Penilaian kemampuan menulis dengan tes kebahasaan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh guru dalam pembelajaran bahasa. Melalui penilaian tersebut akan dapat diketahui hasil belajar siswa secara objektif. Penilaian akan mendapatkan hasil yang baik jika aspek-aspek yang dinilai dalam tulisan disajikan secara lebih rinci. Kegiatan menulis melibatkan aspek penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi dan kosakata, penataan kalimat, pengembangan paragraf, pengolahan gagasan dan pengembangan model karangan (Slamet, 2007: 209).
Sehubungan dengan itu menurut Zaini Machmoed dalam Nurgiyantoro (2012: 441), kategori-kategori pokok dalam menulis meliputi: a) kualitas dan ruang lingkup isi, b) organisasi dan penyajian isi, c) gaya dan bentuk bahasa, d) mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan, dan kebersihan, dan e) respon efektif guru terhadap karya tulis.
Sejalan dengan hal tersebut Harris dan Amran dalam Nurgiyantoro (2012:
440), unsur-unsur menulis yang dinilai adalah content (isi, gagasan yang dikemukakan), form (organisasi isi), grammar (tata bahasa dan pola kalimat), style(gaya: pilihan struktur dan kosa kata), dan mechanics(ejaan). Apabila dilihat dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur utama dalam menulis yang dinilai adalah kualitas isi tulisan yang selanjutnya diikuti dengan organisasi, gaya bahasa, ejaan, dan tanda baca. Oleh karena itu, pembobotan atau skor penilaian untuk unsur utama dan terpenting ini memiliki porsi lebih besar bila dibandingkan dengan unsur yang lain.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disintesiskan bahwa penilaian kemampuan menulis proposal kegiatan meliputi isi, organisasi, kosakata, pengembangan bahasa, dan mekanik.
i. Penilaian Kualitas Pembelajaran Menulis Proposal Kegiatan
Penilaian merupakan proses menentukan nilai suatu objek untuk mengetahui keberhasilan (proses dan hasil) dari suatu program kegiatan (Cartono dkk, 2006:20). Teknik penilaian yang tepat memerlukan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Cronbach dalam Nurgiyantoro (2012: 10), penilaian berarti proses pengumpulan data dan penggunaan informasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan.
Format penilaian yang biasa digunakan dalam pengajaran menulis ada beberapa, diantaranya adalah teknik penilaian unjuk kerja. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik adalah dengan menggunakan instrumen skala penilaian (rating scale). Skala penilaian adalah penilaian yang disusun dengan mencari indikator-indikator ketermpilan selanjutnya ditentukan skala penilaiannya unuk setiap indikator (Majid, 2006:277).
Selaras dengan pendapat di atas, Suwandi (2011:85), rating scale merupakan penilaian unjuk kerja yang memungkinkan penilaian memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori lebih dari dua. Skala penilaian tersebut terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1= tidak
kompeten, 2= cukup kompeten, 3= kompeten, 4= sangat kompeten. Untuk memperkecil factor subjektivitas, perlu dilakukan penilaian oleh lebih dari satu orang, agar hasil penilaian lebih akurat.
Dari penjelasaan di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan proses memberi atau menentukan nilai kepada objek tertentu, sesuai dengan kreteria yang telah ditentukan.
j. Hakikat Kualitas Proses Pembelajaran
Sebagai orang nomor satu di dalam kelas, guru bertanggung jawab atas terselenggaranya proses belajar mengajar yang berkualitas. Karena perannya senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Menurut Soedijarto dalam Nurkamto (2004:2), mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas proses belajar-mengajar; dan oleh karenanya, apabila terjadi penurunan mutu pendidkan, yang pertama kali harus dikaji adalah kualitas proses belajar-mengajar tersebut. Kualitas proses belajar tergantung pada tiga unsur: (1) tingkat partisipsi dan jenis kegiatan belajar yang dihayati oleh siswa, (2) peran guru dalam proses belajar-mengajar, dan (3) suasana proses belajar.
Makin intensif partisispasi siswa dalam kegiatan belajar-mengajar makin tinggi kualitas proses belajar itu. Raka Joni dalam Nurkamto, (2004:2) mengungkapkan tingkat partisispasi siswa yang tinggi dalam kegiatan belajar-mengajar dapat dicapai apabila mereka memiliki kesempatan secara langsung (1) melakukan berbagai bentuk pengkajian untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, (2) berlatih berbagai keterampilan kognitif, personal-sosial, dan pikomotorik, baik
yang berbentuk sebagai efek langsung pengajaran maupun sebagai dampak pengiring pelaksanaan berbagai kegiatan belajar yang memiliki sasaran pembentukan utama lain, dan (3) menghayati berbagai peristiwa sarat nilai baik secara pasif dalam bentuk pengamatan dan pengkajian maupun secara aktif melalui keterlibatan langsung di dalam berbagai kegiatan serta peristiwa sarat nilai.
Proses pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pendidikan.
Oleh karena itu, untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang berkualitas pula (Sukmadinata, 2006:7). Menurut Hidayatullah (2009:158-165), pembelajaran yang berkualitas setidak-tidaknya memiliki beberapa indikator, yaitu sebagai berikut.
Pertama, pembelajaran yang menantang. Pembelajaran yang menantang atau pembelajaran yang memberikan tantangan kepada peserta didik untuk melakukan dan menyelesaikan, akan membuat anak: muncul rasa ingin tahu, ingin mencoba, ingin melakukan, ingin menyelesaikan tugas guru, ataupun ingin memecahkan masalah.
Kedua, pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran sebaiknya diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan mendorong peserta didik untuk belajar dan menyebabkan peserta didik tertarik terhadap pembelajaran tersebut. Agar pembelajaran menyenangkan, maka guru harus pandai mengemas sehingga peserta didik tertarik pada pembelajaran tersebut. Salah satu upayanya adalah guru memiliki metode pembelajaran yang bervariasi.
Ketiga, pembelajaran yang mendorong eksplorasi. Pembelajaran yang disajikan dengan menyenangkan dan menantang akan menyebabkan peserta didik terdorong untuk mengeksplorasi dan mengembangkan sendiri pembelajaran yang telah disajikan guru sebagai tindak lanjutnya.
Keempat, pembelajaran yang memberi pengalaman sukses. Pembelajaran yang berkualitas harus mampu memberikan pengalaman sukses kepada peserta didiknya. Pengalaman sukses yang dimaksud adalah adanya perasaan menyenangkan dan membanggakan bagi peserta didik sebagai akibat telah berhasil menyelesaikan atau memecahkan sesuatu. Pengalaman sukses akan menumbuhkan rasa percaya diri. Pengalaman sukses juga akan menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar lebih lanjut.
Kelima. Pembelajaran yang mengembangkan kecakapan berpikir.
Pembelajaran yang berkualitas akan berdampak pada pengembangan kecakapan berpikir. Kemampuan berpikir dapat dilihat pada kreativitas peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran yang disajikan kepada peserta didik harus dikemas sedemikian rupa sehingga mampu merangsang peserta didik untuk berpikir.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pembelajaran yang berkualitas dapat dilihat dari a) keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik aktif bertanya maupun memberikan tanggapan, aktif mengerjakan tugas, serta aktif menjawab pertanyaan guru; b) perhatian serta konsentrasi siswa terhadap pembelajaran; c) kemandirian siswa untuk mengikuti pembelajaran; dan d) guru mampu mengelola kelas dengan baik.
k. Penilaian Kualitas Proses Pembelajaran
Proses belajar adalah serangkaian ktivitas yang terjadi pada pusat syaraf individu yang belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak, karena terjadi secara mental dan tidak dapat diamati. Oleh karena itu, proses belajar hanya dapat diamati jika ada perubahan perilaku dari seseorang yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan perilaku tersebut bisa dalam hal pengetahuan, afektif, maupun psikomotoriknya. (Baharuddin, 2010:16).
Amri (2010:22-23) menyebutkan proses belajar sangat berpengaruh kepada hasil belajar seorang siswa, maka dari itu proses belajar harus benar-benar diperhatikan, seperti: (a) belajar tidak hanya sekedar menghafal, (b) anak belajar dari mengalami dan praktik, (c) para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki siswa itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan, (d) pengetahuan tidak dapt dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan, (e) tiap siswa mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situsi bru, (f) siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah-masalah, menemukan sesuatu yang bergua bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, dan (g) proses belajar dapat mengubah struktur otak.
Sejalan dengan uraian di atas Aunurrahman (2012:28) mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang diharapkan terjadi adalah sustu proses yang dapat mengembangkan potensi-potensi siswa secara menyeluruh dan terpadu.
Untuk mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang mendorong pengembangan potensi siswa secara komprehensip, maka guru harus memiliki
wawasan dan kerangka pikir yang holistik tentang pembelajaran. Pembelajaran harus merupakan bagian dari proses pemberdayaan diri siswa secara utuh. Karena iu pembelajaran harus mampu mendorong tumbuhnya keaktifan dan kreativitas optimal dari setiap siswa.
Tahap-tahap proses belajar yang terjadi di sekolah menurut Winkel (dalam Baharuddin, 2010:17) disebutkan yakni: (1) tahap motivasi adalah saat motivasi dan keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar, (2) tahap konsentrasi adalah saat siswa harus memusatkn perhatian, yang telah ada pada tahap motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yng dipelajari, (3) tahap mengolah, yakni saat siswa mengolah informasi yang diperoleh dari guru, hasil olahan tergantung dari pengetahuan dan pengalaman sebelumnya serta kejelasan penangkapn siswa, (4) tahap menyimpan, adalah siswa menyimpan simbol-simbol hasil olahan yang telah dimaknai ke dalam ingatan jangka panjang. Pada tahap ini hasil belajar telah diperoleh baik baru sebagian maupun keseluruhan.
Tahap proses pembelajaran yang ke (5) adalah tahap mengali 1, adalah siswa menggali kembali informasi yang tersimpan dalam ingatan untuk kaitan dengan informasi baru yang ia terima, (6) tahap menggali 2, adalah menggali informasi dari ingatan jaangka panjang maupun jangka pendek untuk persispan tahap prestasi. Tahap ini diperlukan untuk kepentingan kerja, menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan atau soal, (7) tahap prestasi yaitu informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupkan hasil belajar, dan (8) tahap umpan balik, siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat perasaan puas atas prestasi yang ditujukan. Hal ini terjadi jika
prestasinya tepat. Tetapi jika prestasinya jelek perasaan tidak puas bisa diperoleh dari guru (eksternal) atau dari diri sendiri (internal).
Interaksi belajar mengajar memiliki ciri-ciri khusus yang dapat membedakannya dengan interaks yang lain. Ciri-ciri itu adalah (1) interaksi belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anaka dalam suatu perkembangan tertentu, (2) ada suatu prosuder yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, (3) ditandai dengan adanya satu penggarapan materi yang khusus, (4) ditandai dengn adanya aktivitas siswa, (5) guru berperan sebagai pembimbing, (6) dibutuhkan kedisplinan, dan (7) ada batas waktu Suardi dalam Sardiman (2012:15-17).
Menurut Gordon dalam Sahlan & Angga Teguh Prastyo, (2012: 128-129) proses pembelajaran yang efektif dipengaruhi oleh proses interaksi antar guru dan siswa. Interaksi pembelajaran yang berkualitas ditandai dengan beberapa sifat berikut: (1) keterbukaan sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain, (2) tanggap, bilamana siswa tahu bahwa dia dinilai oleh gurunya, (3) adanya saling ketergantungan antara guru dan siswa tersebut, (4) kebebasan, berarti guru mendidik sesuai dengan karakteristik yaang dimiliki siswa untuk tumbuh dan mengembangkan keunikanya, kreativitas, dan kepribadianny, dan (5) saling memenuhi kebutuhan sehingga tidak ada kebutuhan belajar siswa yang tidak terpenuhi.
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor eksternal dan internal. Kedua faktor tersebut saling yang mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menetukan kualitas
hasil belajar, Baharuddin (2010:19). Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar yang meliputi (1) faktor fisiologi, adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan fisik invidu baik keadaan jasmani maupun fungsinya, dan (2) faktor psikologi yaitu keadaan psikologis siswa yang mempengaruhi proses belajar yaitu: kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat. Jadi kedua faktor tersebut baik maka akan memberikan hasil belajar yang berkualitas.
Selain faktor internal, juga terdapat faktor eksternal yang digolongkan dalam dua hal yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
Faktor lingkungan sosial terdiri atas: (a) lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas, hubungan ketiganya secara harmonis dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah, (b) lingkungan sosial masyarakat, kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa, (c) lingkungan sosial keluarga, lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Hubungan antar anggota keluarga yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
Faktor lingkungan nonsosial terdiri atas: (a) lingkungan alamiah, seperti kondisi udara dan suasana yang dapat mendukung maupun menghambat proses belajar siswa, (b) faktor instrumental, adalah perangkat belajar terdiri atas hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar dan lain sebagainya. Software, seperti kutrikulim sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus, dan lain sebagainya, serta (c) faktor materi pelajaran,
faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
Kreteria penilaian menurut Suwandi (2010:137) adalah (1) keaktifan siswa selama apersepsi, (2) keaktifan dan perhatian siswa pada saat guru menyampaikan materi, dan (3) minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran.
Ditambahkan oleh Sudjana (2012: 60-62) , kreteria yang dapat digunkan dalam penilaian proses pembelajaran adalah: (1) konsisten kegiatan pembelajaran dengan kurikulum, (2) keterlaksanaan oleh guru, (3) keterlaksanaan siswa, (4) motivasi belajar siswa, (5) keaktifan para siswa dalam kegiatan pembelajaran, (6) interaksi guru dan siswa, (7) keterampilan atau keterampilan gutu mengajar, dan (8) kualitas hasil belajar yang dicapai siswa.
Dari teori yang dikemukan oleh para ahli di atas dapat disintesiskan sebagai penilaian dan perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran pembelajaran dalam penelitian ini yaitu : (1) keterlaksanaan kegiatan pembelajaran oleh siswa dan (2) keaktifan dan perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran.