalisasi nilai – nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter ke Islaman dan kebangsaan . Tema ini menjadi sangat menarik dewasa ini karena negara ini mengalami krisis multidimensional, termasuk di dalamnya adalah krisis akhlaksebagaimana diungkapkan oleh Imam Suprayogo sebagai berikut :
tampak dengan jelas bahwa perbuatan korupsi, sogok-menyogok, suap- menyuap, justru terjadi di kalangan elit dan atau orang- orang yang sudah bergelimang dengan harta. Mereka korupsi bukan karena miskin, atau untuk mempertahankan hidup, melainkan oleh karena kecintaan terhadap jabatan dan harta itu. Dengan demikian, maka lebih tepat dikatakan bahwa, keadaan itu disebabkan oleh karena merosotnya akhlak sementara elit bangsa.1
Selain itu, kerapuhan mentalitas masyarakat Indonesia juga termasuk krisis karakter sebagaimana diuraikan oleh Koentjaraningrat yang dikutip Haedar Nashir sebagai berikut :
Koentjaraningrat melakukan kritik akademik terhadap kerapuhan mentalitas masyarakat Indonnesia. Menurut antropolog dari Universitas Indonesia itu, masyarakat Indonesia mengidap penyakit mentalitas seperti sifat yang meremehkan mutu; suka menerabas (jalan pintas); tidak percaya pada diri sendiri; tidak berdisiplin murni; dan suka mengabaikan tanggung jawab, tidak bertanggung jawab.2
Untuk menjawab fenomena tersebut maka pemerintah telah menuangkannya dalam tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum
1Imam Suprayogo, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Malang : UIN-Maliki Press, 2013),5.
2Haedar Nashir, Pendidikan Karakter Berbasis Agama & Budaya , (Yogyakarta : Multi Presindo,2013),4.
dalam UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 20033, kemudian diimplementasikan secara nyata pada penerapan Kurikulum 2013 yang menekankan pada aspek pembentukan karakter.
Dengan demikian, pembentukan karakter sangat diperlukan saat ini, karena efektifitas pembentukan karakter bergantung pada melatih kebiasaan siswa sebagaimana diuraikan oleh Djohar yang dikutip Salmah Fa’atin sebagai berikut :
Membangun karakter, menurut Djohar, dikategorikan sebagai komponen “the hidden curriculum”, yang pencapainya tergantung pada proses pendidikan daripada substansi pendidikannya. Bagaimana kebiasaan siswa belajar yang akan mewarnai karakter mereka.
Karakter tidak dapat diajarkan, akan tetapi diperoleh dari pengalaman mereka, oleh karena itu harus dilatihkan. Kebiasaan mereka sehari – hari yang dapat menghasilkan pengalaman pada diri peserta didik inilah yang akan dapat membangun karakter bangsa, dan oleh karena itu situasi dan kondisi yang memberikan pengalaman belajar terhadap mereka yang perlu dikontrol. Pembangunan moral dan karakter lebih efektif melalui dialogik , dengan mendiskusikan kasus nyata yang diangkat melalui proses pelatihan itu. Proses dalam pendidikan terbuka kondusif untuk pembangunan karakter itu.4
Pada uraian diatas, terdapat esensi dari pembangunan karakteryaitu melatih kebiasaan sehari – hari siswa melalui situasi dan kondisi yang memberikan pengalaman belajar yang berorientasi terhadap proses pendidikan karakter. Selain itu, dialogik juga merupakan upaya pembangunan moral dan karakter yang lebih efektif yaitu dengan cara mendiskusikan kasus nyata yang
3Lihat Undang – Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah R.I. Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar Bab II pasal 2 dan 3 Pada Bab II (Dasar, Fungsi, dan Tujuan), pasal 2 dan 3 di halaman 5- 6.
4Salmah Fa’atin, “Pendidikan Sebagai Pembentuk Bangsa Berkarakter”, dalam Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional, ed. Ali Muhdi Amnur (Yogyakarta : Pustaka Fahima, 2007), 80.
diangkat melalui proses pelatihan , hal ini merupakan proses dalam pendidikan pendidikan terbuka yang kondusif untuk pembangunan karakter itu.
Semangat untuk berupaya membentuk karakter sesuai dengan amanat UUD 1945 Dan pasal 31 ayat 5 disebutkan bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai - nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.5 .
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemerintah senantiasa menjunjung tinggi nilai – nilai agama dan persatuan bangsa dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, ini berarti bahwa nilai – nilai keagamaan yang merupakan nilai – nilai ke –Islaman diharapkan dapat membentuk karakter ke – Islaman, sedangkan pada kalimat persatuan bangsa diharapkan dapat membentuk karakter kebangsaan. Sejalan dengan itu, Tujuan pendidikan nasional dirumuskan Dalam Undang – undang nomor 20 Tahun 2003,tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II mengenai dasar, fungsi, dan tujuan sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a. Dasar pendidikan nasional; Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional; pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
5Sekretariat Jenderal MPR RI , UUD I945 BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 ayat 5.
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.6
Sebagai upaya untuk memperjelas cakupan dan batasan dalam mencapai tujuan pendidikan karater yang tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 tersebut memerlukan rincian dari tujuan yang hendak dicapai, untuk itu Ratna Megawangi yang dikutip Abdul Muis Thabrani menyebutkan sebagai berikut :
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan karakter, dirangkum Indonesia Heritage foundation (IHF) yang digagas oleh Ratna Megawangi Sembilan pilar karakter yaitu:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love Allah, trust, reverence, loyalty)
2. Kemandirian dan tanggungjawab (responsibility,excelence, self reliance, discipline, orderliness)
3. Kejujuran, amanah dan bijaksana (trustworthies, reliability, honesty) 4. Hormat dan santun ( respect, courtesy, obedience)
5. Dermawan, suka menolong dan gotong royong (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, coooperation)
6. Percaya diri, creative dan pekerja keras (convidence, assertiveness, creativity, determination, enthusiasm)
7. Kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership) 8. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humanity,modesty) 9. Toleransi, kedamaian dan kesatuan (tollerance, flexibility,
peacefulness).7
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pembentukan karakter tidak cukup hanya di dalam lembaga pendidikan formal saja, tetapi lingkungan sosial juga harus mendukung karena lingkungan sosial merupakan media pembelajaran yang mengiringi keseharian siswa. Mengingat kepribadian siswa
6Undang – Undang R.I. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah RI Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar (Bandung : Citra Umbara, 2012), 5-6.
7Abd. Muis Thabrani, Pengantar & Dimensi – Dimensi Pendidikan, (Jember : STAIN Jember Press, 2013),102.
bukan hanya berasal dari pembawaan semata, tetapi lingkungan sosial juga mempengaruhi terbentuknya karakter siswa. Untuk itu diperlukan lingkungan sosial yang memiliki karakter yang sesuai dengan kondisi Islam di Indonesia, yaitu lingkungan sosial yang berupa ormas Islam yang tentunya berkarakter ke- Islaman dan berkarakter kebangsaan. dalam pengamatan penulis ,Kedua karakter tersebut terdapat pada NU yang berdasar faham ahlussunnah wal jama’ah yang tercermin dalam beberapa karakter diantaranya : tawassuth (sikap tengah), tawazun (moderat), tasammuh (toleran), dan i’tidal (lurus).
Prinsip inilah yang dikembangkan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad dalam membentuk karakter santri di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember yang diasuhnya. Hal ini dibuktikan dengan berbagai macam aktifitas yang bertujuan untuk memelihara dan melestarikan faham Islam ahl al - sunnah wa al - jama’ah dengan cara menulis buku tentang Aswaja dan membimbing secara langsung tentang buku – buku karya Kiyai sekaligus pelatihan debat aswaja yang membuahkan hasil dengan meraih juara I di bidang lomba debat aswaja yang diselenggarakan di kantor PWNU Jawa Timur.8
Berdasarkan hasil wawancara kepada saudara Totok Hariyanto, santri yang mendampingi KH.Muhyiddin Abdusshomad bahwa nilai – nilai yang diajarkan Kiyai kepada santrinya antara lain : menjaga akhlak, kesederhanaan, tanggung jawab, disiplin, dan kaderisasi NU lewat bimbingan langsung tentang buku – buku karya Kiyai sekaligus pelatihan debat aswaja yang
8Totok Haryanto, Wawancara, Jember, 26 Juni 2014
membuahkan hasil berupa prestasi di bidang lomba debat aswaja yang diselenggarakan di kantor PWNU Jawa Timur dengan meraih juara I.9
Dalam pengamatan penulis ada sesuatu yang berbeda di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember (dalam pembahasan selanjutnya disebut NURIS) dalam menanamkan nilai dan karakter ke Islaman dan kebangsaan melalui pembelajaran ideologi Ahl al - sunnah Wa al - Jama’ah an – Nahdliyyah (Aswaja NU). Untuk itulah penulis berkeinginan untuk mendalaminya dengan melakukan penelitian lebih jauh dengan judul
“Internalisasi Nilai – Nilai Aswaja NU Dalam Pembentukan Karakter Santri di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latarbelakang dan fenomena diatas, maka fokus penelitian ini dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses internalisasi nilai-nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter keIslaman dan kebangsaan di Pondok Pesantren NURIS?
2. Bagaimana hambatan - hambatan internalisasi nilai- nilai Aswaja NU dalam pembentukan karakter keIslaman dan kebangsaan di Pondok Pesantren NURIS?
9Totok Haryanto, Wawancara, Jember 26 Juni 2014
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mendeskripsikan proses internalisasi nilai - nilai Aswaja NU, yakni : (1) tawassuth- i’tidal (2) tasammuh, (3) tawazun, dan (4) amar ma’ruf nahi munkar dalam pembentukan karakter keIslaman dan kebangsaan di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember.
2) Untuk mendeskripsikan hambatan – hambatan internalisasi nilai - nilai Aswaja NU, yakni : (1) tawassuth- i’tidal (2) tasammuh, (3) tawazun, dan (4) amar ma’ruf nahi munkar dalam pembentukan karakter keIslaman dan kebangsaan di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membangun karakter keIslaman dan nasionalisme melalui internalisasi ajaran ahl al - sunnah wa al - jama’ah yang membumi di Indonesia dengan pendekatan kultural sebagaimana dikembangkan Walisongo sehingga masyarakat lebih mudah menerima ajaran Islam yang rahmatan li al - alamin secara sukarela.
Karakter – karakter Islam tersebut saat ini merupakanideologi NU yang berdasar faham keagamaan ahl al - sunnah wa al – jama’ah untuk diterapkan dalam tata kehidupan nyata di masyarakat dengan beberapa karakter yang menjadi esensi ajaran ahl al - sunnah wa al – jama’ah diantaranya : tawassuth, i’tidal, tasammuh, dan tawazun. Dengan memiliki
keempat karakter tersebut diharapkan dapat membangun karakter dalam diri siswa sesuai tujuan pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003.
2. Manfaat Praktis a. Manfaat Bagi penulis
Sebagai media belajar menjadi peneliti kualitatif yang memiliki integritas dan kredibilitas memadai guna mengembangkan penelitian tentang ajaran ahl al - sunnah wa al - jamaah dalam NU untuk kemudian diaktualisasikan sebagai pembentukan karakter di dunia pendidikan Islam.
b. Manfaat Bagi IAIN Jember
1. Untuk meneguhkan eksistensi IAIN sebagai PTAIN yang berfungsi melaksanakan tri dharma perguruan tinggi meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
2. Untuk menambah referensi bagi mahasiswa yang mengembangkan penelitian tentang pembangunan karakter melalui ajaran ahl al- sunnah wa al - jama’ah dalam NU.
3. Untuk menambah literatur di perpustakaan IAIN Jember c. Manfaat bagi masyarakat
Untuk membangun persepsi tentang pentingnya membangun karakter melalui ajaran ahl al - sunnah wa al - jama’ah yang terdapat pada NU agar memahami esensi dari orientasi pendidikan karakter Islam dalam ideologi NU.
E. Definisi Istilah 1. Internalisasi
Internalisasi adalah penanaman nilai – nilai tertentu (dalam hal ini nilai- nilai Aswaja NU) agar membentuk karakter (dalam hal ini karakter keIslaman dan kebangsaan) yang menjadi kepribadian anak. Hal ini sebagaimana dikemukakan Abkamaliyani yang dikutip Novia Irma Lutviyanti sebagai berikut “pembinaan yang mendalam dan menghayati nilai-nilai relegius (agama) yang dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan secara utuh yang sasarannya menyatu dalam kepribadian peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak peserta didik.”10
2. Nilai – Nilai Aswaja NU
Adapun yang dimaksud nilai – nilai Aswaja adalah sikap kemasyarakatan dan keagamaan yang digali dari para sahabat nabi maupun dari tokoh – tokoh yang disebutkan dalam khittahyang diuraikan KH Muchit Muzadi sebagaimana dikutip oleh Nur Kholik Ridwan sebagai berikut :
Meski terus mendapatkan pemaknaan, tampaknya ada kesamaan dalam melihat sikap kemasyarakatan dan keagamaan Aswaja, baik yang digali dari para sahabat nabi maupun dari tokoh – tokoh yang disebutkan dalam khittah NU, seperti al- Asy’ari, al- Maturidi, dan asy- Syafi’i. Kesamaan dalam melihat nilai – nilai yang ditempuh dan dikembangkan Aswaja dalam menyikapi persoalan agama dan sosial kemudian di simpulkan menjadi empat, yakni : (1) tawassuth-
10Tim kuliahgratis.net, “Proses Internalisasi Nilai” ,http://kuliahgratis.net/proses-internalisasi- nilai/ , (28 Januari 2015)
i’tidal (2)tasammuh, (3) tawazun, dan (4) amar ma’ruf nahi munkar11
3. Pembentukan Karakter
Karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakter ke Islaman dan karakter kebangsaan yang merupakan manifestasi ajaran Ahl al - sunnah wa al - jama’ah yang dilestarikan oleh NU lewat serangkaian perjuangan para tokoh NU dalam mengembangkan agama dan memajukan bangsa pada masa penjajahan hingga reformasi.
Dalam kamus bahasa Indonesia sebagaimana dikutip Salmah Fa’atin menyebutkan “karakter, dalam Kamus Bahasa Indonesia, berarti sifat – sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Berkarakter berarti mempunyai tabiat;
mempunyai kepribadian; berwatak”.12
4. Santri
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan “santri” adalah seseorang yang berkelana mencari ilmu agama Islam kepada Kiai dengan cara menetap di pesantren(dalam hal ini Pesantren Nurul Islam) sehingga hidup bersama dengan Kiai karena bertempat tinggal dalam satu komplek.
Dalam ensiklopedi Islam disebutkan “kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti ‘guru mengaji’. Sumber lain menyebutkan
11Nur Kholik Ridwan, NU dan Neoliberalisme : Tantangan dan Harapan Menjelang Satu Abad.
(Yogyakarta : LKIS, 2008), 34 - 35.
12Ki Supriyoko et.al, Konfigurasi Politik ,Ed. Ali Muhdi Amnur ,(Yogyakarta : Pustaka Fahima, 72.
bahwa kata itu berasal dari bahasa India shastri dari akar kata shastra yang berarti ‘buku- buku suci’, ‘buku- buku agama’, atau ‘buku- buku tentang ilmu pengetahuan’”.13 Pendapat lain mengatakan“perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa jawa, dari kata cantrik, yang berarti
‘seseorang yang selalu mengikuti gurunya kemanapun gurunya pergi/menetap’”.14
Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan definisi istilah dari judul dalam penelitian ini yaitupenanamandanpembinaannilai – nilai Aswaja NU diantaranya : (1) tawassuth, (2) tasammuh, (3) tawazun, dan (4) i’tidal Keempat nilai tersebut berfungsi dalam membentuk karakter santri (karakter Islam dan Nasionalisme) di Pondok Pesantren Nurul Islam.
F. Sistematika Pembahasan
Bab I dimulai dengan pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub, yaitu:
Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Istilah dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Kajian Kepustakaan terdiri dari dua sub, yaitu : penelitian terdahulu dan kajian teori.
Bab III Metode Penelitian, yang di dalamnya memuat proses penelitian meliputi : Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Subyek
13 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Pesantren”, Ensiklopedi islam, vol.4 (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997),99 .
14Ni’amulHuda, “Pengertian Santri”,http://pengertianpengertian.blogspot.com/2012/01/pengertian- santri.html, (28 Januari 2015)
Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Analisis Data, Keabsahan Data, dan Tahap – Tahap Penelitian.
Bab IV Penyajian Data dan Analisis memuat beberapa sub sebagai berikut : Gambaran Obyek Penelitian, Penyajian Data dan Analisis, serta Pembahasan Temuan.
Bab V Penutup atau Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan dan saran - saran.
13 A. Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui sejauh mana orisinalitas dan posisi penelitian ini sehingga layak untuk dilanjutkan ,maka peneliti mencantumkan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan tema dalam penelitian ini yaitu :ajaranahlussunnah wal jama’ahdan pendidikan karakter antara lain :
1. Dra.Liliek Channa, M.Ag (Dosen FITK UIN Sunan Ampel), Penelitian,dengan judul“Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Hadis Nabi Saw”.
Persamaan penelitian ini dengan adalah secara garis besar mengkaji pendidikan karakter. Namun beberapa hal nampak berbeda meliputi : a). Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (libraryresearch). b). Data-data yang ada dianalisis dengan pendekatan hermeneutik dengan cara content analysis (analisis isi). b). Hasil penelitian ini adalah : (1). Hadis-hadis yang diangkat dalam penelitian ini mengandung karakter atau perilaku manusia terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia,dan lingkungannya. Beberapa konsep pendidikan karakter yang dapat diungkap dari hadis-hadis Rasulullah SAW tersebut adalah:
Pertama,bahwa penanaman nilai-nilai karakter itu harus dilandasi dengan sebuah pengetahuan. Nilai-nilai karakter harus diperkenalkan terlebih dahulukepada peserta didik sebelum nilai-nilai tersebut ditanamkan
kepadanya. Kedua, penanaman nilai-nilai karakter itu harus dilakukan secara bertahap. Sebagai pendidik, Rasulullah SAW tidak pernah menuntut kepada ummatnya untuk memahami ajarannya dengan cepat.
Ketiga, Rasulullah memiliki karakter kepedulian kepada anak, perempuan, dan sesama manusia. (2). Konsep pendidikan karakter yang dilakukan Rasulullah kepada para sahabat dan umatnya melalui hadits-haditsnya sejalan dengan teori-teori pendidikan karakter yang dikemukakan para ilmuwan masa sekarang. Sebagai pendidik Rasulullah SAW mendidik ummatnya dengan kepribadian yang luhur. Materi yang beliau ajarkan senantiasa selaras dengan akhlaq yang beliau tampilkan. Beberapa metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah Muhammad SAW sejalan dengan metode pendidikan karakter pada umumnya, yakni : metode pembiasaan, keteladanan, nasihat, penanaman rasa ingin tahu, menampilkan prilaku yang luhur, dan sejenisnya.15
2. Dr. Evi Fatimatur Rusydiyah, M.Ag, Executive Summary Penelitian Individual (2013), dengan judul “Pendidikan Karakter Melalui Desain Konstruktivistik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SD Pembangunan Jaya II Gedangan Sidoarjo”.
Penelitian ini memiliki persamaan dalam hal pembahasan tentang pendidikan karakter, namun beberapa hal yang membedakan diantaranya Penelitian ini diantaranya : a). Menggunakan pendekatan kualitatif dengan
15Liliek Channa ,”“Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Hadis Nabi Saw”
eprints.uinsby.ac.id/.../Eks.%20SUmmary-20%Hadits, (21 Juli 2014)
jenis penelitian deskriptif. b). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah observasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumentasi. c). Analisis data menggunakan Cheking, Organizing, Pengecekan Keabsahan Temuan, Perpanjangan kehadiran peneliti, Observasi yang diperdalam , dan Triangulasi. d). Kesimpulan dari penelitian ini adalah : pertama, SD Pembangunan Jaya II Gedangan Sidoarjo telah mengembangkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dikembangkan adalah Pendidikan karakter yang dikembangkan adalah (1) karakter gemar belajar yang diimplementasikan melaului ciri- ciri kepribadian antusiasme, curiosity, kritis, logis, objektif, dan disiplin;
(2). karakter kreatif yang diimplementasikan melalui ciri-ciri kepribadian peka,imaginatif, inovatif, analisis, open minded ; (3). karakter mandiri yang diimplementasikan melalui ciri-ciri berani ambil resiko, tanggung jawab, inisiatif , tekun atau ulet, dan percaya diri; dan (4). karakter berbudi pekerti luhur diimplementasikan melalui ciri-ciri karakter jujur, adil, etis, kerjasama, belas kasih, dan iman atau takwa. Kedua, Desain konstruktivistik yang dikembangkan oleh SD Pembangunan Jaya II Gedangan Sidoarjo memiliki komponen sesuai dengan teori konstruktivistik, yaitu, enggage, exlopre, explain, extend, dan evaluate.
Meskipun dari beberapa RPP belum ditemukan secara rijit tentang pola ini, namun dalam proses pembelajarannya ditemukan pola ini secara simultan. Ketiga, Perencanaan pendidikan karakter melalui desain konstruktivistik pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SD
Pembangunan Jaya II telah dilakukan, dengan penerapan pembiasaan berdasarkan desain konstruktivitik menjadikan siswa-siswi memiliki sikap gemar belajar, kreatif, mandiri, dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan tujuan utama SD tersebut.16
3. Dzawi Makarimah, skripsi (2010) berjudul “Peranan Organisasi Nahdatul Ulama (NU) Dalam Pembentukan Masyarakat Berkepribadian Muslim di Desa Petarukan Kabupaten Pemalang”. Persamaan penelitian ini adalah secara garis besar membahas tentang ahlussunnah wal jama’ah NU, namun beberapa hal yang membedakannya antara lain : a). Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian lapangan. b).
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan organisasi NU berdasarkan waktu pelaksanaannya yaitu kegiatan mingguan; bulanan;
tahunan. Dalam proses pembentukan masyarakat muslim melalui pembiasaan; peneladanan serta pemahaman dan kemudian penerapan dalam kehidupan.17
4. Muhammad Baihaqi, skripsi (2010) berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Aswaja Terhadap Peningkatan Akhlak Siswa di Mas Hifal Pekalongan”.
Persamaan penelitian ini adalah secara garis besar membahas tentang ahl al - sunnah wa al - jama’ah NU, namun banyak hal yang
16Evi Fatimatur Rusydiyah , “Pendidikan Karakter Melalui Desain Konstruktivistik Pada Mata PelajaranPendidikan Agama IslamDi SD Pembangunan Jaya II Gedangan Sidoarjo”
eprints.uinsby.ac.id/146,/(3 November 2014)
17Dzawi Makarimah,“Peranan Organisasi Nahdatul Ulama (NU) Dalam Pembentukan Masyarakat Berkepribadian Muslim di Desa Petarukan Kabupaten Pemalang”http://repository.stain- pekalongan.ac.id/1001/,( 3 November20 14)
membedakannya yaitu pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif yang bertujuan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu : 1). Bagaimana pelaksanaan pendidikan akhlak. 2). Pengaruh pelaksanaan pendidikan Aswaja terhadap peningkatan akhlak siswa MAS Hifal Pekalongan.
Berdasarkan hasil jawaban angket yang telah dibagikan kepada siswa MAS Hifal, diperoleh skor 0,438 yang terletak pada interval 0,41 – 0,70 hal ini menunjukkan bahwa antara variabel pelaksanaan pendidikan aswaja (x) dan variabel akhlak siswa MAS Hifal (y) termasuk dalam kategori hubungan / korelasi yang cukup kuat; atau dengan kata lain ada pengaruh yang positip antara pelaksanaan pendidikan aswaja dengan peningkatan akhlak siswa MAS Hifal.18
5. Achmad Muhibbin Zuhri,buku hasil gubahan disertasi yang judul asalnya
“Pandangan KH.M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl al- Sunnah wa al- Jama’ah”,(2010) Pemikiran KH.M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl al- Sunnah wa al-Jama’ah”.
Persamaan penelitian ini adalah pada pembahasan tentang doktrin ahl al - sunnah wa al - jama’ah NU, namun banyak hal yang membedakannya, diantaranya : a). Studi ini merupakan penajaman terhadap ekspresi Sunnisme dalam kalangan Islam tradisionalis di Indonesia yang pada studi sebelumnya dengan tema “Perkembangan Pemahaman tentang Ahl al- Sunnah wa al- Jama’ah di NU”. b). Studi ini
18Muhammad Baihaqi, ““Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Aswaja Terhadap Peningkatan Akhlak Siswa di Mas Hifal Pekalongan”,http://repository.stain-pekalongan.ac.id/view/year/2010.html,( 3 November 2014)
memfokuskan perhatiannya terhadap permasalahan berikut : 1).
Bagaimana respons Kyai Hasyim terhadap dinamika keagamaan pada awal abad ke- 20? .2). Bagaimana korelasi pandangan Kyai Hasyim dengan tradisi dan pemikiran keagamaan para ulama abad pertengahan?.
3). Sejauhmana pemikiran Kyai Hasyim menampilkan orisinalitas gagasan, kecenderungan- kecenderungan atau keunikan- keunikan tertentu mengenai diskursus Ahl al- Sunnah wa al- Jama’ah?. c). Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan model historis faktual yaitu meneliti substansi teks berupa pemikiran maupun gagasan tokoh sebagai karya filsafat atau memiliki muatan kefilsafatan.19
6. Siti Nurul Hidayah, Skripsi (2012) berjudul “Internalisasi Nilai- Nilai Islam dalam pembinaan sikap dan perilaku keagamaan siswa di MTs Negeri WatesKulon Progo”.
Persamaan penelitian ini adalah dari aspek pembahasan mengenai proses internalisasi nilai, namun beberapa hal yang nampak berbeda diantaranya : a). Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan psikologi dengan mengambil lokasi di MTs Negeri Wates Kulon Progo. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. b). Pemerikasaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. c). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana proses serta hasil internalisasi nilai- nilai Islam
19Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl al- Sunnah Wa al- Jama’ah,(Surabaya : Khalista, 2010), xiii.
dalam pembinaan sikap dan perilaku keagamaan siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai- nilai Islam dalam pembinaan sikap dan perilaku keagamaan siswa sudah cukup baik yakni sesuai dengan perencanaan yang disiapkan sekolah, ada beberapa siswa yang sebelumnya dianggap akhlaknya kurang baik, setelah dilakukan pembinaan melalui metode pembiasaan, mengalami perubahan perilaku yang positif. Perilaku positif tersebut meliputi tiga aspek, yakni kecerdasan, spiritual, dan sosial budaya.20
7. Dr. Hj. Hodaifah, M.Pd. I, Urgensi Moderatisme dalam Pendidikan Islam, buku yang dimodifikasi dari disertasi.
Penelitian ini memiliki kesamaan pembahasan mengenai nilai- nilai ahl al - sunnah wa al - jama’ah NU yang meliputi : tawassuth, i’tidal, tasammuh, dan tawazun. Namun, nampak sekali perbedaan diantaranya : a). Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang memetakan suatu kasus berdasarkan keadaan sesungguhnya secara deskriptif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : pertama,konstruksi kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme di PP. Nurul Islam Jember, secara operasional diwujudkan dalam tiga fungsi:
sebagai metode berpikir, sebagai cara berinteraksi; dan sebagai cara bersikap. Ketiga fungsi ini menjadi dasar seluruh proses pendidikan Islam dengan model pembelajaran integratif yang melibatkan semua elemen
20Siti nurul hidayah ““Internalisasi Nilai- Nilai Islam dalam pembinaan sikap dan perilaku keagamaan siswa di MTs Negeri Wates Kulon Progo” http://digilib.uin- suka.ac.id/7570/1/BAB%2520I,%2520IV,%2520DAFTAR%2520PUSTAKA.pdf ,( 3 November 2014)
pesantren. Dasar konstruksinya dirumuskan dari ajaran Aswaja NU dan pendidikan kesadaran gender. Kedua, penerapan kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme di PP. Nurul Islam Jember diaktualisasikan dalam tujuh bentuk kegiatan inti : a). Pengajian kitab kuning; b). Seminar;
c). diskusi; d). tanya jawab; e). baht al-masa’il; f). Pelatihan; dan g). kerja sama dengan berbagai macam aliran, paham, dan agama, yang berorientasi pada sikap moderat. Ketiga, implikasi penerapan kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme di PP. Nurul Islam Jember ialah rangsangan terhadap a). Al- janib al- ‘aqli (kognitif) melalui pengajian kitab dan seminar, b). Al- janib al-jismiy (psikomotorik) melalui diskusi, pelatihan, tanya- jawab, dan Bahth al- masa’il; dan c). Al- janib al- ruhy (afektif) melalui kerja sama dan komunikasi dengan aliran dan agama lainnya.
Implikasi konkretnya terlihat pada sikap toleran, seimbang, adil, persamaan hak asasi, dan cinta tanah air yang tercermin dalam keseharian seluruh elemen pesantren. Keempat, problematika penerapan kurikulum pendidikan Islam berbasis moderatisme di PP. Nurul Islam Jember meliputi tiga hal : faktor pendukung, penerapan, kendala, dan solusi.21
21Hodaifah, Urgensi Moderatisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya :Pustaka Radja, 2014),197.
B. Kajian Teori
1. Internalisasi Doktrin Ahl al - sunnah Wa al -Jama’ah(Aswaja) a. Pengertian Aswaja
Untuk memahami konsep ahl al - sunnah wa al -jama’ah(Aswaja) secara utuh, Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur menjelaskan pengertian Aswaja sebagai berikut :
1) Pengertian Secara Bahasa.22
“Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal- Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu :
a) ‘Ahl, berarti keluarga, golongan atau pengikut’”.23
Senada dengan Al – Qamus al – Mukhul oleh al- Fairuzabadi yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri “kataAhl, dapat berarti pemeluk aliran”24. Begitu juga menurut Ibrahim Anis dalam Al- Mu’jam al- Wasityang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri juga menambahkan “atau pengikut madzhab”.25 Dalam mengartikan kata Ahl, menurut Ahmad Amin dalam Zuhr al- Islam yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri
“kata Ahl berfungsi sebagai badal nisbah, karena dikaitkan dengan
22Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Risalah Ahlussunnah Wal- Jama’ah: Dari Pembiasaan menuju Pemahaman dan Pembelaan Akidah–Amaliah NU, (Surabaya : Khalista, 2012), 1.
23Ibid., 1.
24Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al- Sunnah Wa Al- Jama’ah,(Surabaya : Khalista, 2010), 32.
25Ibid., 32.
kata al- sunnah yang berarti orang – orang yang berpaham Sunni (al- Sunniyyun)”.26
b) Al- Sunnah,menurut KH Hasyim Asy’ari dalamRisalah Ahlussunnah wa al- Jama’ah yang dikutip Tim Aswaja Center secara bahasa bermakna “al- thariqah wa law ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun tidak diridhai)”.27 Senada dengan itu, Ahmad Amin dalam Zuhr al - Islam yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri menambahkan
“kata al-Sunnnah disamping memiliki arti al- Hadith (ucapan, cerita), ia juga bersinonim dengan kata al- Sirah (sejarah) dan al- Thariqah (jalan, cara, metode), al- Tabi’ah ( kebiasaan), dan al- shari’ah (shariat)”.28Dari uraian tersebut Achmad Muhibbin Zuhri mengartikan
“ dari situ, makaal- Sunnah kemudian bisa diartikan sebagai jalan nabi dan para sahabat (generasi salaf al-Salih)”.29
c) Al-Jama’ah, berasal dari kata jama’a artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Kata “jama’ah” juga berasal dari kata ijtima’(perkumpulan), yang merupakan lawan kata dari tafarruq (perceraian) dan juga lawan kata dari furqah (perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Selain itu, jama’ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam
26Ibid.,32
27Tim Aswaja Center, Risalah Ahlussunnah ,1-2.
28Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH.M Hasyim Asy’ari, 32
29Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH.M Hasyim Asy’ari, 32.
suatu masalah.30 KH.Munawir Abdul Fattah dalam tradisi orang – orang NU menyebutkan “ ‘jama’ah’ artinya mayoritas”.31 Senada dengan itu, menurut Ibrahim Anis dalam al- Mu’jam al- Wasit yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri “kataal-Jama’ahberarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan”.32 Selanjutnya, al- Isfirayini dalam Al- Tabsir fi al- Din wa Tamyiz al- firqah al- Najiyyah ‘an al- Firaq al- Halikin yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri mengartikan lebih lanjut “kata ini biasanya diidentikkan dengan penerimaan terhadap Ijma’ al- Sahabah (konsensus sahabat nabi) yang diakui sebagai salah satu sumber hukum, sehingga bila kata ini dikaitkan dengan madzhab – madzhab dalam Islam, maka ia mengacu kepada arti kelompok Sunni. Hal itu karena penggunaan kata al- Jama’ah belum dikenal di kalangan orang – orang Khawarij ataupun Rafidah (Shi’ah). Akan halnya untuk kalangan Mu’tazilah, karena mereka tidak menerima Ijma’(konsensus) sebagai suatu sumber hukum”.33
Syaikh Abdul Qadir al- Jilani yang dikutip KH Muhyiddin Abdusshomad menambahkan :
yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaur Rasyidin ( Khalifah Abu Bakr r.a, Umar bin al- Khattab r.a, Usman bin Affan r.a, dan Ali bin Abi Thalib r.a) . Kata al-Jama’ahini diambil dari sabda Rasulullah SAW”.34
30Tim Aswaja PWNU Jatim , Risalah Ahlussunnah, 2.
31Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang–Orang NU, (Yogyakarta:Pustaka Pesantren, 2008), 7.
32Achmad Muhibbin Zuhri,Pemikiran KH.M. Hasyim Asy’ari,32
33Ibid.,,32.
34Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU , 4–5.
َﺔَﻋﺎَﻤَْﳉْا ِمَﺰْﻠَـﻴْﻠَـﻓ ِﺔﱠﻨَْﳉا َﺔَﺣْﻮُـﺒُْﲝ َداَرَا ْﻦَﻣ
“Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga,maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah (kelompok yang menjaga kebersamaan)”. (HR. Al-Tirmidzi (2091), dan al-Hakim (1/77- 78) yang menilainya shahih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi).35
2) Pengertian Secara Istilah
Tim Aswaja NU Center menjelaskan :
“Menurut Istilah, ‘Sunnah’ adalah suatu nama untuk cara yang diridhai dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasulullah Saw atau selainnya dari kaalangan orang yang mengerti tentang Islam , seperti para Sahabat Rasulullah Saw”. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah :
يِﺪْﻌَـﺑ ْﻦِﻣ َﻦْﻳِﺪِﺷاﱠﺮﻟا ِءﺎَﻔَﻠُْﳋا ِﺔﱠﻨُﺳَو ِﱵﱠﻨُﺴِﺑ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ
“Ikutilah sunnahku dan sunnah para khulafa Rasyidin setelahku”.36 KH Muhyiddin Abdusshomad yang mengutip Fath al- Bari menambahkan
“maksudnya, semua yang datang dari Nabi SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi SAW”.37
Menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (471- 561 H/ 1077- 1166M yang dikutip KH Muhyiddin Abdusshomad :
َر ُﻪﱠﻨَﺳ ﺎَﻣ ُﺔﱠﻨﱡﺴﻟﺎَﻓ ُﺔَﻋﺎَﻤَْﳉاَو م .ص ﷲ ُلْﻮُﺳ
ﱠـﺗا ﺎَﻣ ِلْﻮُﺳَر ُبﺎَﺤْﺻَأ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻖَﻔ ِﷲ
ِﰲ م.ص َـﺑْرَْﻷا ِﺔﱠﻤِﺋَْﻷا ِﺔَﻓَﻼِﺧ
ِﺔَﻌ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ِﷲ ُﺔَْﲪَر َْﲔِّﻳِﺪْﻬَﻤْﻟا َﻦْﻳِﺪِﺷاﱠﺮْﻟا ِءﺎَﻔَﻠُْﳋا
.َْﲔِﻌَْﲨَأ
“Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan al-Jama’ah
35Ibid., 5.
36Tim Aswaja NU Center Jawa Timur, Risalah Ahlussunnah, 2.
37Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU,4.
adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi SAW pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah (mudah- mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua)”.38
KH Munawwir Abdul Fattah menambahkan “ maksudnya, golongan orang – orang yang ibadah dan tingkah lakunya selalu berdasarkan pada Al- Qur’an dan hadits, sementara pengambilan hukum Islamnya mengikuti mayoritas ahli fiqh (sebagian besar ulama ahli hukum Islam)”.39
Selanjutnya, menurut Abdul Mun’im al- Hafni dalam Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Madzhab, Partai, dan Gerakan Islam seluruh dunia yang dikutip Tim Aswaja center PWNU Jatim menyebutkan pengertianjama’ahsecara istilah sebagai berikut :
kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang – orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Mereka berkumpul berdasarkan al- Qur’an dan Sunnah, dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Saw baik secara lahir maupun batin.40 Menurut Sirajuddin Abbas dalamI’tikad Ahlussunnah walJama’ah yang dikutip Munawwir Abdul Fattah :
Kenapa warga NU mendasarkan amalan agamanya pada pada IslamAhlussunnah Wal Jama’ah? ini karena berdasar pada hadits, yang pertama :
ﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲ ُلْﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َو" : َﻢ
ﱠﻟا ِﺬ ﻰَﻠَﻋ ِْﱴﱠﻣُأ ُقَِﱰْﻔَـﺘَﻟ ِﻩِﺪَﻴِﺑ ٍﺪﱠﻤَُﳏ ُﺲْﻔَـﻧ ْى
ﺎَﻳ ْﻢُﻬْـﻨَﻣ َﻞْﻴِﻗ" . ِرﺎﱠﻨﻟا ِﰱ َنْﻮُﻌْـﺒَﺳَو ِنﺎَﺘْﻨِﺛَو ِﺔﱠﻨَْﳉا ِﰱ ٌةَﺪِﺣاَﻮَـﻓ ًﺔَﻗْﺮِﻓ َْﲔِﻌْﺒَﺳَو ٍثَﻼَﺛ َو ِﺔﱠﻨﱡﺴﻟا ُﻞْﻫَأ" : َلﺎَﻗ ؟ ِﷲ َلْﻮُﺳَر ا
ﻩاور . "ِﺔَﻋﺎَﻤَْﳉ ﱏاﱪﻄﻟا
38Ibid.,5.
39Munawir Abdul Fattah, Tradisi , 7.
40Tim Aswaja Center PWNU Jatim, Risalah Ahlussunnah, 3–4.
Rasulullah Saw bersabda: demi dzat, yang jiwaku ada dalam genggaman – Nya, umatku akan pecah menjadi 73 golongan; satu masuk surga dan yang 72 masuk neraka. Seorang sahabat bertanya:
Siapa itu ya Rasul? Jawab Nabi : Ia adalah golongan Ahlussunnah wal Jama’ah(HR. Thabrani).41
Selanjutnya M Abdul Karim dalam Al- Milal wa an- Nihal yang dikutip Munawwir Abdul Fattah, dalil yang kedua, berdasar pada hadits Nabi :
َْﲔِﻌْﺒَﺳَو ٍث َﻼَﺛ ﻰَﻠَﻋ ِﱴﱠﻣُأ ُقَِﱰْﻔَـﺘَﺳ :ﺎًﻀْﻳَأ َلﺎَﻗَو ﱠﻨﻟا ًﺔَﻗْﺮِﻓ
ُﺔَﻴ ِﺟﺎ َنْﻮُـﻗﺎَﺒْﻟاَو ٌةَﺪِﺣاَوﺎَﻬْـﻨِﻣ
َو ِﺔﱠﻨﱡﺴﻟا ُﻞْﻫَأ" : َلﺎَﻗ ؟ ُﺔَﻴ ِﺟﺎﱠﻨﻟا ْﻦَﻣَو :َﻞْﻴِﻗ " ﻰَﻜْﻠَﻫ ا
ُﺔﱠﻨﱡﺴﻟا ﺎَﻣَو : َﻞْﻴِﻗَو . "ِﺔَﻋﺎَﻤَْﳉ
َوا ." ِﰉﺎَﺤْﺻَأَو َمْﻮَـﻴْﻟا ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﺎﻧَأ ﺎَﻣ : َلﺎَﻗ ؟ ُﺔَﻋﺎَﻤَْﳉ
Rasulullah Saw bersabda : Umatku akan pecah menjadi 73 golongan. Satu selamat (masuk surga) dan lainnya rusak (masuk neraka). Sahabat bertanya : Siapakah yang selamat itu Ya Rasul ? jawab Nabi : Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah. Seorang sahabat lain bertanya: Siapa golongan Ahlussunnah wal Jamaah itu? Jawab Nabi : yang sekarang bersamaku dan sahabat–sahabatku.42
b. Ahl al - Sunnah Wa al -Jama’ahAn Nahdliyyah ( Aswaja NU)
NU secara resmi berideologi ahl al - sunnah wa al - jama’ah yang dengan demikian maka berdirinya NU berarti merupakan pelembagaan dari ahl al - sunnah wa al - jama’ah di Nusantara sebagaimana diuraikan oleh tim Aswaja NU center PWNU Jawa Timur sebagai berikut :
Secara organisatoris, Ahlussunnah Wal Jama’ah mengalami pelembagaan di tengah- tengah Muslim Nusantara sejak kehadiran KH M.Hasyim Asy’ari dan generasi muslim pada zamannya.
Bersama kolega- koleganya, KH M. Hasyim Asy’ari berhasil memelopori berdirinya organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) yang secara legal berbasis padaAhlussunnah Wal Jama’ah.43
41Munawir Abdul Fattah, Tradisi , 8.
42Ibid., 9.
43Tim Aswaja NU Center PWNU Jatim, Risalah Ahlussunnah, 161.
Lebih lanjut, dalam Anggaran Dasar NU secara Implisit yang dimaksud Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah keteguhan memegang salah satu madzhab yaitu dengan cara memeriksa kitab- kitab sebelumnya yang dipakai untuk mengajar, agar diketahui bercorakAhlussunnah Wal Jama’ah atau ahli bid’ah, namun secara eksplisit NU membentengi artikulasi fiqh empat madzhab di tanah air Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Achmad Muhibbin Zuhri sebagai berikut :
Dalam Anggaran Dasar hasil Muktamarnya yang ketiga pada tahun 1928 M, secara tegas dinyatakan bahwa kehadiran NU bertujuan membentengi artikulasi fiqh empat madzhab di tanah air.
sebagaimana tercantum pada pasal 2 Qanun Asasi li Jam’iyat Nahdat al-Ulama’(Anggaran Dasar NU), yaitu :
a. Memegang teguh pada salah satu dari madhhab empat (yaitu madhhabnya Imam Muhammad bin Idris al-Shafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah an-Nu’man, dan Imam Ahmad bin Hanbal);
b. Menyelenggarakan apa saja yang menjadikan kemashlahatan agama Islam.44
Semangat untuk melestarikan ajaran Ahlussunnah wal jama’ah melalui sistem bermadzhab sebagaimana disebutkan diatas belumlah sempurna,karena memerlukan argumentasi yang menguatkan tentang mengapa dan bagaimana entitas Ahlussunnah wal jama’ah dalam pandangan KH M. Hasyim Asy’ari, dalam hal ini tim Aswaja NU center menjelaskan hubungan antara doktrin dalam anggaran dasar NU dengan pemikiran KH M. Hasyim Asy’ari berikut ini :
Doktrin dalam Anggaran Dasar NU tersebut, tidak lepas dari pemikiran pendirinya, yaitu KH M. Hasyim Asy’ari. Baginya, menganut paham Ahlussunnah wa al- Jama’ah, sebuah pola pikir
44Acnmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KHM. Hasyim Asy’ari, 109- 110.
yang mengambil jalan tengah antara ekstrem rasionalis (yaitu Mu’tazilah) dengan kaum ekstrem literalis/ atsariyah (Salafi/
Wahabi). Oleh karena itu, sumber pemikiran bagi KH M. Hasyim Asy’ari tidak hanya al- Qur’an dan Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.
Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan al- Asy’ari dan Abu Mansur al- Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih lebih cenderung mengikuti madzhab Imam Syafi’i, dan mengakui tiga madzhab yang lain,yaitu madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang empat. Sementara dalam bidang spiritual/ tasawwuf, mengembangkan metode al- Ghazali dan Junaid Al- Baghdadi, yang menginyegrasikan antara tasawuf dengan syari’at.45
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa yang dimaksud rumusan Aswaja NU adalah rumusan yang berafiliasi pada pemikiran KH M.Hasyim Asy’ari, berbeda dengan definisi Aswaja secara umum yang telah dijelaskan di depan yang bersifat longgar dimana setiap golongan Islam bisa mengaku termasuk golongan yang selamat, namun secara spesifik, KH M Hasyim Asy’ari merumuskan golongan- golongan yang termasuk Ahlussunnah Wal jama’ah sebagaimana diuraikan oleh tim Aswaja center PWNU Jatim berikut ini :
َلﺎَﻗ ِﺷ ُبﺎَﻬ ْﻦْﻳِّﺪْﻟا ُﷲ ُﻪَِﲪَر ﱡﻲ ِﺟﺎَﻔَْﳋا ِضَﺎﻳِّﺮﻟا ِﻢْﻴِﺴَﻧ ْ ِﰲ َﱃﺎَﻌَـﺗ
ْﻢُﻫ ُﺔَﻴ ِﺟ َﺎّﻨﻟا ُﺔَﻗْﺮِﻔْﻟاَو :
َو ِﺔﱠﻨﱡﺴﻟا ُﻞْﻫَأ ا
,ِءﺎَﻤَﻠُﻌْﻟا ُﺔﱠﻤِﺋَأَو ِﺔﱠﻨﱡﺴﻟا ُﻞْﻫَأ ُﻪُﺘَﻋﺎََﲨَو ﱡيِﺮَﻌْﺷَْﻷا ِﻦَﺴَْﳊاﻮُﺑَأ ْﻢُﻫ . ِﺔَﻋﺎَﻤَْﳉ
َﱃﺎَﻌَـﺗ َﷲ ﱠنَِﻷ َو ,ِﻪِﻘْﻠَﺧ ﻰَﻠَﻋ ًﺔﱠﺠُﺣ ْﻢُﻬَﻠَﻌَﺟ
ِإ .ْﻢِﻬِﻨْﻳِد ْ ِﰲ ُﺔﱠﻣﺎَﻌْﻟا ُعَﺰْﻔَـﺗ ْﻢِﻬْﻴَﻟ )
ةﺮﻀﺣ
ﺔﻋﺎﻤﳉاو ﺔﻨﺴﻟا ﻞﻫأ ﺔﻟﺎﺳر, يﺮﻌﺷأ ﻢﺷﺎﻫ ﺪﻤﳏ ﺦﻴﺸﻟا (
“Syihabuddin al- Khafaji rahimahullah berkata dalam kitab Nasim al- Riyadh : Golongan yang selamat adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Mereka adalah Abu al- Hasan al- Asy’ari dan jama’ahnya, golongan Ahlussunnah dan panutan para ulama, karena Allah SWT telah
45Tim Aswaja NU Center, Risalah Ahlussunnah, 161- 162.
menjadikan mereka sebagai hujjah bagi makhluk-Nya, dan mereka menjadi rujukan orang- orang awam dalam urusan agamamereka”.46
Dari pemikiran KH M. Hasyim Asy’ari diatas secara eksplisit mendeskripsikan golongan yang termasuk Aswaja yaitu Abu Hasan al- Asy’ari dan jama’ahnya. Hal tersebut karena Menurut Said Aqil Siradj yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri “Ash’ariyah bertipikal Salafiyyun dengan karakter- karakter : lebih berpegang teguh pada yang ma’thur daripada al- ma’qul, mendahulukan riwayah daripada dirayahdan mengutamakan dalil nass (al- naql) daripada nalar (al- aql)”.47
Lebih Spesifik, KH Hasyim Asy’ari yang dikutip tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur menjelaskan pengertian ahlussunnah wal jama’ahsebagai berikut :
َﻓ ِﻪْﻘِﻔْﻟاَو ِﺚْﻳِﺪَْﳊاَو ِْﲑِﺴْﻔﱠـﺘﻟا ُﻞْﻫَأ ْﻢُﻬَـﻓ ِﺔﱠﻨﱡﺴﻟا ُﻞْﻫَأ ﺎﱠﻣَأ ِﺈ
ُﻬﱠـﻧ ُﻢ َنْوُﺪَﺘْﻬُﻤْﻟا ِّﺴَﻤَﺘُﻤْﻟا
َنْﻮُﻜ
ا ِﺔﱠﻨُﺴِﺑ ﻟ ْﺪَﻗَو اْﻮُﻟَﺎﻗ ُﺔَﻴ ِﺟَﺎّﻨﻟا ُﺔَﻔِﺋﺎﱠﻄْﻟا ْﻢُﻫَو َﻦْﻳِﺪِﺷ اﱠﺮﻟا ُﻩَﺪْﻌَـﺑ ِءَﺎﻔَﻠُْﳋاو م.ص ِْﱯﱠﻨ
ِإ َا ْﺖَﻌَﻤَﺘْﺟ َﺐِﻫاَﺬَﻣ ِﰲ َمْﻮَـﻴْﻟ
َأ ٍﺔَﻌَـﺑْر َأ َو َنْﻮﱡـﻴِﻜِﻟﺎَﻤْﻟاَو َنْﻮﱡـﻴِﻌِﻓﺎﱠﺸﻟاَو َنْﻮﱡـﻴِﻔَﻨَْﳊ ا
َنْﻮﱡـﻴِﻠَﺒْﻨَْﳊ
ًﺎﺟِرﺎَﺧ َنﺎَﻛ ْﻦَﻣَو َـﺑْر ْﻷا ِﻩِﺬَﻫ ْﻦَﻋ
ِْﰲ ِﺔَﻌ .ِﺔَﻋِﺪَﺘْﺒُﻤْﻟا َﻦِﻣ َﻮُﻬَـﻓ ِنَﺎﻣﱠﺰﻟا اَﺬَﻫ
“Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya.
Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.maka siapa saja yang keluar atau di luar empat madzhab itu adalah ahlul bid’ah di masa ini”.48
46Ibid.,162.
47Achmad muhibbin Zuhri,Pemikiran KHM .Hasyim Asy’ari, 156.
48Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Risalah Ahlussunnah, 166.
Berdasarkan definisi diatas KH M. Hasyim Asy’ari lebih memperluas cakupan dan batasan golongan Aswaja yaitu dengan menyebutkan bahwa golongan yang selamat (tha’ifah najiyah) saat ini terhimpun dalam madzhab yang empat diantaranya : Hanafi, Maliki,Syafi’i dan Hanbali. Berbeda dengan rumusan Aswaja sebelumnya yang hanya menyebutkan Abu Hasan al- Asy’ari saja sebagai representasi Aswaja.
Selanjutnya, dasar- dasar pemikiran KH M.Hasyim Asy’ari tersebut yang menjadi ideologi NU tentu memerlukan konstruksi pemikiran untuk menjaga nilai- nilai historis dan meneguhkan NU pada garis- garis perjuangannya, maka NU secara resmi membuat Fikrah Nahdliyah (metode berpikir ke - NU - an) sebagaimana diuraikan tim Aswaja NU Center berikut ini :
Berdasarkan dasar- dasar pemikiran KH M. Hasyim Asy’ari tersebut, maka untuk menjaga nilai- nilai historis dan meneguhkan Nahdlatul Ulama pada garis- garis perjuangannya (khitthah),maka NU secara resmi membuat fikrah nahdliyah (metode berpikir ke – NU- an). Metode dasar yang ditujukan untuk menjaga konsistensi warga Nahdliyin tetap berada pada koridor yang telah ditetapkan diputuskan dalam Musyawarah Nasional Ulama Nomor : 02/ Munas/
VII/ 2006 di Surabaya tentangBahtsul Masa’il Maudlu’iyyah Fikrah Nahdliyyah.49
Metode berpikir ke- NU-an yang dimaksud sebagaimana diatas terdeskripsikan dalam butir ketiga Musyawarah Nasional Ulama Nomor : 02/ Munas/ VII/ 2006 di Surabaya tentang Bahtsul Masa’il Maudlu’iyyah Fikrah Nahdliyyah sebagai berikut :
49Tim Aswaja NU Center, Risalah ,167.
Dalam merespon persoalan, baik yang berkenaan dengan persoalan keagamaan maupun kemasyarakatan, Nahdlatul Ulama memiliki manhaj Ahlissunnah wal jama’ah sebagai berikut :
1. Dalam bidang Aqidah/ teologi, Nahdlatul Ulama mengikuti Manhaj dan pemikiran Abu Hasan Al- Asy’ari dan Abu Mansur Al- Maturidi.
2. Dalam bidang Fiqih/ Hukum Islam, Nahdlatul Ulama bermadzhab secara qauli dan manhaji kepada salah satu al- Madzahib al-
‘Arba’ah(Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali)
3. Dalam bidang Tasawuf, Nahdlatul Ulama mengikuti Imam al Junaid al Baghdadi (w. 297 H.) dan Abu Hamid al Ghazali (450- 505 H./ 1058- 1111 M.).50
Aqidah, fiqih dan tasawuf sebagaimana disebutkan diatas merupakan tiga dimensi yang menjadi pilar ahl al- sunnah wa al- jama’ah yang diuraikan oleh KH M Hasyim Asy’ari melalui indikator identitas keagamaan masyarakat muslim Jawa yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri sebagai berikut :
Masyarakat Muslim di pulau Jawa sejak dulu memiliki pandangan dan madzhab yang sama, memiliki satu referensi yang dan kecenderungan yang sama. Semua masyarakat Jawa ketika itu menganut madzhab Imam Muhammad bin Idris al- Syafi’i dalam bidang Fiqh dan di dalam masalah Usul al- Din mengikuti madzhab Imam Abu Hasan al- Asy’ari dan di bidang Tasawuf mengikuti madzhab Imam al- Ghazali dan Imam Abi al- Hasan al- Shadili.
Semoga Allah meridai mereka semua. Kemudian pada tahun 1330 H, muncullah golongan yang bermacam–macam.51
Rumusan Aswaja dalam NU mengalami proses yang panjang sebagaimana menurut Abdurrahman Wahid yang dikutip Said Aqil Siradj berikut :
Sebenarnya Ta’rif Aswaja dalam NU tidak dirumuskan sekali jadi dalam satu waktu. Namun perumusan itu, mengalami proses panjang sehingga menjadi definisi yang dibakukan oleh ulama NU seperti sekarang ini, yakni Al-I’tiqadi ila al- Ushuhs al- Tsalatsah
50Ibid.,169.
51Achmad Muhibbin Zuhri,Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari, 248- 249.
( bertauhid mengikuti Imam Al-Asy’ari dan al- Mathuridi, berfiqh mengikuti salah satu madzhab empat, Abu Hanifah al- Nu’man, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris as-Syafi’i, serta Ahmad bin Hanbal, dan berakhlak sesuai dengan perumusan Abu Hamid al- Ghazali dan al- Junaid al- Baghdadi).52
Selanjutnya, mengenai eksistensi rumusan Aswaja NU yang tersusun secara lengkap sebagaimana tertulis diajak diatas sebenarnya baru muncul pada sahabat KH. Hasyim Asy’arisebagaimana menurut Lukman Hakim :
Rumusan Aswaja NU secara lengkap sebagaimana ditulis diatas tersebut, baru muncul pada ashab – nya (sahabat) Hasyim Asy’ari, yakni Bishri Musthafa dalam bukunya Risalat Ijtihad dan Taqlid.
Disamping itujuga dirumuskan oleh KH. Abul Fadhol dalam bukunya Al- Kawakib al- Lumma’ah fi Tahqiq al- Musamma bi Ahlissunnah wal Jama’ah.53
Berdasarkan kutipan diatas, rumusan Aswaja NU baru tersusun secara lengkap oleh Bishri Musthafa dan KH. Abul Fadhol, adapun pandangan Kyai Bishri Musthofa tentang ahl al -sunnah wal jama’ah yang dikutip Achmad Muhibbin Zuhri adalah sebagai berikut :
a. Dalam bidang fiqh, menga