6. Yadnya Bhiksu 7. Yoga
4.3 Bangunan Suci dan Pengelompokkannya
5.1.1 Pengertian Dewa Yajña
136 5.1 DEWA YAJÑA
137 Mengingat bahwa pelaksanaan Yajña tersebut sangat penting sekali dalam kehidupan keagamaan umat Hindu, maka lebih jauh kalau kita simak kitab Suci Manawadharmasastra, ada sloka yang menegaskan tentang beberapa jenis Yajña yang disebut dengan Panca Yajña, dengan rincian sebagai berikut:
“adhyapanom brahma yajnah Pitr yajnastu tarpanam Homo daiwao balibhaurto Uryajno tithi pujanam”
Artinya:
Mengajar dan belajar adalah Yajña bagi Brahmana, menghaturkan tarpana dan air suci adalah Yajña untuk leluhur, menghaturkan minyak dan susu adalah Yajña untuk para Dewa, mempersembahkan Bali adalah Yajña untuk Bhuta, dan penerimaan tamu dengan ramah adalah Yajña untuk manusia.
(Sudharta,2003;152).
“dewatatithi bhrtyanam Pitr nam atmanas ca yah Na nirwapati pancanam Ucchwasanna sa jwati”
Artinya :
Tetapi ia yang tidak memberikan persembahan kepada kelima macam tadi, yaitu kepada para Dewa, para tamunya, mereka yang harus pelihara, para leluhur dan ia sendiri, pada hakikatnya ia tidak hidup walaupun bernapas. (Sudharta, 2001:157)
Kitab suci Agastya Parwa menjelaskan rincian Panca Yajña termasuk juga pengertian Dewa Yajña, yang bunyinya sebagai berikut:
“Kunang ikang yajna lima pratekanya, lwirnya: dewa yajna, rsi yajña, putra yajña bhuta yajña, manusa yajña. Nahan tang panca yajña ring loka. Dewa Yajña ngararya pwa krama ri bhattara Siwagni, maka gelaran ring mandala ring bhattara, yeka dewa yajña ngaranya, dan seterusnya”.
(Agastya Parwa, 35.b) Maksudnya :
Adapun yang disebut Panca Yajña, perinciannya sebagai berikut: Dewa Yajña, Rsi Yajña, Pitra Yajña, Bhuta Yajña, Manusa Yajña. Demikianlah Panca Yajña di dalam masyarakat.
138 Dewa Yajña adalah persembahan wijen kehadapan Bhattara Siwagni, yang dipersembahkan di atas altar pemujaan, itu disebut Dewa Yajña….dan seterusnya.
Sesuai dengan kutipan sloka di atas, maka dengan jelas kita dapat menyimak makna atau pengertian Dewa Yajña. Sloka Manawadharmasastra di atas menegaskan bahwa Dewa Yajña adalah suatu persembahan yang ditujukan kepada para Dewa sebagai manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tentunya persembahan yang dimaksudkan adalah suatu persembahan yang disuguhkan dengan penuh keikhlasan atau ketulusan hati. Demikian jugalah halnya yang ditegaskan dalam kitab Agastya Parwa, bahwa Dewa Yajña adalah suatu persembahan yang ditujukan pada para Dewa, juga kehadapan para bhattara Siwagni sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disuguhkan di atas altar pemujaan.
Melaksanakan Yajña atau pengorbanan atau persembahan yang dilandasi hari yang suci merupakan suatu kewajiban dalam hidup manusia, dan hal ini jangan sampai dilalaikan oleh umat sedharma (umat Hindu).
“isi yajnam dewa yajnam bhuta yajnam ca sarwada nryajnam pitra yajnam ca yatha sakti na bapayet”
Artinya :
Hendaknya jangan sampai lupa, jika mampu laksanakanlah Rsi Yajña, Dewa Yajña, Bhuta Yajña, Manusa Yajña dan Pitra Yajña. (Sudharta, 2001:158) Berdasarkan penjelasan tersebut Dewa Yajña adalah Yajña yang ditujukan sebagai penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para dewa. Istilah Dewa mengandung arti sebagai sebutan untuk Tuhan Yang Maha Esa dan dalam hal ini disebut Dewata. Kata Dewa berasal dari akar kata Div yang artinya sinar, sehingga Dewa itu sebagai sebutan untuk segala jenis makhluk Tuhan yang dijadikan sinar sucinya (dewa) atau makhluk cahaya.
Menurut ajaran Agama Hindu Dewa merupakan wujud sifat kemahakuasaan yang bersifat khas atau khusus. Ini berarti bahwa Tuhan tidak memegang peranan, justru adanya dan bentuk sifat kemahakuasaan itulah yang diibaratkan sebagai salah satu bentuk kekuasaan Tuhan. Dewa merupakan bentuk perwujudan kekuasaan Tuhan, karena itu cara penghormatannya yang dikaitkan pada salah satu sifat kekuasaan Tuhan akan menimbulkan cara penghormatan yang berlainan pula. Harus diingat pula bahwa walaupun Dewa-dewa itu banyak, tetapi apabila kita sampai pada pemujaan Tuhan, maka yang dipuja sesungguhnya adalah Tuhan Yang Maha Esa itu juga. Hal ini ditegaskan dalam kitab suci
139 Weda yaitu pada kitab suci Rg Weda C.121.8, yang bunyinya sebagai berikut (terjemahannya):
“Siapakah sesungguhnya Dewata yang kita sembah dengan segala persembahan itu? Ia, yang kemuliaannya menguasai banjir, pemberi kekuatan spiritual dan menyebabkan Ia dipuja. Ia Yang Maha Esa, itulah Dewa di atas segala Dewa-dewa”.
Sesuai dengan penjelasan tersebut Dewa Yajña adalah pemujaan atau sembahyang yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada segala bentuk perwujudan (manifestasinya) atau pemujaan serta persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan sinar-sinar Suci-Nya yang disebut Dewa-Dewi. Adanya pemujaan kehdapan Dewa-dewi atau para dewa, karena beliau yang dianggap mempengaruhi dan mengatur gerak kehidupan di dunia ini. Sebagaimana halnya matahari menerangi serta mempengaruhi kehidupan di dunia dengan sinarnya, demikian pula Ida Sang Hyang Widhi menerangi serta mengatur gerak kehidupan dialam semesta dengan sinar-sinar suci-Nya.
Sebenarnya tidak dapat dipungkiri bahwa setiap umat sedharma senantiasa menginginkan hasil di dunia ini yang tentunya dibarengi dengan pelaksanaan Yajña atau mengadakan persembahan atau pemujaan kepada para Dewa, sedangkan bagi mereka yang sudah melepaskan keinginan duniawi akan memusatkan persembahannya atau pemujaannya kehadapan Ida Sanghyang Widhi. Berikut ini ada ditegaskan dalam kitab suci Bhagawadgita Bab IV sloka 12 yakni :
“kanksantah karmanam siddhim Yajaniha ih devatah
Ksipram hi manuse loke Siddir bhavati karmaja”
Artinya:
Mereka yang menginginkan hasil dari pekerjaannya di atas dunia ini menyembah para dewa, karena hasil dari sesuatu pekerjaan adalah mudah sekali didapat di atas dunia ini.
“daivam eva para Yajnam Yoginah paryuparate Brahmagnav apare yajnam Yanjenai’vo vajuvhati”
140 (Bhagavadgita, IV.25 )
Artinya :
Beberapa para yogi beryajña hanya kepada para Dewa. Tetapi yang lainnya beryajña dengan Yajña-yajña sendiri di dalam api dari Brahman (Ida Sang Hyang Widhi / Tuhan) (Pudja, 2001:76).
Adanya pemujaan maupun persembahan kehadapan para dewa dapat menumbuhkan kesadaran para sedharma (umat Hindu) untuk melaksanakan upacara Dewa yajña, serta dapat menyebabkan adanya upacara dewa Yajña itu sendiri bagi umat Hindu dimana pun berada di jagat raya ini, walaupun dalam pelaksanaannya tidak terlalu mengikat yang tentunya disesuaikan dengan tradisi atau adat-istiadat setempat, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip ajaran kitab suci Weda.