BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
11. Pengertian Kemiskinan
Di masa krisis ekonomi yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun jumlah orang miskin di Indonesia kembali bertambah sehingga orang-orang yang berasal dari lapisan menengah, karena terkena PHK ataupun bagi mereka yang memiliki usaha sendiri menjadi lumpuh atau gulung tikar telah masuk menjadi lapisan masyarakat miskin sedangkan untuk kembali menjadi kekeadaan semula mereka dihadapkan pada berbagai kendala yaitu masih terbatasnya peluang usaha dan kesempatan kerja.
Persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan.
Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6) huruf e, merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
Lewis dalam Budi Rajab (2004:20) kemiskinan adalah ketidak cukupan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya, seperti pangan, sandang dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkat posisi sosial ekonominya. Tetapi masalahnya adalah sumber-sumber daya material yang dimiliki masyarakat miskin keadaanya sangat terbatas hanya dapat digunakan untuk memepertahankan kehidupan fisiknya dan tidak memungkinkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan.
Menurut Hamongan Ritonga (2004:2) juga mengemukakan pendapatnya tentang kegagalan-kegagalan program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia menuruntnya ada dua faktor yang menyebabkan program penaanggulangan kemiskinan di Indonesia yaitu, “Pertama; program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan untuk orang miskin, upaya seperti ini akan sulit meyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidalah untuk pemberdayaan.
Kedua; kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada
isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.”
Ritonga beranggapan seperti ini karena program-program penanggulangan kemiskinan pemerintah selama ini dianggap hanya menimbulkan ketergantungan masyarakat miskin untuk selalu mendapatkan bantun dari pemerintah bukannya memberdayakan masyarakat agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, juga karena pemahaman yang minim tentang berbagai penyebab kemiskinan.
Mar‟ie Muhammad mantan menteri keuangan RI juga mengemukakan bahwa, “Kemiskinan merupakan ketidak mampuan seseorang, suatu keluarga atau sekelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik pangan maupun non pangan, khususnya pendidikan dasar, kesehatan dasar, perumahan dan kebutuhan transportasi” (Muhamad, 2004:2).
Konsep kemiskinan yang dikemukakan oleh Marie Muhamad ini menggambarkan ketidak mampuan orang miskin atau suatu kelompok masyarakat miskin pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya dalam konsep tersebut tentunya kita bisa menarik suatu kesimpulan bagaimana masyarkat miskin berupaya meningkatkan perekonomiannya jika kebutuhan dasarpun tidak terpenuhi dan untuk meningkatkan tingkat perekonomian mereka harus mendapat bantuan dan bantuan itu bukan sekedar bantuan yang berupa materi tetapi berikut kesempatan- kesempatan dalam dalam memanfaatkan sumber-sumber kapital.
Menurut Semeru dalam Suharto (2004:4), kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunggan non-material yang diterima oleh seseorang. secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Menurut Hendriawan (2003), kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan.
Masyarakat miskin lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses yang terbatas kepada kegiatan sosial, ekonomi. Permasalahan kemiskinan sangat kompleks dan upaya penanggulangannya harus dilakukan secara komprehensif,
mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.
Departemen sosial dan Badan Pusat Statistik sebagai suatu badan yang berkepentingan langsung dengan masalah kemiskinan merumuskan konsep kemiskinan bahwa,“Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya” (BPS dan Depsos, 2002:4).
Indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Stastik:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamboo/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/suangai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali daam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10.Hanya sanggup makan sebanyak sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12.Pendidikan tertinggi kepala-kepala rumah tangga yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD atau hanya SD.
13.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti:sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.