• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Manusia

Dalam dokumen indeks pembangunan manusia (Halaman 44-61)

Bab 5

Pembangunan

34 Indeks Pembangunan Manusia 2016

Bab 5

Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Tamiang

Pembangunan manusia antardaerah berjalan dengan laju yang berbeda-beda. Oleh karenanya, kesenjangan pencapaian pembangunan antardaerah bukan merupakan masalah baru bagi Indonesia. Kompleksitas berbagai faktor seperti sumber daya manusia, letak geografis, sejarah, dan ketidakmerataan sumber daya alam merupakan hal yang masih menjadi kendala dalam menuju konvergensi pembangunan. Oleh sebab itu, pemerataan pembangunan masih menjadi agenda pokok pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.

Kesenjangan pembangunan antarwilayah dalam jangka panjang bisa memberikan dampak pada kehidupan sosial masyarakat yang secara langsung juga mempengaruhi kualitas manusianya. Perbandingan pencapaian pembangunan manusia antarwilayah menjadi sangat penting sebagai dasar evaluasi pemerintah dalam perumusan kebijakan yang selanjutnya digunakan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia.

Pada bab ini akan dibahas pencapaian Kabupaten Aceh Tamiang dalam pembangunan manusia khususnya di Provinsi Aceh. Posisinya dibandingkan kabupaten/kota lainnya akan terlihat lebih jelas.

Pembangunan Kesehatan: Harapan Hidup

Pembangunan kesehatan mencakup berbagai hal dan persoalan kesehatan manusia baik sarana maupun prasarana. Bukan hanya menyangkut Puskesmas, Posyandu, Poskesdes, atau bidan, dokter, dan paramedis lain, namun juga menyangkut perilaku hidup masyarakat sehari-hari. Dalam hal ini, perilaku hidup yang sehat dan waktu hidup yang lama akan bermuara pada angka harapan hidup. Seseorang yang mempunyai waktu hidup lama, tentu ia hidup lebih sehat.

Angka harapan hidup mewakili sisi kesehatan pembangunan manusia karena dicerminkan oleh umur panjang dan hidup sehat “a long and healthy life”. Angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2015 mencapai 69,08 tahun. Artinya, jika seseorang bayi lahir pada tahun 2016 ia mempunyai harapan untuk hidup hingga sekitar 69 tahun. Angka ini sedikit lebih rendah daripada harapan hidup Provinsi Aceh yang mencapai 69,51 tahun.

Apabila ditelusuri lebih mendalam, selama periode 2010-2016 angka harapan hidup Kabupaten Aceh Tamiang mengalami peningkatan rata-rata 0,12 persen per tahun. Ini lebih

36 Indeks Pembangunan Manusia 2016

cepat daripada yang diraih Provinsi Aceh (0,10 persen per tahun) dalam kurun waktu tersebut.

Angka harapan hidup terendah terjadi di Kota Subulussalam (63,42 tahun) dan Kabupaten Aceh Selatan (63,75 tahun). Sebaliknya, angka harapan hidup tertinggi dicapai Kota Banda Aceh (70,92 tahun) dan Kota Lhokseumawe (71,05 tahun). Masih terjadi kesenjangan angka harapan hidup lebih dari 7,5 tahun antara daerah dengan kondisi kesehatan terendah dengan yang terbaik.

Gambar 5.1 Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, dan Indonesia, 2010¬2016

Pendidikan: Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah

Seiring dengan perbaikan kualitas kesehatan, dalam kurun waktu 2010¬2016, pendidikan di Kabupaten Aceh Tamiang menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Harapan lama sekolah penduduk 7 tahun semakin meningkat. Begitu pula dengan rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas yang semakin bertambah dari tahun ke tahun.

69.08

69.51

68.57

69.08 69.81

70.90

67.00 67.50 68.00 68.50 69.00 69.50 70.00 70.50 71.00 71.50

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH Aceh Tamiang Indonesia

Gambar 5.2 Perkembangan Harapan Lama Sekolah Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, dan Indonesia, 2010¬2016

Kemajuan fasilitas yang dimiliki daerah terkait berbagai sarana dan prasarana pendidikan akan memacu harapan lama sekolah penduduk lebih tinggi. Pada akhirnya, hal ini akan bermuara pada rata-rata lama sekolah penduduk yang dicapai semakin tinggi. Karena kondisi inilah yang diinginkan dalam pembangunan manusia dari sisi pengetahuan (knowledge), semakin tinggi jenjang pendidikan atau lama sekolah yang dijalani seseorang akan sejalan dengan pengetahuan yang digapai.

Pada tahun 2010 harapan lama sekolah penduduk Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 12,23 tahun. Enam tahun kemudian meningkat menjadi 13,55 tahun, artinya penduduk di Aceh Tamiang yang berusia 7 tahun mempunyai harapan untuk bersekolah selama 13,55 tahun atau dapat menamatkan sekolah hingga tingkat SMP dan bahkan hingga kelas 2 SMA.

Dibandingkan dengan kondisi di Provinsi Aceh secara umum, harapan lama sekolah di Aceh Tamiang relatif sedikit lebih rendah. Harapan sekolah tertinggi adalah Kota Banda Aceh yang mencapai 17,03 tahun, sebaliknya yang terendah adalah Kabupaten Aceh Timur (12,55 tahun). Padahal kabupaten ini sejatinya adalah induk dari Kabupaten Aceh Tamiang, maka sisi positifnya adalah Kabupaten Aceh Tamiang berhasil melangkah lebih maju daripada kabupaten induknya. Namun demikian, kita tidak boleh berpuas diri karena kondisi pendidikan di Kabupaten Aceh Tamiang pun masih tertinggal dari kemajuan pendidikan di Provinsi Aceh secara umum.

12.90

13.89

12.23

13.55

11.29

12.72

10.00 10.50 11.00 11.50 12.00 12.50 13.00 13.50 14.00 14.50

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH Aceh Tamiang Indonesia

38 Indeks Pembangunan Manusia 2016

Gambar 5.3 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, dan Indonesia, 2010¬2016

Untuk komponen rata-rata lama sekolah, pada tahun 2016 Kabupaten Aceh Tamiang tercatat 8,21 tahun. Pencapaian tersebut sedikit lebih tinggi daripada angka rata-rata lama sekolah Indonesia (7,95 tahun), akan tetapi lebih rendah daripada pencapaian Provinsi Aceh (8,86 tahun). Dengan demikian rasio rata-rata lama sekolah terhadap harapan lama sekolah sebesar 61 persen. Artinya dari harapan awal bahwa penduduk dapat menempuh pendidikan 13,55 tahun, baru berhasil dicapai selama 8,21 tahun saja.

Dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Aceh Tamiang berada di posisi ke-8 terbawah. Kota Subulussalam baru mencapai 6,88 tahun pada 2016. Sebaliknya, Kota Banda Aceh telah mencapai 12,57 tahun atau rata- rata penduduk 25 tahun keatas di kota ini telah menamatkan sekolah lanjutan atas.

8.28

8.86

7.61

8.21

7.46

7.95

7.00 7.20 7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60 8.80 9.00

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

ACEH Aceh Tamiang Indonesia

Gambar 5.4 Disparitas Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota, 2016

Secara umum, pembangunan pendidikan di Kabupaten Aceh Tamiang cukup baik, hal ini terbukti dari peningkatan angka harapan lama sekolah selama periode 2010-2016. Kenaikan angka harapan lama sekolah mencapai 1,73 persen per tahun dalam kurun waktu tersebut merupakan fakta yang tak terbantahkan. Sementara rata-rata kenaikan angka harapan sekolah di Aceh hanya 1,24 persen per tahun pada periode yang sama.

Di sisi lain, sejalan dengan hal tersebut, kemajuan harapan lama sekolah juga diiringi dengan realitas lama sekolah yang ada. Peningkatan rata-rata lama sekolah dalam periode 2010-2016 di Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 1,27 persen per tahun. Oleh karenanya harapan lama sekolah ke depan harus tetap dipelihara dan ditumbuhkan, karena peningkatan rata-rata lama sekolah tidak dapat naik dalam periode waktu yang singkat. Hal ini patut dimengerti karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang, bisa 10 atau 20 tahun mendatang hasil dari pembangunan pendidikan baru dapat dilihat hasilnya.

Pembangunan Standar Hidup: Pengeluaran per Kapita

Dimensi standar hidup yang layak menjadi salah satu kunci penting dalam membangun kualitas kehidupan manusia.Dimensi ini diproksi dengan indikator pengeluaran per kapita.Selama kurun waktu 2010 hingga 2015, pengeluaran per kapita Provinsi Aceh terus meningkat.Namun, hal itu masih menyisakan persoalan kesenjangan antarwilayah.

Posisi Kabupaten Aceh Tamiang pada 2016 berada di jajaran terbawah, yaitu di posisi 16 dengan pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp 7,77 juta. Sementara pengeluaran secara umum di Provinsi Aceh telah mencapai Rp 8,77 juta dan di Indonesia lebih tinggi lagi (10,42 juta). Bahkan pengeluaran per kapita di Aceh Tamiang hanya separuh daripada

8.86 8.21

12.57

6.88 7.95

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

40 Indeks Pembangunan Manusia 2016

Provinsi Aceh. Disisi lain, pengeluaran per kapita terendah berada di Kabupaten Simeulue (Rp 6,54 juta).

Gambar 5.5 Perkembangan Selisih Pengeluaran Per Kapita Kabupaten/Kota Tertinggi dengan Terendah (Rp 000), 2010-2016

Indikator standar hidup layak selama kurun waktu 2010-2016 menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Pengeluaran per kapita per tahun di Provinsi Aceh dalam periode tersebut mengalami kenaikan rata-rata 1,68 persen, angka ini hampir sama dengan perbaikan yang dicapai Indonesia (1,66 persen).

Gambar 5.6 Pertumbuhan Pengeluaran Per Kapita Per Tahun Menurut Kabupaten/Kota (Persen), 2010-2016

7,760

9,195

7,000 7,500 8,000 8,500 9,000 9,500

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1.68

0.44

0.76

1.66

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

Di Kabupaten Aceh Tamiang sendiri percepatan standar hidup masyarakatnya lebih lambat, yakni hanya 0,76 persen per tahun. Beberapa kabupaten lain yang lajunya rendah adalah Kabupaten Pidie (0,44 persen) dan Kabupaten Gayo Lues (0,55 persen). Disisi lain Kota Lhokseumawe mengalami lompatan terbesar dengan pertambahan 3,47 persen per tahun selama 2010-2016.

Pembangunan Manusia

Pencapaian tiga dimensi pembangunan manusia dengan empat komponen di dalamnya pada akhirnya akan bermuara pada pencapaian indeks pembangunan manusia. Dinamika yang terjadi dalam perjalanan pembangunan tiga dimensi pembangunan manusia tersebut membuat pencapaian antar kabupaten/kota juga akan berbeda. Daerah yang memiliki daya tarik dan berbagai macam fasilitas yang memadai,membuat masyarakat dapat melakukan aktivitas dengan mudah. Kemudahan akses yang tersedia mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya mengakibatkan pembangunan manusia berjalan lebih cepat.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2016 sebesar 67,41.

Pencapaian ini meningkat 2,74 poin dari indeks tahun 2010 yang tercatat 64,67. Kabupaten ini berada di posisi 14 dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, turun dari posisi 13 pada tahun sebelumnya yang diambil Aceh Utara. sementara IPM Provinsi Aceh (70,00) dan Indonesia (70,18) lebih tinggi daripada pencapaian daerah ini.

Gambar 5.7 Perkembangan Selisih IPM Kabupaten/Kota Tertinggi dengan Terendah, 2010- 2016

58.97

62.18 80.36

83.73

21.10 21.20 21.30 21.40 21.50 21.60 21.70 21.80 21.90 22.00

58.00 63.00 68.00 73.00 78.00 83.00

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Selisih IPM (maks-min)

IPM

42 Indeks Pembangunan Manusia 2016

Gambar 5.8 IPM Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, IPM Provinsi Aceh dan IPM Indonesia, 2016

IPM Kabupaten Aceh Tamiang termasuk dalam kategori “sedang”, tidak berubah statusnya sejak 6 tahun silam. Beberapa kabupaten/kota lainnya yang berhasil mengubah statusnya dari “sedang” ke “tinggi” adalah Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Besar, Bener Meriah, Pidie Jaya, Sabang, dan Bireuen, serta Subulussalam berhasil naik kelas dari “rendah” ke “sedang”.

Satu-satunya daerah yang mempunyai status IPM “sangat tinggi” adalah Kota Banda Aceh, karena sejak 6 tahun yang lalu IPM-nya telah mencapai diatas 80 poin.

Pencapaian selama periode 2010-2016 yang dilakukan Kabupaten Aceh Tamiang hingga memperoleh IPM sebesar 67,41 merupakan pencapaian yang terjadi pada masing-masing dimensi dan komponen pembangunan manusia. IPM daerah ini bertambah 2,74 poin dari 64,67 pada 2010, merupakan akumulasi dari 4 komponen tersebut. Angka harapan hidup bertambah 0,51 poin (tahun), lebih tinggi daripada kenaikan yang dialami Provinsi Aceh secara umum. Sedangkan harapan lama sekolah bertambah 1,32 poin dan rata-rata lama sekolah sebesar 0,60 poin. Sementara itu pengeluaran per kapita bertambah 346 poin (346 ribu rupiah). Dari 4 komponen tersebut hanya angka harapan lama sekolah yang melompat jauh diatas angka Provinsi Aceh secara umum, sedangkan komponen rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per kapita dibawah angka provinsi. Pada akhirnya, lompatan IPM dalam kurun waktu 2010-2016 mencapai 2,74 poin, sedikit dibawah pencapaian IPM Provinsi Aceh yang tercatat 2,91 poin.

Kesenjangan Pembangunan Manusia

Selama kurun waktu 2010-2016 pembangunan di 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh secara umum berjalan membaik, namun dinamika antardaerah tetap terjadi. Beberapa daerah

70.00

67.41

83.73

62.18 70.18

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

berhasil membawanya menuju level lebih tinggi, namun demikian masih ada juga yang harus bekerja lebih keras lagi untuk menaikkan levelnya.

Pada tahun 2010 status IPM kabupaten/kota di Provinsi Aceh mayoritas adalah “sedang”. Dua daerah, yaitu Kota Langsa dan Kota Lhokseumawe telah mencapai status “tinggi”, bahkan Kota Banda Aceh yang notabene sebagai Ibukota Provinsi Aceh telah menyandang status

“sangat tinggi” bersama beberapa daerah maju lain di Indonesia. Akan tetapi, masih terdapat satu daerah, yaitu Kota Subulussalam yang berstatus “rendah”.

Fenomena kesenjangan di kota dan kabupaten juga terjadi pada semua dimensi pembangunan manusia, baik kesehatan, pendidikan, maupun standar hidup yang layak.

Selama kurun 2010-2016, setiap daerah tentu berupaya mempersempit kesenjangan yang terjadi. Pencapaian demi pencapaian diperoleh daerah sesuai kinerja masing-masing.

Setelah 6 tahun berlalu, pada 2016 beberapa daerah berhasil menaikkan statusnya.

Setidaknya ada 6 daerah yang berhasil meningkatkan status menjadi “tinggi”, yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Besar, Bireuen, Bener Meriah, Pidie Jaya, dan Kota Sabang.

Sementara Kota Subulussalam pun berhasil membawa daerah itu ke level “sedang”, sejajar bersama 14 kabupaten lainnya di provinsi ujung Sumatera ini.

Gambar 5.9 Kategori/Status IPM Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, 2016

Kembali kepada kesenjangan yang terjadi, secara umum jarak capaian pembangunan manusia antar kabupaten/kota dalam kurun waktu 2010-2015 justru sedikit melebar. Pada 2015 terdapat 21,93 poin antara IPM Kota Subulussalam ( 63,32) dengan IPM Kota Banda Aceh (83,25). Padahal pada 2010 masih terpaut 21,39 poin. Akan tetapi, memasuki tahun 2016 kesenjangan pencapaian pembangunan manusia di Provinsi Aceh kembali berkurang dengan selisih 21,55 poin.

61%

35%

4%

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

2015

44 Indeks Pembangunan Manusia 2016

Membedah bahasan diatas, tentu tidak akan terlepas dari dimensi dan komponen pembangunan manusia di dalamnya. Dalam dimensi kesehatan, komponen angka harapan hidup kabupaten/kota tahun 2015 terpaut 7,93 poin antara angka harapan hidup terendah dan tertinggi. Kondisi ini lebih baik daripada tahun 2010 dimana kesenjangan angka harapan hidupnya mencapai 8,12 tahun. Kerja keras dan ketekunan seluruh komponen daerah dalam membangun kesehatan masyarakat mulai membuahkan hasil, tentu saja hal ini harus terus dipelihara dan ditingkatkan. Variabel ini juga yang menyebabkan kesenjangan IPM berkurang pada tahun 2016, karena selisih angka harapan hidup semakin kecil (7,63 poin).

Dimensi berikutnya adalah dimensi pendidikan yang terdiri dari 2 indikator, yaitu harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Kesenjangan harapan lama sekolah yang terjadi pada tahun 2010, jarak antara harapan lama sekolah tertinggi dan terendah sebanyak 4,38 poin atau 4,38 tahun. Akan tetapi, jarak antara harapan lama sekolah tertinggi dan terendah di 5 tahun kemudian mencapai 4,78 tahun. Mungkin dapat ditarik benang merah bahwa terjadi percepatan yang berbeda-beda dalam perbaikan komponen ini (misalnya peningkatan partisipasi sekolah), daerah yang mempunyai dana dan komitmen yang kuat atas pentingnya pendidikan tentu dapat melaju lebih cepat.

Lebih jauh, komponen tersebut memberi peran yang nyata dalam mengurangi kesenjangan pembangunan manusia (IPM). Setelah selama 5 tahun periode 2010-2015 kesenjangan angka harapan lama sekolah justru melebar, pada tahun keenam berhasil dipersempit. Sehingga kesenjangan tahun 2015 yang mencapai 4,78 poin berhasil dipangkas pada tahun 2016 menjadi 4,48 poin.

Menariknya, perbaikan harapan lama sekolah dan melebarnya kesenjangan harapan lama sekolah tidak berujung pada angka rata-rata lama sekolah. Justru dalam periode tersebut, kesenjangan rata-rata lama sekolah makin menyempit. Pada tahun 2010 perbedaan rata-rata lama sekolah terendah dengan tertinggi sekitar 6,31 tahun, kemudian pada tahun 2016 menjadi 5,69 tahun. Hal ini setidaknya menjadi sinyal positif bagi perbaikan pembangunan manusia dari sisi dimensi pengetahuan. Bukan hal yang tidak mungkin, untuk beberapa dekade mendatang kesenjangan dimensi pendidikan semakin mengecil, karena pembangunan dalam komponen harapan lama sekolah berimplikasi dalam waktu yang panjang.

Diantara ketiga dimensi pembangunan manusia, dimensi standar hidup yang layak memiliki fenomena yang cukup menarik. Kesenjangan pengeluaran per kapita yang terjadi pada tahun 2016 (Rp 9,04 juta) lebih tinggi dibandingkan dengan kesenjangan yang terjadi pada tahun 2010 (Rp 7,76 juta). Kesenjangan selama enam tahun tersebut justru semakin memburuk.

Barangkali secara logika hal ini patut dimengerti, karena daerah dengan masyarakat yang lebih maju dalam kegiatan ekonomi, mereka akan lebih mudah mengembangkan diri. Mereka mempunyai sumberdaya dan akses lebih baik daripada masyarakat di daerah yang kurang maju. Sehingga daerah yang lebih maju mempunyai kecepatan lebih tinggi daripada daerah

yang kurang maju. Oleh karenanya, peranserta seluruh masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan dimensi standar hidup layak di daerah yang kurang maju. Dengan demikian, diharapkan perhatian khusus ini dibutuhkan agar kesenjangan pembangunan manusia tidak semakin melebar antara daerah.

Gambar 5.10 Sebaran Kategori/Status IPM Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, 2015

46 Indeks Pembangunan Manusia 2016 IPM versus Indikator Lain

Pertumbuhan Ekonomi vs IPM

Pengeluaran publik untuk kesehatan dan pendidikan, terutama perempuan, merupakan hubungan yang sangat penting. Menentukan kekuatan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengembangan manusia. Tingkat investasi dan distribusi pendapatan merupakan jalur signifikan yang menentukan kekuatan hubungan berjalan dari perkembangan hingga pertumbuhan ekonomi.

Hubungan dua arah ini dapat menghasilkan siklus pembangunan yang memperkuat diri, baik atau buruk, serta mengidentifikasi dari sisi lompatannya. Seiring waktu kita menemukan bahwa pembangunan sepihak jarang bertahan negara-negara yang pada awalnya mendukung pertumbuhan ekonomi ke dalam kategori melenceng. Sementara negara-negara yang mendukung pengembangan manusia maju ke dalam kategori tepat sasaran. Temuan ini menyiratkan bahwa, walaupun perkembangan manusia dan pertumbuhan ekonomi harus dilakukan bersama-sama (Alejandro Ramirez, Gustav Ranis and Frances Stewart: 1997).

Gambar 5.11 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi vs IPM Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, 2016

y = 0.2807x + 68.058

60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

IPM

PERTUMBUHAN EKONOMI

Di Provinsi Aceh, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan IPM adalah searah, jika pertumbuhan ekonomi positif maka IPM juga meningkat. Dalam grafik sederhana di atas (data tahun 2016), jika pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen, maka akan menaikkan IPM sebesar 0,28 poin. Hubungan tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa perekonomian merupakan faktor penting yang tidak bisa ditinggalkan seperti halnya pembangunan manusia.

IPM vs Gini Ratio

Tidak ditemukan kajian yang secara langsung membahas topik di atas. Namun, jika kita kaji salah satu komponen IPM yaitu GNP Per Kapita (UNDP) atau Pengeluaran Per Kapita yang Disesuaikan/PPP (BPS), kita dapat membandingkannya dengan indeks Gini. Kedua variabel tersebut mewakili perekonomian yang akan dibandingkan dengn Gini Ratio.

Kajian yang dilakukan Naguib (2015) menemukan bahwa di Negara-negara OSCE (The Organization for Security and Co-operation in Europe) kenaikan ketimpangan juga diikuti oleh pertumbuhan ekonomi. Namun, ia menyatakan jika sampelnya diperbanyak misalnya pada Negara-negara non-OSCE, kemungkinan hasilnya bisa kuadratik atau tidak linier.

Gambar 5.12 Hubungan IPM vs Gini Ratio Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, 2016

y = 0.0009x + 0.2368

0.220 0.240 0.260 0.280 0.300 0.320 0.340 0.360 0.380

60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00

GINI RATIO

IPM

48 Indeks Pembangunan Manusia 2016

Lain halnya Hong, Li, dan Peng (2014) yang meneliti hubungan kedua variabel negara-negara di dunia (150 negara) dalam kurun 40 tahun. Hubungan antara indeks Gini untuk negara- negara dengan Gini Ratio kurang dari 0,3 dengan pertumbuhan ekonomi adalah positif.

Demikian pula halnya jika Gini Ratio kurang dari 0,4. Akan tetapi, hubungan pertumbuhan ekonomi akan negatif jika Gini Ratio menjadi kurang dari 0,5. Hal ini sama dengan hubungan Gini Ratio dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dalam kasus di Provinsi Aceh, IPM dan Gini Ratio mempunyai hubungan positif, sama halnya dengan hubungan pertumbuhan ekonomi dan IPM pada bahasan sebelumnya. Gini Ratio kabupaten/kota di Provinsi Aceh (kurang dari 0,4) sejalan dengan penelitian Hong, Li, dan Peng khususnya Gini Ratio (kurang dari 0,4) dengan pertumbuhan ekonomi yang berhubungan positif.

IPM vs Kemiskinan

Kondisi yang sama seperti penelitian kasus di berbagai negara, di Provinsi Aceh hubungan IPM dengan kemiskinan juga negatif. Semakin tinggi IPM yang dicapai, maka kemiskinan akan semakin berkurang. Hal ini tentu mudah dimengerti karena dengan meningkatnya kualitas manusia, ia akan semakin banyak mempunyai pilihan, termasuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang layak. Dalam kasus di atas, kenaikan 1 poin IPM akan mengurangi kemiskinan hingga 0,43 poin dari kondisi saat ini.

Gambar 5.13 Hubungan IPM vs Kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, 2016

y = -0.432x + 47.334 R² = 0.2848

5.00 7.00 9.00 11.00 13.00 15.00 17.00 19.00 21.00 23.00 25.00

60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00

KEMISKINAN

IPM

Hal di atas sesuai dengan penelitian (Sonu Madan, 2012) yang menyimpulkan tujuan akhir dari perencanaan dan kebijakan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Karena pendapatan sendiri merupakan ukuran kesejahteraan masyarakat yang tidak lengkap, pembangunan manusia berusaha menangkap aspek kuantitatif maupun kualitatif kesejahteraan manusia dengan merangkum indikator umur panjang, keaksaraan, dan standar kehidupan yang layak. Perkembangan manusia adalah tentang memperbesar pilihan, sedangkan kemiskinan menyiratkan penolakan terhadap peluang dan pilihan yang paling mendasar bagi pembangunan manusia. Perhatian utama makalah ini adalah untuk mengkaji transformasi upaya pembangunan menuju kesejahteraan masyarakat, dengan referensi khusus ke India. Di sini, sebuah usaha telah dilakukan untuk menemukan saling melengkapi antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Multidimensional (MPI) di negara-negara besar di India dengan menggunakan analisis regresi. Hubungan negatif antara keduanya menggarisbawahi kebutuhan untuk meningkatkan kesempatan ekonomi dan pendidikan dan pemerataan pembagian di antara semua bagian masyarakat.

50 Indeks Pembangunan Manusia 2016

Dalam dokumen indeks pembangunan manusia (Halaman 44-61)

Dokumen terkait