• Tidak ada hasil yang ditemukan

76 vii. Berikan antibiotik profilaksis kepada korban dengan luka yang dalam dan lainnya

sesuai indikasi.

viii. Penggunaan antibiotik topikal dan mencuci luka dengan larutan antibiotik tidak dianjurkan.

(4) PPI pada perawatan luka

a) Lakukan teknik aseptik dan gunakan peralatan steril ketika melakukan perawatan luka.

b) Lakukan kebersihan tangan dan gunakan sarung tangan atau APD lainnya sesuai indikasi, contoh: gunakan gaun jika akan mencuci luka atau gunakan masker/pelindung wajah jika saat perawatan luka berisiko terjadi cipratan ke muka.

c) Lakukan tindakan perawatan luka dengan langkah, sebagai berikut ;

i. Untuk tehnik pembersihan luka lakukan pembersihandari bagian atas kebawah atau dari bagian tengah keluar.

ii. Pada luka yang terkontaminasi, bersihkan mulai dari daerah perifer ke tengah (gerakan memutar untuk membersihkan luka adalah melingkar)

iii. Gunakan satu kapas usap/kasa untuk satu kali usapan, buang ke dalam kantung plastik setelah mengusap. Jangan menyentuh kantung plastik dengan forsep.

iv. Bila ada sekret, bersihkan sekitarnya mulai dari bagian tengah mengarah keluar dengan gerakan melingkar dan hati hati untuk tidak merusak granulasi yang baru tumbuh pada area luka.

v. Keringkan luka menggunakan kasa dengan gerakan yang sama.

d) Gunakan penutup luka steril, tipis dengan tujuan agar terjadi oksigenisasi luka dan ganti jika basah kotor atau lepas.

e) Semua limbah yang dihasilkan dari perawatan luka adalah infeksius (5) Menutup luka

a) Jika luka terjadi kurang dari sehari dan telah dibersihkan dengan seksama, luka dapat ditutup/dijahit.

b) Luka tidak boleh ditutup bila telah lebih dari 24 jam, luka sangat kotor atau terdapat benda asing, atau luka akibat gigitan binatang.

c) Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan menggunakan kasa lembab.

.

77 menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara Iain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian mutu penggunaan antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi (Hadi, 2009). Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (Amrin Study) terbukti dari 2.494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik

antara Iain: Ampisilin (34%), Kotrimoksazol (29%) dan Kloramfenikol (25%).

Strategi pengendalian resistensi antimikroba/antibiotik melalui dua kegiatan utama yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar. Antimikroba

memiliki pengertian yang lebih luas mencakup antivirus, antibiotik, antiprotozoal, antelmintik, dan Iain —Iain.

1. Pengertian

Penggunaan antibiotik secara bijak merupakan penggunaan antibiotik secara rasional sesuai dengan penyebab infeksi, dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping minimal dan dengan mempertimbangkan dampak muncul dan menyebarnya mikroba resisten. Sebagai upaya untuk mengendalikan penggunaan antibiotik, perlu ditetapkan kebijakan Penggunaan antibiotik di Puskesmas dan disusun serta diterapkan Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi di Puskesmas dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang undangan.

Penerapan program pengendalian resistensi antimikroba di fasilitas pelayanan kesehatan secara rinci dapat merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah mengupayakan agar Puskesmas menerapkan pengendalian resistensi antimikroba.

2. Prinsip penggunaan antimikroba yang bijak.

a) Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat.

b) Kebijakan penggunaan antimikroba ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.

c) Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan panduan penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).

78 d) Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis

penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited) contoh ISPA atau diare nonspesifik.

e) Pemilihan jenis antimikroba harus berdasar pada, sebagai berikut:

i. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik.

ii. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.

iii. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

iv. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan Obat.

v. Cost effective: Obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.

3. Klasifikasi Antibiotik berdasarkan WHO

Pada tahun 2017, WHO memperkenalkan klasifikasi antibiotik menjadi tiga kelompok yaitu Access, Watch dan Reserve (AWaRe) yang berfungsi sebagai alat untuk memantau penggunaan antibiotik dan mengurangi resistensi antibiotik. Tujuan klasifikasi tersebut adalah mengurangi penggunaan antibiotik kelompok Watch dan Reserve serta meningkatkan penggunaan antibiotik kelompok Access.

a) Kelompok Access

Kelompok ini merupakan antibiotik pilihan lini pertama atau kedua pada terapi empiris dengan potensi resistensi minimal. Contoh antibiotik kelompok ini meliputi: Amoxicillin, Ampicillin,Chloramphenicol, Clindamycin, Doxycycline, Metronidazole, Sulfamethoxazo/e/trimethoprim,Tetracycline dan

Thiamphenicol.

b) Kelompok Watch

Kelompok ini di indikasikan secara spesifik dan terbatas pada kondisi infeksi tertentu, berisiko terjadinya resistensi dan dianjurkan untuk di monitor. Contoh antibiotik kelompok ini meliputi: Azithromycin, Cefixime, Ceftriaxone, Ciprofloxacin, Clarithromycin, Levofloxacin, Minocycline, Ofloxacin dan Rifampicin.

c) Kelompok Reserve

Kelompok ini merupakan antibiotik pilihan terakhir, penggunaannya sangat dibatasi sebagai terapi infeksi yang dicurigai atau terkonfirmasi karena multi-drug- resistant organisms, dan harus di monitor secara ketat. Contoh antibiotik

kelompok ini meliputi: Aztreonam,

Cephalosporins fourth generation, Polymyxin, dan Tigecycline.

4. Penggunaan antimikroba berdasarkan Indikasi a) Antibiotik terapi

79 Pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empiris dan

antibiotik definitif. Prinsip penggunaan antibiotik untuk terapi empiris dan definitif, sebagai berikut:

(1) Antibiotik Terapi Empiris a. Pengertian

Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.

b. Tujuan

Pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi.

c. Indikasi

Digunakan jika ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi.

(d) Pemilihan jenis dan dosis antibiotik berdasarkan pertimbangan, sebagai berikut:

i. Data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di komunitas atau fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

ii. Kondisi klinis pasien.

iii. Ketersediaan antibiotik.

iv. Kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam jaringan/organ yang terinfeksi.

v. Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat digunakan antibiotik kombinasi.

vi. Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral.

vii. Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48 - 72 jam.

Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.

(2) Antibiotik Terapi Definitif (a) Pengertian

Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya.

(b) Tujuan

Pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi,

berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi.

(c) Indikasi

80 Penggunaannya sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab

infeksi.

(d) Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik, sebagai berikut:

i. Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik.

ii. Sensitivitas.

iii. Biaya.

iv. Kondisi klinis pasien.

v. Diutamakan antibiotik lini pertama/spektrum sempit.

vi. Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium nasional sebagai acuan Puskesmas dalam menyusun formulariumnya).

vii. Sesuai dengan Panduan Praktik Klinis.

viii. Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.

ix. Pedoman penggunaan antibiotik yang berlaku.

(e) Rute pemberian

Antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral.

Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotik parenteral harus segera diganti dengan antibiotik per oral

(f) Lama pemberian

Antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang Iain.

b) Antibiotik Profilaksis

Pemberian antibiotik profilaksis pada tindakan/bedah meliputi antibiotik profilaksis atas indikasi tindakan/bedah bersih dan bersih terkontaminasi termasuk pula prosedur gigi. Antibiotik profilaksis tindakan/bedah merupakan penggunaan antibiotik sebelum, selama dan paling lama 24 jam pasca tindakan pada kasus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya IDO.

Faktor risiko terkait IDO yang meliputi karakteristik luka, faktor host, lokasi tindakan/bedah, kompleksitas tindakan dan tehnik pembedahan/tindakan menjadi pertimbangan dalam pemberian antibiotik profilaksis. Adanya risiko alergi, anafilaksis, resistensi obat dan efek samping Obat perlu dipertimbangkan pula dalam pemberian antibiotik profilaksis.Antibiotik yang dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis adalah antibiotik untuk mencegah infeksi kuman gram positif dari kulit, 30-60 menit sebelum tindakan insisi.

5. Tahapan penerapan penggunaan antibiotik secara bijak di Puskesmas

i. Meningkatkan pemahaman dan ketaatan tenaga kesehatan dalam penggunaan antibiotik secara bijak.

81 ii. Meningkatkan peranan pemangku kepentingan di bidang penanganan penyakit

infeksi dan penggunaan antibiotik.

iii. Mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium yang berkaitan dengan penanganan penyakit infeksi.

iv. Meningkatkan pelayanan farmasi klinik dalam memantau penggunaan antibiotik, v. Meningkatkan penanganan kasus infeksi secara multidisplin dan terpadu.

vi. Melaksanakan surveilans pada penggunaan antibiotik, serta melaporkan secara berkala.

vii. Menetapkan Kebijakan Penggunaan Antibiotik: Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi.

viii. Implementasi penggunaan antibiotik secara rasional yang meliputi antibiotik profilaksis dan antibiotik terapi.

ix. Monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan antibiotik.

D. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN