• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Pengkajian

Hasil dari pengkajian didapatkan beberapa data yang ada pada kedua klien. Pengkajian pada klien 1 dilakukan pada hari kamis tanggal 27 mei 2021, klien 1 berusia 1 tahun dengan hasil secara biologis diantaranya : keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, pemeriksaan tanda- tanda vital suhu :38oC, Nadi :125 x/menit, respirasi 35 x/menit dan SpO2 : 97%, dengan keluhan utama demam, lalu ada batuk dan pilek, nafsu makan menurun tetapi tidak ada penurunan berat badan BB 9 kg PB 68 cm LK 48 cm dan LLA 15.7 cm CRT < 2 detik, turgor kulit baik, tidak memiliki riwayat alergi, penggunaan otot bantu napas, irama napas tidak teratur cepat dan dangkal, dengan frekuensi napas 35 x/menit, paru kiri saat mengembang lebih rendah dibandingkan paru kanan, terdengar bunyi napas tambahan yaitu ronchi, terpasang nasal kanul 1 lpm, skor humpty dumpty 12 (resiko jatuh).

Pengkajian pada klien 2 dilakukan pada hari rabu tanggal 2 juni 2021, klien 2 berusia 1 tahun 3 bulan dengan hasil secara biologis diantaranya : keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, pemeriksaan tanda – tanda vital suhu :37.8oC, nadi : 100 x/menit, respirasi : 42 x/menit, turgor kulit baik, CRT<2 detik, memiliki riwayat operasi penyempitan pada usus terdapat pernapasan cuping hidung pada saat bernapas, menggunakan otot bantu pernapasan, irama napas tidak teratur

cepat dan dangkal, frekuensi napas 42 x/menit, terpasang nasal kanul 2 lpm, skor skala jatuh humpty dumpty 12 (resiko jatuh).

Pada saat pengkajian, klien 1 dan 2 ditemukan keluhan yang sama yaitu mengalami demam, batu berdahak, dan pilek. Serta adanya pernapas cepat dan dangkal, hal ini sesuai dengan teori Wijayaningsih (2013) bahwa ketika mikroorganisme (bakteri, virus dan jamur) yang masuk ke tubuh dapat masuk kesaluran pernapasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan dimana ketika terjadi peradangan tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita. Reaksi peradangan ini juga dapat menimbulkan sekret semakin menumpuk dibronkus dan aliran bronkus menjadi semakin sempit sehingga pasien merasa sesak.

Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Menurut wijayaningsih (2013) tanda dan gejala dari bronkopneumonia yaitu demam, anak gelisah, adanya bunyi napas tambahan seperti rochi, pernapasan cepat dan dangkal disertai dengan pernapasan cuping hidung, sianosis di sekitar hidung dan mulut dan kadang – kadang disertai muntah dan diare. Pada klien 1 tidak ditemukan pernapasan cuping hidung, sianosis muntah dan diare, sedangkan pada klien 2 tidak ditemukan sianosis, muntah dan diare.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).

Menurut PPNI (2017) tanda dan gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu mayor dan minor. Data mayor sekitar 80% - 100% untuk validasi diagnosis, sedangkan data minor tidak harus ditemukan namun jika ditemukan dapat mendukung penegakkan diagnosis. Berdasarkan hal tersebut penelitian dalam kasus asuhan keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia menegakkan masalah keperawatan berdasarkan hasil pengkajian dan data yang didapatkan.

Menurut PPNI (2017) masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak bronkopneumonia adalah bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas, benda asing dalam jalan napas, sekresi yang tertahan dan proses infeksi; gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler; hipertermia b.d proses penyakit (infeksi); defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan; intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan kelemahan;

dan resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d ketidakseimbangan cairan dan diare.

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data terdapat 4 diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada klien 1 yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan, hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, resiko jatuh ditandai dengan anak usia < 2 tahun,

resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif. Sedangkan pada klien 2 ditemukan 5 diagnosa yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi, hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, defisit pengetahuan berhubungan dengan kekhawatiran keluarga mengalami kegagalan, resiko jatuh ditandai dengan anak usia < 2 tahun, resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif..

Berikut pembahasan diagnosa yang muncul sesuai teori pada klien 1 dan klien 2 :

a Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan, hipersekresi.

Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (PPNI, 2017). Diagnosa yang diperoleh pada klien 1 yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan sedangkan pada klien 2 bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi. Menurut PPNI (2017) diagnosa yang sesuai yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.

Menurut Nurafif & Kusuma (2016) Mikroorganisme yang masuk kesaluran pernapasan dapat memicu peradangan yang menimbulkan sekret yang semakin lama semakin menumpuk dibronkus sehingga aliran bronkus menjadi sempit dan pasien sesak

Berdasarkan PPNI (2017) gejala dan tanda mayor muncul yaitu batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, sputum berlebih dan adanya suara napas tambahan. Gejala dan tanda minornya yaitu dispnea, sulit berbicara, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah dan pola napas berubah, pada klien 1 dibuktikan klien batuk tetapi tidak mengeluarkan dahaknya, suara napas ronchi, pernapasan cepat dan dangkal, frekuensi napas 35 x/menit. Sedangkan pada klien 2 dibuktikan dengan frekuensi napas 42 x/menit, irama napas tidak teratur cepat dan dangkal suara napas ronchi, batuk produktif.

b Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Hipertermia adalah suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh (PPNI, 2017). Diagnosa yang diperoleh pada klien 1 dan klien 2 yaitu hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Menurut PPNI (2017), diagnosa yang sesuai yaitu hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

Menurut Nurafif & Kusuma (2016) sebagian besar timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (Bakteri, Jamur, Virus). Mikroorganisme masuk melalui droplet, invasi ini dapat masuk kesaluran pernapasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan tubuh akan menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.

Berdasarkan PPNI (2017), gejala dan tanda mayor yang muncul yaitu suhu tubuh diatas nilai normal, gejala dan tanda minor yaitu kulit merah, kejang, takikardia, takpnea, kulit terasa hangat. Pada klien 1 didapatkan data berdasarkan hasil pengkajian yaitu klien mengalami demam suhu tubuh :38oC, Nadi :125 x/menit, respirasi 35 x/menit dan badan teraba hangat, sedangkan klien 2 suhu tubuh 37.8oC, nadi : 100 x/menit, respirasi : 42 x/menit dan kulit teraba hangat.

Berikut pembahasan diagnosa yang berbeda dengan teori pada klien 1 dan klien 2 :

a Defisit pengetahuan tentang keamanan fisik anak berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (PPNI, 2017). Diagnosa yang diperoleh pada klien 2 yaitu defisit pengetahuan tentang keamanan fisik anak berhubungan dengan kurang terpapar informasi sudah berdasarkan PPNI (2017)

Berdasarkan PPNI (2017) gejala dan tanda mayor pada diagnosa defisit pengetahuan yaitu menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah. Pada klien 2 diagnosa defisit pengetahuan berdasarkan data ibu mengatakan khawatir terhadap kondisi putrinya, karna awalnya hanya demam, batuk dan pilek, ibu mengatakan kadang merasa bingung dengan keadaan putrinya yang sedang sakit,ibu

mengatakan selama dirawat anak kurang nyenyak tidurnya, klien tampak lesu.

Menurut Yuliastati dan Nining (2016) Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun secara tidak langsung dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Menurut Notoatmodjo (2012). Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

Faktor yang mempengaruhi defisit pengetahuan pada orang tua klien 2 karena ini kali pertama anaknya masuk rumah sakit dengan diagnosa medis bronkopneumonia, sehingga belum pernah terpapar informasi mengenai bronkopneumonia.

b Resiko jatuh dibuktikan dengan anak usia kurang 2 tahun atau kurang Resiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan

gangguan kesehatan akibat terjatuh (PPNI, 2017) faktor resiko yang sesuai dengan kasus tersebut yaitu anak usia < 2 tahun. diagnosa yang diperoleh pada klien 1 dan klien 2 yaitu resiko jatuh dibuktikan dengan anak usia 2 tahun atau kurang berdasarkan PPNI (2017). Dari hasil pengkajian didapatkan data bahwa klien 1 dan klien 2 memiliki masalah resiko jatuh yang didukung dengan data objektif yaitu anak usia kurang dari 2 tahun, anak ditempatkan ditempat tidur orang dewasa, pagar tempat tidur tidak terpasang dan jumlah skor penilaian humpty dumpty 12 (resiko tinggi).

Menurut Dewi dan Noprianti (2018). Kejadian jatuh merupakan masalah serius dirumah sakit terutama pada pasien rawat inap karena kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator keselamatan pasien dan mutu rumah sakit. Sesuai dengan teori, usia anak berkaitan dengan resiko yang memicu jatuh karena usia anak 2 tahun atau kurang sangatlah aktif bergerak namun tidak mengenal bahaya disekitarnya.

Berdasarkan hasil study dilapangan selama perawatan tidak ada kejadian jatuh, penulis berasumsi pada pasien anak usia 2 tahun atau kurang sangatlah perlu kewaspadaan ekstra bagi orang tua, perawat, maupun tenaga medis lainnya untuk meminimalisir faktor resiko agar anak terhindar dari kejadian jatuh.

c Resiko infeksi

Resiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik (PPNI, 2017). Faktor resiko yang sesuai dengan kasus tersebut yaitu efek prosedur invasif. Dari hasil pengkajian didapatkan data bahwa klien 1 dan klien 2 terpasang infus ditangan kanan

Masalah resiko infeksi penulis menyusun intervensi dan melakukan tindakan keperawatan diantaranya mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, membatasi jumlah pengunjung dan monitor tanda dan gejala infeksi. Hasil evaluasi setelah dilakukan perawatan selama 3 hari pada klien 1 dan klien masalah resiko infeksi tidak terjadi.

3. Intervensi Keperawatan

Tahapan ketiga dari proses keperawatan adalah intervensi. Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018).

Penulis telah membuat intervensi keperawatan sesuai dengan buku Standar Intervensi keperawatan Indonesia (SIKI). Menurut buku SIKI, terdapat empat tindakan dalam intervensi keperawatan yaitu terdiri dari observasi, teraupetik, edukasi dan kolaborasi.

Intervensi keperawatan yang akan dilakukan oleh peneliti pada klien 1 dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang tertahan yaitu observasi : monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas), monitor bunyi napas tambahan, teraupetik : posisikan semi fowler atau fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dada, berikan oksigen, kolaborasi : pemberian obat inhalasi.

Pada klien 2 dengan diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas yaitu, observasi : monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha napas), monitor bunyi napas tambahan, monitor adanya sputum, teraupetik : posisikan semi fowler atau fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dada, berikan oksigen, kolaborasi : pemberian obat inhalasi.

Pada diagnosa hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, pada

klien 1 yaitu observasi : monitor suhu tubuh, teraupetik : berikan cairan oral, berikan kompres pada lipat paha dan aksila, edukasi : anjukan tirah baring, kolaborasi : pemberian cairan dan elektrolit intravena, pemberian obat . Pada klien 2 dengan diagnosa hipertermia berhubungan dengan proses penyakit yaitu observasi : monitor suhu tubuh, teraupetik : sediakan lingkungan yang dingin, longgarkan atau lepaskan pakaian, lakukan pendinginan eksternal, kolaborasi : pemberian cairan dan elektrolit intravena, pemberian obat intravena

Pada diagnosa defisit pengetahuan tentang keamanan fisik berhubungan dengan kurang terpapar informasi, pada klien 2 yaitu observasi identifikasi dan kemampuan menerima informasi, teraupetik : sediakan materi dan media pendidikan kesehatan, jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan, berikan kesempatan untuk bertanya, edukasi : ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Pada diagnosa resiko jatuh dibuktikan dengan anak usia 2 tahun atau kurang, pada klien 1 yaitu observasi : identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh, identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk jatuh, teraupetik : memasang pagar pengaman tempat tidur, merendahkan posisi tempat tidur, jelaskan kepada kelurga pasien tentang faktor resiko yang meicu jatuh. Pada klien 2 dengan diagnosa resiko jatuh dibuktikan dengan anak usia 2 tahun atau kurang intervensinya yaitu observasi : identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh, identifikasi karakteristik lingkungan yang

dapat meningkatkan potensi untuk jatuh, teraupetik : memasang pagar pengaman tempat tidur, merendahkan posisi tempat tidur, jelaskan kepada kelurga pasien tentang faktor resiko yang meicu jatuh.

Pada diagnosa resiko infeksi resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif pada klien 1 intervensinya yaitu, observasi : monitor tanda dan gejala infeksi, teraupetik : cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, batasi pengunjung. Pada klien 2 dengan diagnosa resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif intervensinya yaitu, observasi : monitor tanda dan gejala infeksi, teraupetik : cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, batasi pengunjung.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi keperawatan terhadap pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam rencana tindakan asuhan keperawatan, termasuk didalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, utami, & Mulyadi, 2020)

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2 dilakukan diwaktu yang berbeda yaitu pada klien 1 dilakukan pada tanggal 27 mei s/d 29 mei 2021 dan klien 2 pada tanggal 2 juni s/d 4 juni 2021.

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat dan di sesuaikan dengan masalah keperawatan yang ditemukan pada klien.

Berdasarkan perencanaan yang dibuat peneliti melakukan tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya untuk mengatasi masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada klien 1 yaitu melakukan : monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas), monitor bunyi napas tambahan, posisikan semi fowler atau fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dada, berikan oksigen, pemberian obat inhalasi.

Sedangkan pada klien 2 monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha napas), monitor bunyi napas tambahan, monitor adanya sputum, posisikan semi fowler atau fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dada, berikan oksigen, pemberian obat inhalasi.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah hipertermia pada klien 1 yaitu monitor suhu tubuh, berikan cairan oral, berikan kompres pada lipat paha dan aksila, anjukan tirah baring, pemberian cairan dan elektrolit intravena, pemberian obat . Pada klien 2 yaitu monitor suhu tubuh, sediakan lingkungan yang dingin, longgarkan atau lepaskan pakaian, lakukan pendinginan eksternal, pemberian cairan dan elektrolit intravena, pemberian obat intravena

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah defisit pengetahuan pada klien 2 yaitu identifikasi dan kemampuan menerima informasi, sediakan materi dan media pendidikan kesehatan, jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan, berikan kesempatan untuk bertanya, ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah resiko jatuh pada klien

1 dan klien 2 yaitu identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh, identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk jatuh, memasang pagar pengaman tempat tidur, merendahkan posisi tempat tidur, jelaskan kepada kelurga pasien tentang faktor resiko yang meicu jatuh.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah resiko infeksi pada klien 1 dan klien 2 yaitu monitor tanda dan gejala infeksi, cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, batasi pengunjung.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data Subjek (S), data objektif (O), analisa permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas.

Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses, semua itu dicatat pada formulir catatan perkembangan (progress note) (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, &

Chairani, 2013)

Hasil evaluasi yang sudah didapatkan setelah perawatan selama 3 hari pada klien 1 dan klien 2, yaitu bersihan jalan napas pada klien 1 teratasi pada hari ke 3 tanggal 29 mei 2021 dengan hasil ibu mengatakan anaknya sudah tidak sesak lagi, ibu mengatakan An.C sudah tidak berdahak lagi, tidak ada bunyi napas tambahan, RR 28 x/menit, SpO2 99% Nadi 95 x/menit, tidak terdapat otot bantu pernapasan. Sedangkan pada klien 2 teratasi pada hari ke 3 tanggal 4 juni 2021 dengan hasil ibu mengatakan anak

sudah tidak batuk lagi, ibu mengatakan anak sudah tidak sesak lagi, frekuensi napas 30 x/menit, SpO2 98%, tidak ada suara napas tambahan, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak menggunakan oksigen lagi

Evaluasi untuk masalah hipertermia pada klien 1 teratasi pada hari ke 2 pada tanggal 28 mei 2021 dengan hasil ibu mengatakan anaknya sudah tidak demam lagi, badan teraba tidak panas lagi, suhu 36.8oC, nadi 110 x/menit anak tidak terlalu rewel lagi. Sedangkan pada klien ke 2 hipertermia teratasi pada hari ke 3 pada tanggal 4 juni 2021 dengan hasil ibu mengatakan anaknya sudah tidak demam lagi, ibu mengatakan badan anaknya suda tidak hangat lagi, suhu 36.7oC, nadi 120 x/menit, badan teraba sudah tidak hangat.

Evaluasi untuk masalah defisit pengetahuan pada klien 2 teratasi pada hari ke 2 pada tanggal 3 juni 2021 dengan hasil orang tua anak mengatakan mengerti setelah diberikan pendidikan kesehatan, orang tua sudah tidak khawatir terhadap kesehatan anaknya, orang tua sudah tidak keliru dengan penyakit anaknya.

Evaluasi untuk masalah resiko jatuh dan resiko infeksi pada klien 1 dan klien 2 selama 3 hari perawatan yaitu masalah tersebut tidak terjadi sampai pasien pulang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada BAB IV penulis mengambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan 1. Pengkajian

Hasil pengkajian antara klien 1 dan klien 2 terdapat persamaan dan perbedaan. Pada kasus ditemukan data kedua klien mengalami keluhan utama demam, lalu ada batuk dan pilek. Sedangkan perbedaannya yaitu Pada klien 1 tidak ditemukan pernapasan cuping hidung, sianosis muntah dan diare, sedangkan pada klien 2 tidak ditemukan sianosis, muntah dan diare.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien bronkopneumonia menurut teori pada bab dua terdapat 6 diagnosa. Pada klien 1 dan klien 2 terdapat 2 diagnosa yang muncul sesuai teori yaitu bersihan jalan napas dan hipertermia. Terdapat 2 diagnosa yang berbeda dengan teori pada klien 1 yaitu resiko jatuh dan resiko infeksi, sedangkan pada klien 2 terdapat 3 diagnosa yang berbeda dengan teori yaitu defisit pengetahuan, resiko jatuh dan resiko infeksi.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien 1 dan klien 2 sesuai dengan diagnosa yang muncul. Intervensi yang diberikan pada klien 1 dan klien disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan klien.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah penulis susun. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien 1 dan klien 2 sesuai dengan intervensi yang telah direncakan sesuai dengan kebutuhan klien anak dengan bronkopneumonia.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi keperawatan yang dilakukan peneliti dibuat dalam bentuk SOAP. Evaluasi pada klien 1 dan klien 2 semua masalah teratasi.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian yang peneliti dapatkan dapat menjadi bahan acuan dan menjadi bahan pembanding pada paneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian pada klien anak dengan bronkopneumonia.

2. Bagi Tempat Penelitian

Studi kasus pada klien 1 dan klien 2 dengan asuhan keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia dapat menjadi acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan agar selalu menambah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia secara komprehensif dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan yang terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, D., & Angraeni, w. (2017). Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek.

Basri, B., utami, T., & Mulyadi, E. (2020). Konsep Dasar Dokumentasi Keperawa- tan. Bandung: CV. Media Sains Indonesia.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta: Dirjen Binkesmas.

Dewi, T., & Noprianty, R. (2018). Phenomenologi study: Risk Factors Related To Faal Incidence In Hospitaliced Pediatric Patient With Theory Faye G. Ab- dillah.

Dinarti, Aryani, Nurhaeni, & Chairani. (2013). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:

Trans Info Media.

Dinas Kesehatan Kalimantan Timur. (2018). Profil Kesehatan Kalimantan Timur 2017. samarinda.

Dinas Kesehatan Kota Balikpapan. (2017). profil kesehatan. balikpapan.

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

KEMENKES. (2018). Health Statistic. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Maha, n. (2019). konsep dan Proses Dasar Keperawatan Terhadap Pasien Anak, 3-4.

Mendiri, & Prayogi. (2016). Asuhan Keperawatan Anak & Bayi Resiko Tinggi.

Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.

mubarak. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas 2 : Konsep dan Aplikasi. Jakarta:

Salemba Medika.

Notoatmodjo. (2012). konsep perilaku dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nurafif, a. h., & Kusuma, h. (2016). asuhan keperawatan. jogjakarta: Mediaction Jogja.

nurafif, a. h., & kusuma, h. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. jogjakarta.

padila. (2012). buku ajar : Keperawatan Keluarga. yogyakarta: nuha medika.

Pearce, E. C. (2016). ANATOMI DAN FISIOLOGIS UNTUK PARAMEDIS. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

PPNI. (2017). Buku standar diagnosa keperawatan indonesia. Jakarta.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. jakarta selatan: dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan: dewan pengurus pusat PPNI.

rahajoe, & nastitie. (2010). buku ajar respirologi anak. jakarta: badan penerbit IDAI.

Samuel, a. (2015). bronkopneumonia on pediatric patient, 1.

Setiadi. (2012). konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan teori dan praktik. Jakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, s. c., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

jakarta: Brunner & Suddarth, EGC.

Soediono. (2014). Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak di Indonesia. ja- karta: Kementerian Kesehatan RI.

Soetjiningsih. (2012). pertumbuhan dan perkembangan anak. Jakarta: EGC.

Dokumen terkait