BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
C. Pembahasan Temuan
Mengacu pada hasil interview dan dokumentasi serta analisis data yang dilakukan dan mengacu pula pada rumusan masalah, maka disini penulis akan membahas temuan-temuan dari peneitian ini:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya praktek poligami dengan lima istri di Dusun Kalang Mangga Desa Jate oleh H. Asfandi.
a. Hasrat
Islam membolehkan poligami dengan jumlah wanita yang terbats dan tidak menghruskan umatnya melaksanakan monogami mutlak dengan pengertian seorang laki-laki hanya boleh beristri seorang wanita dalam keadaan dan situasi apa pun dan tidak pandang bulu apakah laki-laki itu kaya atau miskin, hiposeks atau hiperseks, adil atau tidak adil secara lahiriyah. Islam pada dasarnya, menganut sistem monogomi dengan memberikan kelonggaran dibolehkannya poligami terbatas. Pada prinsipnya, seorang laki-laki hanya memiliki seorang istri. Tetapi, Islam tidak menutup diri adanya kecenderungan laki-laki beristri banyak sebagaimana yang sudah berjalan dahulu kala. Islam tidak menutup rapat
105 Abdul Azhim bin Badawi Al-Khalafi dkk, Ensiklopedia Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-
sunnah Ash-Shahihah, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 1991), 567.
kemungkinan adanya laki-laki tertentu berpoligami, tetapi tidak semua laki-laki harus berbuat demikian karena tidak semuanya mempunyai kemampuan untuk berpoligami. Poligami dalam Islam dibatasi dengan syarat-syarat tertentu, baik jmlah maksimal maupun persyaratan lain seperti :
1) Jumlah istri yang boleh dipoligami paling banyak empat orang wanita.
Seandainya salah satu di anataranya ada yang meninggal atau diceraikan, suami dapat menacari ganti yang lain asalkan jumlahnya tidak melebihi empat orang pada waktu yang bersamaan (QS 4:3) 2) Laki-laki itu dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya,
yang menyangkut masalah-masalah lahiriyah seperti pembagian waktu jika pemberian nafkah, dan hal-hal yang menyangkut kepentingan lahir. Sedangakan masalah batin, tentu saja, selamanya manusia tidak mungkin dapat berbuat adil secara hakiki.106
Terkait pada praktek poligami yang terjadi di Desa Jate, H. Asfandi melakukan poligami dengan lima istri pada waktu yang bersamaan. Tentu ada pemahaman-pemahaman pengertian hasrat yang perlu dikaji ulang, secara sederhanahasrat adalah suatu keinginan atau kemauan tertentu yang dapat diulang-ulang. Berangkat dari pemahaman inilah, dapat kiranya digaris bawahi bahwa tidak selamnya keinginan hawa nafsu untuk menikah khususnya menjadikan sebuah keinginan yang terus menerus,
106 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,(Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2010), 357.
sehingga keinginan atau hasrat tersebut terkadang melampai batas yang teelah ditentukan jumlahnya secara syariat.
b. Mengikuti Sunnah Rasulullah
Berdasarkan catatan sejarah, Nabi Muhammad SAW selama hidupnya memang memiliki istri 12 orang. Berdasarkan itu, maka sebagian kaum orientalis yang anti Islam “menuding” Nabi Muhammad SAW itu hiperseks dan budak nafsu syahwat. Padahal kalau mau jujur, dibalik poligami tersebut ada rahasia yang agung.
Sebenarnya Nabi Muhammad SAW itu “penganut Monogomi”.
Buktinya, ketika poligami (beristri lebih darri satu) begitu mentradisi dan menjadi kebanggaan dikalangan masyarakat arab pada waktu itu, Nabi Muhammad hanya punya istri satu saja. Dialah Siti Khadijah, wanita yang telah memberikan enam anak (dua laki-laki dan empat wanita) selama 25 tahun membina rumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW. bahkan empat tahun sepeninggalan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW masih bertahan dengan status duda. Baru ketika usia beliau 55 tahun, keinginan atau hasrat untuk menikah lagi muncul. Hasrat ini dilatarbelakangi karena keadaan umat Islam yang amat sangan menyedihkan dan memprihatinkan terutama bagi kaum wanita dan anak-anak kecil, masa itu kaum kafir quraisy dan yahudi tengan meningkatkan permusuhan dan kebenciannya terhadap umat Islam.
Ditengah peperangan ini, tidak sedikit tentara Islam yang gugur sebagai syahid di medan pertempuran. Dampaknya jelas, banyak istri
sahabat Nabi yang menjanda dengan memikul beban berat karena harus menghidupi anak-anak mereka yang tiada berayah lagi. Kenyataan pahit itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk membuka pintu poligami.
Para sahabat Nabi yang dinilai “mampu” dimintanya untuk menikahi janda-janda korban perang sampai empat. Syaratnya, para shabat itu mampu berbuat adil, baik terhadap istri-istrinya, maupun anak-anak yatim yang dalam perawatannya. Kalau tidak mampu berbuqat adil, cukup beristri satu saja. Syarat yang dikemukakan Nabi ini diabadikan dalam Al- qur`an surat An-Nisa ayat : (3). Nabi sebagai penganjur poligami dalam keadaan darurat waktu itu, juga menikahi para janda sahabatnya, sehingga para janda itu selamat dari perlakuan semena-mena tentara musuh Islam.
Anak-anak para janda yang berstatus yatim itu pun, terpelihara dan terjaga dengan baik.
Dari sinilah peneliti mencoba mengkaji ulang problem atau temuan praktek poligami yang terjadi di Dusun Kalang Mangga Desa Jate bahwasanya ada bebarapa poin yang menjadi kajian dan analisa. yakni secera status, calon istri yang akan dinikahi oleh Abah H. Asfandi masih tergolong ada yang perawan dan meskipun ada pula yang sudah berstatus janda beranak ataupun belum punya anak. Kendatipun demikian, kondisi kehidupan para calon istrinya tidak seperti kondisi janda di wilayah Arab pada saat itu, artinya meskipun dia tidak nikahi oleh H. Asfandi, peneliti yakin akan ada pria lain yang akan melamar meskipun secara kekayaan harta tidak seperti H. Asfandi.
Pada intinya Nabi Muhammad SAW berpoligami karena pada saat itu masyarakat Arab khusunya kaum wanita menjadi tawanan majikannya utntuk dihadiahkan kepada pihak lain sebagai hadiah. Dengan kata lain hanya sebagai pemuas hawa nafsu belaka dan tidak punya kedudukan apa- apa.
c. Menyebarkan Agama Islam
Islam, sebagai agama kemanusiaan yang luhur yang luhur, mewajibkan kaum muslimin untuk melaksanakan pembangunan dan menyampaikannya kepada seluruh umat manusia. Mereka tidak akan sanggup memikul tugas risalah pembangunan ini, kecuali bila mereka mempunyai Negara yang kuat dalam segala bidang. Hal ini tidak terwujud apabila jumlah penduduknya hanya sedikit, karena untuk tiap bidang kegiatan hidup manusia diperlukan jumlah ahli yang cukup besar yang menganiaya. Bukankah pepatah mengatakan bahwa kebesaran terletak pada keluarga yang besar pula. Jalan untuk mendapatkan jumlah yang besar hanyalah dengan adanya perkawinan dalam usia subur atau alternatif lain dengan berpoligami.107
Dalam hal ini, konsep menyebarkan Agama Islam tidaklah menjadi kewajiban dengan memperbanyak keturunanan dengan cara berpoligami.
Dengan berdakwah baik itu dilakukan dengan bil hal atau bil lisan juga bagian dari aplikasi untuk menyebarkan Agama Islam, tentu mendatangi masjid ataupun didatangi secara personal karena demikian lah salah satu
107 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2010), 371.
cara yang dianjarkan oleh Nabi Muhammad SAW. memperbanyak keturunan pada dasarnya juga di anjurkan, selagi sang suami tergolong orang yang mampu untuk memberikan nafkah meskipun hanya dilakukan dengan satu orang istri, dengan tujuan anak yang akan lahir akan di didik dan di ajarkan dengan ilmu-ilmu Agama sesuai yang diperintah oleh Al- qur`an dan Hadits.
d. Seringnya Bermusyafir/bepergian
Mengutip kembali syarat-syarat poligami, salah satunya adalah sanggup melakukan hubungan seksual dan menjaga istri serta anak-anak mereka dengan baik. Allah Ta`ala berfirman yang artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarrnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dari terjemah ayat tersebut dengan jelas bahwasanya seorang suami khususnya selalu menjaga keluarga dari hal-hal yang melanggar Agama Islam, yagn ttitk tekannya berada pada Neraka, karena sesungguhnya azab Allah sangatlah pedih.
Islam adalah Agama yang universal dan sempurna, semangat syariat Islam didasarkan pada hikmah dan kemaslahatan-kemaslahatan hamba dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalamnya terdapat rukhsoh dan kelonggaran dalam melangkah,seperti halnya poligami.108
108Hani Al-Haj, Terkadang Satu Istri Tidak Cukup, (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 2003), 68.
Seorang suami yang sering bepergian dalam jangka waktu cukup lama, sementara ia tidak mungkin bisa mengajak istri serta anak-anaknya, dan juga tidak sanggup sendirian selama ia bepergian melewati hari-hari yang cukup lama dan rasa kesepian tersebut. Dalam kondisi seperti itu, ia harus menghadapi dua pilihan. Pertama, berselingkuh dengan wanita lain yang berarti melanggar aturan syariat. Selain itu, wanita tersebut tidak memiliki jaminan hak sama sekali. Demikian pula dengan anak-anak yang lahir dari hasil hubungan yang tidak halal tersebut. Mereka pun tidak memiliki jaminan hal seperti ibunya. Yang Kedua, menikah dengan wanita lain lalu tinggal bersamanya secara sah dalam pandangan Agama, akhlak dan masyarakat. Status anak-anak yang lahir pun menjadi anak sah yang diakui oleh masyarakat, sehingga mereka berhak tumbuh secara terhormat sebagaimana lazimnya anggota-anggota warga negara lainnya. Meskipun dalam hal ini tidak menjadi satu penyebab terjadinya poligami, karena seyogyanya dia (H. Asfandi) mampu menjaga dan mengatur waktu kapan harus bepergian dengan jarak dan waktu yang normatif jauh dan lama.
2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Poligami Dengan Lima Istri Di Dusun Kalang Mangga Desa Jate Kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep.
Islam membolehkan laki-laki tertentu melaksanakan poligami sebagai alternatif ataupun jalan keluar untuk mengatasi penyaluran kebutuhan seks laki-laki atau sebab-sebab lain yang mengganggu ketenangan batinnya agar tidak sampai jatuh ke lembah perzinaan maupun pelajaran yang
jelas-jelas diharamkan agama. Oleh sebab itu, tujuan poligami adalah untuk menghindari agar suami tidak terjerumus ke jurang maksiat yang dilarang Islam dengan mencari jalan yang halal, yaitu boleh beristri lagi (poligami) dengan syarat bisa berlaku adil.109
Ayat Al-qur`an tentang dibolehkannya poligami merupakan kelanjutan tentang memelihara anak yatim, yang kemudian disebutkan tentang kebolehan beristri lebih dari satu sampai empat, ayat tersebut dengan jelas menyebutkan jika seorang laki-laki merasa yakin akan berbuat adil. Adil yang dimaksudkan adalah perlakuan adil dalam meladeni istri, seperti pakaian, tempat, giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriyah, dan ayat tersebut membatasi diperbolehkannya poligami hanya empat orang saja, meskipun Islam memang memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.
Jika jumlah anggota keluarga akibat poligami menjadi banyak, berrarti semakin memberatkan laki-laki dan mengurangi kesungguhannya untuk membelanjai mereka, mengasuh dan mendidik mereka agar mereka menjadi anggota masyarakat yang baik, yang mampu memikul tanggung jawab. Selain itu, banyak laki-laki berpoligami hanya untuk meningkatkan harta, sehingga hikmah dari poligami tidak terwujud, justru kebalikannya tidak dapat dinikmati, bahkan lebih banyak menzalimi istri yang dimadu, merugikan anak-anaknya, menghalangi warisan mereka sehingga menyebabkan timbulnya api permusuhan antar saudara-saudari, kemudian
109 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2010), 358.
meluas kepada sesama keluarga yang akhirnya permusuhan ini menjadi hangat dan timbulnya saling menuntut antara pihak istri-istri. Pertengkaran kecil bisa menjadi besar bahkan tidak jarang sampai terjadi saling membunuh, demikianlah akibat poligami yang merugikan, yang dijadikan dasar untuk membatasinya. Dari sinilah kita bisa tahu jawabannya apa yang terjadi dilapangan setelah melakukan observasi di Dusun Kalang Mangga Desa Jate.
Jalan mengatasi negatifnya tidaklah dengan melarang apa yang dihalalkan oleh Allah Swt., melainkan dengan jalan memberikan pelajaran pendidikan dan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang ajaran Islam. Ketahuilah bahwa Allah menghalalkan manusia untuk makan dan minum selama tidak melampaui batas. Jika melampaui batas hingga menimbulkan penyakit dan gangguan-gangguan lain, maka yang menjadi masalah bukanlah makan dan minumnya, tetapi ukuran berlebih-lebihannya.
Dalam mengatasi persoalan seperti ini tentu tidak dengan melarang makan dan minum. Tetapi dengan memberikan pelajaran bagaimana tata cara makan dan minum yang seharusnya untuk menjauhkan akibat-akibat yang merugikan. Begitu pula dengan kondisi terjadinya praktek poligami lima istri di Dusun Kalang Mangga Desa Jate Kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Setelah dianalisa atau dikaji oleh penulis secara jelas dan rinci, maka dapat ditarik kesimpulan, sekaligus sebagai jawaban dari praktik poligami dengan 5 istri di Dusun Kalang Mangga Desa Jate Kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep Bahwa :
1. Praktik poligami dengan 5 istri di Dusun Kalang Mangga Desa Jate Kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep bahwa praktek poligami yang di lakukan oleh H. Asfandi di latar belakangi beberapa faktor yaitu senang atau non material (Cinta) dan Disamping itu juga perkawinan yang dilakukan beliau karna ubudiyah (ibadat) dan untuk menyebarkan agama islam. Yang bertujuan untuk membina dan membentuk terwujudnya hubungan ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia, akan tetapi poligami yang di lakukan oleh beliau masih kurang memenuhi syarat dan foktor di dalam berpoligami..
2. Bahwa praktek poligami dengan 5 istri yang di lakukan oleh H. Asfandi tidak melalui proses praktek yang baik secara hukum syar’i dan pernikahannya yang melebihi dari 4 istri menurut tinjauan hukum islam tetap melanggar batasan hukum yang telah di tetapkan oleh Rasulullah SAW. sebagaimana yang di terangkan di bab sebelumnya sehingga praktek poligami yang dilakukan oleh Abah adalah haram sebagaimana di perkuat oleh pendapat ulama’.
B. Saran-Saran
1. Saran untuk bagi Abah yang melakukan poligami hendaklah meluruskan niat terlebih dahulu, karna poligami yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Di lakukan atas dasar memelihara anak yatim dan menyelamatkan janda-janda yang di tinggal suaminya karna perang, dan sebisa mungkin untuk menceraikan istri-istri yang melebihi 4 istri
2. Bagi para tokoh agama dan perangkat desa yang ingin melakukan poligami hendaknya memahami dan mengerti apakah dirinya sudah yakin dan mampu menafkahi baik lahir batin dan berbuat adil bagi para istrinya karna hal tersebut menjadi syarat bagi suami yang hendak melakukan poligami, dan setidaknya memberikan masukan dan larangan kepada siapa saja yang melakukan pelanggaran dalam Hukum Islam.
3. Bagi para istri yang akan di poligami hendaknya bersikap sabar yaitu dengan memberikan pengertian kepada suami bahwa poligami bukanlah hal yang mudah dan jangan mudah mau di poligami dengan mengatakan rela tapi hatinya belum siap di poligami, karna ketidaksesuain antara hati dan perkataan serta ketidak ikhlasan lama-lama akan menjadi penyakit hati yang mana suatu saat memiliki suatu dampak yang buruk baik bagi ke hidupan pribadi atau keluarga.
4. Masyarakat memandang perkawinan poligami masih secara awam, dan dianggap sebagai hal yang tabu. Hal yang tidak bisa diterima dikalangan masyarakat umum lainnya. Maka dari itu masyarakat perlu memahami bagaimana perilaku poligami yang ada dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku
Al-Haj, Hani. 2003. Terkadang Satu Istri Tidak Cukup. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
Engineer, Asghar Ali. 2003. Pembebasan Perempuan. Yogyakarta: LkiS.
Faqih, Khozin Abu. 2006. Poligami, Solusi atau Masalah?. Jakarta: Mumtaz.
Fikri, Abu. 2007. Poligami yang tak Melukai Hati. Bandung: Mizania.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989. Kompilasi Hukum Islam, Surabaya : Arkola, t. t.
Hadikusuma, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Madas Maju.
Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Jones, Jamilah dan Philip, Abu Aminah Bilal. 1996. Monogami, Poligami dalam Islam, Jakarta: Srigunting.
Khallaf, Abdul Wahhab. 1994. Ilmu Ushul Fiqh, alih bahasa Moh. Zuhri, cet. ke- 1. Semarang: Dina Utama.
Koentjoraningrat. 1982. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Mugniyyah, Muhammad Jawwad. 2000. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta:
LenteraBasritama.
Muhajir, 2004. Metodologi penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Saraen.
Mukhtar, Kamal. 1974. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, cet. ke-1, Jakarta: Bulan Bintang.
Mulia, Musdah. 1999 Pandangan Islam tentang Poligami. Jakarta: LKAJ.
Mulia, Siti Musdah dan Farida, Anik. 2007. Poligami Budaya Bisu yang merendahkan Martabat Perempuan. Yogyakarta: Kibar Press.
Munawir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawir Kamus Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Progressif.
Mundir. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jember: STAIN Jember Press
Rahman, Abdul. 1996. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-undang Perkawinan.
Yogyakarta: Liberty.
Taqiyuddin. 1998. Kifayatul Akhyar.Bairut: Dar al-fikr.
Tihami dkk. 2010. Fikih Munakahat. Jakarta: RajaGravindo.
Tim Penyusun. 2000. Al-qur`an dan Terjemahannya Departemen. Surabaya: UD Mekar Surabaya.
2. Internet
http:uin-suka.ac.id/2011/06/Kumpulan Skripsi (12 Agustus 2016).
www.ac.id/2013/09/Pernikahan Poligami (13 Agustus 2016).
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK POLIGAMI DENGAN LIMA ISTERI (STUDI KASUS DI DUSUN KALANG
MANGGA DESA JATE
KECAMATAN GILIGENTING KABUPATEN SUMENEP)
Praktek poligami dengan lima isteri
1. Tinjauan Hukum Islam
2. Praktek Poligami
1. Pandangan para madzhab 2. Pandangan
Ulama’
3. Acuan KHI
a. Poligami b. Poliandri c. Pernikahan
kelompok
1. Primer
Data primer, berupa data yang langsung didapatkan dalam penelitian
dilapangan. Data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam
2. Sekunder a. Bahan hukum
primer, aturan Hukum Islam yang terkait tentang praktek poligami.
buku-buku ilmiyah
b. Makalah-makalah
1. Pendekatan Penelitian : Yuridis empiris 2. Jenis
Penelitian:
Kualitatif deskriptif 3. Analisis
Data:
Deskriptif deduksi 4. Metode
pengumpulan data :
Interview Observasi Dokumentasi
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadianya praktek poligami dengan lima isteri?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap praktek poligami lima isteri?
2. Apa pekerjaan bapak sekarang?
3. Dengan istri-istrinya, bapak dikaruniai anak berapa?
4. Dalam urusan rumah tangga, apakah bapak sudah spenuhnya berlaku adil baik dalam materil maupun immateril?
5. Bagaimana bapak bisa diberikan izin oleh istri pertama, kedua ketiga hingga istri kelima untuk berpoligami?
6. Selama pernikahan bapak dengan salah satu istrinya, pernahkah bapak bertengkar dalam hal keadilan?
7. Bagaimana bapak bisa berlaku adil menurut istri-istrinya?
8. Seperti apa bapak bisa mengatur waktu untuk bergaul dengan istri- istrinya?
9. Apa alasan bapak berpoligami hingga lima istri?
Pertanyaan kepada istri-istrinya H. Asfandi:
1. Sudah berapa lama ibuk menikah?
2. Dengan Abah H. Asfandi, ibu dikarunai berapa anak?
3. Dalam hal urusan rumah tangga, apakah abah sudah berlaku adil, baik secara materi maupun immateri?
4. Apakah dalam menjalin pernikahan, abah sudah berlaku adil?
5. Apakah ibu sudah tau sebelumnya, bahwa abah sudah punya istri?
6. Apa yang membuat ibu mau dipoligami?
7. Pernahkah ibu bertengkar dengan istri-istri abah yang lain?
Gambar 5.1 Hj. Nawasih Istri Pertama H. Asfandi
Gambar 5.2
Nur Hasanah Istri Kedua H. Asfandi
Gambar 5.3
Ernawati Istri Ketiga H. Asfandi
Gambar 5.4
Maslahatun Istri Empat H. Asfandi
Gambar 5.5
Foto Bersama H. Asfandi
Gambar 5.5
Foto Wawancara Bersama Bapak Syaiful
Perangkat Desa
Gambar 5.5
Foto Bersama Bapak Darul Perangkat Desa
Gambar 5.5
Foto Wawancara Bersama Bapak Abdur Rahem
Kepala Desa
Gambar 5.5