• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyajian Data dan Analisis

Dalam dokumen tinjauan hukum islam terhadap praktek (Halaman 67-81)

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

B. Penyajian Data dan Analisis

1. Analisis Terhadap Praktik Poligami Dengan lima Isteri Di Dusun Kalang Mangga Desa Jate Kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep

Manusia adalah mahluk sosial hal tersebut memiliki arti bahwa Dalam perkembangan kehidupan, manusia akan semakin banyak menghadapi berbagai permasalahan, baik dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, sosial maupun budaya, khususnya dalam bidang social dan keagamaan. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal, dalam artian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kepentingan dan kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, sebab kepentingan setiap orang berbeda-beda sehingga terjadi pertentangan. Untuk menghindari terjadinya pertentangan yang tak kunjung usai, dibuatlah peraturan yang harus dipatuhi oleh semua orang.

Oleh karena itu muncul norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat untuk mengatur tingkah laku baik dalam bersikap maupun dalam berinteraksi.

Dengan norma-norma tersebut, manusia mempunyai keterbatasan dalam mewujudkan kepentinngannya guna menghormati kepentingan orang lain, sehingga akan menghasilkan suasana kehidupan yang kondusif.

Berhubungan dengan apa yang terjadi dengan praktek poligami yang di lakukan oleh H. Asfandi tidak jauh berbeda denga apa yang telah di lakukan oleh masyarakat pada umumnya sebagai mana tuntutan agama kurang lebih begitu apa yang beliau lakukan demi adanya legalitas dari masyarakat setempat

akan tetapi tidak dengan pemerintah dan beliua juga melalui proses yang telah ada di dalam hukum islam.

2. Faktor-faktor terjadinya praktek poligami dengan 5 istri yang dilakukan oleh H. Afandi

Di Dusun kalangga, tempat penelitian dilakukan, penulis mencoba ingin menelisik lebih dalam tentang faktor atau latar belakang yang mempengaruhi H. Asfandi panggilan akrabnya Abah yang sering menjadi sorotan warga pada khusunya sehingga bagi penulis sangat tertarik untuk bertemu langsung dengan beliau guna melakukan wawancara aktif seputar prinsip kepribadian beliau mengenai faktor utama beliau melakukan poligami di luar ajaran Syariat. Demikian hasil wasil wawancara mengenai faktor beliau poligami di antara;

a) Hasrat

Adapun faktor yang mengakibatkan H. Asfandi melakukan praktek poligami yang pertama karena hasrat, sebagaimana yang telah disampaikan oleh H. Asfandi ketika diwawancara, berikut hasil wawancaranya :

“Saya menikah dengan Hj. Nawasih kira-kira tahun 90an, alhamdulillah sampai saat ini kami dikaruniai 1 putri, dulu waktu kami menikah tidak ada niatan untuk berpoligami, tapi ketika sudah beberapa tahun kemudian saya memiliki keinginan untuk berpoligami, yaa pada awal mulanya saya masih takut dan ragu mas, takut gak di izinin oleh istri saya, tapi lama-kelamaan rasa takut itu mulai berkurang, karena keinginan saya untuk berpoligami tambah besar, jadi saya beranikan diri untuk memberitahu kepada istri saya untuk berpoligami, ya namanya istri mas, pasti tidak memberikan izin, mana ada seorang istri rela untuk dimadu, waktu itu saya tidak langsung memaksa istri saya untuk memberikan izin, saya membicaran hal itu dengan cara

santai sambil memberikan penjelasan niatan saya untuk berpoligami, lama kelamaan isteri saya memberikan izin tapi dengan syarat tidak tinggal dalam satu rumah”.89

Dalam hal ini H.Asfandi pada awal pernikahannya dengan Hj.

Nawasih tidak ada niatan untuk berpoligami, akan tetapi niatan tersebut muncul ketika pernikahnnya sudah beberapa tahun kemudian, namun Hj.

Nawasih tidak semata-mata langsung memberikan izin kepada H.

Asfandi untuk berpoligami, karena H Asfandi sering membicarakan hal terebut dan memberikan penjelasan tentang niatan untuk berpoligami, akhirnya Hj. Nawasih memberikan izin untuk berpoligami dengan satu syarat Hj. Nawasih tidak tinggal dalam satu rumah dengan isteri barunya H. Asfandi.90

b) Mengikuti Sunnah Rasulullah

Adapun faktor yang lain dimana H. Asfandi menikah dengan wanita lain, yang mana wanita ini menjadi istri H. Asfandi yang ke tiga yakni karena mengikuti sunnah rosul, berikut hasil wawancara saat ditemui H. Asfandi:

“Saya menikah dengan istri yang ketiga ini, ketika saya sudah menikah dengan istri yang ke 2 berusia 5 tahunan, waktu itu keinginan saya untuk menikah lagi karena merasa kalau menikah 1 lagi tidak masalah kan, Nabi kita saja menikah dengan 9 orang, jadi saya ingin mengikuti sunnah rosul mas, untuk masalah izin kepada istri-istri saya, izinnya satu persatu, yang pertama kepada isteri yang pertama dan selanjutnya kepada isteri yang ke 2, isteri pertama seperti biasa mas, tidak langsung memberikan izin untuk menikah lagi, ketika isteri yang pertama tidak memberikan izin, saya langsung meminta izin dan menjelaskan tentang ke inginan

89 H. Asfandi, Wawancara, Jate, 20 Juni 2016.

90Hj. Nawasi,Wawancara, Jate 10 juni 2017.

saya ke pada isteri ke 2, ternyata isteri ke 2 saya ini mengizini untuk menikah lagi, tapi dengan syarat jangan dalam satu rumah, dan harus dibuatin rumah lain dan di izini juga oleh istri tuanya.

Pas ketika saya minta izin kepada istri pertama saya untuk yang ke dua kalinya, tanpa memberikan penjelasan lagi istri saya menngizini untuk menikah lagi, ketika saya tanya, ternyata istri pertama sudah berunding dengan isteri ke 2 untuk hal ini dan syaratnya sama dengan isteri yang ke 2, harus tidak dalam satu atap”.91

Dari hasil wawancara tersebut ternyata H. Asfandi melakukan pernikahannya yang ke tiga karena ingin mengikuti sunnah rosul, namun istri-istrinya tidak semerta-merta langsung mengizinkan H.Asfandi untuk menikah yang ke 3 kalinya. Dalam hal ini istri yang memberikan izin kepada H. Asfandi untuk menikah lagi justru istri ke 2 dulu, setelah itu istri yang pertamanya.

Di lain waktu dan tetap pada wawancara dengan istri Abah H.

Asfandi yang nomor tiga ketika ditemui di sebuah toko miliknya. Berikut wawancaranya ;

“Saya menikah tahun 2000, berarti sudah sekitar belasan tahun saya menikah dengan mas, saya menikah atas pilihan dan keinginan saya sendiri setelah ditinggal suami selama kurang lebih 1 tahun. Berawal dari perkenalan yang lumayan lama dengan mas, lalu muncul keinginan meskipun statusnya dia sudah punya istri, tidak banyak yang dia janjikan kepada saya, hanya dia bilang kalau dia pasti bisa adil kepada semua istrinya, ya aku yakin dan percaya saja mas. Dan Alhamdulillah sampai sekarang kebutuhan saya masih terpenuhi, meskipun kalau secara nafkah bathin masih kurang adil, soalnya dia kesini paling hanya 2-3 hari saja itupun kadang tidak bermalam”.92

Dalam kondisi ini, Abah menikah dengan janda tidak beranak bermula dari saling kenal yang kemudian timbul rasa suka dan

91 H. Asfandi, Wawancara, Jate 22 Juni 2017.

92 Ernawati, Wawancara, Bluto, 1 Agustus 2017.

dilamarmelalui persetujuan istri pertama dan kedua. Ernawati (istri ke-3) mengakui pernikahannya dengan H. Asfandi berjalan sudah sekitar belasan tahun, secara nafkah lahir sudah terpenuhi meskipun tidak jarang nafkah batinnya masih tergolong kurang adil. Dia menyampaikan kepada peneliti bahwa H. Asfandi masih jarang berkunjung kerumahnya, jikapun berkunjung bahkan terkadang tidak sempat bermalam. Itu semua karena kesibukan beliau sebagai pengusaha.

c) Menyebarkan Agama Islam

Selanjutnya, tetap pada wawancara dengan H. Asfandi seputar faktor terjadinya poligaminya yang ke 4 beliau menegaskan, dirinya melakukan pernikahan dengan motif ibadah, bahkan demi kepentingan penyebaran (syiar) Agama Islam, sekaligus untuk mengurangi dorongan nafsu birahi untuk memiliki perempuan lain yang tidak dilarang oleh agama, baik itu pernikahan dengan yang pertama hingga yang terakhir, berikut hasil wawancaranya ;

“Saya menikah dengan istri yang keempat ini karena untuk menyebarkan agama islam, karena wanita yang saya nikahi ini adalah seorang janda yang mempunyai 2 anak. Tapi untuk mendapatkan izin dari istri yang lain semakin rumit, selain untuk menyatukan, dan juga untuk meluluhkan hati istri-istri saya yang sebelum-sebelumnya,karena istri-istri saya tidak setuju semua, bahkan pernah bertengkar demi mendapatkan izin dari istri-istri saya, setelah saya jelaskan siapa yang saya nikahi nantinya, istri- istri saya memberikan izin semua, asalkan nafkah yang diberikan tidk berkurang dan bisa berlaku adil kepada istri-istrinya, Intinya begini mas, kan salah satu cara untuk menyebarkan agama Islam yakni dengan cara memperbanyak keturunan, untuk memperbanyak keturunan saya harus nikah lagi kan mas”.93

93 H. Asfandi, Wawancara, Jate, 22 Juni 2017.

H. Asfandi menegaskan, dirinya melakukan pernikahan dengan motif Ibadah, bahkan demi kepentingan penyebaran (syiar) agama Islam, bukan karena dorongan nafsu birahi. Menurut salah seorang istri H. Asfandi yang bernama Nur Hasanah dia menyampaikan kepada peneliti ;

“Bahwa beliau menikahi saya tiada lain hanya untuk beribadah dan meringankanku dari masalah ekonomi. Awalnya saya tidak percaya akan di nikahi meskipun saya dan keluarga tergolong orang tidak punya, tidak mampu secara ekonomi, penghasilan dari keluarga hanya cukup buat belanja dan kebutuhan sehari-hari mas, tapi dengan niat tulusnya serta atas landasan dasar agama saya di nikahi secara sah menurut Syariat Islam”.94

Dibolehkannya poligami justru membuat H. Asfandi tidak terhenti tiga istri saja, beliau terus melakukan poligami dengan motif berbagai macam cara, yang salah satunya adalah menyebarkan syariat Islam, selajutnya peneliti mencoba menemui istri H. Asfandi yang keempat untuk melakukan wawancara, berikut ini hasilnya ;

“Saya sudah punya anak 2 dengan suami saya yang dulu mas, yang pertama laki-laki umurnya 17 tahun, yang kedua perempuan umurnya 9 tahun sekarang masih SD, saya menikah dengan H.

Asfandi di usia kira-kira 30-an mas. Menikah dengan Abah sebenarnya tanpa direncanakan sebelumnya, waktu itu setelah suami saya meninggal dunia kira-kira 2 tahun lamanya saya dtinggal, ada salah satu tetangga dsini yang menawarkan H.

Asfandi kepada saya, saya sudah tahu bahwa beliau memang kaya dan cukup lah buat belanja istri-istrinya. Dia kan pengusaha. Iya saya sudah tahu sebelumnya dari orang-orang sekitar kalau Abah H. Asfandi banyak istrinya dan kabarnya hingga sekarang semua hubungan itu tetap dijalani meskipun ya orang-orang kadang memakinya.

Kalau untuk belanja, Alhamdulillah beliau masih rutin memberikan nafkah kepada saya. Untuk urusan beliau sudah dapat izin dari istri-istrinya yang lain saya tidak terlalu

94Nur Hasanah, Wawancara, Banmaleng, 10 Juli 2017.

menanyakan hal itu mas, yang penting bisa memberikan nafkah bagiku itu sudah cukup. Apa lagi saya sudah ada tanggungan dua anak yang harus sekolah dan kebutuhan-kebutuhan yang lain.

Kalau ditanya maslah keraguan, awalnya saya ragu sama beliau, takutnya hanya dibuat mainan belaka, habis akad lalu ditinggal.

Tapi nyatanya tidak mas, semua itu saya jalani sembari berdoa pada Allah meskipun penuh dengan makian dan perjuangan”.95 Hubungan suami istri keempat yang dilakukan oleh H. Asfandi masih tergolong adil, hal itu disampaikan oleh Maslahatun istri keempat beliau. Meskipun dia tergolong janda beranak dua, tapi tidak mengurungkan niatnya Abah untuk berpoligami kendatipun masih melalu pelantara orang lain.

d) Seringnya Bermusafir

Tidak dapat di pungkiri, karir seorang suami terkadang juga dituntut sekali-kali keluar kota atau lintas daerah karena urusan pekerjaan. Begitulah yang di alami Abah (H. Asfandi) dalam tiap bulannya mewajibkan dirinya untuk kunjungan pengiriman ikan ke luar daerah, sehingga barang tentu akan berpisah untuk sementara waktu dengan istri yang lain dan terketuk dalam hatinya pula untuk menambah isteri di tempat beliau berkarir. Di akui, ketika beliau di temui menyampaikan ;

“Menikah sejatinya menghalalkan yang haram, kurang puas juga bagian dari sifat manusia. Apa lagi berbicara soal nafsu mas, makanya ini semua saya lakukan untuk menghindari perilaku tercela yang di larang agama. Terhitung hampir tiap minggu saya harus pergi keluar kota mas untuk keperluan pengiriman barang bisnis saya dan itu sudah pasti membutuhkan waktu yang normatif lama di daerah itu, untuk itu sayapun juga sangat butuh kepuasan nafsu di sela-sela kesibukan saya berbisnis. Setidaknya

95 Maslahatun, Wawancara, Cang-cang, 1 Agustus 2017.

kebutuhan birahi saya terpenuhi dengan tidak melanggar norma- norma agama (zina)”.96

Abah H. Asfandi berfikir, bahwasanya kalau beliau sedang bepergian dengan jarak tempuh jauh pasti membutuhkan waktu yang lama, disitulah hasrat untuk menikah lagi muncul, karena tidak mungkin dalam bepergian dia membawa istri dengan waktu yang lama, dirumah juga ada kewajiban lain yang harus istrinya lakukan, sehingga beliau berprinsip harus menikah lagi di daerah yang sering beliau kunjungi untuk keperluan pengiriman barang.

Disalah satu tempat tinggal seorang istri H. Asfandi yang nomor lima peneliti mencoba melakukan wawancara dengannya, dia bernama Fadlatur Rohmah. Wanita yang masih relatif muda yakni berumur 25 tahun ;

“Saya menikah dengan beliau dalam status perawan mas, dulu pernah tunangan, tapi tidak lama putus dengan tunangan saya.

Saya menikah kalau tidak salah tahun 2008 atau 2009 itu dah, sama sekali diluar dugaan menikah dengan pak H. Asfandi, kalau kenal tidak tapi sering lihat kalau beliaunya sedang kirim barang kesini. Ikan teri mas biasanya ngirimnya kemana-mana. Itu berawal dari saya kerja di gudangnya beliau, kenal terus sama beliau sering ditanya soal hubungan, ya saya jawab belum ada calon pak, gitu. Kok lama-lama beliau PDKT dan terus merayu dengan iming-iming mau menikahi dan siap bertanggung jawab, aku ya masih mikir dulu mas tidak lantas langsung mau, akhirnya saya memutuskan bersedia dinikahi oleh pak H. Asfandi.

“Saya sudah tahu kalau beliau punya istri, beliau bilang poligami kan tidak apa-apa dik, dan saya pasti adil dalam menafkahi istri- istri saya, begitu ucapnya.

Saya tidak berfikir panjang waktu itu, dan orang tuaku meng iyakan kok mas asal bisa adil katanya. Kalau soal nafkah beliau selalu ada jatah buat saya dan kelaurga saya, iya kadang beliau

96 H. Asfandi, Wawancara, Jate, 22 Juni 2017.

juga bermalam dirumah kalau sudah capek mau balik ke Madura.”97

Sebagai istri kelima dari Abah H. Asfandi, Fadlatur Rohmah hanya bisa mengingatkan masalah nafkah yang harus diberikan pada dirinya dan istri-istri yang lain. Hubungan H. Asfandi dengan istri kelima ini bermula dari perkenalan dengan pelantara dia (Fadlatur Rohmah) menjadi pekerja di gudangnya. Meskipun secara pergaulan, H. Asfandi juga jarang. Dengan kata lain, semua istri-istrinya digauli sesuai waktu yang tidak direncanakan. Kapan pun asalkan tidak ada pekerjaan lain di gudangnya.

e) Tingkat Pemahaman yang Rendah

Dalam memahami ayat poligami, Imam Syafi‟i, Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa seorang suami boleh memiliki istri lebih dari satu, karena dalam agama Islam seseorang laki-laki dibolehkan mengawini lebih dari satu tetapi dibatasi hanya sampai empat orang istri.

Akan tetapi kebolehannya tersebut memiliki syarat yaitu berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, baik dari nafkah atau gilirannya.

Begitupun kewajiaban yang harus dilaukan oleh H. Asfandi dalam menggauli dan memperlakukan istri-istrinya. Tetap wawancara denganya:

“saya menjalani pernaaikahan ini sudah bertahun-tahun lamanya mas, banyak ocehan dan rintangan yang selal jadi bumbu perjalanan hidupku bersama istri-istriku. Keadilan yang saya lakukan terhadap istri misal saalah satunya dalam bentuk materi,

97 Fadlatur Rohmah, Wawancara, Situbondo, 15 September 2017.

belanja dand kebutuhan-kebutuhan rumah itu pasti saya penuhi.

Motivasi dasar berpoligami yakni ingin mengangkat martabat seorang janda dan perempuan-permpaun yang secara ekonomi masih tergolong lemah. Kalau masalah jumlah istri saya hanya mengikuti sunnah rosul, kan beliau hingga menikah dengan sembilan istri. Terus terang kalau masalah ikhtilaf ulama‟ saya belum paham secara mendalam mas, yang saya pahami bahwa berpoligami itu dibolehakan oleh syariat islam.”98

Beliau (H. Asfandi) dalam hasil wawancara ini menyampaikan bahwa berpoligami boleh dengan landasan atasaa apa yang dilakukan oleh Nabi SAW. Padahal pada beberapa penjelasan disebutkan bahwa menikah atau poligami lebih dari empat istri hanya boleh dilakukan oleh Nabi, selain Nabi hukumnya haram. Dengan kata lain, Abah kurang memahami pendapat-pendapat ulama‟ tentang batasan poligami, baik secara Al-qur‟an dan Nash.

3. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Poligami Dengan Lima Istri di Dusun Kalang Mangga Desa Jate Kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep

Islam melarang poligami tak terbatas yang dipraktekkan oleh orang- orang jahiliyah Arab maupun bukan Arab. Sudah merupakan kebiasaan para pemimpin dan kepala suku untuk memelihara harem/gundik yang banyak.

Bahkan beberapa pengusaha muslim telah menjadi korban nafsu dan melakukan poligami yang tak terbatas pada masa-masa kemudian dari sejarah Islam. Apapun yang mereka lakukan, yang jelas poligami semacam itu tidak diperkenankan dalam Islam. Kalau memang perlu, seorang muslim dapat

98 H. Asfandi, Wawancara, Jate, 18 Maret 2018.

menikahi sampai empat orang istri, tidak lebih, pada satu waktu. Menurut Imam Syafi`i haram hukumnya bagi setiap orang, selain Nabi Muhammad SAW. menikahi lebih dari istri empat pada waktu tertentu.99

Perkara ini dalam Islam sudah jelas. Di dalam hadits dan Al-Qur'an juga diterangkan, bahwasanya Allah Subhanahuwata'ala membatasi praktek poligami yakni maksimal empat orang saja. Hal itu diterangkan dalam Surat An-Nisa' ayat ke 3



























































Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak- hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.

Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

(QS. An Nisa‟: 3)100

hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah tentang batasan berpoligami

َنْمَلْسَأَف ِةَّيِلِىاَْلْا ِفِ ٍةَوْسِن ُرْشَع ُوَلَو َمَلْسَأ َّىِفَقَّ ثلا َةَمَلَس َنْب َنَلاْيَغ َّنَأ َرَمُع ِنْبا ِنَع ُهَرَمَأَف ُوَعَم

مَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها َّيَّلَص ُبيَّنلا -

ُنهْنِم اًعَ بْرَأ َرَّ يَخَتَ ي ْن َأ

Artinya : Dari Ibnu „Umar, Ghoylan bin Salamah Ats Tsaqofiy baru masuk Islam dan ia memiliki sepuluh istri di masa Jahiliyyah. Istri-istrinya tadi masuk Islam bersamanya, lantas Nabi shallallahu „alaihi wa

99 Abdul Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 50.

100 Depag RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Bandung, Dipenoggoro, 2010), 3.

sallam memerintahkan agar ia memilih empat saja dari istri-istrinya

101

Secara tegas, Hadits ini menandakan bahwa persepsi positif kaum muslimin pada satu persoalan, bisa dijadikan pijakan dasar bahwa hal itu juga bernilai positif di sisi Allah SWT. Dengan demikian ia tidak perlu ditentang atau dihapus, akan tetapi justeru bisa dijadikan pijakan untuk mendesain produk hukum. Sebab pandangan umum seperti dimaksud diatas tidaklah bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, sebagai pembuat undang-undang syariat.

Sisi pendalilan dari hadits di atas adalah bahwa Rasulullah Shallallahu

„alaihi wasallam adalah seorang Nabi dimana setiap ucapan dan perintahnya bukan berasal dari hawa nafsunya, melainkan wahyu dari Allah Subhanahuwata'ala. Jika beliau Shallallahu „alaihi wasallam memerintah para sahabatnya yang sudah terlanjur memiliki istri sepuluh untuk memakai empat istri saja dan menceraikan yang lain, apalagi bagi kita yang bukan sahabat Nabi Shallallahu „alaihi wasallam. Tentu lebih tidak boleh lagi memiliki istri lebih dari empat. Logikanya yang sudah terlanjur punya istri lebih dari empat saja diperintahkan untuk menceraikan yg lain, apalagi yang belum terlanjur.

hal ini sesuai dengan kaidah fiqh :

ُلاَزُ ي ُرَرَّضلا

Bahaya (kemudharatan) harus dihilangkan.102

101 Achmad Sunarto, Hadits Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar, (Surabaya: Al-Miftah 2008), 39.

102. Abdullah Haq, Ahmad Mubarok, dan Agus Ro‟uf, Talaah kaidah Fiqh Konseptual, cet V, (Surabaya, Khalista, 2009), 209.

Disamping memang untuk menghindari kemudaratan (negatif atau perusakan), ini juga sudah sesuai dengan hukum syariat.

Sedangkan praktek poligami yang ada di Dusun Kalang Mangga Desa Jate yang dilkakukan oleh Bapak H.Asfandi melalakukan praktek poligami sebanyak lima istri, diantaranya HJ.Nawasih sebagai istri pertama Nur Hasanah istri kedua, Ernawati istri ketiga, Maslahatun keempat dan Fadlatur Rohmah istri terakhir atau kelima.

berbeda atau bertolak belakang dari ayat di atas. Baik dari jumlah ataupun status calon istri yang akan dinikahinya.

Dalam syariat islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal, serta lainnya yang bersifat kebendaaan, tanpa membedakan antara istri yang pertama, kedua, ketiga, keempat ataupun kelima. Bila suami khawatir berbuat dzalim dan tidak mampu memenuhi semua hak-hak mereka maka ia diharamkan berpoligami.

pada surat An-Nisa‟ ayat 129:















































Artinya : “Kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S.

An-Nisa‟: 129).103

103 Depag RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Bandung : Dipenogoro, 2010), 5.

Keadilan yang dimaksudkan dalam ayat diatas adalah adil dalam bidang immaterial (cinta). Karena dalam ayat tersebut disiratkan bahwa keadilan ini yang tidak mungkin dicapai oleh kemampuan manusia. Sedangkan berlaku adil yang dilakukan H. Asfandi terhadap istri-istrrinya dari segi pangan, pakaian, dan tempat tinggal tidak di beda-bedakan, yang mana H. Asfandi telah memberikan rumah kepada istri-istrinya. Meskipun secara perasaan H. Asfandi tidak bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya, Karena sifat dan karakter istri- istrinya berbeda.

Dalam Islam poligami di bolehkan tetapi ada batasannya, sehingga tidak boleh juga seenaknya seperti yang dilakukan oleh pembesar-pembesar kerajaan dulu, dimana terkadang ada istri-istri mereka yang lebih dari empat.

Untuk Nabiullah Mduhammad SAW yang beristri dari empat itu tidak boleh dijadikan patokan karena beliau kawin diberi kekhususan oleh Allah swt. Jadi ada hal-hal yang boleh atau khusus untuk Nabi SAW dan dilarang untuk dilakukan soleh selain Nabi, termasuk ummatnya. Misalnya kebolehan poligami lebih dari empat istri dalam waktu yang bersamaan. Kebolehan ini hanya berlaku buat Rasulullah SAW seorang, sedangkan umatnya justru diharamkan bila melakukannya. Dalam Islam tidak halal kawin lebih dari empat istri, sebagaimana firman Allah yang artinya, “maka nikahilah perempuan yang kami cintai, dua atau tiga atau empat.” (An-nisaa:3).104 Hal ini juga diperkuat oleh sabda Nabi SAW kepada Ghailan bin Salamah pada waktu masuk Islam, sementara istrinya berjumlah sepuluh, “pertahankanlah

104 Depag RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Bandung, Dipenoggoro, 2010), 3.

Dalam dokumen tinjauan hukum islam terhadap praktek (Halaman 67-81)

Dokumen terkait