BAB VII PENGELOLAAN KELAS
E. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah
manusiawi) sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
2. Teknik pengendalian dari dalam (inter control techique) yaitu kesadaran yang tumbuh dari dalam diri siswa untuk berdisiplin mentaati peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan. Dengan kesadarannya siswa mampu mengendalikan dirinya ke arah pembinaan dan perwujudan diri sendiri (self realization).
3. Teknik pengendalian kooperatif (cooperative control techique) yaitu adanya kerjasama yang baik antara guru dan siswa dalam rangka mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif dapat tercapai. Dalam hal ini baik guru maupun siswa dapat saling membina diri dan membina situasi kelas demi terjaminnya hak dan kewajiban masing-masing dan untuk mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan ketiga teknik di atas, maka teknik cooperative control sangat dianjurkan sebagai suatu teknik yang berusaha menetralisir teknik “inter control”
dan “external control”.
pendidikan di sekolah, seperti gedung sekolah, ruangan, meja, kursi, alat peraga dan lain-lain.
Sedangkan prasarana sekolah meliputi semua komponen yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses belajar mengajar atau pendidikan di sekolah seperti jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib dan sebagainya.
Menurut Dr. Suharsimi Arikunto, “Sarana pendidikan adalah alat yang digunakan untuk mencapai sesuatu tujuan pendidikan, sedangkan prasarana adalah sesuatu tujuan pendidikan, sedangkan prasarana adalah sesuatu yang ada sebelum adanya sarana.” Selanjutnya ditegaskan pula bahwa sarana pendidikan dibedakan menjadi tiga: alat pelajaran, alat peraga dan media pengajaran. Sedangkan prasarana pendidikan terdiri dari :
iv. Bangunan sekolah (tanah dan gedung) yang meliputi lapangan, halaman sekolah, ruang kelas, ruangan guru, kantor, ruang praktek, ruang tamu, musholla, kamar kecil dan sebagainya.
v. Peralatan sekolah, meliputi meja guru, meja siswa, kursi, lemari, rak buku, sapu, buku-buku, tempat sampah, alat-alat kantor tata usaha.
Sarana dan prasarana sekolah tersebut harus dikelola, dirawat dan dipelihara dengan sebaik-baiknya agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan pendidikan dan pengajaran di sekolah sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Adapun pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini meliputi:
1. Organisasi fasilitas-fasilitas fisik kelas
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah : a. Pengaturan tempat duduk baik untuk guru maupun siswa
di kelas.
b. Pengaturan alat-alat pengajaran, harus sesuai dengan fungsi dan kegunaan masing-masing sehingga benar- benar mendukung proses belajar mengajar di kelas.
c. Pemeliharaan keindahan dan kebersihan kelas, hendaknya memenuhi syarat kesehatan bagi siswa maupun guru serta dapat menumbuhkan gairah belajar.
d. Pengaturan ventilasi, cahaya, akustik dan tata warna, harus memperhatikan segi keindahan dan kesehatan
2. Pengelolaan alat-alat kelengkapan kelas, yang meliputi pengaturan:
a. Papan tulis dan penghapus
b. Kapur tulis, penggaris dan alat tulis lainnya.
c. Lemari atau rak buku d. Papan presensi siswa e. Papan pengumuman kelas
f. Jadwal pelajaran dan jadwal kerja/piket siswa g. Grafik kelas
h. Kalender
i. Pedoman tata tertib kelas j. Hiasan-hiasan kelas
Alat-alat tersebut hendaknya disusun dan dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga benar-benar bermanfaat bagi kelas.
3. Pengelolaan alat kelengkapan sekolah
Sekolah sebagai suatu organisasi kerja memiliki
berbagai alat kelengkapan sekolah yang pengaturannya harus benar-benar mendukung bagi pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh. Berbagai alat kelengkapan sekolah ini adalah :
a. Perpustakaan sekolah b. Laboratorium sekolah
c. Badan pembantu penyelenggaraan pendidikan (BP3) d. Bagian atau tempat pusat pengembangan alat pengajaran.
e. Usaha kesehatan sekolah (UKS)
f. Koordinasi bidang pelaksana kurikulum g. Koperasi sekolah
h. Pramuka sekolah i. Organisasi siswa j. Dewan guru
k. Bagian penelitian dan pengabdian masyarakat (biasanya secara formal hanya ada di perguruan tinggi)
l. Cafetaria atau warung sekolah
BAB IX
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A. Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson &
Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung
jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Dalam strategi pembelajaran kooperatif, siswa diarahkan untuk bisa juga bekerja, mengembangkan diri, dan bertanggung jawab secara individu.
Contoh kasus Seorang guru akan mengajarkan tentang materi klasifikasi tumbuhan. Sumber buku yang digunakan juga banyak. Karena batas waktu untuk mengejar materi tersebut tinggal sedikit, selanjutnya guru tersebut kemudian membentuk kelompok lalu memberi dan membagikan materi. Kemudian setiap siswa mencatat dan merangkum materi yang ada di buku dan mencari sumber lain untuk dijadikan bahan materi, untuk menjelaskan kepada teman-temannya di kelas yang berbeda materi setiap kelompoknya.
Strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan para siswa untuk bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Menurut Ibrahim (2000:2) strategi pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial.
Kagan (1992) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi instruksional yang melibatkan interaksi siswa secara kooperatif dalam mempelajari suatu topik sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
Jacob (1999) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode instruksional dimana siswa dalam kelompok kecil bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas akademik
Pada pembelajaran kooperatif terdapat saling
ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses.
Strategi pembelajaran kooperatif beranjak dari dasar pemikiran “getting better together”, yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif dimana siswa dapat memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampitan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat.
Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Posamentier (1999: 12) secara sederhana menyebutkan belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.
Melalui strategi pembelajaran kooperatif , siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain.
Dengan interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Strategi pembelajaran kooperatif memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam
kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).
Pada strategi pembelajaran kooperatif, guru bukan lagi berperan sebagai satusatunya narasumber dalam PBM, tetapi berperan sebagai mediator, stabilisator, dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar siswa akan semakin meningkat.
Setelah anda mencermati beberapa konsep tentang strategi pembelajaran kooperatif, tentunya anda harus memahami secara jelas apa karakteristik pembelajaran kooperatif, sehingga pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran melalui diskusi.
B. Karakteristik pembelajaran kooperatif :
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
2. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
3. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
4. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30).
Ciri-ciri lain dari strategi pembelajaran kooperatif menurut Stahl, (1994) yaitu;
1) belajar bersama dengan teman,
2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman,
3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, 4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok,
5) belajar dalam kelompok kecil,
6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, 7) keputusan tergantung pada siswa sendiri,
8) siswa aktif
Sedangkan menurut Johnson dan Johnson (1984) serta Hilke mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah;
1) terdapat saling ketergantungan yang positif di antar anggota kelompok.
2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu, 3) heterogen,
4) berbagi kepemimpinan, 5) berbagi tanggung jawab,
6) menekankan pada tugas dan kebersamaan, 7) membentuk keterampilan sosial,
8) peran guru/dosen mengamati proses belajar siswa, 9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.
C. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Strategi pembelajaran kooperatif ini terdiri dari tiga prinsip yang menjadi pendekatan agar diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, yaitu pendekatan belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif.
a. BelajarAktif
Belajar aktif, ditunjukkan dengan adanya ketertibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktifitas fisik semata. Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok. Siswa dibebaskan untuk mencari berbagai sumber belajar yang relevan. Kegiatan demikian memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan kelompoknya, sebagai media untuk mengembangkan pengetahuannya.
b. Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik dalam strategi pembelajaran kooperatif dapat mendorong siswa untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki melalui interaksi, komunikasi dan kerja sama dalam kelompok (teman sebaya). Dengan belajar bersama, berdiskusi, mengemukakan ide mereka tidak hanya menguasai materi pelajaran tetapi juga didorong untuk menemukan konsep diri, rasa percaya diri, beraktualisasi melalui kerja kelompok sehingga pengetahuan yang diperoleh mampu mengembangkan aspek-aspek manusia secara utuh tidak hanya bersifat kognitif.
c. Pendekatan Kooperatif
Pendekatan kooperatif mendorong dan memberi kesempatan kepada siswa untuk terampil berkomunikasi. Artinya, siswa didorong untuk mampu menyatakan pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan orang lain dan menanggapi dengan tepat, meminta feedback serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan baik. Siswa juga mampu membangun dan menjaga kepercayaan, terbuka untuk menerima dan memberi pendapat serta ide-idenya, mau berbagi informasi dan sumber, mau memberi dukungan pada orang lain dengan tulus. Siswa juga mampu memimpin dan trampil mengelola kontroversi (managing controvercy) menjadi situasi problem solving, mengkritisi ide bukan persona orangnya.
D. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tidak ada satu strategei pembelajaran pun yang paling baik diantara strategi pembelajaran yang lain. Demikian halnya
dengan strategi pembelajaran kooperatif ini tentu memiliki keunggulan dan kelemahan.
1. Keunggulan dari strategi pembelajaran kooperatif adalah:
a) Siswa berkelompok sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
b) Optimalisasi partisipasi siswa.
c) Adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi
d) Adakalanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
e) Meningkatkan penerimaan f) Meningkatkan hubungan positif g) Motivasi intrinsik makin besar h) Percaya diri yang tinggi i) Perilaku dalam tugas lebih
j) Sikap yang baik terhadap guru dan sekolah k) Siswa bertanggung jawab dengan belajarnya
l) Siswa mengartikan “apa yang guru bicarakan’ kepada
“apa yang dikatakan siswa” untuk peer mereka
m) Siswa meningkat dalam “kolaborasi kognitif.” Mereka mengorganisasi pikiriannya untuk dijelaskan ide pada teman-teman sekelas mereka.
2. Kelemahan dari strategi pembelajaran kooperatif adalah:
a) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari
siswa yang lemah.
b) Dapat terjadi siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.
c) Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus
E. Praktek Pembelajaran Kooperatif di Kelas
Pembelajaran kooperatif bentuknya bisa bermacam- macam, dibawah ini hanya sedikit contoh penerapan pembelajaran kooperatif di kelas
1. Mencari Pasangan
Teknik belajar mengajar Mencari Pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Adapun langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk menerapkan strategi pembelajaran kooperatif adalah:
a. guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian)
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
d. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3 + 9 akan membentuk kelompok dengan pemegang kartu 3 x 4 dan 6 x 2.
2. Bertukar Pasangan
Teknik belajar mengajar Bertukar Pasangan memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain.
Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Langkah-langkah yang dapat diterapkan pada jenis ini adalah:
1) Setiap siswa mendapatkan satu pasangan (guru bisa menunjukkan pasangannya atau siswa melakukan prosedur teknik Mencari Pasangan seperti yang dijelaskan di depan).
2) Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3) Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
4) Kedua pasangan tersebut bertukar psangan. Masing- masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5) Temuan baru didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
3. Berpikir-Berpasangan-Berempat
Teknik belajar mengajar Berpikir-Berpasangan- Berempat dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-Pair- Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair-Square) sebagai struktur kegiatan pembelajaran Cooperative Learning.
Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain.
Dengan Metode klasikal yang memungkinkan hanya
satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik Berpikir-Berpasangan-Berempat ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Langkah- langkah kegiatan dapat dilakukan dengan cara:
a. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.
b. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.
c. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.
d. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok
berempat. Siswa mempunyai
kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.
4. Berkirim Salam dan Soal
Teknik belajar mengajar Berkirim Salam dan Soal memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oteh teman-teman sekelasnya.
Kegiatan berkirim salam dan soal cocok untuk persiapan menjelang tes dan ujian. Teknik bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Langkah-langkah kegiatannya adalah:
a. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok yang lain.
Guru bisa mengawasi dan membantu memilih soal-soal yang cocok.
b. Kemudian, masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya
c. Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain.
d. Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok yang membuat soal.
5. Kepala Bernomor
Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan datam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Langkah-langkah kegiatannya adalah:
a. Siswa dibagi kelompok. Setiap ssiwa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya, siswa nomor bertugas membaca
soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok c. Jika diperlukan (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru
juga bisa mengadakan kerjasama antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain.
d. Dalam kesempatan ini, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka.
6. DuaTinggal DuaTamu
Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Struktur Dua Tinggal Dua Tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil kesempatan kepada kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dengan yang lainnya. Langkah-langkah kegiatannya adalah:
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok yang lain
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
7. Keliling Kelompok
Teknik belajar mengajar Keliling Kelompok bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk smeua tingkatan usia anak didik.
Dalam kegiatan Keliling Kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Langkah- langkah kegiatannya adalah :
a. Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikiranmya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
b. Siswa berikutnya ikut memberikan kontribusinya
c. Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum-jam atau dari kiri ke kanan.
8. Kancing Gemerincing
Teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing dikembangkan oleh Spender Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewamai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, juga ada anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan.
Teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Langkah-langkah kegiatannya adalah:
a. Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing- kancing (bisa juga benda-benda kecil lainnya, seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang- batang lidi, sendok es krim, dan sebagainya).
b. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).
c. Setiap kali seseorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah.
d. Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga mengahabiskan kancing mereka.
e. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.
9. Keliling Kelas
Teknik belajar mengajar Keliling Kelas bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Namun, jika digunakan untuk anak-anak tingkat dasar, teknik ini perlu disertai dengan manajemen kelas yang baik supaya tidak terjadi kegaduhan.
Dalam kegiatan Keliling Kelas, masing-masing kelompok mendapatkan kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja kelompok lain.
Langkah-langkah kegiatannya adalah:
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok seperti biasa.
b. Setelah selesai, masing-masing kelompok memamerkan hasil kerja mereka. Hasil-hasil ini bisa dipajang di beberapa bagian kelas jika berupa poster atau gambar- gambar
c. Masing-masing kelompok berjalan keliling kelas dan mengamati hasil karya kelompok-kelompok lain.
10. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar
Teknik mengajar Lingkaran Kecil dan Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle) dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar saliing berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Pendekatan ini bisa digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa.
Lingkaran Kecil dan Lingkaran Besar bisa digunakan untuk semua tingkatan usia anak didik dan sangat disukai, terutama oleh anak-anak. Langkah-langkah kegiatannya adalah:
Lingkaran individu
a. separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri membentuk lingkaran kecil. Mereka berdiri melingkar dan menghadap keluar.
b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran yang pertama. Dengan kata lain, mereka berdiri menghadap ke dalam dan berpasangan dengan siswa yang berada di lingkaran dalam.
c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan lingkaran besar berbagi informasi. Siswa yang berada di lingkaran kecil memulai. Pertukaran Informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
d. Kemudian siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar