• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Sistem Proteksi Bahaya Kebakaran

Dalam dokumen BUKU DOKUMEN PEMERIKSAAN KELAIKAN BANGUNAN (Halaman 69-75)

BAB 3 KAJIAN BANGUNAN GEDUNG GUDANG D-12 ANDY ALIMIN

3.1. Pemeriksaan Persyaratan Tata Bangunan Gedung

3.2.2. Pemeriksaan Sistem Proteksi Bahaya Kebakaran

Gambar 3. 32 Dokumentasi Lapangan 3 Gambar 3. 33 Dokumentasi Lapangan 4

Sistem ini menggunakan instalasi hydrant sebagai alat utama pemadam kebakaran, yang terdiri dari box hydrant dan accesories, pilar hydrant dan siamese. Box Hydrant dan accesories instalasinya; selang (hose), nozzle atau disebut juga dengan Fire House cabinet (FHC) biasanya ditempatkan dalam Gedung, sebagai antisipasi jika sistem sprinkler dan sistem Fire extinguisher kewalahan mengatasi kebakaran di dalam Gedung.

System Hydrant ini juga terdiri dari 2 system, yaitu:

1) Wet Riser System: Seluruh instalasi pipa hydrant berisikan air bertekanan dengan tekanan yang selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap.

2) Dry Riser System: seluruh instalasi pipa hydrant tidak berisikan air bertekanan, peralatan penyedia air akan secara otomatis jika katup selang kebakaran di buka.

A. Sistem Deteksi Kebakaran

Sistem Deteksi Kebakaran

Terdapat beberapa peralatan utama sebagai penditeksi dari bahaya kebakarn pada gedung yang dalam kinerjanya harus tetap dalam keadaan andal, sehingga jika terjadi kerusakan pada device harus segera dilakukan penggantian dan dicatat dalam buku laporan, sebagai informasi yang berkelanjutan kepada men power yang bertugas.

Tabel 3. 4 Penyediaan Sistem Deteksi dan Alarm Menurut Fungsi, Jumlah dan Luas Lantai Bangunan gedung

Dari Table Diatas Sesuai Dengan Permen PUPR No. 26 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan, dimana dari jumlah luas bangunan perlu deteksi dan alarm otomatis. Oleh karena itu, disarankan menambahkan instalasi deteksi dan Alarm Pada Bangunan

Fire extinguisher atau lebih dikenal dengan nama APAR (Alat Pemadam Api Ringan) merupakan alat pemadam api yang pemakaiannya dilakukan secara manual dan

langsung diarahkan pada posisi dimana api berada.

APAR biasanya ditempatkan di tempat-tempat strategis yang dissuaikan dengan peraturan Dinas Pemadam Kebakaran dengan jarak tempuh maksimum 23 m.

Kelengkapan APAR meliputi: Label, kartu tanda pengenal, stensil, atau indikator yang ditempelkan pada APAR memberikan informasi sebagai berikut:

1) Nama produk dari isi sebagaimana tercantum pada Lembar data keselamatan material (Material Safety Data Sheet = MSDS).

2) Daftar identifikasi bahan beracun dan berbahaya (B3).

3) Daftar setiap bahan beracun berbahaya yang konsentrasinya melebihi 1 persen volume.

4) Daftar setiap kimiawi yang konsentrasinya melebihi 5 persen volume.

5) Informasi mengenai ting kat bahaya bahan tersebut sesuai dengan Lembar data keselamatan material (Material Safety Data Sheet = MSDS).

6) Nama Manufaktur atau nama agennya, alamat surat dan nomor telepon.

Menurut Perda NO. 3 tahun 1992 adalah suatu alat untuk memadamkan kebakaran. Persyaratan teknis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) meliputi :

a. Setiap alat pemadam api ringan dipasang pada posisi yang mudah dilihat, dicapai, diambil, serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan.

b. Setiap alat pemadam api ringan harus siap pakai.

c. Tabung tidak boleh berkarat

d. Dilengkapi cara-cara penggunaan yang memuat urutan singkat dan jelas tentang cara penggunaan alat.

e. Belum lewat masa berlakunya f. Warna tabung mudah terlihat

g. Pemasangan alat pemadam api ringan ditentukan sebagai berikut :

1) Dipasang pada dinding dengan penguatan dan dalam lemari kaca serta dapat digunakan dengan mudah pada saat diperlukan

2) Dipasang pada ketinggiaan 120 cm dari permukaan lantai, kecuali CO2 dan bubuk kimia kering 15 cm dari alas APAR ke permukaan lantai.

Pada Bangunan Gudang D-12 Andy Alimin Belum memiliki APAR dalam gedung. Disarankan untuk Menambahkan APAR dalam gedung sesuai yang disyaratkan. Pemasangan APAR sesuai Permen PUPR No. 11 Th 2018 jarak antar apar setidaknya kurang dari 23 meter.

Perhitungan APAR = Luasan Yang Dilindungi Luas Perlindungan APAR

= 216M2

200 = 1 Buah 3.2.2.3. Sistem Evakuasi Darurat

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008, setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dari jenis engsel sisi atau pintu ayun, pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari posisi manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh.

Menurut SNI 03-1746 tahun 2000, penempatan pintu darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat menjangkau pintu keluar (exit) tidak melebihi jarak yang telah ditetapkan. Jumlah pintu darurat minimal 2 buah pada setiap lantai yang mempunyai penghuni kurang dari 60, dan dilengkapi dengan tanda atau sinyal yang bertuliskan keluar menghadap ke koridor, mudah dicapai dan dapat mengeluarkan seluruh penghuni dalam waktu 2,5 menit.

Pintu darurat harus dilengkapi dengan tanda keluar / exit dengan warna tulisan hijau di atas putih tembus cahaya dan di bagian belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu menyala (Depnaker,1987).

A. Titik Kumpul dan Arah Evakuasi

Alur adalah urutan peristiwa dalam sebuah cerita yang sambung menyambung berdasarkan hubungan sebab-akibat. Pemahaman alur akan memudahkan kita memahami peristiwa dalam sebuah cerita, misalnya novel. Unsur penting dalam sebuah alur adalah peristiwa, konflik, dan klimaks.

Sirkulasi menggambarkan sebua pola pergerakan, baik kendaraan maupun pejalan kaki diatas dan disekitar tapak yang berpengaruh terhadap lamanya dan

beban puncak bagi lalu lintas kendaraan dan pergerkan pejalan kaki. Sirkulasi merupakan gerak terusan ruang. Jalan sirkulasi diartikan sebagai tali yang terlihat menghubungkan ruang - ruang dalam maupun ruang luar, oleh karena itu kita bergerak dalam waktu melalui tahapan dari ruang. Unsur - unsur dari sirkulasi adalah:

1. Pencapaian bangunan (Pandangan dari jauh)

2. Jalan masuk ke dalam bangunan (dari luar ke dalam) 3. Konfigurasi bentuk jalan (urutan ruang - ruang)

Sifat konfigurasi ialah mempengaruhi dan dipengaruhi pola organisasi ruang - ruang yang menghidupkannya. Konfigurasi sebuah jalan yang dapat memperkuat organisasi ruang dengan mensejajarkan polanya. Sekali berhasil membayangkan ke seluruh jalan di dalam sebuah bangunan, orientasi di dalam bangunan dan pengertian tentang tata letak ruangnya menjadi nyata.

Pada kondisi eksisting belum terdapat signage yang menunjukan arah evakuasi dan titik kumpul pada lingkungan Bangunan Gedung Gudang D-12 Andy Alimin.

B. Sistem Pencahayaan Darurat dan Tanda Petunjuk Arah Keluar

Standar pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan bahaya pada bangunan gedung ini dimaksudkan sebagai standar minimal bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan gedung. Yaitu sebuah lampu yang di rancang untuk digunakan pada sistem pencahayaan darurat. Sebuah tanda arah “Eksit”, dapat juga berfungsi sebagai sebuah lampu darurat apabila telah didesain untuk tujuan itu atau lampu darurat dapat dikombinasikan dengan lampu pencahayaan normal atau dapat juga sebagai unit lengkap yang terpisah.

Secara peraturan pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar (means of egress) harus disediakan untuk setiap bangunan dan terpasang pada :

a) jalan lintas.

b) ruangan yang luasnya lebih dari 300 m2.

c) ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2 yang

tidak terbuka d) ke koridor, atau

e) ke ruang yang mempunyai lampu darurat, atau f) ke jalan raya, atau

g) ke ruang terbuka.

h) bangunan kelas 2 atau 3 dan pada setiap jalan lintas yang mempunyai panjang lebih dari 6 m dipasang lampu darurat.

i) bangunan kelas 9a, yaitu pada :

a) setiap lorong, koridor, hal atau sejenisnya yang digunakan pasien.

b) setiap ruangan dengan luas lantai lebih dari 120 m2 yang digunakan pasien

Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala selama penghuni membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan buatan yang dioperasikan sebagai pencahayaan darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan untuk menjaga pencahayaan sampai ke tingkat minimum yang ditentukan. Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1½ jam dalam kejadian gagalnya pencahayaan normal. Fasilitas lampu darurat juga harus mampu untuk dapat menyediakan pencahayaan awal tidak kurang dari rata-rata 10 Lux dan minimum pada setiap titik 1 Lux diukur sepanjang lintasan jalan keluar dari permukaan lantai.

Pada bangunan gedung Gudang D-12 Andy Alimin pencahayaan darurat belum tersedia pada pintu exit.

Dalam dokumen BUKU DOKUMEN PEMERIKSAAN KELAIKAN BANGUNAN (Halaman 69-75)

Dokumen terkait