• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Ramalan

BAB I: PENDAHULUAN

A. Pengertian Ramalan

1. Secara etimologi: ramal adalah menenung, menentukan tentang nasib seseorang, menentukan sesuatu yang akan terjadi, menduga, mengira-ngira.1 Kata ramal diambil dari bahasa Arab yaitu raml yang artinya adalah suatu ilmu untuk menafsir, menilik, melihat atau memprediksi nasib seseorang, atau apa yang akan terjadi di masa depan.

2. Secara terminologi: Meramal artinya melakukan suatu prediksi atau dugaan terhadap sesuatu. Dalam dunia ilmiah, istilah ini lebih populer disebut sebagai hipotesis. Sebagai sebuah hipotesis, tentu saja hasil kebenaran akhir tidak bisa dipastikan sampai batas maksimal. Ia tetap memiliki nilai yang bisa benar dan

1 Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 1124

bisa juga salah. Rasio perbandingannya sendiri bergantung pada akurasi data-data yang diolah sebelum dikembangkan lebih jauh.2

Ramalan juga dapat diartikan sebagai kata yang berisi pernyataan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Ramalan disusun berdasarkan hasil penalaran yang berangkat dari fakta. Perlu diingat bahwa fungsi ilmu dalam kehidupan manusia ialah untuk menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan. Agar dapat meramalkan, ilmu lebih dahulu harus dapat menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana tentang suatu masalah yang dihadapi. Penjelasan ini dapat diperoleh melalui prosedur ilmiah yang mencakup langkah utama, yaitu penemuan dan perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengempulan data, verifikasi, dan menarik kesimpulan.

Berdasarkan kesimpulan inilah, suatu ramalan dipikirkan dan disusun. Kesimpulan ini bersifat probabilitas atau mempunyai peluang untuk keliru, begitu juga ramalan.3

Sejarah ramalan telah ada dari zaman dahulu. Misalnya raja Fir‟aun telah diberi peringatan oleh peramal bahwa akan

2 Arman Syah, Ramalan Imam Mahdi akankah ia datang pada 2015: sebuah jawaban untuk Jabber Bolushi, (Jakarta: Serambi, 2008), h.

142

3 Dr. Ahzami Samiun Jazuli, Hijrah dalam pandangan Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani, 2006), cet. 1, h.129

21 ada seorang laki-laki yang kelak menjatuhkan tahta kepemimpinannya. Lalu dengan cepat Fir‟aun merespon ramalan ini dengan membunuh setiap bayi laki-laki.

Ramalan bila dilihat dari aspek kebahasaan sendiri dibagi tiga bagian:

a. Ramalan yang berasal dari wahyu Allah Swt kepada para Nabi dan Rasulnya. Ramalan ini terdapat di dalam Kitab suci Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur‟an. Serta ada juga yang disampaikan melalui para Nabi. Seperti yang ramalan tentang akan datangnya hari kiamat dan kisah Nabi Khidir.

b. Ramalan Ilmiah, ramalan ini dilakukan oleh para ilmuwan setelah melalui penelitian-penelitian secara ilmiah. Seperti ramalan cuaca, datangnya gerhana, ramalan tanggal kelahiran seorang anak dari ibu hamil dan lain sebagainya.

c. Ramalan Mistik. Ramalan ini berdasarkan informasi dari makhluk ghaib atau melalui media lain yang biasa digunakan oleh seorang peramal. Ramalan ini dilakukan oleh paranormal, dukun dan sebutan lainnya.4

4 http://meikhal.paramadina.web.id/hukum-percaya-ramalan- menurut-syariat-islam/diakses tanggal 20 Mei 2015

Ramalan jenis pertama sifatnya pasti akan terjadi dan wajib mempercayainya. Ramalan jenis kedua bisa saja terjadi atau tidak terjadi dan tidak wajib mempercayainya tetapi ramalan jenis ini diperbolehkan dalam agama., karena membantu dalam urusan kehidupan manusia baik dunia maupun agama. Contohnya ialah menentukan musim tanam untuk para petani, menentukan tanggal untuk masuknya bulan baru atau pergantian tahun.

Sedangkan ramalan jenis ketiga, ramalan mistik adalah ramalan yang tidak diperbolehkan bahkan diharamkan oleh islam. Karena meramalkan sesuatau dari hal-hal yang tidak pasti dan tidak masuk akal. Larangan ramalan jenis ini berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi:

23

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata aku telah membacakan kepada Malik bin Sholih bin Kaisan, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah dari Yazid bin Khalid al-Juhani, dia berkata: “Suatu hari Rasulullah Saw mengimami kami shalat subuh di Hudaibiyah, yang kebetulan tadi malam telah turun hujan dan terdapat tanda-tanda basah di tanah. Ketika selesai dari shalat, beliau kemudian memutar posisinya ke hadapan para sahabat dan bersabda, “Tahukah kalian apa yang telah Allah firmankan kepadaku? Mereka pun menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.

Rasulullah pun bersabda, “Telah ada dari hamba-hambaKu yang diwaktu pagi dia beriman dan ada pula mendustakanKu (Kafir). Adapaun orang yang berkata “Kita dapat hujan karena karunia dan kasih sayang Allah” dia adalah orang yang beriman kepadaku dan kafir (mendustakan) bintang.

Sedangkan orang yang berkata, “Kita dapat hujan karena na‟u (bintang) ini dan itu” dia adalah orang yang beriman kepada bintang-bintang dan kafir terhadapKu.”

Dalam hadis tersebut disebutkan kata An-Nau adalah bentuk tunggal dari Al-Anwa‟, ia adalah delapan belas posisi, maksudnya adalah posisi bulan. Di antaranya firman-Nya Ta‟ala:

5 Abul Husein Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi, Al-Jami‟ as- Sahih, Kitab Al-Iman, Bab Bayani Kufri Man Qola Muthirna Bin-Nau, (Kairo: Al-Matba‟ah al-Amirah- Kairo, 1334 H), juz 4, h. 42

















(

63 : 63 )

“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua”. (QS.

Yasin[36]: 39)

Pada setiap 13 malam ada satu manzilah yang jauh di bagian barat bersamaan dengan terbit fajar, dan sebanding dengan itu, terbit lagi satu manzilah di arah timur pada waktu yang sama sehingga semuanya habis selam setahun. Dahulu orang arab menyangka bahwa saat jatuhnya sebuah manzilah dan kemudian terbit manzilah serupa dengan itu, akan ada hujan. Sehingga mereka menyandarkan dan mengatakan kami dapat hujan karena bintang ini dan itu. Dinamakan nau‟ karena apabila ia terbenam di barat dan maka akan terbit satu manzilah serupa di timur. Nau artinya muncul dan terbit. Adapula yang mengatakan, Maksud dari Nau adalah terbenam, dia termasuk kata yang berlawanan.6

Adapun hukum syara‟ terkait menisbatkan hujan kepada bintang tertentu, dalam hal ini terdapat dua macam penisbatan:

6 Abdul Majid bin Salim bin Abdullah Al-Masy‟abi, At-Tanjim wal Munajimun, (Ash-Shodiq, 1994), h. 154

25

1) Menisbatkan perbuatan menurunkan hujan kepada bintang, yakni bahwa bintanglah yang menciptakan awan kemudian menurunkan hujan. Seluruh Ulama sepakat bahwa ini adalah perbuatan kufur.

2) Meyakini bahwa hujan adalah atas karunia Allah, namun diwaktu yang sama tetap menisbatkan hujan kepada bintang yakni adalah bahwa Allah menjadikan waktu-waktu tersebut sebagai saatnya turun hujan.

Terdapat dua pendapat dalam hal ini, ada ulama yang mengharamkan, dan sebagian yang lain membolehkannya.7

Jelas sudah diterangkan dalam hadis tersebut disebutkan, bahwa orang-orang yang percaya akan turunya hujan disebabkan bintang adalah kafir. Karena secara tidak langsung mereka telah berbuat syirik yaitu, meyakini ada kekuatan lain yang melebihi Allah swt. Dan ramalan bintang yang dibahas dalam skrpsi ini termasuk dalam ramalan mistik karena menggunakan dan mempercayai bintang sebagai media untuk meramal.

7 Abdul Majid bin Salim bin Abdullah Al-Masy‟abi, At-Tanjim wal Munajimun, h. 156

Dokumen terkait