BAB III. METODE PENELITIAN
F. Tekhnik Analisis Data
Analisis data adalah langkah selanjutnya untuk mengelola data dimana data yang diperoleh dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam penyusunan hasil penelitian. Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interaktif. Dalam model ini terdapat komponen pokok, menurut Miles dan Huberman dalam (Sugiono :2012) ketiga komponen tersebut yaitu :
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
b. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti dapat dilakukan.
c. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rangkaian informasi yang memungkinkan kesimpulan secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis makna peristiwanya dapat di pahami.
d. Penarikan Kesimpulan
Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan mencatat peraturan-peraturan sebab akibat dan berbagai proporsi sehingga penarikan simpulan dapat di pertanggung jawabkan.
G. Keabsahan Data
Validitas data sangat mendukung akhir penelitian, oleh karena itu diperlukan tehnik untuk memeriksa keabsahan data. Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan tehnik triangulasi. Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan tehnik pengumpulan data yang lain serta pengecekan pada waktu yang berbeda.
Menurut William dalam Sugiaono (2011:273) triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, tringulasi pengumpulan data dan waktu.
a. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
b. Triangulasi tekhnik untuk menguji kredibilitas untuk mengecek data kepada sumber yang sama dengan tekhnik yang berbeda.
c. Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan tekhnik wawancara di waktu pagi pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.
35 1. Keadaan Geografi Desa Pujananting
Desa Pujananting adalah salah satu Desa yang ada di Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru, Desa Pujanating dengan jarak dari Ibukota Kecamatan 24 km, dan waktu tempuh 1 jam dan jarak diri Kabupaten Barru ke Desa Pujananting adalah 45 km dan waktu tempuh 2 jam.
Luas Wilayah Desa Pujananting adalah 733,30 Ha. Desa Pujananting yang terdiri dari 7 (tujuh) Dusun diantaranya : Dusun Barang (2 RT), Dusun Alekale (1 RT ), Dusun Jempulu(3 RT), Dusun Dengeng-Dengeng (2 RT ), Dusun Punranga(3 RT ), Dusun Mattiro Deceng (2 RT), Bonto Payung( 2 RT ).
Dengan batas- batas Wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara Berbatasan Dengan Desa Pattappa.
2. Sebelah Timur Berbatasan Dengan Desa Gattareng.
3. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Desa Bulo-bulo.
4. Sebelah Barat Berbatasan Dengan Kabupaten Pangkep.
2. Keadaan Demografi a. Jumlah penduduk
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa Pujananting tercatat bahwa jumlah penduduk Desa Pujananting pada tahun 2013
sebanyak 2624 jiwa, yang terdiri dari 1.281 jiwa laki-laki dan 1.343 jiwa perempuan, dengan jumlah Kepala keluarga sebanyak 659 KK dari 7 Dusun.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting Kab.Barru Tahun 2013
NO. Golongan Umur (Tahun)
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1 0-4 231 8,80
2 5-14 583 22,22
3 15-24 477 18,18
4 25-54 1038 39,56
5 55 keatas 295 11,24
Jumlah 2624 100
Sumber : Data Kantor Desa Pujananting 2013 b. Tingkat pendidikan
Pendidikan suatu upaya membentuk manusia terampil dan produktif, sehingga pada waktunya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk menggambarkan tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut :
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting Kab.Barru Tahun 2013
NO. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. Pernah Sekolah SD
Tetapi Tidak Tamat
811 30,91
2. SD 762 29,04
3. SLTP 665 25,34
4. SLTA 361 13,76
5. D1 keatas 25 0,95
Jumlah 2624 100
Sumber : Data Kantor Desa Pujananting 2013 c. Jenis Pekerjaan
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jenis pekerjaan di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting dapat dilihat pada tebel 3.3 yaitu sebagai berikut :
Tabel 3. Jenis Pekerjaan Masyarakat di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting Kab.Barru Tahun 2013
NO. Pekerjaan Jumlah Orang Persentase (%)
1 Petani 785 29,92
2 Buruh Tani 103 3,93
3 Peg.Negeri 19 0,72
4 Pengrajin 16 0,61
5 Pedagang 26 0,99
6. Peternak 25 0,95
7. Tidak Bekerja 1650 62,88
Jumlah 2624 100
Sumber : Data Kantor Desa Pujananting 2013 d. Kebudayaan Dan Agama
Penduduk Desa Pujananting pada umumnya menganut agama Islam.
Sarana peribadatan terdiri dari 7 Mesjid masing-masing berada disetiap Dusun terdapat 1 Mesjid. Adat istiadat adalah budaya dan adat istiadat yang berkembang dari suku bugis.
3. Dinas Kehutanan Kabupaten Barru Visi
" Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan untuk menjamin kelestarian hutan dan peningkatan kemakmuran rakyat”
Misi
Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang
meliputi fungsi konservasi,lindung dan produksi kayu,non kayu dan jasa lingkungan untuk mencapai mamfaat lingkungan,sosial budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai ( DAS) dan mendorong peran serta masyarakat. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah.
STRATEGI
Faktor Internal Kekuatan Eksistensi Dinas Kehutanan sebagai penyelenggaraan pengelolaan hutan lestari. Dukungan Peraturan Perundang - undangan bidang kehutanan SDM dan pemberdayaan hutan yang tersedia Hasil - hasil pembangunan kehutanan yang selama ini telah dilaksanakan dapat dijadikan modal pembangunan selanjutnya. Kelemahan Pemanfaatan SDM kehutanan untuk pengelolaan hutan tidak optimal Peraturan Perundangan bidang kehutanan belum sepenuhnya dapat diterapkan IPTEK belum selaras dengan pengelolaan hutan Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan pembangunan kehutanan.
Faktor Eksternal Peluang Komitmen dalam negeri dalam menyelenggarakan kehutanan Potensi pemanfaatan sumbu, daya hutan besar Permintaan pasar terhadap hasil sumber daya hutan tinggi Ketergantungan terhadap sumber days hutan tinggi.
Ancaman Pencurian dan perdagangan cumber daya hutan ilegal masih terjadi Penduduk di dalam dan di sekitar hutan miskin Kebutuhan lahan untuk berbagai kepentingan sangat tinggi Meningkatnya kebutuhan atas usaha kehutanan. Strategi Strategi ( SO ) Penyusunan dan Penyempurnaan Rencana-Rencana kehutanan
Membangun dan mempertahankan keberadaan kawasan hutan Peningkatan Pemanfaatan Aneka Fungsi Hutan Strategi (WO ) Perlindungan dan Pemanfaatan SDA bersama masyarakat Pembangunan Hutan Rakyat Optimalisasi Keberadaan Kawasan hutan Peningkatan Profesionalisme SDM Kehutanan Strategi ( ST ) Penegakan Hukum dalam perlindungan hutan Percepatan Rehabilitasi hutan dan lahand. Strategi ( WT ) Sinkronisasi penyelenggaraan Kehutanan Pusat dan Daerah Mendorong pengembangan Ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
4. Luas Wilayah Hutan Lindung
Kabupaten Barru belum memiliki peraturan daerah yang mengatur langsung tentang pengelolaan hutan lindung dikarenakan pemerintah daerah belum mengijinkan segala bentuk pemanfaatan hutan lindung kecuali pemanfaatan hasil hutan ikutan yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Alasan lain yang muncul karena pemerintah masih takut salah langkah dalam mengambil keputusan sehingga pemerintah beranggapan bahwa hutan lindung yang ada di wilayah Kabupaten Barru khususnya di Desa Pujananting lebih baik tidak diapa-apakan terlebih dahulu. Selain itu, penetapan areal luas hutan lindung juga hanya mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barru.
Kawasan hutan Kabupaten Barru Beradasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Barru No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barru tahun 2011-2031 adalah 74.945 hektar dapat dibedakan atas
kawasan Hutan lindung seluas 51.266 hektar, Hutan produksi seluas 16.913 hektar, kawasan hutan bakau seluas 343 hektar serta kawasan hutan rakyat seluas 5.923 hektar. Beradasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Barru No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barru tahun 2011- 2031 bahwa luas hutan lindung yang ada di Kabupaten Barru saat ini adalah 51.266 hektar. Ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Pujananting dengan luasan kurang lebih 19.399,05 hektar sebagian wilayah Kecamatan Balusu dengan luasan kurang lebih 1.645,64 hektar, sebagian wilayah Kecamatan Barru dengan luasan kurang lebih 6.961,92 hektar, sebagian wilayah Kecamatan Mallusetasi dengan luasan 16.087,27 hektar, sebagian wilayah Kecamatan Soppeng Riaja dengan luasan kurang lebih 1.522,60 hektar, sebagian wilayah Kecamatan Tanete Riaja dengan luasan kurang lebih 3.491,21 hektar dan sebagian wilayah Kecamatan Tanete Rilau dengan luasan kurang lebih 2.158,30 hektar. Dari 19.399,05 hektar luas hutan lindung yang ada di Kecamatan Pujananting, sekitar 7. 264 hektar berada di Desa Pujananting dan selebihnya tersebar di Desa lain yang ada Kecamatan Pujananting.
Penutupan vegetasi di setiap wilayah Kabupeten Barru yang memiliki kawasan hutan belum diatur secara spesifik sehingga dalam penetapan tutupan dan vegetasi serta pengelolaan hutan lindung hanya mengacu pada peraturan daerah sehingga dalam penetapannya dilakukan dalam skala daerah. Wilayah Kabupaten Barru yang masih berpenutupan vegetasi berupa hutan (berhutan) adalah seluas 16.377,00 ha dan yang bukan merupakan hutan (non hutan) adalah
seluas 100.648,00 ha (terdapat 1.867,00 ha tertutup awan. Kawasan hutan di kabupaten barru telah ditata batas 100 % pada tahun 1997/1998 dengan panjang batas luar sebesar 554,12 km. tata batas fungsi hutan lindung/huatn produksi terbatas tahun 2000 dengan panjang tata batas 31,23 km. pola tata guna hutan di kawasan hutan ini selain terdiri dari kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan produksi terbatas juga terdapat kawasan budidaya, yang terdiri dari sawah dan lahan kering.
B. Bentuk Kemitraan Pemerintah Daerah dengan Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan Lindung di Desa Pujananting Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru.
Dalam kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat terhadap pengelolaan hutan lindung di Desa Pujananting, Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi- organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
Selanjutnya secara nasional telah diatur pula dalam Pasal 17 ayat (1) undang- undang nomor 41 tahun 1999 tentang pengelolaan hutan, diperlukan pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Unit pengelolaan. Pengelolaan hutan pada dasaranya menjadi kewenangan pemerintah dan atau pemerintah daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta
kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas.
Adapun masing-masing jawaban informan pada setiap indikator dapat dije;askan sebagi berikut :
1. Kesatuan Perencanaan
Perencanaan yang baik merupakan titik tolak bagi keberhasilan pengelolaan kawasan yang dilindungi, tetapi hanya merupakan suatu alat pengelolaan.
Perencanaan merupakan sustu proses yang berjalan terus, yang meliputi perumusan penyerahan dan persetujuan dari tujuan pengelolaan, bagaimana hal ini dapat di capai dan standar pembanding mengukur keberhasilan. Perencanaan yang baik mengarah kepada pengelolaan yang baik, perencanaan yang buruk atau tidak adanya perencanaan menghalangi keberhasilan pengelolaan.
Data yang dihimpun dari informan untuk variabel kesatuan perencanaan pengelolaan hutan lindung dengan indikator kesatuan perencanaan pengelolaan hutan lindung yang jelas tampak pada jawaban informan tersebut. Berikut hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan perencanaan pengelolaan hutan lindung berikut ini:
“kita membuat perencanaan terlebih dahulu. Setelah itu, kita sosialisasikan kepada masyarakat dengan melakukan diskusi-diskusi kepada masyarakat tentang apa yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan hutan”. (Hasil wawancara dengan informan HH 02 September 2014)
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru bahwa dalam pengelolaan hutan lindung perluh dilakukan perencanaan terlebih dahulu agar dalam pengelolaannya dapat dapat
terlaksana sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam pengelolaan hutan lindung pemerintah membuat sebuah perencanaan yang akan dilaksanakan untuk mengelolah hutan lindung dengan cara melakukan sosialiasi dan diskusi-diskusi terhadap masyarakat tentang pengelolaan hutan yang akan dilaksanakan untuk menjaga kelestarian hutan.
Berikut hasil wawancara dengan salah satu staf dinas kehutanan Kabupaten Barru :
“tetap ada proses diskusi dan proses sosialisasi kemudian ada namanya penguatan kelembagaan. Tapi memang awalnya kita lakukan yang namanya sosialisasi meberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai apa itu hutan, kemudian apa keterlibatannya. Semua itu kita sosialisasikan berdasarkan peraturan menteri dan undang-undang kehutanan nomor 41 tahun 1999”.
(wawancara dengan informan HH 02 September 2014)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa dalam mengelolah hutan lindung, pemerintah tetap melakukan proses diskusi dan sosialiasi kepada masyarakat sekitar hutan mengenai apa yang akan dilaksanakan dalam menjaga areal hutan. Serta memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai apa yang dimaksud dengan hutan lindung dan apa yang harus dilakukan untuk menjaga dan melestarikan hutan. Kemudian dalam proses sosialisai tersebut, pemerintah melakukan sosialisasi mengenai apa yang telah ditetapkan oleh peraturan menteri dan sesuai undang-undang nomor 41 tahun 1999.
Mengenai tentang proses sosialisasi kepada masyarakat, berikut hasil wawancara dengan staf Dinas kehutanan Kabupaten Barru :
“pada saat diskusi itu, kita tanyakan kepada mereka mengenai apa yang mereka inginkan. Nah, dari keinginannya itu kita saring lagi, apakah tidak bertentangan dengan peraturan kehutanan, UU No. 41 Tahun 1999 dan peraturan lain dibawahnya seperti peraturan kabupaten daerah”. (wawancara dengan informan HH 02 september 2014)
Pernyataan diatas diperkuat dengan apa yang dikatakan oleh Kepala Desa Pujananting pada saat wawancara di bawah ini :
“iya, dinas kehutanan memang sering melakukan penyuluhun-penyuluhan dan sosialisai kepada masyarakat mengenai hutan lindung yang ada di desa kami yaitu Desa Pujananting”. (wawancara dengan informan RS 15 September 2014)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa, dalam hal pengelolaan hutan lindung Pemerintah Daerah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru telah melakukan berbagai upaya pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya mengelolah dan melestarikan hutan dengan baik. Sehingga dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar hutan dan tidak merusak hutan di sekitarnya, maka pemerintah melakukan berbagai macam sosialisasi mengenai pengelolaan hutan.
Setelah pemerintah mengetahui dan memahami apa yang menjadi keinginan masyarakat sekitar hutan, kemudian disesuaikan dengan undang-undang tentang kehutanan yang berlaku apakah tidak bertentangan dengan peraturan tersebut.
Selanjutnya menetapkan dan menentukan mengenai apa yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam mengelolah hutan.
Sesuai dengan beberapa hasil wawancara diatas dengan informan, maka penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung sesuai dengan kesatuan perencanaan. Diketahui bahwa sebelum pelaksanaan pengelolaan hutan lindung
terlebih dahulu dilkukan sebuah perencanaan. Dalam perencanaan tersebut tentunya pemerintah melekukan sosialisasi dengan masyarakat sekitar hutan mengenai apa yang akan dilakukan untuk pengelolaan hutan yang disesuaikan dengan undang- undang dan peraturan tentang kehutanan.
2. Kesatuan Tindakan
Kesatuan tindakan dalam kemitraan merupakan suatu keharusan untuk menjamin terwujudnya kejasama pemerintah dan masyarakat dalam mengelolah hutan lindung. Kemitraan pemerintah dengan masyarakat terhadapa pengelolaan hutan harus memiliki kesamaan dalam bertindak untuk mengelolah hutan agar dapat terkelolah dengan baik.
Oleh karena itu pengelolaan hutan lindung dengan melibatkan masyarakat di sekitarnya sangat membantu usaha pelestarian hutan lindung. Apabila masyarakat sampai batas tertentu dapat memanfaatkan potensi hutan lindung, maka masyarakat diharapkan dapat mempunyai tanggungjawab untuk memeliharanya, karena hutan lindung mempunyai manfaat langsung bagi kehidupan keluarganya.
Berikut hasil wawancara dengan staf Dinas Kehutanan Kabupaten Barru mengatakan bahwa :
“iya, sangat penting keterlibatan masyarakat, karena kalau hanya kita saja dari dinas kehutanan dan polhut rasanya tidak cukup pesonil untuk menjaga dan mengelolah hutan, makanya diperlukan keterliabatan masyarakat dalam mengelolah hutannya”.(wawancara dengan informan HH 02 September 2014) Wawancara dengan salah satu staf dinas kehutanan telah dijelaskan bahwa dalam mengelolah hutan lindung perlua adanya keterlibatan masyarakat yaitu dalam
system pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi dan bersinergi antara pemerintah daerah dengan masyarakat sekitar hutan.
Di pihak lain, masyarakat sekitar hutan juga merasa perlu dilibatkan dalam mengelolah hutan, sebagaimana dikemukakan salah satu masyarakat yang telibat dalam pengelolaan hutan sebagai berikut :
“iye’ kami juga sebagai masyarakat yang tinggal disekitar hutan harus turun tangan dan terlibat dalam pengelolaan hutan, apalagi kita yang tinggal di dekat-dekat hutan, karna kalau bukan kita siapa lagi, dari dinas kehutanan juga tidak mungkin datang setiap hari untuk menjaga hutan kita. Jadi kita harus bekerjasama untuk menjaga hutan lindung”. (wawancara dengan informan JN 10 September 2014)
Dari pernyataan diatas dijelaskan bahwa masyarakat juga harus terlibat dalam mengelolah hutan. Oleh karena itu, disamping masyarakat itu sendiri bertindak sebagai pengguna kawasan hutan juga harus terlibat dan berpartisipasi dalam mengelolah dan menjaga kelestariannya sehingga hutan terpelihara secara berkesinambungan.
Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan diharapkan akan memberikan jaminan keberlanjutan fungsi ekologi, produksi, dan fungsi sosial melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan, karena masyarakat lokal memiliki sejumlah pengetahuan atau kearifan lokal sebagai hasil pembelajaran dan pengalaman berinterkasi dengan lingkungan alaminya dalam jangka waktu yang panjang (Hamzari, 2007).
Berikut hasil wawancara dengan staf Dinas Kehutanan Kabupaten Barru :
”karena masyarakat menganggap bahwa hutan adalah sumber mata pencaharian mereka, sehingga sulit untuk dilibatkan dalam pengelolaan dan melestarikan hutan sehingga pemerintah mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan dan membayar masyarakat sebagai tenaga kerja dalam mengelolah hutan seperti halnya ketika ada kegiatan penanaman pohon“.
(wawancara dengan informan HH 02 September 2014)
Hasil wawancara dengan staf Dinas Kehutanan di atas didukung oleh pernyataan salah satu tokoh masyarakat sebagai berikut “
“kami sering ikut dalam kegiatan penanaman pohon karena kami digaji oleh pemerintah. Jadi ketika ada kegiatan penanaman pohon rata-rata masyarakat ikut dalam kegiatan tersebut dan itu juga menambah pendapatan kami sebagai rakyat kecil”. (wawancara dengan informan ST 11 September 2014)
Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan tersebut diatas dapat diketahui bahwa masyarakat tidak akan terlibat langsung dengan sendiri dalam mengelolah dan melestarikan hutan karena mereka menganggap bahwa hutan adalah sumber mata pencaharian mereka. Oleh karena itu, sebagai pemerintah tentunya tidak akan melihat begitu saja apa yang dilakukan masyarakat terhadap hutan dan pemerintah juga berharap agar masyarakat dapat berpartisipasi dan terlibat langsung dalam pengelolaan hutan. Sehingga pemerintah mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan kepada masyarakat untuk mengelolah hutan dan di sisi lain pemerintah membayar masyarakt sebagai tenaga kerja dalam mengelolah hutan semisal pada saat ada penanaman pohon. Pemerintah memberi gaji kepada masyarakat yang terlibat dan ikut serta menanam pohon yang telah disediakan pemerintah sebagai bantuan. Sehingga dengan adanya inisiatif pemerintah tersebut, masyarakat secara antusias ikut terjun dan terlibat langsung dalam mengelolah dan melestarikan hutan.
Namun pada dasarnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung tidak hanya sebatas menjadi tenaga kerja, tapi masyarakat juga harus memahami bahwa hutan adalah sumber kehidupan bagi meraka dan keluarganya.
Melestarikan dan mengelolah hutan dengan baik merupakan suatu keharusan setiap masyarakat yang ada disekitarnya agar kelangsungan hidup mereka dapat terjaga.
Dalam menjaga kelestarianya, pengelolaan hutan tentunya tidak terlepas dari campur tangan pemerintah setempat dalam hal ini Kepala Desa Pujananting. Berikut hasil wawancara dengan Kepala Desa Puajananting :
“Selaku pemerintah setempat, kami selalu menghimbau kepada masyarakat agar dalam mengelolah hutan itu dilakukan dengan baik dan tidak bertentangan dengan undang-undang kehutanan serta peraturan kehutanan lainnya”. (wawancara dengan informan RS 15 September 2014)
Sesuai dengan jawaban informan diatas dijelaskan bahwa selain pemerintah daerah oleh Dinas Kehutanan dalam pengelolaan hutan. Pemerintah setempat juga memiliki peran dalam member peringatan kepada masyarakat agar mengelolah hutan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam pengelolaan hutan yang baik tetntunya harus sesuai dengan undang-undang serta peraturan kegutanan yang berlaku sehingga dapat tercipta tata kelolah hutan yang baik.
Berdasarkan beberapa hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat terhadap pengelolaan hutan lindung untuk indikator kesatuan tindakan dijelaskan bahwa dalam pengelolaan hutan keterlibatan masyarakat sangat diperlukan. Dengan adanya peran dan
keterlibatan masyarakat sekitar hutan maka pengelolaan hutan lindung akan berjalan secara maksimal.
3. Kesatuan Tanggung Jawab
Untuk mengoptimalkan tujuan pencapaian pengelolaan hutan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah diperlukan kemitraan atau kerjasama dengan masyarakat. Dalam kemitraan yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat tentunya memiliki kesatuan tanggungjawab baik oleh pihak pemerintah maupun masyarakat sekitar hutan. Kesatuan tanggung jawab artinya pemerintah dan masyarakat memiliki kejasama yang baik untuk mengambil sebuah tanggungjawab dalam pengelolaan hutan lindung.
Data yang dihimpun dari informan untuk variabel kesatuan tanggungjawab dalam pengelolaan hutan lindung dengan indikator kesatuan tanggungjawab pengelolaan hutan lindung yang jelas tampak pada jawaban informan tersebut.
Berikut hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan perencanaan pengelolaan hutan lindung berikut ini:
“Tanggung jawab kami selaku pemerintah tentunya sangat besar baik sebagai pelaku pelayanan publik maupun dalam menjaga kawasan hutan lindung serta memberi pemahaman-pemahaman kepada masyarakat agar menjaga hutannya karena tanpa bantuan dari masyarakat maka sulit rasanya bagi kami selaku pemerintah menjaga hutan secara maksimal”. (wawancara dengan informan HH 02 September 2014)
Berdasarkan jawaban informan diatas dari pihak pemerintah oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru dalam pengelolaan hutan lindung tentunya pemerintah memiliki tanggung jawab yang cukup besar. Bahwa pemerintah selain memberikan pelayanan publik kepada masyarakat tentunya dalam pengelolaan kawasan hutan