• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan karakter warga Negara Kampung Adat Naga

Dalam dokumen proceeding (Halaman 114-131)

Skema 1 Skema 1

B. Pembangunan karakter warga Negara Kampung Adat Naga

Pembangunan karakter warga negara Kampung Adat Naga terjadi bukanlah hal yang mudah dalam prosesnya, karena seiring berjalannya waktu pengaruh dari dunia luar semakin kuat. Namun demikian dengan adanya keteladanan dan usaha yang maksimal dari masyarakat dan lembaga adat secara perlahan-lahan pembangunan karakter warga negara di kampung adat dapat terjadi. Karakter warga negara dalam Kampung Adat Naga meliputi:

1. Demokratis

Karakter masyarakat yang demokratis berupa tanggung jawab, ada dalam masyarakat Kampung Adat Naga. Karena anak diajarkan untuk selalu menjaga keharmonisan hubungan dalam bermasyarakat. Nilai demokrasi yang tertanam dalam diri anak akan memebentuk karakter anak. Heri Gunawan (2012:31) “nilai adalah merupakan rujukan untuk bertindak. Nilai merupakan standar untuk mempertimbangkan dan meraih perilaku tentang baik atau tidak baik dilakukan”.

2. Jujur

Karakter warga negara yang selanjunya dimiliki adalah jujur. Memiliki sifat dan sikap yang jujur bagi warga negara merupakan kunci bagi terciptanya keharmonisan antar warga negara. Jujur, perilaku yang didasarkan pada upaya

101 menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Kemendiknas tahun 2010 dalam Agus Wibowo, 2012: 43- 44).

3. Adil

Adil merupakan karakter sebagai warga negara yang demokrasi. Sikap adil nantinya merupakan akar penentuan benar dan salah. Dengan terlatihnya sikap adil dimulai dari lingkup kecil dalam masyarakat adat Naga, maka akan melatih adil agar bisa menjadi orang yang adil nantinya dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Sikap adil, bukanlah sama rata sama rasa, tetapi merupakan kemampuan dalam menyikapi masalah sesuai dengan kondisi. Dengan berlaku adil maka akan timbul sifat tanggung jawab.

KESIMPULAN

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa pewarisan nilai-nilai budaya kearifan lokal pada masyarakat kampung adat dijembatani oleh keluarga, lembaga adat dan masyarakat.

Proses pewarisan terjadi melalui pengamatan, keteladanan dan interaksi yang terjadi.

Karakter warga negara yang ada dalam masyarakat Kampung Adat Naga adalah jujur, adil dan tanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Wibowo. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Alfabeta, Bandung Robet MZ Lawang, 1986. Pengantar Sosiologi, Karunika, Universitas Terbuka, Jakarta.

Sigit Dwi Kusrahmadi. 2003. Pentingnya Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Dalam Mewujudkan Warga Negara Yang Baik. Versi online http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Pembentukan%20Karakter%20%20PAU D%20%20%20Pengabdian%20Masyarakat.pdf diakses pada tanggal 18 November 2017 pukul 10:30 WIB

Winarno . 2015. Pemikiran Aristoteles Tentang Kewarganegaraan dan Konstitusi, HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN 1412-9418

102 PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Suprayogi 1, Noorochmat Isdaryanto 2 Eta Yuni Lestari3

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan UNNES, Kota Semarang [email protected],

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Permasalahan klasik terkait krisis karakter yang semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila dirasakan semakin nampak jelas. Lebih parah lagi, krisis karakter terjadi pada generasi muda. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat kenakalan remaja yang semakin tinggi, kejahatan dan pelanggaran atas norma-norma yang dilakukan generasi muda semakin banyak dan beragam, seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas, merokok, tawuran antar pelajar, dan masalah kenakalan remaja lainnya. Selain itu krisis karakter yang dialami generasi muda juga disebabkan karena minimnya keteladanan dari generasi sebelumnya, para penyelenggara negara dari tingkat pemerintah pusat hingga daerah juga memberikan contoh yang negatif dengan banyaknya tindak pidana korupsi. Hal ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik pada pemerintah dan penyelenggara negara.

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana peran strategis Pendidikan Kewarganegaraan dalam menginternalisasikan nilai-nilai karakter beberbasis Pancasila melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana peran pendidikan Kewarganegaraan dalam menginternalisasikan karakter Pancasila. Metode dalam penulisan artikel ini dengan menggunakan studi pustaka dari buku dan jurnal, dengan membandingkan hasil temuan yang sesuai dengan tema. Selain studi pustaka, data juga diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan yang dapat memberikan keterangan tentang penanaman nilai-nilai karakter berbasis nilai- nilai Pancasila pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Responden terdiri dari mahasiswa yang mendapatkan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan dosen Mata kuliah kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila di Universitas Negeri Semarang. Upaya penanaman nilai-nilai karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan melalui pembelajaran PKn. Proses penanaman nilai-nilai karakter dilaksanakan mulai tahap perencanaan pembelajaran dengan memasukan dalam perangkat perkuliahan (RPS), proses pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

Diharapkan proses pembelajaran karakter tidak hanya dilaksanakan pada PKn saja melainkan terintegrasi pada semua mata pelajaran di sekolah, agar menghasilkan generasi muda yang berkarakter Pancasila.

Kata Kunci : pancasila, pendidikan, pembelajaran, karakter, kewarganegaraan

PENDAHULUAN

Permasalahan klasik terkait krisis karakter yang semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila dirasakan semakin nampak jelas. Lebih parah lagi, krisis karakter terjadi pada generasi muda. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat kenakalan remaja yang semakin tinggi, kejahatan dan pelanggaran atas norma-norma yang dilakukan generasi muda semakin

103 banyak dan beragam, seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas, merokok, tawuran antar pelajar, dan masalah kenakalan remaja lainnya. Krisis karakter pada generasi muda, salah satunya disebabkan karena pengaruh arus teknologi informasi yang semakin canggih, yang sebagian besar datang dari pengaruh media sosial yang provokatif. Dampak krisis karakter tersebut menjadikan generasi muda tidak mampu lagi mengendalikan dirinya sendiri, tidak bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk dalam mengambil keputusan.

Selain itu, krisis karakter yang dialami generasi muda juga disebabkan karena minimnya keteladanan dari generasi sebelumnya. Menurut Latif (2011) akibat keteledoran, ketidaktaatan, dan penyelewengan atas nilai-nilai Pancasila oleh bangsa sendiri, terutama oleh para penyelenggara negara, bintang pemimpin itu pun redup tertutup kabut, pelan-pelan timbul kegelapan dalam rumah kebangsaan. Dari pendapat tersebut menunjukan sikap para penyelenggara yang justru belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga permasalahan kebangsaan banyak timbul hingga mengkikis makna dari Pancasila itu sendiri. Korupsi yang merajalela mulai dari pemerintah pusat hingga daerah menyebabkan masyarakat mengalami krisis kepercayaan kepada para penyelanggara negara. Sehingga perilaku mereka tidak bisa menjadi tauladan atau bintang penuntun untuk para generasi muda. Justru menjadi pemicu generasi muda untuk ikut meniru perilaku penyelenggara negara, misalnya mencontek pada saat ujian, tidak disiplin, tawuran, dll.

Kondisi di atas, tentunya tidak sesuai dengan karakter yang seharusnya dimiliki oleh para generasi muda. Harusnya karakter generasi muda adalah karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Misalnya, sikap anak yang memiliki kepedulian tinggi terhadap orang lain, menghormati orang yang lebih tua, bersopan santun, gemar membantu orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan, peduli menjaga kebersihan lingkungan, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Karakter tersebut dapat diartikan sebagai nilai-nilai kebajikan (tahu nilai kebajikan, tahu berbuat baik, dan nyata berkehidupan baik) yang tertanam dalam diri dan terjawantahkan dalam perilaku ( Miranita, 2012).

Dari permasalahan tersebut di atas, pendidikan karakter bagi generasi muda sangat diperlukan untuk mengembalikan karakter warga negara Indonesia kepada karakternya yang asli sebagai warga negara Indonesia, yaitu karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Tujuannya adalah meningkatkan keikutsertaan dan kepedulian generasi muda dalam pembangunan nasional. Upaya penumbuhan karakter bagi pemuda dapat dilakukan secara

104 efektif melalui pendidikan. Salah satunya adalah melalui mata pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Pendidikan Agama. Mata pelajaran/mata kuliah PKn sangat strategis dalam upaya penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik. Hal tersebut setidaknya dapat dicermati dari: Pertama, cakupan materi pengetahuan/substansi tentang nilai dan moral. Kedua, berupaya menginternalisasikan nilai-nilai karakter kepada warga negara untuk membentuk warga negara yang baik (Good Citizen). Ketiga, mendorong peserta didik berperilaku sesuai dengan karakter yang tangguh. Keempa, PKnt berusaha membentuk watak atau karakter warga negara sesuai dengan kepribadian bangsa, yaitu Pancasila.

Maka dari latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah, bagaimana menjadikan Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah yang strategis untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan nilai- nilai Pancasila?

METODE PENELITIAN

Tulisan ini disusun berdasarkan pengumpulan data yang berkaitan dengan judul tulisan. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode studi pustaka dan wawancara. Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang bersumber dari buku yang sesuai dengan judul dan tulisan, lalu digunakan sebagai bahan analisis dari hasil temuan permasalahan dilapangan khususnya pada saat mengajarkan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Selain dari buku, data juga diperoleh dari berbagai jurnal yang juga digunakan sebagai bahan analisis, sekaligus sebagai bahan untuk perbandingan hasil temuan. Sumber pengumpulan data kedua dilaksanakan dengan metode wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan informan yang terdiri dari mahasiswa yang mendapatkan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Mahasiswa disini menjadi sumber informasi tentang pelaksanaan mata kuliah Pendidikan Kewaraganegaraan apakah mampu menenamkan karakter ataukah tidak. Selain yang menjadi informan untuk pengambilan data adalah guru dan dosen yang mengampu mata pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Guru dan Dosen menjadi sumber informasi tentang bagaimana upaya strategis dalam menanamkan nilai karakter melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

105 Selanjutnya hasil data akan dianalisis menggunakan teknis analisis data dengan model analisis interaktif.. Kegiatan analisis ini meliputi: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 2007: 20).

a. Pengumplan Data; Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, dan studi pustaka dari buku dan jurnal

b. Reduksi Data, yaitu melakukan pemilihan data, pemusatan data, penyederhanaan data, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

c. Penyajian Data, yaitu menyajikan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan.

d. Penarikan Kesimpulan, yaitu melakukan penyimpulan setelah data direduksi dan disajikan. Jika terjadi kekurangan data maka dilakukan pengumpulan data lagi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada capaian pendidikan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar kompetensi lulusan (Barus, 2015). Sejak awal Indonesia merdeka, pendidikan karakter telah digagas para pemikir pendiri bangsa Indonesia, terutama oleh Persiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno, melalui gagasannya tentang pembentukan karakter bangsa (Nation and Character Building ), tentang Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, serta relevansi, tantangan dan perkembangan bagi pendidikan karakter di Indonesia (Rifki, 2011).

Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani charassein dan “kharax” yang maknanya tools for making atau to engrave yang artinya mengukir, kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa prancis “caracter” pada abad ke 14 dan kemudian masuk dalam bahasa inggris menjadi “character’ sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia menjadi

“karakter”.5 Membentuk karakter seperti kita mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau juga kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan mendasari cara pandang, berpikir, sikap, dan cara bertindak orang tersebut. Kebajikan tersebut terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat

106 kepada orang lain (kemendiknas, 2010). Lebih lanjut tentang karakter, Lickona (2004) menyatakan bahwa secara substantif terdapat tiga unjuk perilaku (operatives values, values in action) yang satu sama lain saling berkaitan, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Lickona (2004) menegaskan lebih lanjut bahwa karakter yang baik atau good character terdiri atas proses psikologis knowing the good, desiring the good, and doing the good—habit of the mind, habit of the heart, and habit of action (dalam Miranita, 2012).

Pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia adalah karakter yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu sesuai nilai-nilai Pancasila. Misalnya sesuai dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, Maka karakter yang dikembangkan adalah beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, menghargai orang yang beragama lain, memberikan kesempatan untuk orang lain beribadah, tidak memaksanakan agama atau kepercayaan kepada orang lain, bekerjasama antara pemeluk agama lain, toreransi. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, misalnya menghargai dan menghormati hak dan kewajiban orang lain, saling tolong menolong, rukun, gotong royong, bersikap adil, menghormati HAM. Sila ketiga, Persatuan Indonesia misalnya tidak memandang perbedaan baik dari segi suku, agama, bahasa, ras, dan golongan, ikut serta menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Nilai karakter yang dapat dikembangkan sesuai dengan sila ini adalah misalnya mengutamakan musyawarah mufakat, gotong royong, mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, mengutamakan kepentingan rakyat. Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, nilai karakter yang dapat dikembangkan adalah bersikap adil, menghormati orang lain, bersikap rukun, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, menolong orang lain, tidak menciptakan jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, serta menciptakan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan.

Kelima karakter bangsa itulah yang diharapkan tertanam pada jiwa peserta didik melalui pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Rifki, 2011). Agar proses internalisasi nilai-nilai karakter

107 kepada generasi muda berjalan dengan baik, maka pendidikan tidak hanya mengacu pada aspek pengetahuan (cognitive) saja melainkan, sikap perasaan (affection felling), dan tindakan, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) baik untuk diri sendiri, masyarakan dan bangsanya serta kemampuan keterampilan (psikomotorik). Hal ini sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yang menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Agar pendidikan berjalan dengan efektif, maka kualitas pembelajaran pendidikan karakter, khususnya melalui mata pelajaran atau mata kuliah PKn harus berjalan dengan optimal. Menurut Sabar (2010), Sekolah sebagai institusi pendidikan pada dasarnya bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk dapat memecahkan masalah kehidupan pada masa sekarang dan di masa yang akan datang, dengan mengembangkan potensipotensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai fungsi dalam membentuk karakter peserta didik. Dengan kata lain, bahwa melalui proses pendidikan yang profesional maka akan dapat membentuk karakter peserta didik. Proses pendidikan karakter melalui Pendidikan Kewarganegaraan dapat dilaksanakan dengan 3 tahap kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.

1. Integrasi pendidikan karakter dalam proses perencanaan pembelajaran PKn

Pada tahap proses perencanaan, upaya pendidikan karakter melalui pembelajaran PKn dapat diawali dengan proses penyusunan bahan ajar yang mengandung nilai-nilai karakter. Desain pembelajaran yang baik diawali dengan proses penyusunan perangkat pembelajaran yang baik pula. Dalam perangkat pembelajaran seperti RPP atau SAP, perlu dilakukan identifikasi nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Tujuannya adalah agar proses internalisasi nilai dapat dilaksanan secara terarah dan sistematis. Menurut Eko dan Tijan (2010), Pengembangan nilai-nilai karakter luhur yang menjadi acuan bagi seluruh warga negara Indonesia, dapat juga dengan mengacu

108 pada keteladanan dari para founding fathers. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan misalnya nilai religius, jujur, peduli, toleran, demokratis, santun, cerdas, dan tangguh.

Pengertian dari masing-masing nilai tersebuat adalah sebagai berikut :

a. Religius adalah sikap pandang dan perilaku yang mencerminkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.

b. Jujur adalah satunya sikap, ucapan, dan perilaku yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya.

c. Peduli adalah sikap dan perbuatan yang diarahkan untuk berbagi dan membantu orang lain dan berbuat untuk memelihara lingkungan alam secara berkelanjutan.

d. Toleran (tepa slira) adalah sikap memahami dan menerima kenyataaan, sikap, atau tindakan orang lain yang berbeda dari yang diyakini atau dilakukannya;

e. Demokratis adalah sikap atau tindakan yang didasarkan pada penghormatan terhadap hak dan kewajiban orang lain dalam kesetaraan.

f. Santun adalah sikap yang mencerminkan kehalusan budi dan tingkah laku sebagai wujud penghormatan terhadap orang lain.

g. Cerdas adalah kemampuan untuk mengetahui dan memahami segala hal dengan cepat dan tepat serta berkemampuan memecahkan masalah.

h. Tangguh adalah kemampuan yang tak mudah dikalahkan karena kekuatan, keandalan, ketabahan, dan ketahanannya dalam menghadapi situasi apa pun.

Nilai-nilai tersebut bisa diselipkan pada setiap kegiatan pembelajaran, mulai dari penyusunan tujuan pembelajaran, misalnya tidak hanya mencapai tujuan secara kognitif/substansi materi saja, melainkankan menambahkan tujuan yang lebih khusus yaitu untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang fokus pada dari aspek sikap. Dalam perangkat pembelajaran misalnya, pada kegiatan awal pembelajaran proses pembelajaran diawali dengan berdoa, hal ini akan menginternalisasikan nilai religius, karakter yang mencerminkan sikap dan perilaku bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sila pertama.

Menurut Yudi (2017), sila Ketuhanan Yang Maha Esa menghendaki agar bangsa Indonesia berketuhanan dengan menjiwai sifat kasih sayang-Nya dan menjadikan-Nya sebagai sumber moralitas dalam kehidupan dan kemasyarakatan. Dengan pengalaman sila

109 ini khususnya bagi generasi muda harusnya tidak ada lagi kekerasan antar pelajar, tawuran, mencontek, dan berbagai jenis kenakalan remaja lainnya.

2. Integrasi pendidikan karakter dalam pelaksanaan pembelajaran PKn

Dalam proses pelaksanaan pembelajaran, upaya pendidikan karakter dapat dilakukan pada kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Tujuan kegiatan pembelajaran dari pendahuluan, inti dan penutup, tidak hanya memberikan peserta didik materi atau ilmu pengetahuan saja, melainkan lebih kepada internalisasi nilai-nilai karakter. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran PKn, guru/dosen memilih metode pembelajaran yang efektif untuk menyampaikan materi sekaligus secara tidak langsung menginternalisasikan nilai- nilai karakter. Metode pembelajaran harus beragam disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan. Pemilihan metode yang tepat akan memudahkan peserta didik menerima materi sekaligus menghindari kejenuhan dalam proses pembelajaran.

Metode pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran PKn misalnya diskusi, demonstrasi, debat, role playing, konstekstual, inquiri, problem based learning, dan metode-metode pembelajaran kreatif lainnya. Dalam implementasinya penggunaaan metode diskusi misalnya, secara tidak langsung akan mengajarkan peserta didik untuk memiliki karakter peduli, peduli dengan menghargai pendapat yang mungkin berbeda, karakter santun dengan menghormati teman atau pendidik yang sedang menyampaikan materi atau argument, dan karakter demokratis yang didasarkan pada penghormatan terhadap hak dan kewajiban orang lain dalam kesetaraan. Upaya penanaman karakter sesuai dengan nilai peduli, santun dan demokratis, juga sejalan dengan pengamalan sila kedua dan sila keempat Pancasila.

3. Integrasi pendidikan karakter dalam evaluasi pembelajaran PKn

Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan karakter. Proses penilaian atau evaluasi kompetensi dan karakter dapat dilaksanakan dengan, pertama memberikan umpan balik, kesempatan kepada peserta didik agar aktif dalam kegiatan pembelajaran, misalnya menyampaikan pendapat, sebagai upaya menumbuhkan karakter cerdas dan demokratis sekaligus pengamalan sila ke empat. Kedua, memberikan tugas rumah atau pekerjaan rumah baik secara individu atau keompok dengan tujuan menumbuhkan karakter tanggungjawab,

110 kerjasama, peduli, toleran, dan tidak memandang teman dari segi agama, suku. Hal ini sesuai dengan karakter sila ketiga, sesuai dengan nilai persatuan. Ketiga, dengan memberikan tes baik secara lesan maupun tertulis untuk mengukur seberapa besar materi yang dapat diterima oleh peserta didik, sekaligus sebagai bahan evaluasi diri bagi pendidik, memberikan nilai secara objektif dan adil. Sesuai dengan karakter sila ke 5, nilai keadilan. Dan yang ke empat, dalam penyusunan soal ujian lebih baik pendidik menyisipkan soal yang mengandung nilai- nilai karakter, agar peserta didik mampu berpikir kritis serta mengimplementasikan nilai- nilai karakter.

Contoh pelaksanaan pembelajaran PKn tersebut menunjukan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan efektif digunakan untuk menanamkan pendidikan karakter bagi siswa yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

KESIMPULAN

Pendidikan karakter sangat diperlukan untuk para generasi muda, salah satunya melalui proses pembelajaran. Pembelajaran PKn sangat strategis dan efektif untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Upaya penanaman pendidikan karakter dapat dilaksnakan pada saat penyusunan perangkat pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Diharapkan proses pembelajaran karakter tidak hanya dilaksanakan pada PKn saja melainkan terintegrasi pada semua mata pelajaran di sekolah, agar menghasilkan generasi muda yang berkarakter Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, 2015. Menakar Hasil Pendidikan Karakter terintegrasi di SMP. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan Juni 2015 No 2 UNY

Handoyo, Eko., dan Tijan. 2011. Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud.

Hammid Abdulloh, dkk. 2013. Penanaman Nilai-nilai Karakter Siswa SMK Salafiah Prodi TKJ Kajen Margoyoso Pati Jawa Tengah, dalam Jurnal Pendidikan Vokasi Vol 3 Nomor 2 Juni.

Dalam dokumen proceeding (Halaman 114-131)