• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.8 Kualitas Pelayanan

2.8.2 Pengertian Kualitas Pelayanan

harus selalu) terjadi pada interaksi antara wisatawan dengan karyawan jasa, sumber daya fisik, barang, atau sistem penyedia jasa yang disediakan sebagai solusi atas masalah wisatawan. Dari definisi ini, dapat dikatakan bahwa pelayanan merupakan aktivitas yang diberikan kepada wisatawan dan pada dasarnya tidak berwujud, disediakan sebagai solusi atau masalah wisatawan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa layanan merupakan suatu penyajian produk atau jasa yang sesuai dengan standar organisasi dan diupayakan dalam penyampaian produk dan jasa tersebut sama dengan apa yang diharapkan tamu restoran atau melebihi ekspetasi tamu.

kualitas yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan wisatawan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal, tetapi sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas layanan dipersepsikan rendah.

Menurut Kotler dan Keller (2018) kualitas pelayanan adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

Ratnasari dan Aksha (2016) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan (service quality) sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan

wisatawan atas pelayanan yang mereka terima/peroleh. Selanjutnya menurut Tjiptono (2014) bahwa kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan

(excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan wisatawan.

Kemudian Priansa (2017) mengatakan bahwa kualitas jasa/kualitas layanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan wisatawan.

Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa hal penting tentang pengertian kualitas pelayanan, yaitu :

1. Kualitas pelayanan lebih sulit dievaluasi wisatawan dibanding dengan mengevaluasi barang berwujud, dan kriteria untuk mengevaluasinya akan lebih sulit pula untuk ditentukan.

2. Wisatawan tidak saja akan mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan berdasarkan hasil akhirnya saja, melainkan juga akan menilai bagaimana proses penyampaian yang dilakukan.

3. Kriteria dalam menentukan kualitas pelayanan tersebut akhirnya dikembalikan kepada wisatawan sendiri. Pandangan terhadap suatu kualitas pelayanan, akan dimulai dari bagaimana pemberi pelayanan itu dapat memenuhi harapan wisatawan, kemudian dilanjutkan dengan bagaimana seharusnya pemberi pelayanan tersebut menampilkan performanya.

Kualitas pelayanan ditentukan oleh kemampuan organisasi atau lembaga tertentu untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan berdasarkan kebutuhan wisatawan/pengunjung. Dengan kata lain, faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diharapkan wisatawan/pengunjung dan persepsi masyarakat terhadap pelayanan tersebut. Nilai kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan organisasi dan stafnya dalam memenuhi harapan wisatawan secara konsisten.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas pelayanan, menurut Tjiptono (2014) adalah:

1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas pelayanan

Setiap organisasi jasa yang berupaya memberikan kualitas jasa pelayanan yang terbaik kepada para wisatawanya perlu melakukan riset untuk mengidentifikasi jasa dominan yang paling penting bagi pasar dan kemudian memperkirakan penilaian yang diberikan pasar terhadap organisasi serta pesaing berdasarkan determinan tersebut. Sehingga diketahui posisi reaktif organisasi dimata wisatawan dibandingkan dengan pesaing agar dapat memfokuskan peningkatan kualitas pada aspek dominasi.

2. Mengelola harapan wisatawan

Tidak jarang suatu organisasi melebih-melebihkan pesan komunikasinya kepada wisatawan agar mereka terpikat. Hal ini seperti dapat menjadi bomerang, karena semakin banyak janji yang diberikan maka semakin besar pula harapan wisatawan yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat dipenuhi harapan wisatawan.

3. Mengelola bukti

Mengelola bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi wisatawan selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena itu, jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan seperti barang, maka wisatawan cenderung memperhatikan fakta-fakta tangiable yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. Dari sudut pandang organisasi jasa, bukti kualitas meliputi segala sesuatu yang dipandang wisatawan sebagai indikator seperti apa jasa yang akan diberikan (preservice expectation) dan seperti apa jasa yang telah diterima (post expectation).

4. Mendidik wisatawan tentang jasa

Membantu wisatawan dalam memahami merupakan usaha yang sangat positif dalam rangka penyampaian kualitas jasa. Wisatawan yang terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik sehingga kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi. Upaya mendidik ini dapat dilakukan dalam bentuk melakukan pelayanan sendiri, membantu wisatawan kapan menggunakan jasa, bagaimana menggunakan jasa, dan menjelaskan kepada wisatawan alasan- alasan yang mendasari kebijaksanaan yang bisa mengecewakan mereka.

5. Mengembangkan budaya kualitas

Budaya kualitas pelayanan merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kodusif bagi pembentuk dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari: filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.

Agar dapat menciptakan budaya kualitas yang baik maka dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.

6. Menciptakan automathing quality

Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumberdaya manusia yang dimiliki. Namun sebelum memutuskan otomatisasi, organisasi perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang membutuhkan sentuhan manusia dan memerlukan otomatisasi.

7. Menindak lanjuti jasa

Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Organisasi perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua wisatawan untuk mengetahui ting

kat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Organisasi dapat memberikan kemudahan bagi para wisatawan untuk berkomunikasi baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.

8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa

Sistem informasi kualitas jasa suatu sistem yang menggunakan berbagai pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menyebarluaskan

informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal serta informasi mengenai organisasi dan wisatawan.

Modernitas dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan persaingan yang sangat ketat untuk memperoleh dan mempertahankan wisatawan. Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan organisasi supaya mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan wisatawan. Pola konsumsi dan gaya hidup wisatawan menuntut organisasi mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Keberhasilan organisasi dalam memberikan pelayanan berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality.

Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang popular dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1996) dalam serangkaian penelitian mereka terhadap 6 sektor jasa yaitu peralatan rumah tangga, reparasi, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas (Ratnasari dan Aksha, 2016).

SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi wisatawan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/ diinginkan (expected service).

Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan

dikatakan tidak bermutu, dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan tersebut memuaskan.

Harapan para wisatawan pada dasarnya sama dengan layanan seperti apakah seharusnya diberikan oleh organisasi kepada wisatawan. Harapan para wisatawan ini didasarkan pada informasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi organisasi lainnya).

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Adisaputro, 2018) merumuskan model kualitas pelayanan yang menekankan berbagai persyaratan utama untuk dapat

menyerahkan pelayanan berkualitas tinggi, yang dapat dilihat dari gambar berikut :

Gap 4

Gambar 2.1. Model Kualitas Layanan

Sumber : Adisaputro (2018)

Model yang juga disebut “Analisis Gaps” mengindentifikasi adanya lima kesenjangan yang menyebabkan terjadinya kekecewaan wisatawan. Gap ini adalah :

Kualitas jasa yang diharapkan konsumen

Kualitas jasa yang diterima konsumen

Kualitas jasa yang diiklankan Kualitas jasa yang

diserahkan pada konsumen

Spesifikasi teknis tentang mutu jasa

Persepsi manajemen tentang harapan

konsumen Konsumen

Produsen

Gap 5

Gap 3

Gap 2 Gap

1

1. Gap 1 : kesenjangan antara harapan wisatawan dengan persepsi manajemen tentang harapan wisatawan.

2. Gap 2 : kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan wisatawan dengan spesifikasi teknis tentang mutu jasa. Kualifikasi teknis mutu jasa itu direkayasa oleh para insinyur teknis di pabrik yang bertanggung jawab dalam kegiatan unit penelitian dan pengembangan produk. Unit ini bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari manajemen berdasarkan riset pemasaran tentang harapan wisatawan.

3. Gap 3 : kesenjangan antara spesifikasi teknis kualitas jasa dengan kualitas jasa yang didasarkan kepada dan diperoleh oleh pengguna jasa. Kualitas jasa yang sebenarnya mereka peroleh itulah yang dimaksud dengan kualitas jasa yang dirasakan (perceived service quality).

4. Gap 4 : kesenjangan antara kualitas jasa yang diserahkan dengan pesan tentang kualitas yang diiklankan melalui komunikasi pemasaran eksternal.

Dengan demikian kesenjangan ini disebabkan karena organisasi tidak memenuhi janjinya sesuai dengan iklan yang dibaca calon wisatawan.

5. Gap 5 : kesenjangan antara kualitas jasa yang diterima wisatawan (perceived service) dan kualitas jasa yang mereka harapkan (expected service). Gap ini terjadi karena pengguna jasa melakukan evaluasi tentang kualitas jasa yang sebenarnya mereka terima, dan membandingkannya dengan harapan yang muncul pada saat calon pengguna menentukan pilihannya.

Dokumen terkait