• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Indonesia Case Base Group’s (INA CBG)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.12 Pengertian Indonesia Case Base Group’s (INA CBG)

41

a.Rata-rata biaya agregat untuk semua kasus di RS b.Rata-rata biaya per kasus di departemen di rumah sakit c.Rata-rata biaya perkasus berdasarkan diagnosis pasien.

Pengertian CASEMIX adalah Pengelompokan diagnosis penyakit yang dikaitkan dengan biaya perawatan, dan ciri setiap satu kelompok mempunyai ciri khas yang sama/mirip dan pemakaian sumberdaya/biaya perawatan sama/mirip dengan membutuhkan sistem pembayaran pelayanan kesehatan secara prospective dimana pembayaran/biaya ditentukan sebelum pelayanan diberikan. (BasuDewa, 2013).

2.12 Pengertian Indonesia Case Base Group’s (INA CBG)

42

e.Mempunyai 1077 kode CBG (789 ranap dan 288) dengan 3 tingkat keparahan

f. Basis kode ICD X (14.500 kode) dan ICD 9cm (7.500 kode) g. Grouping casemix menggunakan UNU-CBG grouper

h. Besaran tarif dan sistim secara periodik disesuaikan dan diperbaiki.

Implementasi CASEMIX di Indonesia 1.Tahun 2006 awal pembangunan casemix

2.Juli 2008 diresmikan sebagai metode pembayaran RS: INA – DRG

3.Januari 2009 diimplementasikan seluruh PPK Jamkesmas 4.Oktober 2010 Indonesia Diagnosis Group’s (INA DRG) dirubah menjadi Indonesia Case Based Group’s (INA-CBG)

5.Januari 2014 diimplementasikan metode pembayaran Rumah Sakit era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pemanfaatan Sistem Casemix

43

a.Pembayaran secara prospektif pada pemberi pelayanan kesehatan

b.Sistem perencanaan dan penganggaran rumah sakit

c.Sistem yang dapat digunakan untuk mengukur performa rumah sakit dikaitkan dengan kompleksitas pelayanan yang dihasilkan dan biaya

Kekurangan Casemix terdiri dari, menggunakan code creep under provide service, increase both admission and unnecessary readmissions,tarif INA CBG 2014 menggunakan tarif JKN

Indonesia Case Based Group’s (INACBG) untuk JKN 2014 Dengan 6 kelompok tarif (dengan perhitungan data costing 2011) + 6 special CMG (pembayaran terpisah) melibatkan lebih banyak pihak : RS untuk data costing dengan pemerintah dan swasta Asosiasi RS Organisasi Profesi, tarif perawatan kelas 3,2 dan 1, Regionalisasi dan fokus pada 15 CBG terbanyak.

Apa yang harus dilakukan/disiapkan Rumah Sakit dalam Implementasi INA-CBG ? yaitu pengendalian biaya : input-proses dan identifikasi cost driver.

44

Konsep Diagnosis Related Group’s (DRR’s) yang digunakan pada pasien akut rawat inap dan ingin mengelompokkan hospital output. Konsep ini dijelaskan oleh Fetter dan Thompson (1970 ) dari Yale University di Amerika Serikat (1970) dengan Yale Cost Model yang berhasil mengembangkan DRG’s pertama kali berdasarkan ICD-VIII- Clinical Modification berupa 83 Major Diagnostic Categories (MDC) dan 383 DRG’s. Buku manual Diagnosis Related Group’s Australia digunakan untuk penyusunan Diagnosis Related Group’s dari Australia yaitu Australian Refined Diagnosis related Group’s (AR DRG) versi 5.2, bedah sesar masuk dalam kelompk Medical Diagnostic Categori (MDC): MDC 14 : Preqnancy, Childbirth, and the Pueperium dan tepatnya pada DRG O01A, DRG O01B, DRG O01C, DRG O01D. (CommonWealth Department of Health Australia, 2005).

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, khusus nya di bagian rekam medis, bagian keuangan, instalasi rawat inap, instalasi farmasi, instalasi penunjang, bagian administrasi dan bagian lain yang terkait dalam kegiatan pelayanan di ruang obstetri Ginekologi atau ruang kebidanan.

3.2. Populasi dan Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien bedah sesar. Sampel pasien adalah seluruh pasien dengan diagnosis utama saat dirawat di ruang obstetri ginekologi poliklinik Kebidanan dan Kandungan pada pavilium Matahari, Anggerek.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi pasien bedah sesar terdiri dari hal berikut:

46

a. Umur termasuk ke dalam kategori antara 20. Sd. 52 tahun b. Pasien yang menderita penyakit penyerta, penyulit,

penyerta/penyulit dan tanpa komplikasi

c. Persalinan bedah sesar di bagi dua bagian yaitu dengan tindakan cito dan elektif

d. Kriteria pasien bersifat umum tidak membedakan pasien JPS, asuransi, dan askes.

Kriteria Eksklusi adalah sampel penelitian berada di luar kota.

3.3. Sampel penelitian

Cara pengambilan sampel dan besarnya sampel menggunakan sampel acak sederhana dan sistematik. Proporsi populasi P di duga dengan Pq dimana P = untuk estimasi biaya dapat diketahi dari jumlah sampel ibu hamil sebesar 55898 pasien. Pertanyaan berapa besar ibu hamil di sectio caesarea pada bulan April 2009 sampai dengan Mei 2011. Acuan referensi rumus besar sampel dalam penelitian kesehatan diperoleh dari Stanley Lemeshow, dengan rumus sebagai berikut.

47 Rumus (Lemeshow, S . 1997) N= Z21-alfa/2 P (1-P). N ____________________

d 2 (N-1) + Z 2 P (1-P)

N= (1,96)2. 0,3(1-0,3) 55898 (0,1)2 (55898-1) + (1,96)2.0,3 (1-0,3) N= 62 per grup

3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada tahap 1 dengan menggunakan data primer dan data sekunder .

Langkah-Langkah penelitian

1.Pengambilan data primer dilakukan dengan mengambil kuesioner, dengan cara mengisi data pasien, dengan memindahkan semua data aktivitas pasien dari mulai pendaftaran sampai pulang ke formulir pasien yang meliputi data instalasi catatan rekam medik dan pelaporan.

48

2. Pengambilan data primer dan data sekunder dilakukan dari sub bidang rekam medik tentang catatan medik pasien serta dari billing system dimulai bulan April 2009 sd. Mei 2010. Data yang dipakai untuk mengelompokkan kasus persalinan bedah sesar berdasarkan jumlah hari rawat inap, penggunaan obat, pemeriksaan penunjang, penggunaan ambulans dan administrasi.

3. Dilakukan pengambilan data di bagian keuangan tentang biaya operasional di instalasi laboratorium, gizi, radiologi, laundry, ambulans, kebidanan dan pengembangan sumber daya manusia.

4. Dilakukan pengumpulan data tentang jumlah dan jenis barang- barang inventaris di instalasi laboratorium, gizi radiologi.

Laundry, ambulan dan kebidanan 3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan di dalam penelitian ini terbagi 2 bagian yaitu : 1.Metode kualitatif, 2.Metode kwantitatif.

1.Metode kualitatif di dalam penelitian ini adalah analisis univariabel menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi dan

49

persentase masing-masing kelompok selanjutnya data ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi.

2. Metode kwantitatif,, metodologi yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah analisis biaya dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) akan mengacu pada konsep dasar dari DRG’s Australia (Common Wealth Australia, 2006) yaitu (1) konfirmasi pengelompokkan diagnosis DRG’s Australian versi 5.2 tahun 2006. (2) perhitungan cost of treatment per diagnosis mulai dari pasien masuk sampai sembuh dan keluar rumah sakit, (3) Penyusunan standar operasional prosedur INA DRG/Indonesia Case Base Group’s (INA CBG).

50 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Prosedur Indonesia Diagnosis Related Group’s (DRG’s) Pola pikir Indonesia Diagnosis Related Group’s (INA DRG’s) yaitu International Classification of Disease X (ICD-X) dari WHO telah keluar sejak lama pada tahun 1993, dengan berbagai revisinya dimana klasifikasi tersebut telah mengelompokkan penyakit berdasarkan anatomi dan fungsi organ tubuh secara keseluruhan. Mengacu pada ICD-X (WHO, 1993) tersebut Australia sebagai salah satu negara berkembang telah berusaha mengelompokkan kembali semua [enyakit yang ada dalam ICD X tersebut kedalam Major Diagnostic Categories (MDC)

Dengan total penyakit 23 kategori.

Berdasarkan MDC 14 versi 5.2 tahun 2006 Australia tersebut mengelompokkan beberapa MDC yang pengelompokkanya berbeda dengan pola pengelompokkan penyakit di Indonesia, misalnya adalah MDC tentang Infectious and parasitic disease ( systematic or unspecified sites), dimana Indonesia sangat memisahkan antara kelompok penyakit infeksi dan kelompok penyakit yang disebabkan oleh parasit. Khusus untuk

51

pengelompokan DRG nya, pada beberapa tesis yang telah di uji ternyata ada pengelompokkan DRG’s versi Australia yang cocok dengan pola penyakit di Indonesia, dengan catatan adanya perbedaan kelompok usia pada pasien.

Pada umumnya pelayanan di rumah sakit Indonesia mempunyai masalah kelompok dimana informasi biaya sering tidak jelas. Sistim pembayaran yang ditetapkan di rumah sakit adalah sistem pembayaran per jasa pelayanan diberikan selanjutnya disebut fee for service . Sampai saat ini Departemen Kesehatan belum membuat pedoman tariff yang bersifat tetap per episode penyakit atau per diagnosis penyakit sehingga memungkinkan pasien untuk mengetahui berapa biaya yang harus ia tanggung bila menderita suatu penyakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Upaya pengendalian biaya pelayanan kesehatan (cost containment) perlu dilakukan dari bentuk fee for service ke bentuk Prospective Payment System (PPS).

Prospective Payment System adalah Sistem pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan dalam jumlah yang sudah ditetapkan sebelum pelayanan diberikan tanpa melihat tindakan

52

medik atau lamanya perawatan di rumah sakit. Salah bentuk dari PPS adalah Diagnosis related Group’s yang digunakan pada pasien akut rawat inap (Rivany, 1998).

4.2.Implementasi Indonesia Diagnosis Related Group’s (INA DRG’s atau Indonesia Case Base Group’s (INA CBG) dalam Konteks Jamkesmas di Indonesia.

Mengapa perlu penelitian INA-DRG atau sistem baru di kenal dengan INA-CBG atau sistem baru dikenal dengan INA-CBG di rumah sakit di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah?. Jawabnya INA DRG perlu dilakukan di Indonesia dengan upaya untuk (1) mewujudkan manajemen keuangan yang efisien, akuntabel dan transparant (UU No. 17 tahun 2003). (2) Health Cost semakin tinggi akibat tingginya

Laju inflasi, perubahan demografi, epidemologi serta pola penyakit, perubahan hubungan dokter dan pasien, penemuan teknologi baru, dan inovasi pembiayaan kesehatan dalam kontex INA DRG/ INA CBG.

INA DRG adalah (1). Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan

53

jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran. (2) Merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan RS, (3) Memantau pelaksanaan “ Program Quality Assurance”

(Mukti, 2009).

INA-CBG ( Indonesia Case Based Group’s) yang berlaku saat ini masa transisi (2011) sistem INA-CBG masih menggunakan sistem costing yang sama dengan INA-DRG yaitu:

1). Terdiri dari 1077 kode INA CBG dan 37 Case Main Group’s (CMG’s) yang terdiri dari 789 kode untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan.

2). Terdiri dari tarif rawat inap dan rawat jalan

3).Tarif INA-CBGs ini masih dibagi menjadi Tarif Rumah Sakit Umum dan Khusus Kelas A, Kelas B dan Kelas C dan Kelas D.

Dampak kepindahan ke INA-CBG yaitu masa transisi dan klaim Jamkesmas terhambat, dan INA-CBG’s telah mendapatkan surat dari edaran Menkes, (2011). Mengapa Jamkesmas menggunakan CBG’s, hal ini disebabkan karena :

54

1). CBGs memungkinkan tranparansi manajemen dan pembiayaan rumah sakit.

2). CBGs memungkinkan Tim pengelola untuk mengontrol dengan lebih baik jumlah uang yang dibelanjakan guna membayar biaya pelayanan kesehatan rumah sakit. Kementrian Kesehatan menyarankan untuk pembayaran pasien-pasien Jamkesmas sekarang menggunakan INA CBGs dari pada INA DRG. Hal ini diterapkan pada pembayaran Prospektif dengan kemampuan manajerial berupa :

a).Pembayaran prospektif b). Analisis biaya

c). Model kontrak

d). Kemampuan manajerial perencanaan sebagai business plan e). Kemampuan manajerial melakukan optimalisasi kapasitas institusi (seluruh pelaku) dalam mengelola model kontrak berupa penerimaan belanja dan jasa pelayanan medis.

3). CBG’s membantu Tim pengelola memprediksi kewajiban financial apa yang harus dibayar ke rumah sakit di masa depan.

55

4). CBGs dapat menurunkan rata-rata biaya peawatan pasien di rumah sakit.

Penerapan CBGs perlu penyusasian dalam bentuk sistem Fee for Service dan dan pembayaran prospektif dan menuntut pemberi jasa pelayanan kesehatan harus efisien dan mutu pelayanan yang baik. Efisiensi rumah sakit dilakukan dalam hal ini yaitu :

1). Length of Stay (LOS) dalam sistem dan lama perawatan

2). Efisiensi obat, formularium obat berasal dari peraturan Menteri Kesehatan.

3). Alat bahan medis habis pakai, pengendalian variasi jneis alat dan bahan di standarisasi

4). Pemeriksaan penunjang sesuai kesepakatan komite medik, jenis dan lama pemeriksaan yang adekuasi

5). Lain-lain yaitu biaya tidak langsung (overhead cost).

CBGs membantu Tim pengelola memprediksi kewajiban financial apa yang harus dibayar ke rumah sakit. Timbul pertanyaan mengapa dilakukan pergnatian Grouper INA-DRG dalam bentuk sistem UNU Grouper (INA-CBGs), hal ini disebabkan :

56

1). Pengelompokkan DRG kurang homogen 2). Tarif per kasus penyakit

3). Bukan grouper unversal karena sofware berbeda 4). Tidak menggunakan (bobot) weight cost lokal

5). Sulit merubah logic grouper apabila terjadi perubahan sistem coding

6). Sulit dimodifikasi

Penelitian penerapan INA DRG/INA CBG dilakukan di RS Undata pada bulan April 2009- Mei 2010 bersama sama dengan Standar Pelayanan Medik. Data INA DRG terdiri dari 23 MDC dan 1077 kode INA DRG/INA CBG beserta tarifnya yang terbagi dalam 789 kode untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan.

Infrastruktur di RS berupa; Tim Case Mix RS dan sumber daya manusia meliputi; klinis, medical record, informasi tehnologi,(IT), costing dan peralatan untuk pengolahan data berupa komputer, networking/jaringan, software INA DRG, costing.

Hasil observasi peneliti bahwa peran dan tugas dokter klinis adalah : (1) menegakkan dan menulis diagnosa primer dan

57

sekunder menurut ICD- 10, (2) menulis selluruh prosedur/

tindakan yang telah dilaksanakan, (3) serta membuat resume lengkap selama pasien di rawat, sedangkan fungsi medical record adalah (1) diagnosa dan prosedur/tindakan yang telah dituliskan oleh dokter selanjutnya diberi kode paket yang sesuai berdasarkan pada ICD-10 dan ICD-9 CM oleh medical record, (2) data-data tersebut digroupkan menggunakan software INA DRG untuk mendapatkan kode INA-DRG dan tarifnya secara otomatis. IT (Informasi teknologi) yang diperlukan di dalam pengolahan data adalah; (1) menyiapkan infrastruktur pengolahan data berbasis komputer, maintenance software INA-DRG, minimal 1 PC (spesifikasi hardisk min 20 giga dengan memory 512 mega), untuk mengentry 14 variabel dan grouping data, di dalam menentukan tarif. Software INA DRG disediakan DEPKES untuk menentukan kode INA DRG serta tarifnya dan updating dan bacup database INA DRG. Untuk bagian keuangan (costing) melaksanakan verifikasi tarif berdasarkan INA DRG dan mengupulkan data costing untuk merevisi tarif rumah sakit.

Hasil penelitian INA- DRG/ INA CBG bedah sesar ditemukan sampai saat ini belum ada standarisasi pelayanan medik yang berlaku di seluruh rumah sakit di Indonesia

58

khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah sehingga Clinical Pathway dan perhitungan Cost of Treament untuk penyakit yang sama dan hal ini akan menyebabkan bervariasinya tarif pelayanan di rumah sakit untuk penyakit yang sama pula.

Secara spesifik, maka tujuan akademik INA DRG atau INA CBG dalam penelitian bedah sesar ii adalah :

a.Megkonfirmasi apakah pola penyakit rawat inap dengan tindakan bedah sesar beserta komorbiditas dan komplikasinya di lingkungan RS di Sulawesi Tengah dapat disesuaikan/ mengikuti pola penyakit rawat inap negara lain (Referensi : Australian Refined-DRG)

b.Mengindentifikasi semua biaya langsung dan tak langsung beserta komorbiditas dan komplikasinya berdasarkan evidense based yang terjadi di lingkungan RS di Sulawesi Tengah dalam konteks pembayaran Jamkesmas.

c.Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari medical record RS Undata Palu. Hasil penelitian di lapangan ditemukan pendekatan kasus yang sama antara AR-DRG Australia dan INA-DRG atau INA CBG membedakan antara kasus elektif dan emergency tetapi A-DRG’s Australia ditemukan

59

kasus elektif dan emergency, dengan pembagian empat kelompok penyakit sedangkan INA DRG/INA-CBG dibagi tiga kelompok penyakit.

Konsep akademik DRG Australia komorbiditinya dibagi empat kategori adalah (1). DRG O01A, (bedah sesar dengan komplikasi penyulit dan penyerta), (2). DRG O01B (bedah sesar dengan penyulit/komplikasi berat, (3). DRG O01C (bedah sesar dengan penyulit komplikasi ringan), (4).DRG O01D (komplikasi ringan tanpa penyulit dan penyerta). Sedangkan INA-DRG di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori adalah (1). Severity level 1 tingkat keparahan 1 (w/c). (2) severyty level 2 tingkat keparahan 2 (w/cc) dan (3). Severyty level 3 tingkat keparahan 3 (w/mcc).

Perbedaan lain ditemukan pada INA DRG adalah pengelompokkan grouping jenis penyakit dan prosedur yang tidak sesuai dengan konsep ICD-X (WHO, 1993). Dari hasil penelitian ini peneliti mengelompokkan dengan benar grouping Casemix, dan ditemukan kasus penyakit klasifikasi indikasi bedah sesar berbasis Indonesia Diagnosis Related Group’s (INA DRG) atau INA CBG yaitu berupa indikasi ibu (54,8%), dan indikasi bayi (45,2%).

60

Hasil penelitian INA DRG atau INA CBG bedah sesar di RS Undata ditemukan meningkatnya persentase indikasi ibu sebnayak 34 pasien sebesar (54,8%) dan indikasi bayi sebanyak 28 pasien (45,2% akibat operasi bedah sesar. Kasus indikasi ibu tipe persalinan emergency penyulit komplikasi berat, kode INA DRG (w/mcc) sebanyak 34 pasien (56,5%). Hasil diagnose klinis persentase tertinggi ditemukan pada kasus pre eklamsia sebnayak 6 pasien (40,%), kasus plasenta previa sebanyak 4 pasien (26,7%) dan kasus komplikasi anestesi sebanyak 1 pasien (6,6%).

Sedangkan kasus indikasi ibu penyulit komplikasi ringan, kode INA-DRG (W/CC) persentase tertinggi kasus bekas SC sebanyak 9 pasien (45%), kasus rupteri uteri sebanyak pasien (15,8%), kasus hypoca sebanyak 2 pasien (5%), untuk kasus indikasi bayi emergency tanpa komplikasi kode INA DRG (w/c) persentase tertinggi adalah kasus letak lintang sebanyak 1 pasien (33,32%) dan kasus gawat janin sebanyak 2 kasus (66,7%). Meningkatnya persentase indikasi ibu sebesar (54,8% dan indikasi bayi (45,2%).

Strategi yang perlu dilakukan untuk mengatasi komplikasi penyakit ibu hamil dan persalinan seperti yang dijelaskan oleh United Nations Millenium Summit (2000) menjadi saksi deklarasi roadmap tentang hal-hal yang harus dicapai oleh dunia

61

Internasional tahun (2010-2015) yang disebut sebagai

Millenium Development Goals “. Dari pernyataan tersebut ada 184 negara yang menandatangani kesepakatan itu diantaranya adalah meningkatkan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan nifas.

Strategi yang perlu dilakukan adalah dengan mengaktifkan program Safe Motherhood dengan memfokuskan intervensi utama pada sektor kesehatan dan kegiatan yang yang berbasis masyarakat dengan persalinan aman dan tenaga kesehatan terampil dan pennaganan komplikasi ibu dan bayi selamat.

4.3. Prosedur Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit (SOP) pembedahan Sesar

Tabel 1. Standar Operasional Prosedur (SOP) bedah Sesar

Pengertian 1.Persalinan buatan dimana yang dilahirkan melalui suatu insisi operasi bedah sesar pada perut dan dinding rahim (segmen bawah rahim= SBR) dengan syarat umur kehamilan > dari 28 hari

2.Standar kompetensi kebidanan prosedur tetap operasi bedah sesar diketahui melalui SOP sebagai berikut : Tujuan 1.Melahirkan janin secepatnya

62

2.Mencegah komplikasi yang mengancam keselamatan ibu dan janin.

Kebijakan

Prosedur

1.Seluruh tindakan harus dikonsultasi dahulu ke dokter ahli obsgin

2.Dilakukan di kamar operasi instalasi bedah sentral 3.Tindakan dilakukan oleh dokter ahli obsgin

4.Tindakan dapat dilakukan secara terintegrasi en obsgin.

1. Dokter menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga ur dan risiko tindakan semuanya pasien dan atau

keluarga pasien prosedur dan tindakan semuanya pasien ormulir dan tujuan tindakan medis.

2.Dokter menentukan jenis pemeriksaan laboratorium 3.Dokter mengkonsultasikan pasien kebagian anestes

n bidan menyerahkan status pasien yang berisi lemba

ul anestesi ke perawat anestesi/OK.

63

Hasil survei dilapangan berupa pengumpulan data biaya bedah sesar (cost accumulation) dengan menggunakan sarana sistem akutansi. Setelah pengumpulan data biaya rumah sakit, pengelola lembaga menentukan biaya untuk menunjuk objek biaya perawatan bedah sesar sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan penetapan biaya (cost assignment) bedah sesar merupakan sebuah istilah umum yang meliputi (1) penelusuran (tracing) pengumpulan biaya ke objek biaya dan (2) pengalokasian kumpulan biaya yang ada biaya objeknya.

Dari sudut pandang perencanaan dan pengendalian biaya operasi bedah sesar, cara yang paling berguna dalam mengklasifikasikan biaya adalah perilaku biaya. Perilaku biaya (cost behavior) adalah bagaimana biaya biaya akan bereaksi atau menanggapi perubahan tingkat aktivitas naik-turun, biaya tertentu dapat naik turun atau dapat tetap/ konstan. Untuk tujuan perencanaan, pengelola lembaga harus mampu mengantisipasi kemungkinan mana yang akan terjadi dan apabila suatu biaya dapat diharapkan berubah, besaran perubahannya harus diketahui. Untuk memberikan informasi ini, biaya bedah sesar diklasifikasikan ke dalam tiga kategori biaya yaitu biaya tetap, biaya variabel dan semivariabel.

64 4.4 Komponen Biaya Rumah Sakit

Analisis biaya rumah sakit adalah kegiatan yang menghitung biaya rumah sakit untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan, baik secara total maupun per unit/per pasien, dengan cara menghitung biaya pada seluruh unit / pusat biaya serta mendistribusikannya ke unit-unit produksi yang kemudian dibayar oleh pasien. Menurut Yelery, AN (2009) menjelaskan bahwa pada tahun 1980, proses operasi di Departemen pembedahan dapat digunakan untuk pengukuran kinerja keuangan dengan cara menghitung biaya kegiatan .

Komponen biaya rumah sakit meliputi 3 (tiga) bagian yaitu:.

A.Biaya investasi berupa : biaya gedung, biaya alat

B.Biaya operasional berupa: biaya obat, biaya habis pakai, biaya listrik, telepon dan air

C.Biaya pemeliharaan Biaya Investasi

Biaya operasional terlihat persentase paling besar karena dari segi investasi dan asset rumah sakit. Biaya operasional terlihat

65

persentase paling besar karena dari segi investasi dan aset RSUD Undata tidak lagi mempunyai aset yang baru, hanya bangunan gedung saja yang baru. Komposisi serta jumlah biaya investasi, operasional dan maintenance ada pada angka yang mempunyai sumber daya yang sama.

Untuk kasus bedah sesar, struktur biaya dapat dibedakan antara murni dan penyakit penyerta karena menurut penjabaran struktur biaya adalah tidak sama dalam menghitung cost treatment dimana total biaya dibagi dengan utilisasinya. Pembiayaan terdiri dari 2 jenis klasifikasi biaya adalah direct cost meliputi : biaya pendaftaran, biaya pemeriksaan penunjang, biaya obat-obatan maternal, biaya nutrisi ibu, biaya tindakan (pasang cateter, infus, oksigen).pelayanan radiologi, pelayanan kardiologi, biaya administrasi, dan biaya honor, biaya indirect cost meliputi: Biaya bahan medis habis pakai, biaya laundry, biaya peralatan medis, biaya peralatan non medis, biaya penyusutan gedung, biaya listrik, telepon, ATK, biaya sanitasi dan limbah, dan biaya pemeliharaan.

Penjabaran Struktur Biaya di UGD dan Poly yang struktur biayanya pada biaya operasional. Tahapan terapi komponen biaya yang dimasukkan adalah operasional terutama sumberdaya

Dokumen terkait