• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah mengumpulkan data dari hasil penelitian dalam bentuk observasi, wawancara dan dokumentasi, selanjutnya dilakukan analisis data untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Sesuai dengan teknik analisis data kualitatif deskriptif, maka berikut data yang diperoleh:

A. Analisis Kesulitan Guru dalam Pengelolaan Kelas Inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram

Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang menggabungkan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal pada umumnya dalam proses pembelajarnya. Pendidikan inklusif merupakan sebuah layanan pendidikan yang diberikan untuk anak berkebutuhan khusus agar anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang layak, karena hak mendapatkan pendidikan adalah untuk semua sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat (1) “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2) “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosi, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.71 Dalam hal ini pemerintah tidak tinggal diam, pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan. Kebijakan tersebut disambut hangat oleh masyarakat karena anak berkebutuhan khusus dapat mendapatkan pendidikan

71Suparno, Buku Panduan Pendidikan Inklusif Untuk Anak Usia Dini Di Taman Kanak- Kanak, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), hlm. 5.

seperti anak normal pada umumnya. Kebijakan pendidikan tersebut merupakan penyelengaraan pendidikan inklusif. Pengelolaan pendidikan inklusif tersebut telah dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya menemui beberapa permasalahan dan kendala yang terjadi di sekolah.

Berbicara tentang kesulitan, sudah menjadi hukum alam dalam setiap kegiatan yang dilakukan, tidak mungkin akan selalu berjalan dengan mulus seperti apa yang direncanakan, pasti ada kendala dan kesulitan yang dihadapi.

Terlebih dalam melaksanakan pendidikan inklusif dan mengelola kelas inklusif yang di dalam satu kelas terdapat anak dengan berbagai karekteristik. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan penanganan yang khusus, begitu pula dengan sarana prasarana yang digunakan untuk mengoptimalkan potensi dan perkembangan anak harus khusus. Karena pada dasarnya penanganan siswa ABK berbeda dengan anak yang normal sehingga guru dituntut untuk memiliki kompetensi khusus guna mengoptimalkan pengelolaan kelas inklusif di sekolah.

Kesulitan guru dalam pengelolaan kelas inklusif didasari karena adanya berbagai faktor penghambat dalam penerapan pendidikan inklusif di PAUD Lenterahati Mataram. Adanya kendala dan faktor penghambat penerapan pendidikan inklusif di sekolah memicu kesulitan guru dalam pengelolaan kelas inklusif.

Adapun faktor-faktor pengambat tersebut antara lain yaitu:

a. Sarana prasarana yang kurang mendukung

b. Kurangnya pemahaman guru tentang anak berkebutuhan khusus dan pendidikan inklusif sehingga guru kesulitan dalam mengelola kelas inklusif c. Kurangnya dukungan orang tua dan keterlibatan berbagai pihak.

Selama disekolah, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap hal- hal yang bersangkutan dengan sekolah dan peserta didik mulai dari pengelolan kelas, menangani siswa, bertanggung jawab atas kelancaran proses pembelajaran dan pembentukan sikap peserta didik karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan pembelajaran disekolah. Guru harus penuh inisiatif dan kreatif dalam mengelola kelas karena dialah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas, terutama keadaan peserta didik dengan segala latar belakangnya.72 Suksesnya suatu pendidikan dan pembelajaran tergantung dari bagaimana guru melaksanakan pembelajaran dan menyikapi kendala dan kesulitan yang ada.

Adapun kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam pengelolaan kelas inklusif adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan guru dalam proses pembelajaran

72Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas..., hlm. 80.

Kesulitan guru dalam proses pembelajaran ini disebabkan karena faktor dari guru itu senidiri. Kurangnya guru pendamping khusus dan guru yang mengelola kelas inklusif kualifikasi akademiknya adalah non PAUD ataupun psikologi membuat guru kesulitan mengelola kelas inklusif karena tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Oleh karena itu, guru harus selalu menambah dan memperluas wawasannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini.

Pelaksanaan pembelajaran dikelas inklusif membutuhkan persiapan yang matang agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Hal yang harus dipersiapkan pada tahap awal adalah kesiapan mental komunitas sekolah untuk menerima kehadiran siswa ABK. Kesiapan mental ini merupakan bagian yang sangat menentukan keberlangsungan pembelajaran di kelas inklusif yang meliputi kesadaran anak akan hak siswa ABK untuk mendapat pelayanan pendidikan yang sama. Selain kesiapan mental, kompetensi guru dalam mengelola kelas inklusif juga perlu diperhatikan guna mengoptimalkan proses belajar mengajar.

Guru yang inklusif adalah guru yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan siswa yang beraneka ragam baik dari segi intelegensi, kemampuan kognitif, afektif, psikomotor dan keadaan ekonomi sosial anak dalam satu kelas yang inklusif dengan cara mengakomodir semua kebutuhan belajar siswa dengan melakukan modifikasi perangkat pembelajaran, metode mengajar, serta sarana prasarana agar dapat

dipergunakan bagi semua siswa yang ada di dalam lingkup kelas inklusif tersebut.

Seorang guru senantiasa dituntut untuk selalu mengembangkan pribadi dan profesinya secara terus menerus, serta dituntut untuk mampu dan siap berperan secara professional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Hal ini sudah jelas disebutkan di dalam empat kompetensi guru yang harus dimiliki seorang guru, diantaranya yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.

Dalam pendidikan inklusif/pendidikan khusus terdapat standar kompetensi guru yang dilandasi oleh tiga kemampuan utama: yaitu:

a. Kemampuan umum ( general ability ) antara lain adalah memiliki ciri warga Negara yang religius dan berkepribadian, memiliki sikap dan kemampuan mengembangkan profesi keguruannya, memahami konsep dasar kurikulum dan cara pengembangannya, memahami disain pembelajaran kelompok dan individual dan mampu bekerja sama dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan profesinya.

b. Kemampuan dasar (basic ability) meliputi memahami dan mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami konsep dan mampu mengembangkan alat asesmen serta melakukan asesmen anak berkebutuhan khusus, mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, mampu

merancang, melaksanakan dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus, mampu melaksanakan manajemen ke-PLB-an, mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.

c. Kemampuan khusus (specific ability) kemampuan ini meliputi mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan.73

Guru di PAUD Lenterahati belum sepenuhnya memiliki kemampuan tersebut sehingga masih perlu meningkatkan kemampuannya sebagai seorang guru di pendidikan inklusif guna mengoptimalkan penerapan pendidikan inklusif di PAUD Lenterahati Jempong Baru Mataram.

2. Kesulitan Guru dalam Menangani Siswa Berkebutuhan Khusus

Kesulitan guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus disebabkan karena kurangnya sarana prasarana sekolah. Dalam melaksanakan pendidikan inklusif, guru tidak cukup hanya mempersiapkan kesiapan mental komunitas sekolah untuk menerima kehadiran siswa ABK.

Selain itu ada juga hal yang perlu disiapkan sekolah sekolah untuk menerapkan pendidikan inklusif yaitu sarana dan prasarana. Karena sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung optimalnya pelaksanaan

73 Ferbalinda, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusi di SMA Negeri 14 Bandar Lampung, (skripsi, FKIP Universitas Lampung, Lampung, 2016), hlm. 43-45.

sesuatu yang dilaksanakan tidak terkecuali juga dalam pengelolaan kelas inklusif.

Sekolah tidak cukup hanya memiliki sikap menerima, melainkan harus melakukan modifikasi lingkungan, penyuluhan pada orang tua dan anak reguler, melakukan pelatihan terhadap guru dan kariawan, memberikan konseling pada saudara kandung siswa ABK jika siswa ABK yang akan masuk kesekolah tersebut memiliki saudara kandung yang lebih dulu sekolah di tempat tersebut, namun perlu mempersiapkan fasilitas sarana dan prasarana berupa fasilitas dan kurikulum yang akan digunakan oleh siswa.

Kondisi kekhususan siswa yang di terima disekolah menjadi langkah awal yang harus disiapkan, misalnya sekolah akan menerima siswa yang menggunakan kursi roda maka fasilitas yang disiapkan adalah akses jalan yang dapat digunakan siswa, program pembelajaran yang diterapkan, dan lain-lain.74

Di PAUD Lenterahati memiliki kendala dari segi sarana prasarana sehingga mengakibatkan guru kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif.

Seharusnya jika sekolah menerima siswa ABK maka yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu adalah sarana prasarana. Karena sarana prasarana merupakan faktor pendukung pelaksanaan suatu pendidikan.

Sarana prasarana yang dibutuhkan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif tidak berbeda dengan sarana prasarana di sekolah reguler pada umumnya. Tetapi terkadang karena kondisi peserta didik yang

74Ni’matuzahroh dan Yuni Nurhamida, Individu..., hlm. 74.

berbeda dengan anak normal lainnya, sekolah inklusif membutuhkan sarana prasarana yang khusus untuk menangani siswa ABK sesuai dengan ketunaan peserta didik guna mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan inklusif serta penanganan anak berkebutuhan khusus.

Adapun kendala dalam hal sarana prasarana di PAUD Lenterahati adalah: Tidak ada ruangan untuk melaksanakan kegiatan asesmen/diagnosis siswa ABK beserta perlengkapannya, kurangnya alat untuk megoptimalkan perkembangan anak atau APE untuk menstimulus perkembangan anak berkebutuhan khusus.

3. Kesulitan guru dalam menerapkan model inklusif penuh

Dalam menerapkan pendidikan inklusif, ada beberapa model yang dapat digunakan. Adapun model-model tersebut yaitu: Model inklusif penuh, integrasi model umum, integrasi model lanjutan, dan model inklusif. Adapun model pendidikan inklusif yang diterapkan di PAUD lenterahati yaitu model inklusif penuh.

Menurut Hallahan & Kauffman dalam Ni’matuzahroh, dalam model ini semua murid yang memiliki keterbatasan khusus ditempatkan disekolah yang dekat dengan rumahnya dan mengikuti pendidikan dengan anak-anak normal secara penuh (tidak ada pemisahan atau perpindahan kelas sewaktu- waktu) dan guru kelas tidak memiliki tanggung jawab utama dalam menangani anak berkebutuhan khusus tersebut.75 Jadi dalam model inklusif penuh ini, tidak mempermasalahkan apakah anak dapat mengikuti program

75Ibid., hlm. 47.

reguler, akan tetapi lebih melihat pada kemampuan dan keinginan guru, sekolah dan sistemnya untuk melakukan adaptasi atau modifikasi program pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak.

Didalam pembelajaran inklusif kita tidak boleh melebel anak dan merendahkan anak yang berkebutuhan khusus. Namun pada kenyataannya dalam penerapan pendidikan inklusif di PAUD Lenterahati, banyak anak- anak normal yang tidak mau digabungkan dengan anak berkebutuhan khusus dan merendahkankan anak berkebutuhan khusus serta melabel anak sebagai hal yang berbahaya sehingga anak yang berkebutuhan khususpun merasa tidak nyaman berada dilingkup kelas inklusif. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh guru karena guru merupakan penanggung jawab kegiatan pembelajaran di kelas dan guru merupakan sentral serta sumber kegiatan pembelajaran.

Didalam pembelajaran inklusif, Hallahan & Kauffman dalam Ni’matuzahroh, menegaskan ada beberapa hal yang mendasar yang harus diperhatikan agar inklusif dapat berjalan yaitu tidak melabel anak ABK sebagai sesuatu yang membahayakan, mengubah pandangan dan hati untuk menerima perbedaan.76 selain menerima siswa ABK dalam kelas inklusif dan tidak melabel anak sebagai sesuatu yang membahayakan, sekolah juga harus memperhatikan elemen-elemen pendukung lainnya yaitu keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.

76 Ibid., hlm. 48.

Pendidikan inklusif membutuhkan dukungan dari lingkungan masyarakat. Tanpa dukungan dari lingkungan masyarakat terutama dari komunitas sekolah, maka pelaksanaan pendidikan inklusif tidak akan terlaksana dengan baik. Keterlibatan masyarakat mengacu pada pendapat yang dikembangkan oleh Vigotsky dalam Ni’matuzahroh yang menyatakan bahwa lingkungan sosial mempengaruhi perkembangan anak dan membuat siswa dapat berkembang secara optimal jika berada dalam lingkungan sosial yang mendukung dan memberikan stimulus pada anak.77

Pendapat ini sejalan dengan teori ekologi yang dikembangkan oleh Bronfenbenner dalam Ni’matuzahroh yang menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Lingkungan tersebut mencakup keluarga, tetangga, lingkungan tempat tinggal, teman sebaya, sekolah, masyarakat, sampai pada komunitas terbesar yaitu bangsa.

Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada disekitar individu.78

B. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram

Upaya merupakan ihtiar dan usaha untuk mencapai suatu maksud, dan memecahkan suatu persoalan. Pada prinsipnya suatu permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Demikian pula halnya dengan guru di PAUD Lenterahati

77Ibid., hlm. 50.

78Ibid., hlm. 50.

kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif berupaya untuk mencapai jalan keluar.

Berkenaan dengan hal diatas, adapun upaya-upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram guna mengoptimalkan pengelolaan kelas inklusif adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan guru dengan memanfaatkan teknologi dan mengikuti seminar/pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan inklusif

Untuk mengembangkan kompetensi guru dalam mengelola kelas inklusif hendaknya guru mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pendidikan inklusif dan cara menangani anak berkebutuhan khusus serta mencari informasi seluas-luasnya dengan memanfaatkan teknologi.

2. Memanfaatkan sumber daya yang ada

Menjadi seorang guru dituntut untuk kreatif dan inovatif. Jangan karena kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah membuat guru pasrah akan keadaan. Tetapi justru dapat memicu guru untuk berpikir kreatif dan dapat menciptakan alat untuk menangani anak berkebutuhan khusus, misalnya guru dapat membuat puzzle untuk anak guna mengembalikan fokus dan konsentrasi mereka. Karena pada dasarnya guru yang baik itu adalah guru yang kreatif dan inovatif.

3. Dukungan berbagai pihak

Dukungan berbagai pihak sangat diharapkan guru dalam mengelola kelas inklusif terutama dalam mengatasi siswa berkebutuhan khusus

terlebih dukungan teman sebaya dan dukungan orang tua. Karena selain guru, merekalah yang dekat dengan anak dalam kesehariannya dan orangtualah yang lebih mengerti bagaimana karakteristik anaknya. Selain itu, guru juga meminta orangtua untuk menterapi anaknya guna meringankan beban sekolah dalam menangani siswa berkebutuhan khusus.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terkait dengan kesulitan guru dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram terdapat beberapa kendala dianataranya yaitu: Sarana prasarana yang kurang memadai, faktor dari kurangnya kemampuan guru, serta kurangnya dukungan berbagai pihak sehingga membuat guru kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif.

1. Adapun kesulitan yang dihadapi guru dalam pengelolaan kelas inklusif adalah sebagai berikut: Kesulitan guru dalam proses pembelajaran, kesulitan guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus, kesulitan guru dalam menerapkan model inklusif penuh.

2. Adapun upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram yaitu: Menggali informasi dengan memanfaatkan media teknologi, dan mengikuti pelatihan mengenai pendidikan inklusif dan penanganan anak berkebutuhan khusus (ABK), memberikan pengertian dan menjelaskan kepada anak yang normal untuk tetap menerima dan memahami keadaan anak yang berkebutuhan khusus, memanfaatkan sumber dan media yang ada serta berkomunikasi secara intens dengan orang tua mengenai permasalahan anaknya disekolah dengan cara mengadakan pertemuan orang tua/wali

murid yaitu melalui kegiatan parenting, serta meminta orang tua untuk menterapi anaknya pada ahli/pusat terapi anak berkebutuhan khusus.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram, peneliti menawarkan saran-saran sebagai berikut:

3. Bagi kepala sekolah PAUD Lenterahati

Diharapkan kepada kepala sekolah untuk terus berusaha meningkatkan kinerja guru di PAUD Lenterahati dengan meningkatkan berbagai kompetensi yang dimiliki khususnya kompetensi profesional guru dalam mengelola kelas inklusif. Serta menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, terutama ahli terapis dan psikologis.

4. Bagi guru kelas dan guru pendamping

Bersabarlah dalam menangani anak karena apapun yang dilakukan anak pasti ada alasan dibalik itu semua. Serta tingkatkan kreatifitas dalam mengelola kelas untuk menciptakan suasana kelas yang asik dan menyenangkan bagi anak.

5. Bagi peneliti

Dari hasil penelitian ini peneliti akan jadikan sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk menjadi guru yang berkompeten.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Jakfar, “Strategi Guru dalam Mengelola Kelas Inklusif di SDN Kiduldalerm 1 Malang, (Skripsi, FTK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang, 2017).

Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2011.

Elsa ikdul farid, “Pendidikan Inklusi”, dalam https://youtu.be/ssM0R53DVRY, diakses tanggal 19 mei 2019, pukul 06.44.

Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas (Panduan Mewujudkan Pembelajaran Efektif dan Berkualitas di Sekolah). Yogyakarta: DIVA Press, 2018.

Ferbalinda, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusi di SMA Negeri 14 Bandar Lampung, (skripsi, FKIP Universitas Lampung, Lampung, 2016).

J. David Smith, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran, Bandung:

NUANSA, 2012.

Komsiyah Indah, Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Teras, 2012.

Mukhtar Latif, dkk., Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini (Teori Dan Aplikasi). Jakarta: kencana, 2013.

Ni’matuzahroh dan Yuni Nurhamida, Individu Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan Inklusif. Malang: UMM Press, 2016.

Nissa Tarnoto, “Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD”, Humanitas, Vol. 13, Nomor 1, hlm. 55-56.

Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Stella Olivia, Pendidikan Inklusi Untuk Anak-Anak Berkebutuhan Khusus:

Diintegrasikan Belajar di Sekolah Umum. Yogyakarta: C.V ANDI, 2017.

Sugiono, Metode Penelitian Kuantifatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2017.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2013.

Suparno, Buku Panduan Pendidikan Inklusif Untuk Anak Usia Dini Di Taman Kanak-Kanak. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.

Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional, 2012.

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling (Pedekatan Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi dengan Contoh Transkip Hasil Wawancara Serta Model Penyajian Data). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012.

Dokumen terkait