• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian dan Prinsip Mediasi 1. Pengertian Mediasi

Dalam dokumen Prinsip, Jenis, dan Teori Keadilan (Halaman 35-47)

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare artinya berada di tengah. Kata “mediasi” berasal dari bahasa Inggris “mediation” yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi, yang menengahinya dinamakan mediator atau orang yang menjadi penengah.17

Secara umum, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasehat.18 Sedangkan pengertian perdamaian menurut hukum positif sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1851 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara kemudian.19

Menurut pendapat Christopher Moore, mediasi adalah intervensi dalam

17 John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet. Ke xxv (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 377. Pengertian yang sama dikemukakan juga oleh Prof.

Dr. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:

PT. Kencana, 2005), hlm. 175. Lihat juga Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 69

18 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 640 


19 R. Surbekti, R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT.

Pradnya Paramitha, 1982), hlm. 144.

sebuah sengketa oleh pihak ketiga yang bisa diterima oleh pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak dan bersifat netral.

Sementara John W Head berpendapat bahwa, mediasi adalah suatu prosedur penengahan dimana seorang bertindak sebagai kendaraan untuk berkomunikasi antara para pihak sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan.

Selanjutnya menurut H. Priyatna Abdulrasyid, mediasi merupakan proses damai diantara para pihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai mediator dengan proses yang efektif dan diterima secara sukarela oleh para pihak.

Menurut pendapat dari Garry Goopaster, definisi mediasi adalah sebagai proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.20 Goopaster menekankan bahwa mediasi adalah proses negosiasi, dimana pihak ketiga melakukan dialog dengan pihak bersengketa dan mencoba mencari kemungkinan penyelesaian sengketa tersebut.

Pada umumnya mediasi telah didefinisikan sebagai proses penyelesaian sengketa dimana pihak-pihak setuju untuk secara sukarela merujuk perselisihan mereka kepada pihak ketiga yang independen yang bertindak sebagai fasilitator yang mendorong para pihak untuk mencapai resolusi mereka sendiri. Misalnya, MacFarlane (1997) mendefinisikan mediasi sebagai proses yang diawasi oleh pihak ketiga non partisan, mediator, yang kewenangannya bergantung pada

20 Gary Goopaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1993), hlm. 201

persetujuan para pihak yang bersengketa.

Kressel dan Pruitt (1985) mendefinisikan mediasi sebagai bantuan oleh pihak ketiga, yang tidak memiliki wewenang untuk mendikte sebuah kesepakatan, kepada dua atau lebih pihak yang bertikai. Sementara definisi mediasi Moore21 (2003) menekankan ketidakberpihakan dan netralitas pihak ketiga dalam memfasilitasi komunikasi dan negosiasi antara pihak-pihak yang bersengketa, Noone (1996) mengamati bahwa mediasi pada intinya memerlukan intervensi pihak ketiga yang berpengalaman, independen dan terpercaya untuk membantu pihak-pihak yang terkait dalam menyelesaikan konflik mereka.

Demikian pula, Street (1994) menggambarkannya sebagai konsep yang berfokus pada penyelesaian sengketa melalui konsensus. Apa yang umum dengan definisi ini adalah bahwa pihak ketiga tidak memaksakan solusi pada pihak yang bersengketa untuk mengakhiri perselisihan tersebut. Selama bertahun-tahun banyak definisi mediasi telah diajukan, dan banyak di antaranya bermaksud menentukan proses mediasi seperti yang dilakukan oleh mediator.

Moffitt (2005) berpendapat bahwa definisi yang diberikan untuk mediasi tidak membantu dalam mengidentifikasi batas-batasnya. Dia menemukan bahwa definisinya bersifat preskriptif atau mereka menyembunyikan sebuah pernyataan berdasarkan penelitian empiris. Dia memberikan contoh pernyataan bahwa:

“Mediator tidak memihak”; “Mediator memfasilitasi komunikasi dan negosiasi”;

dan, 'Mediator tidak pernah mengevaluasi atau memberikan nasehat hukum.22 Dia

21 Moore, CW, The Mediation Process : Practical Strategies for Resolving Conflict, 3rd edn, Jossey-Bass,San Francisco, 2003.

22 Moffitt, ML 2005, 'Schmediation and the Dimensions of Definition', Harvard Negotiation Law Review, vol. 10, pp. 69-102.

menyimpulkan bahwa mereka yang menawarkan definisi preskriptif hanya mengemukakan pemahaman mereka sendiri.23 Pandangan yang sama Moffitt adalah, Folberg & Taylor (1984) yang mengemukakan bahwa, mediasi mencakup beragam makna yang bergantung pada sifat spesifik dari perselisihan, pihak-pihak yang dalam perselisihan, mediator dan mediasi.24

Terlepas dari kesulitan dalam membuat definisi tentang mediasi, dua definisi yang paling diterima dan berpengaruh di Australia dan Amerika Serikat, masing-masing oleh NADRAC (2003) dan Folberg and Taylor (1984):

Mediasi adalah proses di mana pihak-pihak yang bersengketa, dengan bantuan pihak ketiga yang netral (mediator), mengidentifikasi masalah yang diperselisihkan, mengembangkan pilihan, mempertimbangkan alternatif dan berusaha mencapai kesepakatan. Mediator tidak memiliki peran penasehat atau determinatif sehubungan dengan isi perselisihan atau hasil dari resolusinya, namun dapat memberi saran atau menentukan proses mediasi dimana resolusi diusahakan (NADRAC 2003).25

Selanjutnya defenisi menurut Folberg & Taylor bahwa; Mediasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana peserta bersama dengan bantuan orang atau orang yang netral, secara sistematis mengisolasi masalah perselisihan untuk mengembangkan pilihan, mempertimbangkan alternatif dan mencapai penyelesaian konsensual yang akan mengakomodasi kebutuhan mereka atau

23 Ibid

24 Folberg, J & Taylor, A 1984, Mediation: A Comprehensive Guide to Resolving Conflicts without Litigation, Jossey-Bass Inc Pub, San francisco.

25 NADRAC 1997, Issues of Fairness and Justice in Alternative Dispute Resolution:

Discussion Paper, Canberra.

kebutuhan para pihajk.26

Definisi tersebut di atas mengasumsikan sebuah teori mediasi yang didasarkan pada sebuah proses yang terutama merupakan bentuk negosiasi non- evaluatif yang tidak fasilitatif dan non evaluatif, di mana pihak ketiga tidak memberikan keputusan, namun mendorong para pihak untuk menyetujui solusi mereka sendiri. Sejumlah aspek lain dari teori mediasi telah memberi dukungan kuat sebagai mekanisme penyelesaian perselisihan terutama di tempat pengadilan yang menyesatkan menjelaskan bagaimana mediasi telah menyebar ke seluruh dunia dan terus menarik perhatian (Drummond 2005).

Secara yuridis, pengertian mediasi hanya dapat dijumpai dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 dalam Pasal 1 Ayat (7), yang menyatakan bahwa: “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator”.27

Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai definisi tentang mediasi tersebut di atas adalah; Mediasi adalah upaya para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa melalui perundingan dengan bantuan pihak lain yang netral. Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa unsur penting dalam proses mediasi antara lain adalah sebagai berikut:

26 Folberg & Taylor 1984. Op.cit.,

27 Dalam Pasal 1 ayat (6) Perma Nomor 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian

a. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan melalui suatu perundingan.

b. Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.

c. Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.

d. Mediator tidak boleh memberi kewenangan untuk mengambil keputusan selama 
perundingan berlangsung.

e. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau mnghasilkan kesimpulan yang dapat 
diterima dari pihak-pihak yang bersengketa.
Sebagai seorang mediator, maka dituntut untuk selalu mengedepankan negosiasi yang bersifat kompromis, dan memiliki keterampilan khusus.

Keterampilan khusus yang dimaksud adalah:

a. Mengetahui bagaimana cara mendengarkan para pihak yang bersengketa.

b. Mempunyai keterampilan bertanya terhadap hal-hal yang dipersengketakan.

c. Mempunyai keterampilan membuat pilihan-pilihan dalam

menyelesaikan sengketa yang 
hasilnya akan menguntungkan para pihak yang bersengketa (win-win solution).

d. Mempunyai keterampilan tawar-menawar secara seimbang.

e. Membantu para pihak untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap hal-hal yang 
dipersengketakan para pihak. 


2. Prinsip Mediasi

Prinsip-prinsip mediasi yang digunakan pada dasarnya adalah sebagai berikut: 


a. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan melalui suatu perundingan;

b. Kewajiban partisipasi seluruh pihak dalam proses mediasi.

c. Upaya maksimal untuk mencapai mufakat.

d. Penggunaan pendekatan restrukturisasi dengan pola “best commercial practice”.

e. Menghormati hak-hak para pihak yang terkait. 


Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan tentang karakteristik dari prinsip dalam suatu mediasi yaitu:

Accessible 
Setiap orang yang membutuhkan dapat menggunakan mediasi, tidak ada suatu prosedur yang kaku dalam kaitannya dengan karakteristik antara mediasi yang satu dengan yang lainnya.

Voluntary 
Setiap orang yang mengambil bagian dalam proses mediasi harus sepakat dan dapat memutuskan setiap saat apabila ia menginginkan mereka tidak dapat memaksa untuk dapat menerima suatu hasil mediasi apabila dia merasa hasil mediasi tidak menguntungkan atau memuaskan dirinya.

Confidential; Para pihak ingin merasa bebas untuk menyatakan apa saja dan menjadi terbuka untuk 
kepentingan mediasi.

Fasilitative 
Mediasi merupakan kreatifitas dan pendekatan pemecahan masalah terhadap persoalan yang dihadapi dan bergantung pada mediator untuk

membantu para pihak mencapai kesepakatan dengan tetap dan tidak dapat memihak. 


3. Keuntungan dari Mediasi

Seperti dapat dilihat dari definisi mediasi di atas, keuntungannya dirasakan berada pada keterlibatan pihak ketiga (mediator) dalam membantu pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian bersama. Inti dari peran mediator adalah ketidaktahuan mereka dengan salah satu pihak dalam bertindak sebagai perantara netral untuk memfasilitasi kemajuan menuju penyelesaian (Roberts &

Palmer 2005; Street 2003). Meskipun mediasi terutama digunakan untuk memberi manfaat kepada pihak-pihak dan pengadilan dalam menyelesaikan perselisihan dengan cepat, namun mungkin juga membantu dalam mengkaji dan mempersempit masalah untuk diadili jika gagal (Aibinu et al., 2010). Selain itu, pihak yang bersengketa dapat mengembangkan apresiasi yang lebih baik atas kasus mereka sendiri dan lawan mereka (Zakaria 2010). Beberapa manfaat utama dari mediasi dibahas di bawah ini.

4. Kerahasiaan dan hak Istimewa

Salah satu keuntungan mediasi bagi para pihak adalah kerahasiaannya. Ini memungkinkan pembagian terbatas dengan mediator kasus para pihak termasuk pengungkapan informasi yang memalukan dan berpotensi merusak. Hal ini dilakukan atas dasar bahwa tidak ada yang diungkapkan kepada pihak lain tanpa izin tertulis, bukti penerimaan informasi rahasia dari kedua belah pihak dapat membantu mediator untuk memfasilitasi penyelesaian bersama (Armstrong 2007).

Pengaturan ini kondusif bagi para pihak yang membuat konsesi tanpa adanya kekhawatiran mengenai pembagiannya jika mediasi gagal (Bingham 2008;

Parke & Bristow 2001). Negosiasi untuk penyelesaian dalam mediasi sepenuhnya dilakukan tanpa prasangka. Mediasi juga dianggap menguntungkan karena dikatakan memberdayakan para pihak dibandingkan dengan bentuk penyelesaian sengketa lainnya. Hal ini memungkinkan pihak melibatkan keterlibatan dan keterlibatan lebih besar dalam proses dan dalam mengeksplorasi berbagai kemungkinan hasil.

Mediator berusaha mengembalikan peran pengambilan keputusan pusat kepada pihak yang bersengketa yang bermasalah (Loong Thye & Boon Leng 2003). Menurut Sturrock (2010), kontrol para pihak dalam mediasi adalah tentang demokratisasi keadilan. Tingkat kontrol para pihak mencakup kekuatan untuk memilih mediator mereka, prosedur yang akan diterapkan, tempat, dan, sarana untuk memastikan kerahasiaan (Barbee 2007). Dikatakan bahwa kontrol yang lebih besar bahwa para pihak telah mengatasi perselisihan mereka dan partisipasi yang lebih besar yang mereka dapatkan dalam pengambilan keputusan mengarah pada komitmen yang lebih besar terhadap resolusi tersebut (Faulkes 1986).

Hasil mediasi juga tahan lama dan fleksibel karena sesuai dengan kebutuhan para pihak karena timbul dari usaha para pihak sendiri, bebas dan tanpa paksaan (Nicholson, 1991). Karena kesepakatan tersebut dicapai berdasarkan kesepakatan bersama di lingkungan informal dan forum mediasi membantu melestarikan dan memperbaiki hubungan para pihak (Sussman 2009). Hal ini terutama terjadi pada orang-orang yang lebih memilih proses yang kurang

mengintimidasi dimana mereka memiliki kebebasan dan kesempatan untuk menyuarakan keprihatinan mereka dan mereka yang menginginkan sengketa mereka diselesaikan secara informal tanpa mengurangi hubungan mereka (Fiadjoe 2004).

5. Kerahasiaan

Penyelesaian sengketa melalui forum mediasi memberikan peran dan kesempatan bagi pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang sama, kreativitas solusi mereka, misalnya penyelesaian kerahasiaan yang menguntungkan pihak yang bersengketa yang mengangkat isu tapi tidak pada orang lain. Dengan kata lain, kerahasiaan proses tersebut dapat menyembunyikan hasil tertentu yang mungkin telah menyebabkan pengamatan perilaku publik yang lebih besar jika merupakan rekaman terbuka dan publik. Misalnya, perusahaan dapat menyalahgunakan fitur kerahasiaan dari penyelesaian yang dimediasi untuk menyembunyikan praktik dan aktivitas buruk mereka sendiri dari mata publik dengan dalih melindungi rahasia dagang atau operasi bisnis (Kotz 1996).

Selanjutnya, dengan tidak adanya pemeriksaan publik dalam perselisihan pribadi, analisis dan penelitian tentang keadaan sulit kelompok-kelompok yang kurang beruntung menjadi sulit. Contohnya adalah kekerasan terhadap perempuan. Satu isu adalah kekerasan dalam rumah tangga dan yang terpenting adalah ketidakseimbangan kekuatan dalam perselisihan keluarga yang pada umumnya dianggap sebagai urusan pribadi yang membuat tidak mungkin untuk meneliti kesalahan apapun (Imbrogno 1999). Imbrogno (1999) berpendapat bahwa kurangnya pengawasan publik dan diskusi tentang isu kekerasan dalam rumah

tangga dapat menghambat pengembangan dan pembenaran hak hukum perempuan yang telah babak belur.

6. Pencegahan preseden (precedent: sesuatu yang bisa dijadikan teladan/contoh)

Meskipun resolusi atau penyelesaian pribadi dalam mediasi memungkinkan berbagai hasil remedial yang disesuaikan secara khusus dengan kebutuhan para pihak, namun tidak ada preseden (lihat Bab 1). Dengan demikia di kemudian hari orang yang bersengketa mungkin sangat dirugikan jika tidak ada preseden yang mungkin menguntungkan dalam perselisihan yang sama berulang (Applebey 1991). Penyelesaian pribadi juga dapat mempengaruhi dan menahan pengembangan hukum kasus lebih lanjut (Low 2011). Sebagai hasil mediasi dalam penyelesaian pribadi, ini menyiratkan bahwa satu-satunya pihak yang tertarik dalam perselisihan tersebut adalah mereka yang berpartisipasi dalam proses tersebut (Van Gramberg 2006). Tidak mungkin masyarakat akan belajar dari pengalaman baik atau buruk dari pihak yang bersengketa dalam kasus sebelumnya. Hal ini memperkuat keraguan akan apakah keadilan dicapai dalam lingkungan rahasia semacam itu.

7. Pemberdayaan perjanjian penyelesaian yang dimediasi

Kesepakatan penyelesaian yang timbul dari mediasi memiliki efek dari kontrak mengikat kepada pihak yang menyetujui (14 (1) dari Mediation Act 2012). Masalah penegakan perjanjian dimediasi muncul jika satu pihak memutuskan ulang atas persyaratannya dan pihak lain mencari pemulihan atas pelanggarannya. Masalahnya tidak terlalu jika kesepakatan yang dimediasi adalah

hasil mediasi yang berhubungan dengan pengadilan karena dapat dilaksanakan sebagai keputusan persetujuan yang dicatat oleh pengadilan sebagaimana ditentukan oleh PD. Permasalahan dapat timbul ketika kesepakatan penyelesaian yang dimediasi sebagai hasil proses mediasi yang dilakukan di luar sistem pengadilan umum. Di sini, sebuah tindakan harus dilembagakan karena pelanggaran kontrak normal (Boulle & Nesic 2001). Salah satu potensi kerugian yang dapat membuat frustrasi pihak-pihak yang dapat memaksakan penyelesaian yang dimediasi sebagai kontrak adalah ketika keabsahannya diperdebatkan. Hal ini mengharuskan para pihak untuk melakukan permukiman yang dimediasi untuk memberikan beberapa catatan tentang apa yang terjadi dalam mediasi untuk membuktikan pemahaman bersama mereka (Lee & Giesler 1998). Hal ini menjadi penghambat proses karena aturan kerahasiaan yang ketat. Ini mungkin tidak menjadi masalah bagi seluruh yurisdiksi terutama di Australia, di mana hak istimewa pemukiman tidak lagi ada saat penyelesaian tercapai [lihat s. 131 dari Bukti Act 1995 (Cth)]. Di beberapa wilayah hukum, masalah penegakan permukiman yang dimediasi sebagai kontrak masih dijengkelkan: apakah memerlukan mekanisme undang-undang untuk penegakan hukum; Apakah itu memerlukan rektifikasi dan review; Dan pilihan pengadilan dan penerapan hukum yang relevan (Alexander 2009). Mediasi Act 2012 tidak memiliki mekanisme hukum untuk menegakkan kesepakatan penyelesaian yang dimediasi.

Tanpa pembuat keputusan pihak ketiga yang dapat memutuskan hasil yang adil, hasil yang disepakati dalam mediasi dapat banyak berubah dari norma masyarakat (NADRAC 1997). Inilah yang disebut Zakaria (2010) sebagai 'di luar

jangkauan pemukiman'. Yang paling serius, beberapa persyaratan penting keadilan sipil seperti keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas sama sekali tidak ada dalam mediasi, karena itulah umumnya dianggap sebagai keadilan kelas dua (Hardy 2008).

Bagian ini meneliti literatur tentang manfaat dan kelemahan yang dirasakan dari mediasi karena diterapkan di pengadilan. Terlepas dari kekurangan ini, mediasi merupakan tambahan yang populer untuk sistem hukum formal dan banyak digunakan di wilayah hukum. Bagian selanjutnya bergerak untuk mempertimbangkan jenis model mediasi yang digunakan oleh pengadilan, lembaga swasta dan publik dan oleh hakim dan pihak ketiga lainnya.

Dalam dokumen Prinsip, Jenis, dan Teori Keadilan (Halaman 35-47)