KONFIGURASI PASAK DAN SUDUT ARAH SERAT KUAT TUMPU PADA DESAIN SAMBUNGAN LAMINATED VENEER LUMBER (LVL) KAYU SENGON
1. PENDAHULUAN
180 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar
KONFIGURASI PASAK DAN SUDUT ARAH SERAT KUAT TUMPU PADA
Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar | 181 Kekuatan pada struktur bangunan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam perancangan suatu konstruksi. Simpul atau sambungan dalam struktur merupakan titik kritis yang mempengaruhi kekuatan.
Sambungan pada umumnya menggunakan alat pengencang paku atau baut, yang tentunya mempunyai kelebihan serta kekurangan. Demikian halnya dengan sambungan menggunakan alat pengencang pasak.
Laminated Veneer Lumber memiliki nilai kuat tumpu yang lebih tinggi daripada kayu alami dengan berat jenis yang sama. Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai kuat tumpu searah serat pada LVL lebih tingi dibandingkan estimasi yang diberikan oleh NDS, Eurocode 5, Hirai, dan pengujian Ali Awaluddin. Nilai kuat tumpu yang dihasilkan mendekati estimasi kuat tumpu dari NDS. NDS memberikan rumus kuat tumpu untuk pembebanan sejajar arah serat dengan persamaan (1).
Fe// = 77,25G N/mm2 (1)
Gambar 1. Grafik perbandingan pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan sejajar arah serat (sumber: J. Wood Science, 2007)
Gambar 2. Grafik perbandingan pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan tegak lurus arah serat (sumber: J. Wood Science, 2007)
Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai kuat tumpu tegak lurus arah serat pada sampe LVL lebih tinggi dibandingkan estimasi yang diberikan oleh NDS, Hirai, dan pengujian Ali Awaluddin, namun nilai-niai kuat tumpu tersebut lebih rendah daripada nilai yang diberikan oleh Eurocode. Kuat tumpu yang dihasilkan dari sampel pengujian penelitian ini berada di antara kuat tumpu yang diestimasikan oleh Eurocode dan NDS, Persamaan (2) dan (3) adalah yang disarankan oleh Eurocode dan NDS.
(2)
212G1,45d-0,5 N/mm2 (3)
182 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar
Gambar 3. Efek sudut pembebanan terhadap serat pada kuat tumpu (Sumber: J Wood Science, 2007) Nilai kuat tumpu sejajar serat (Fe//) dan tegak lurus serat (Fe┴) yang diperoleh pada pengujian Ali Awaluddin masing-masing 57,30 N/mm2 dan 34,37 N/mm2. Grafik 3. menunjukkan bahwa kuat tumpu yang dihasilkan LVL lebih kecil dibandingkan dengan nilai kuat tumpu kayu Shorea Obtusa dalam pengujian Ali Awaluddin. Hal ini disebabkan karena berat jenis LVL yaitu 0,337 gr/cm3 lebih kecil daripada berat jenis kayu Shorea Obtusa yaitu 0,86 gr/cm3. Titik-titik kuat tumpu yang dhasilkan LVL menyerupai bentuk garis Persamaan (4) oleh Hankinson.
N/mm2 (4)
Sekalipun garis persamaan (4) mendekati titik-titik kuat tumpu LVL, namun tingkat akurasi dari persamaan tersebut masih belum cukup. Oleh karena itu perlu adanya modifikasi dalam Persamaan Hankinson dengan penmbahan konstanta untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Pemanfaatan bambu dapat dilihat dalam aspek ekologi maupun tujuan desain penggunaan pada umumnya. Sebagai material desain ekologi bambu adalah bahan baku yang dapat diperbaharui, dapat melindungi habitat alam, dapat didaur ulang dan mudah dibuang, mempunyai emisi rendah dan memerlukan energi yang sedikit dalam pemrosesan serta bersahabat dan aman bagi lingkungan. Sedangkan ditinjau dari desain yang berkaitan dengan karakteristiknya, bambu mempunyai sifat antara lain equitability, yaitu dapat mudah diperoleh seseorang tanpa melihat status sosial (murah), mempunyai sifat lentur yang cocok dengan ketentuan syarat pasak yang baik. Bambu juga mempunyai sifat sederhana dan intuisi, yaitu material sederhana dimana keindahan ditampakkan dari tekstur serta karakteristik alam dari setiap bambu.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk menemukan konfigurasi desain sambungan yang optimal pada sambungan struktur Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan pasak bambu sebagai konektor.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium dan analisis.
Sebuah percobaan untuk mendapatkan suatu hasil yang menegaskan hubungan antara variabel-variabel yang diselidiki dilakukan dalam metode eksperimental.
Bahan utama penelitian ini adalah Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan dimensi 80 mm × 18 mm
× 200 mm yang telah dipilih permukaan halus, tidak mempunyai cacat fisik, dan tidak mempunyai mata kayu dengan ukuran yang diisyaratkan.
Setiap pasak bambu dengan ukuran diameter yang berbeda diuji kuat lentur dan kuat gesernya.
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui tahanan masing-masing pasak bambu. Dari tahanan masing-masing bambu, kuat lentur dan kuat geser pasak bambu dapat dihitung sesuai dengan metode Eurocode EN 408 (2003).
Penelitian ini akan menyelidiki suatu percobaan berupa pengujian desain sambungan LVL dengan pasak bambu sebagai konektor dengan variasi sudut 00, 300, 450, 600, dan 900.
Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar | 183 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Benda uji yang digunakan pada pengujian kuat lentur dan kuat geser pasak adalah pasak bambu laminasi dengan diameter 15 mm, 10 mm, dan 8 mm masing-masing sebanyak 3 buah. Sesuai Metode Eurocode EN 408 (2003), didapat hasil kuat lentur dan kuat geser pasak bambu laminasi pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji kuat lentur dan kuat geser pasak bambu laminasi
Diameter (mm) Kuat lentur (kg/cm2) Kuat geser (kg/cm2)
8 84,49 249,972
10 117,67 307,048
15 141,51 454,907
Gambar 4. Hubungan kuat lentur pasak dengan diameter pasak
Pada Gambar 4. dapat dilihat bahwa hubungan kuat lentur pasak dengan diameter pasak membentuk grafik logaritmik dengan besar R2=0,9333. Maka grafik logaritmik kuat lentur mampu menggambarkan pola hubungan kuat lentur pasak dengan diameter pasak. Hubungan kuat geser pasak dengan diameter pasak membentuk grafik linier dengan besar R2=0,999. Maka grafik linier kuat geser mampu menggambarkan pola hubungan kuat geser pasak dengan diameter pasak.
Gambar 5 menunjukkan grafik hubungan sudut arah serat dengan kuat tumpu LVL.
Gambar 5. Hubungan Kuat Tumpu dengan Sudut Arah Serat R² = 0.9339
R² = 0.9999
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
8 9 10 11 12 13 14 15
Kekuatan Pasak (kg/cm2)
Diameter Pasak (mm)
20 23 26 29 32 35
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Kuat Tumpu (N/mm2)
Sudut Arah Serat (0)
184 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar
Berdasarkan perencanaan jumlah serta formasi pasak dalam sambungan, maka dibuat sambungan dengan cara ketiga balok LVL yang akan disambung dibor tegak lurus serat dengan diameter lubang sebesar 90% diameter pasak. Pasak dimasukkan dalam lubang sesuai dengan jumlah dan ukuran lubang yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan alat UTM dengan kecepatan 500N/detik. Pengamatan dilakukan pada tiga titik pembebanan yakni daerah elastis, zona plastis, dan saat beban maksimum. Ilustrasi dari kondisi sambungan pada saat pembebanan dapat dilihat pada grafik hubungan penurunan dan beban maksimum yang menggambarkan hasil pengujian kapasitas sambungan benda uji ke-1 (KS 8-A) pada Laboratorium Bahan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Gambar 6.
Gambar 6. Grafik klasifikasi pola hasil pengujian tekan sambungan.
Dari Gambar 6. didapat pembebanan maksimum yang terjadi sebesar 13,56 kN. Hasil kuat tekan berdasarkan kapasitas luasan sambungan dua irisan benda uji ditabulasikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji kapasitas luasan sambungan dua irisan
∅
(mm) ½ Keliling Luas Pasak
(mm2) Benda
Uji P Maksimum
(kg) Rerata P Maks
(kg)
8 88 352,00 A 1382,74 1497,96
B 1588,72
C 1522,44
10 78,57 392,86 D 1518,36 1472,13
E 1400,07
F 1497,96
15 47,14 353,57 G 1358,26 1214,14
H 925,90
I 1358,26
Berdasarkan data pada Tabel 2. dapat dihasilkan grafik hubungan beban maksimum dengan total ½ keliling pasak bambu laminasi seperti pada Gambar 7.
Grafik 7. Hubungan antara beban maksimum dengan ½ keliling
1214.14
1472.13
1497.96 R² = 0.9901
1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550
47 49 51 53 55 57 59 61 63 65 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87
Rata-rata Beban Maksimum (kg)
1/2 Keliling (mm)
Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar | 185 Dari Gambar 7. terlihat bahwa hubungan beban maksimum dengan ½ keliling membentuk garis logaritmik dengan R2=0,99 terhadap data uji. Dengan begitu grafik logaritmik cukup menggambarkan pola hubungan beban maksimum dengan total ½ keliling pasak yang digunakan.
Hasil pengujian sambungan pasak bambu laminasi dimensi terpilih diameter 10 mm pada LVL dengan variasi sudut 00, 300, 450, 600, dan 900 terhadap serat kayu, menunjukkan bahwa hubungan tahanan lateral dua irisan dengan sudut arah serat membentuk garis linier dengan R2=0,966 terhadap data uji. Dengan begitu grafik linier cukup menggambarkan pola hubungan tahanan lateral dua irisan dengan sudut arah serat, seperti tampak pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan tahanan lateral dua irisan dengan sudut arah serat
Sedangkan, hasil pengujian sambungan dengan berbagai konfigurasi ditunjukkan dalam Tabel 3 dan secara grafis ditunjukkan oleh Gambar 9.
Tabel 3. Hasil uji sambungan berbagai konfigurasi Diameter
(mm) Jumlah pasak
(buah) ½ keliling
(mm) Beban maksimum
(kg) Rata-rata beban maksimum (kg)
10
3
818,83
94,29 876,96 845,34
840,25 5
1518,36
157,14 1400,07 1472,13
1497,96 7
1877,30
220,00 1857,92 1870,16
1875,26
Gambar 9. Hubungan sambungan berbagai konfigurasi antara tahanan lateral dua irisan dengan ½ keliling 400
600 800 1000 1200 1400 1600
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 Tahanan Lateral Dua Irisan (kg)
Sudut Arah Serat (0)
845,35
1472,13
1870,16
R² = 0.9999
800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900
92 122 153 183 214
Tahanan Lateral Dua Irisan (kg)
1/2 Keliling (mm)
186 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar
Dari Grafik 9 terlihat bahwa hubungan tahanan lateral dua irisan dengan ½ keliling membentuk garis logaritmik dengan R2=0,999 terhadap data uji. Dengan begitu grafik logaritmik mampu menggambarkan pola hubungan tahanan lateral dua irisan dengan ½ keliling pasak yang dipakai.
Hubungan tahanan lateral hasil perhitungan estimasi dengan pengujian untuk sambungan menggunakan 5 pasak diameter 10 menunjukkan bahwa terjadi penurunan prediksi nilai tahanan lateral untuk sambungan dengan arah serat lebih dari 450, seperti tampak pada Gambar 10.
Gambar 10. Hubungan estimasi tahanan lateral dan tahanan lateral hasil uji dengan sudut arah serat IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
Karakteristik sifat mekanik LVL pada pengujian dengan variasi sudut sudut 00, 300, 450, 600, dan 900 terhadap arah serat kayu adalah sebagai berikut:
a. Pola keretakan yang terjadi pada saat kayu mengalami desakan mengikuti arah seratnya.
b. Berdasarkan hasil pengujian sambungan berdasarkan sudut terhadap arah serat kayu bahwa nilai tahanan semakin menurun dengan perubahan sudut dari sejaajr ke tega lurus sehingga nilai tahanan pada sudut arah serat 00 memiliki nilai tahanan tertinggi dibandingkan dengan sudut arah serat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
American Society of Civil Engineer (ASCE). 1996. Mechanical Connection in Wood Structures. ASCE Manuals and Report on Engineering Practice No. 84, New York.
ANSI/ASTM D 790-71 : 1978 Standard Test Methods for Flexural Properties of and Electrical Insulating Materials. Philadelphia, Pa.
ASTM D 5652 : 2000 Standard Test Methods for Bolted Connection in Wood and Wood-Based Products.
Philadelphia, Pa.
Awaludin, Ali. 2005. Konstruksi Kayu. Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Awaludin, Ali. 2005. Perencanaan Sambungan Kayu. Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. SNI-5.
Jakarta.
Bakar, E.S. 1996. Kayu Laminasi Vinir Sejajar. Buletin Teknologi Hasil Hutan, Vol. I. Hal 24-30. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Breyer, D.E. Fridley, K.J. Cobeen, K.E. and Pollock, D.G. 2007. Design of Wood Structures ASD/LRFD.
McGraw-Hill. United States of America.
Rosalita, Yetvi. 2009. Kajian Optimasi Sambungan Pasak Bambu Laminasi Pada Struktur Laminated Veneer Lumber (LVL). Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soltis, Lawrence S. Karnasudirdja, S. Litlle, James K. 1987. Angle to Grain Strength of Dowel-Type Fasteners. Wood and Fiber Science Journal, Vol 19 (1).
0 300 600 900 1200 1500 1800
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Tahanan Lateral (kg)
Sudut Arah Serat (0)
Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar | 187 Wilkinson, T.L., 1991. Dowel Bearing Strength. Res. Pap. FPL-RP-505. Madison, WI: U.S. Department of
Agruculture, Forest Service, Forest Product Laboratory.
Yap, F. 1964. Konstruksi Kayu. Bina Cipta. Bandung.
Youngquist, J.A dan B.S. Bryant. 1979. Production and Marketing Feasibility of Parallel Laminated Veneer Product. Forest Products Journal 29 (8) : 45
188 | Seminar Nasional Mapeki XV (6-7 November 2012), Makassar