• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Hutan Lindung Di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting

Dalam dokumen skripsi - Universitas Muhammadiyah Makassar (Halaman 63-81)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pengelolaan Hutan Lindung Di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting

C. Pengelolaan Hutan Lindung Di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting

dan kepastian hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menunjang diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi serbaguna dan pendayagunaan secara lestari.

Data yang dihimpun dari informan untuk variabel perencanaan pengelolaan hutan lindung dengan indikator pengelolaan hutan lindung yang jelas tampak pada jawaban informan tersebut. Berikut hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan perencanaan pengelolaan hutan lindung berikut ini:

“Dalam pengelolaan hutan lindung, kita tidak langsung masuk mengelolah begitu saja, namun terlebih dahulu kita membuat sebuah perencanaan tentang apa yang akan dilaksanakan nanti dalam mengelolah hutan”. (wawancara dengan informan HH 02 september 2014)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru bahwa dalam mengelolah hutan lindung perluh dilakukan perencanaan terlebih dahulu agar dalam pengelolaannya dapat dapat terlaksana sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam pengelolaan hutan lindung pemerintah membuat sebuah perencanaan yang akan dilaksanakan untuk mengelolah hutan lindung dengan bekerja sama dengan masyarakat sekitar hutan.

Berikut hasil wawancara dengan salah satu staf dinas kehutanan Kabupaten Barru :

“tetap ada proses diskusi dan proses sosialisasi kemudian ada namanya penguatan kelembagaan. Tapi memang awalnya kita lakukan yang namanya sosialisasi meberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai apa itu hutan, kemudian apa keterlibatannya. Semua itu kita sosialisasikan

berdasarkan peraturan menteri dan undang-undang kehutanan nomor 41 tahun 1999”. (wawancara dengan informan HH 02 September 2014) Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa dalam mengelolah hutan lindung, pemerintah tetap melakukan proses diskusi dan sosialiasi kepada masyarakat sekitar hutan mengenai apa yang akan dilaksanakan dalam menjaga areal hutan. Serta memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai apa yang dimaksud dengan hutan lindung dan apa yang harus dilakukan untuk menjaga dan melestarikan hutan. Kemudian dalam proses sosialisai tersebut, pemerintah melakukan sosialisasi mengenai apa yang telah ditetapkan oleh peraturan menteri dan sesuai undang-undang nomor 41 tahun 1999.

Mengenai tentang proses sosialisasi kepada masyarakat, berikut hasil wawancara dengan staf Dinas kehutanan Kabupaten Barru :

“pada saat diskusi itu, kita tanyakan kepada mereka mengenai apa yang mereka inginkan. Nah, dari keinginannya itu kita saring lagi, apakah tidak bertentangan dengan peraturan kehutanan, UU No. 41 Tahun 1999 dan peraturan lain dibawahnya seperti peraturan kabupaten daerah”.

(wawancara dengan informan HH 02 september 2014)

Pernyataan diatas diperkuat dengan apa yang dikatakan oleh Kepala Desa Pujananting pada saat wawancara di bawah ini :

“iya, dinas kehutanan memang sering melakukan penyuluhun-penyuluhan dan sosialisai kepada masyarakat mengenai hutan lindung yang ada di desa kami yaitu Desa Pujananting”. (wawancara dengan informan RS 15 September 2014)

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa, dalam hal pengelolaan hutan lindung Pemerintah Daerah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten

Barru telah melakukan berbagai upaya pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya mengelolah dan melestarikan hutan dengan baik. Sehingga dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar hutan dan tidak merusak hutan di sekitarnya, maka pemerintah melakukan berbagai macam sosialisasi mengenai pengelolaan hutan.

Setelah pemerintah mengetahui dan memahami apa yang menjadi keinginan masyarakat sekitar hutan, kemudian disesuaikan dengan undang- undang tentang kehutanan yang berlaku apakah tidak bertentangan dengan peraturan tersebut. Selanjutnya menetapkan dan menentukan mengenai apa yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam mengelolah hutan.

Dari beberapa pernyataan informan diatas pada indikator perencanaan hutan dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan hutan lindung, tentunya sebagai pemerintah daerah oleh dinas kehutanan terlebih dahulu membuat perencanaan tentang pengelolaan hutan. Dalam perencanaan tersebut, pemerintah melakukan berbagai cara seperti melakukan diskusi-diskusi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan mengenai apa yang harus dilakukan berdasarkan Peraturan menteri Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 serta peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan hutan lindung.

2. Pelaksanaan Pengelolaan Hutan Lindung

Menurut Undang- undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, berdasarkan fungsi pokoknya hutan dibagi menjadi hutan produksi, hutan

lindung dan hutan konservasi. Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah, dan hutan konservasi merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Pengelolaan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Namun, dalam pemanfaatannya harus dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan.

Data yang dihimpun dari informan untuk variabel Pengelolaan Hutan Lindung dengan indikator Pengelolaan Hutan Lindung yang jelas tampak pada jawaban informan tersebut. Berikut hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan Pengelolaan Hutan Lindung berikut ini:

“Dalam mengelolah hutan lindung yang ada di Desa Pujananting, kami selaku pemerintah daerah tentu sangat memperhatikan hal tersebut dan kami juga tentu bekerjasama dengan masyarakat yang ada di sekitarnya untuk mengelolah hutan itu”. (wawancara dengan informan HH 02 September 2014)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru. Bahwa pemerintah menjelaskan adanya perhatian Pemerintah dalam pengelolaan hutan lindung yang ada di Desa Pujananting

dengan cara bekerjasama dengan masyarakat sekitar hutan dalam mengelolah hutan tersebut. Dengan adanya kerjasama pemerintah dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung yang ada di Desa Pujananting dapat terkelolah dengan baik sehingga kelestarian hutan tetap terjaga.

Dalam pengelolaan hutan lindung tentu tidak hanya sekedar memperhatikan begitu saja namun harus dilkukan tindakan-tindakan untuk memperbaiki areal hutan yang mengalami kerusakan atau biasa disebut dengan rehabilitasi hutan dan lahan. Berikut wawancara pihak Pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru :

“iya, kita tetap melakukan rehabilitasi atau perbaikan hutan dengan cara penanaman pohon pada daerah hutan yang rusak”. (wawancara dengan informan HH 02 September 2014)

Sesuai hasil wawancara dengan pihak Pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru dijelaskan bahwa pemerintah tetap melakukan rehabilitasi pada daerah hutan yang rusak. Bentuk rehabilitasi yang dilakukan adalah dengan cara penanaman pohon, yaitu menanami kembali daerah yang dianggap kurang pepohonan yang tumbuh. Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan untuk memulihkan, mempertahankan dan menigkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan peranannya dalam mendukung mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

Berikut hasil wawancara dengan staf Dinas Kehutan Kabupaten Barru :

“kita melakukan penanaman, misalnya di daerah Pujananting itu seperti mahoni, kemiri, akasia, jati dan kayu-kayu lokal lainnya karena kita juga harus sesuaikan dengan lokasinya seperti di daerah Pujananting daerah ketinggian. Ini yang kemudian dimasukkan dalam program kita bahwa ada penanaman kembali di areal ini”. (wawancara dengan informan HH 02 September 2014)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa pemerintah tidak lepas tangan begitu saja dalam dalam mengelolah hutan lindung yang telah mengalami berbagai kerusakan. Salah satu cara yang dilakukan dengan rehabilitasi hutan lindung yaitu dengan melakukan penanaman pohon pada wilayah hutan yang mengalami kerusakan. Namun, dalam rehabilitasi tersebut harus juga disesuaikan dengan wilayah untuk jenis pohon yang akan ditanami.

Seperti halnya di Desa Pujananting , daerah ketinggian maka jenis pohon yang cocok untuk ditanami adalah mahoni, kemiri, jati dan akasia.

Membahas mengenai rehabilitasi hutan tentu tidak lepas dari campur tangan masyarakat sekitar hutan, berikut wawancara dengan salah satu masyarakat yang terlibat dalam rehabilitasi hutan :

“bibit yang biasa kami tanam yaitu mahoni, kemiri dan akasia sesuai yang disuruhkan oleh dinas kehutanan. Tapi lebih banyak akasia yang kita tanam karena kalau kemiri biasa mati kalau musim kemarau Karena tidak tahan panas, tidak sama dengan mahoni dan akasia yang tahan panas”.

(wawancara dengan informan JN 10 September 2014)

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh informan diatas bahwa apa yang di instruksikan oleh Dinas Kehutanan Daerah itulah yang dilakukan oleh masyarakat. Seperti halnya dalam menentukan bibit yang akan ditanam yaitu mahoni, kemiri dan akasia. Namun pada kenyataannya masyarakat lebih banyak menanam pohon akasi karena lebih tahan untuk hidup tidak sama dengan bibit

yang lain seperti kemiri yang biasa mati pada saat musim kemarau karena tidak tahan cuaca panas.

Hutan merupakan komoditas yang sangat strategis, baik untuk masyarakat maupun negara. Pola pengelolaan hutan oleh masyarakat seringkali bertentangan dengan kebijakan pengelolaan hutan oleh negara. Perspektif negara yang dominan sering membuat masyarakat pinggir hutan yang marjinal semakin tertindas secara struktural.

Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan-penyuluhan bagi masyarakat agar mengerti bagaimana pola pengelolaan hutan yang baik dan benar serta tidak bertentangan dengan kebijakan pengelolaan hutan oleh pemerintah. Masyarakat harus mengetahui fungsi hutan yang sebenarnya tanpa mengenyampingkan keperluan mereka sendiri.

Jadi, pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru bekerjasama dengan Pemerintah Desa Pujananting memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar hutan untuk menjaga dan melestarikan hutan mereka serta menjelaskan akibat yang akan terjadi apabila hutan tidak terpelihara dengan baik. Berikut hasil wawancara dengan pihak pemerintah oleh Kepala Desa Pujananting :

“iya, kami selaku Pemerintah Desa setempat memberi pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat dari hutan kalau dipelihara dengan baik, salah satu manfaatnya yaitu dapat menahan air pada musim hujan sehingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan”. (wawancara dengan informan RS 15 September 2014)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Pujananting diatas dapat diketahui bahwa selaku pemerintah setempat selalu member pemahaman kepada masyarakatnya tentang manfaat dari pengelolaan hutan yang baik. Salah satu yang dijelaskan diatas adalah dapat menahan air pada musim hujan sehingga pada saat musim kemarau tidak terjadi kekeringan.

Sesuai beberapa hasil wawancara dengan informan diatas maka penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa dalam pengelolaan hutan lindung di Desa Pujananting sudah cukup baik dengan cara melibatkan masyarakat dalam mengelolah hutan. Dalam kegiatan perbaikan areal hutan atau biasa disebut dengan rehabilitasi hutan pemerintah dan masyarakat melakukan berbagai kegiatan penanaman pohon di areal hutan yang rusak. Dengan adanya kegiatan penanamna pohon maka diharapkan hutan yang ada di Desa Pujananting dapat terjaga kelestariannya.

3. Pengawasan Hutan Lindung

Penyelenggaraan pengawasan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fingsi produksi tercapai secara optimal. Sulitnya pengawasan dan monitoring atas proses eksploitasi sumberdaya hutan untuk menjaga hutan tetap lestari antara lain disebabkan keterbatasan jangkauan departemen teknis yang terkait dan tidak disertakannya masyarakat dalam pengawasan dalam kerangka besar pengelolaan hutan. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat penting baik berupa dibentuknya organisasi atau kelembagaan

masyarakat lokal maupun yang hanya bersifat partispatif sukarela kelompok masyarakat.

Selain untuk membantu proses pengawasan pengelolaan hutan, juga sebagai bentuk keterlibatan yang membantu terjalinnya hubungan baik antara pengelola, pemerintah dan masyarakat. Keterlibatan ini akan memiminalisir terjadinya konflik antara masyarakat dengan pengelola dengan membangun hubungan mutualisme antar berbagai pihak. Hubungan ini tentunya harus disertai kesepakatan-kesepakatan yang tidak hanya menguntungkan salah satu pihak, tetapi bisa mengakomodir semua kepentingan baik dari pemerintah, pengelola maupun masyarakat terutama masyrakat disekitar hutan. Diharapakn dengan adanya keterlibatan langsung masyarakat dalam pengawasan dapat menjaga hutan lindung tetap lestari dan melindungi masyarakat lokal yang selama ini menggangtungkan hidupnnya dari hutan ditengah maraknnya eksploitasi (Nuraeni, 2013).

Data yang dihimpun dari informan untuk variabel perlindungan hutan lindung dengan indikator perlindungan hutan lindung yang jelas tampak pada jawaban informan tersebut. Berikut hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan perlindungan hutan lindung berikut ini:

“Tetap ada pengawasan terhadap hutan. Bentuknya yaitu melakukan patroli di areal hutan sekitar dua atau tiga hari dalam seminggu dan kami juga bekerjasama dengan masyarakat untuk mengawasi hutan ini. Karena kenapa kami melibatkan masyarakat dalam pengawasan ini karena personil kami dari polisi kehutanan sangat terbatas sehingga masyarakatlah yang diharapkan untuk membantu menjaga hutan kita”.

(wawancara dengan informan IS 02 September 2014)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan salah satu anggota polisi kehutanan mengatakan bahwa dalam pengelolaan hutan lindung tetap ada pengawasannya. Bentuk daripada pengawasan yang dilakukan oleh polisi kehutanan yaitu dengan cara melakukan partoli di areal hutan, anggota polisi kehutanan mengunjungi lokasi hutan sekitar dua atau tiga kali dalam seminggu.

Namun, dalam pengawasannya pemerintah dalam hal ini polisi kehutanan juga melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam melakukan pengawasan hal ini dikarenakan anggota dari polisi kehutanan sangat terbatas. Tujuan dari pelibatan masyarakat dalam pengawasan hutan agar masyarakat merasa bahwa hutan memang benar-benar perluh untuk dijaga dan dilestarikan.

Dalam pengelolaannya tentu tidak mesti dilakukan pengawasan apabila pelanggaran-pelanggaran dan perusakan terhadap hutan tidak terjadi. Namun dalam kenyataannya masih sering terjadi perusakan hutan seperti misalnya penebangan liar oleh oknum-oknum tertentu dan sering terjadinya kebakaran hutan.

Berikut hasil wawancara dengan salah satu anggota Polisi Kehutanan Kabupaten Barru :

“pada saat kami melakukan patroli, kami sering menemukan adanya masyarakat yang melakukan penebangan liar, selain itu kebakaran hutan juga sering terjadi entahka itu disengaja atau tidak, namun semua itu harus kita jaga agar tidak terjadi lagi berulang-ulang”. (wawancara dengan informan IS 02 September 2014)

Pernyataan oleh Polisi Kehutanan diatas sesuai denga apa yang disampaikan oleh salah satu masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan hutan lindung di Desa Pujananting sebagai berikut :

“iya, polisi kehutanan menyuruh kita menjaga hutan, seperti menjaga masyarakat yang menebang secara liar dan menjaga terjadinya kebakaran hutan. Kami disini selaku masyarakat saling mengingatkan agar tidak menebang secara liar dan dan menjaga terjadinya kebakaran hutan seperti tidak membuang punting rokok sembarangan”. (wawancara dengan informan JN 10 September 2014).

Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh informan diatas bahwa dalam pengawasannya sering ditemukan kejadian-kejadian yang dapat meruasak hutan seperti penebangan liar oleh masyarakat tertentu. Penebangan liar merupakan permasalahan nasional yang menyebabkan kerusakan dan turunnya nilai hutan.

Sebagian para penebang liar merupakan orang yang tidak memiliki peluang kerja. Sehingga salah satu cara yang paling cepat dan memungkinkan dilakukan mereka adalah dengan masuk ke hutan dan mengambil kayu sebagai penebang liar.

Selain itu, dalam pengelolaannya sering juga terjadi kebakaran hutan yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat sekitar hutan baik itu disengaja ataupu tidak disengaja. Kebakaran hutan adalah faktor penyebab yang sering terjadi dan mampu merusak hutan dengan jumlah luas dan tingkat kerusakan yang tinggi. Lebih dari itu, kebakaran hutan gambut sangatlah memprihatinkan karena selain vegetasi dan material diatas permukaan yang terbakar, terjadi juga kebakaran dibawah permukaan. Selain dari akibat kondisi alam (misalnya kemarau panjang), kebakaran ini dapat disebabkan oleh manusia, misalnya

puntung rokok yang dibuang sembarangan atau aktifitas memasak di hutan yang sering dilakukan oleh penebang liar. Ketika terjadi kejadian-kejadian yang ada merusak hutan maka dari pihak pemerintah harus melakukan penindakan lebih lanjut.

Di lain pihak, wawancara dengan pemerintah selaku Kepala Desa Pujananting sebagai berikut :

“kami selaku Pemerintah Desa selalu menghimbau kepada masyarakat agar tidak menebang pohon sembarangan dan juga menjaga hutan agar tidak terjadi kebakaran”. (wawancara dengan informan RS 15 September 2014)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Pujananting bahwa masayarakat selalu mendapat peringatan dari pemerintah desa setempat agar menjaga hutan. Pemerintah selalu memperingati agar tidak menebang pohon secara liar dan menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan.

Selanjutnya berikut hasil wawancara dengan salah satu Anggota Polisi Kehutann Kabupaten Barru :

“Tergantung dari jenis pelanggarannya, kalau mereka menebang pohon untuk dijual maka akan langsung ditangkap. Tapi kalau ingin digunakan untuk bikin rumah, kita cukup memberi peringatan memberi peringatan agar tidak menebang secara liar”. (wawancara dengan informan IS 02 September 2014)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa sanksi yang diberikan kepada masyarakat tergantung dari jenis pelanggarannya. Seperti miasalnya ketika ada masyarakat melakukan penebangan pohon untuk dijadikan bisnis atau untuk diperjual belikan maka akan langsung ditangkap dan diperoses

berdasarkan hokum yang berlaku. Namun, ketika ada masyarakat yang menebang pohon dengan alasan untuk membuat rumah maka pemerintah oleh polisi kehutanan cukup memberi peringatan agar tidak menebang pohon secara liar akan tetapi harus mendapat izin dari pihak yang terkait.

Membahas tentang perlindungan hutan tentunya melibtakan pemerintah dan juga masyarakat sekitar hutan. Namun pada kenyataanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tidak langsung mengerti begitu saja mengenai pentingnya perlindungan dan pengawasan hutan untuk dilakukan. Sehingga campur tangan dari pemerintah sangan dibutuhkan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan dan pengawasan terhadap hutan lindung.

Berikut hasil wawancara dengan pihak pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru :

“kami selalu menghimbau kepada masyarakat untuk melindungi dan melakukan pengawasan terhadap hutan lindung agar tetap terjaga kelestariannya”. (wawancara dengan informan HH 02 September 2014) Sesuai dengan hasil wawancara diatas bahwa terlepas dari fungsi pemerintah sebagai pembuat kebijakan tentunya juga memberi pemahaman kepada masyarakat sekitar hutan untuk melindungi dan mengawasi pengelolaan hutan. Tujuan dilakukannya perlindungan hutan yaitu untuk menjaga agar hutan tetap lestari dan dapat dirasakan menfaatnya oleh masyarakat sekitar hutan.

Dari beberapa hasil wawancara dengan informan diatas, maka penulis dapat membuat sebuah kesimpulan bahwa dalam pengelolaan hutan lindung di

Desa Pujananting tentunya membutuhkan perlindungan dan pengawasan agar tetap terjaga kelesatariannya. Bentuk pengawasan yang dilakukan yaitu dengan cara melakukan patroli di areal hutan sekitar dua atau tiga kali kunjungan dalam seminggu. Dalam melakukan pengawasan tentu pelibatan masyarakat sangat diperlukan agar efktifitas pengawasan tetap terjaga.

67 Berdasarkan dari hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi di lapangan. Penulis menarik kesimpulan bahwa Kemitraan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan dengan Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan Lindung yaitu:

1. Kemitraan yang terjadi antara Pemerintah Daerah dengan Masyarakat Desa Pujananting dalam mengelolah hutan lindung adalah kemitraan semu. Karena kerjasama yang dilakukan tidak sepenuhnya melakukan kerjasama secara seimbang karena pemerintah memposisikan masyarakat sebagai pekerja untuk melaksanakan program yang telah direncanakan.

2. Untuk perencanaan pengelolaan hutan lindung, pemerintah pemerintah sudah cukup baik dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan mengenai apa yang harus dilakukan berdasarkan Peraturan menteri Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 serta peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan hutan lindung. Sehingga masyarakat lebih mengerti tentang pengelolaan hutan lindung.

3. Pelaksanaan pengelolaan hutan lindung di Desa Pujananting sudah cukup baik dengan adanya kerjasama pemerintah dengan masyarakat, yaitu melakukan penanaman pohon di areal hutan yang mengalami kerusakan.

4. Pengawasan yang dilkukan oleh polisi kehutanan sudah cukup baik dengan adanya keterlibatan masyarakat di dalamnya. Namun dalam hal penindakan harus lebih tegas demi menjaga kelestarian hutan lindung.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberi saran sebagai berikut :

1. Kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat terhadap pengelolaan hutan lindung agar lebih dimaksimalkan lagi, tugas dan peran pemerintah dalam pengelolaan hutan harus diperjelas begitupun dengan masyarakatnya sendiri.

2. Dalam pengelolaan hutan lindung harus ditingkatkan lagi bentuk pengelolaannnya sehingga dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat sekitar hutan.

3. Pengawasan terhadap hutan lindung harus diperketat dan lebih tegas dalam penindakan terhadap pelanggarn yang yang dilakukan oleh masyarakat.

69 Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (Dirjen RLPS). 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Jakarta.

Dodiet Aditya,IG. 2012. Konsep Dasar Masyarakat. (http://www.konsep-dasar- masyarakat.com/artikel_pdf).

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta : Erlangga.

Kaho, Josep Riwu. 1998. Prosfek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers.

Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM PLUS) dengan adanya penyelarasan bahasa dan materi oleh Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR) Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

www.cifor.org%2Flpf%2Fdocs%2Fjava%2FLPF_Flyer_PHBM.pdf&ei,d.

bmk (Diakses, 1 April 2014)

Koentjaraningrat, 1981, Pengantar Antropologi, Rajawali Pers, Jakarta.

Madani, Muhlis DKK. 2013. Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi. Makassar.

Makarao, Mohammad Taufik dan Sarman. 2012. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.

Napito, Posman Ja. (2007) Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Dalam Pengelolaan Hutan Lestari di wilayah Borneo.

ditjenphka.dephut.go.id%2Fwp-

content%2Fuploads%2F2014%2F01%2Fempowering-forest- borneo.pdf&ei,d.bmk (Diakses : 1 april 2014)

Nugroho, Alfian Fandi. (2011). Beda Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi (HPK) dan Hutan Produksi Konversi (HPK).

www.forestmaknyus.blogspot.com/2011/02/Beda-Hutan-Produksi- Terbatas-HPT-Hutan.html (diakses 17 oktober 2014)

Dalam dokumen skripsi - Universitas Muhammadiyah Makassar (Halaman 63-81)

Dokumen terkait