• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kemampuan Menulis Proposal Kegiatan

N/A
N/A
Sola Delima

Academic year: 2024

Membagikan "Peningkatan Kemampuan Menulis Proposal Kegiatan"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah pemaparan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lainnya atau para ahli. Dengan adanya tinjauan pustaka ini penelitian seseorang dapat diketahui aslinya. Tinjauan pustaka akan dikaji melalui telaah pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini.

Penelitian tindakan kelas mengenai peningkatan kemampuan siswa dalam menulis proposal kegiatan sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian itu belum semuanya sempurna dan masih memerlukan penelitian lanjutan untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian awal tersebut. Beberapa penelitian terdahulu yang membahas topik peningkatan kemampuan menulis proposal kegiatan Cooperative Learning Two Stay Two Stray (TSTS) yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan sebagai tinjauan pustaka antara lain Tan (1999), Porter dan Virginia (2003), Duxbury dan Ling-ling (2010), Seisler (1983), Momtaz dan Mark (2010), Suryani (2010), Ruswadi (2011), Fini (2012), Santoso (2013), dan Febriyanti (2013).

Berdasarkan pendapat Tan (1999: 5) dalam jurnal internasional Using Cooperative Learning to Integrate Thinking and Information Technology in a Content-Based Writing Lesson,menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sebuah susunan konsep dan teknik untuk meningkatkan nilai interaksi siswa. Artikel ini dimulai dengan diskusi terpisah tentang bagaimana

(2)

pembelajaran kooperatif meningkatkan keterampilan dan kreativitas berpikir, serta teknologi informasi. Keterampilan dan kreativitas berpikir dapat meningkat saat siswa berinteraksi dengan temannya dalam berbagai gagasan, pemaparan, pertanyaan, pendapat individu, dan penyelesaian masalah. Pembelajaran kooperatif menawarkan beragam cara untuk menstruktur interaksi berpikir model ini. Aplikasi pendidikan dalam teknologi informasi ditingkatkan pada saat antar teman sebaya dalam kelompok belajar, sebagaimana siswa dapat menggunakannya dalam pengajaran teman sebaya, model perilaku efektif, komunikasi secara elektronik, dan menerima peraturan saat bekerja. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menerapkan strategi cooperative learning. Perbedaannya terletak pada aplikasi pendidikan dalam teknologi informasi, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menulis.

Porter dan Virginia (2003:28) dalam jurnal yang berjudul Facilitating Proposal development: Helping Faculty Avoid Common Pit falls menyimpulkan bahwa dengan meningkatnya tekanan untuk memperoleh dana dari luar sekolah, keberhasilan dalam penulisan proposal menjadi sangat penting untuk perguruan tinggi dan universitas. Meskipun karakteristik penulisan proposal harus dipahami dengan baik, tetapi proposal itu kadang ditolak atau tidak berhasil sesuai dengan rencana. Jurnal ini membahas masalah identifikasi beberapa kesalahan dalam menulis proposal dan cara atau teknik serta strategi menulis proposal untuk mencari dana atau sumbangan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama- sama menulis proposal kegiatan atau mencari dana untuk melaksanakan event.

(3)

Perbedaannya terletak pada jenjang pendidikan, penelitian pada jenjang pendidikan SMK.

Peneliti lain dengan cooperative learning oleh Duxbury dan Ling-ling (2010: 3) dengan judul The Effects Of Cooperative Learning On Foreign Language Anxiety: A Comparative Study Of Taiwanese And American Universitie. Penelitian ini menginvestigasi tentang tingkat kegelisahan bahasa asing di dalam kelas dan sikap cooperative learning serta prakteknya para mahasiswa sebuah Universitas dan tiga Universitas di Taiwan Selatan. Ada lima

metode cooperative learning. Tidak ada korelasi yang signifikan antara kegelisahan bahasa asing dan cooperative learning pada Universitas United States. Pada tiga universitas di Taiwan Selatan, hasil yang menunjukkan korelasi yang signifikan diperoleh hanya pada satu sekolah yaitu Universitas Taiwan karena memiliki guru dari yang berasal dari Taiwan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menerapkan cooperative learning. Perbedaannya yaitu pada sasaran penelitian mahasiswa, sedangkan penelitian ini sasaran pada siswa sekolah menengah atas. Mengkaji tentang bahasa asing, sedangkan penelitian ini mengkaji menulis.

Menurut Seisler (1983) dalam jurnal internasional Proposal Writing:

Approaching The Approach, menulis proposal merupakan bagian pendekatan atau jatung dari suatu kegiatan karena menggambarkan pekerjaan yang harus dilakukan dan rincian tugas untuk melakukan pekerjaan. Elemen kunci ini yang harus

(4)

dimasukkan dalam bagian menulis proposal. Pendekatan ini menyediakan teknik sederhana untuk memastikan kekuatan atau pemikiran dan struktur untuk membantu penulis dalam mengusulkan kerja singkat sehingga klien dan kontraktor jelas memahami metode, kegiatan, dan output dari setiap tugas.

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menulis proposal, sedangkan perbedaannya jenis proposal yang digunakan. Proposal secara umum untuk melaksanakan pekerjaan yang dititik beratkan pada hubungan klien sedangkan sedangkan penelitian ini proposal kegiatan untuk merencanakan suatu rencana kerja agar tercapai tujuan yang diharapkan.

Kajian tentang cooperative yang dilakukan Momtaz dan Mark (2010: 15) dalam jurnal internasional yang berjudul Does Collaborative Learning Improve EFL Student Reading Comprehension?, menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif itu secara kependidikan efektif, ada sebuah penelitian dalam sebuah institusi pendidikan non-Western,yang dikhususkan dalam relasinya dengan EFL.

Sebuah metode belajar kombinasi diterapkan dengan tujuan untuk pemahaman membaca apakah (a) pembelajaran kooperatif berperan penting dalam memperbaiki pemahaman teks membaca secara pribadi dan jika ya, (b) proses tersebut meningkatkan pemahaman. Masing-masing kelas membaca dua teks secara bersamaan dan dua teks secara individu. Dari membaca bersama diperoleh skor lebih tinggi daripada membaca individual untuk keempat teks. Interaksi kelompok selama membaca bersama-sama direkam dan 10 siswa dipilih secara acak dari dua kelas yang diwawancarai secara eksklusif. Dengan metode ini pembelajaran banyak teridentifikasi, termasuk pengilhaman, penguraian serta

(5)

penarikan kesimpulan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menerapkan strategi cooperative learning. Perbedaannya pada pengkajian yaitu membaca sedangkan dalam penelitian ini mengkaji menulis.

Suryani (2010) penelitian yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Teknik Think-Pair-Share Penelitian tindakan kelas pada siswa kelas X6 SMAN 2 Wonogiri menyimpulkan bahwa melalui penerapan pendekatan Cooperative Learning teknik think-pair-share dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis deskripsi dan keterampilan menulis siswa kelas X6 SMAN 2 Wonogiri dalam menulis deskripsi. Hal ini, siswa yang mengalami ketuntasan belajar dari pratindakan, siklus I sampai Siklus III. Di samping itu, adanya peningkatan nilai rata-rata keterampilan menulis deskripsi dari siklus I sampai siklus III. Siklus I jumlah siswa yang tuntas mencapai 19 siswa (52,78%), sebelumnya pratindakan hanya 14 siswa (38,89%). Ada peningkatan 5 siswa (13,89%), Sedangkan nilai rata-rata siklus I adalah 72,50 sebelumnya, 70,28. Pada siklus II ada peningkatan 5 siswa (13,89%) sehingga jumlah siswa yang tuntas sebanyak 24 siswa (66,67%) dan nilai rata-rata mencapai 74,86. Siklus III siswa yang tuntas (86,11%) atau meningkat 7 siswa (19,44%) dan siswa yang belum tuntas tinggal 5 siswa. Peningkatkan keterampilan siswa dalam menulis deskripsi diikuti dengan perubahan pembelajaran yang menciptakan pembelajaran di kelas lebih menyenangkan.

Bertolak dari penelitian di atas, memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Persamaan

(6)

penelitian ini terletak pada penerapan Cooperative Learning, sedangkan perbedaannya pada kemampuan menulis, pemilihan teknik dan tingkat pendidikan.

Ruswadi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul meningkatkan Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia Melalui Penerapan Metode Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas XII TPTL 2 SMK Negeri 2 Sragen Tahun Ajaran

menyimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan dengan 3 siklus ini membuktikan adanya peningkatan keterampilan menulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw. Penelitian yang dilakukan Ruswadi tersebut, memiliki relevasi dengan penelitian ini. Relevansinya berupa persamaan dan perbedaan. Persamannya ialah pada penggunan metode kooperatif dan penelitian dilakukan pada siswa SMK Negeri, dan tujuan peningkatannya.

Penelitian Ruswadi menggunkan tipe Jigsaw pada siswa XII SMK, dan untuk meningkatkan keterampiln menulis bahasa Indonesia, sedangkan penelitian ini menggunakan tipe two stay two stray pada siswa kelas XII TPHP 1 SMK N 3 Kudus dan untuk meningkatkan kemampuan menulis proposal kegiatan.

Penelitian yang serupa dilakukan oleh Fini, dkk (2012). Penelitian mereka berjudul

Jigsaw Tehnique on the Academic achievement of 2nd -Grade Middle School Student

cooperative learning teknik jigsaw pada pencapaian akademik siswa sekolah menengah kelas ke-2 di Distrik kota Bandar Abbas Iran. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penerapan cooperative learning teknik jigsaw memberikan

(7)

efek yang signifikan pada prestasi akademik siswa dan secara keseluruhan siswa merasa puas dengan model pembelajran tersebut. Relevansi penelitian di atas dengan penelitian ini yang sama dengan menerapkan cooperative learning.

Perbedaanya pada teknik yang digunakan. Penelitian sebelumnya menggunakan teknik jigsaw, sedangkan penelitian ini menggunakan two stay two stray.

Santoso (2013) dalam penelitiannya yang ngkatan keterampilan Menulis Argumentsi Berwawasan Multikultural dengan Menerapkan Model Cooperative Learning Teknik Two Stay Two Stray pada Siswa Kelas X Pemasaran 3 SMKN 3 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Menyimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan 3 siklus membuktikan adanya peningkatan menulis argumentasi yang berwawasan multikultural. Penelitian ini mempunyai relevasi dengan penelitin ini yaitu persamaan dan perbedan. Persamaan penelitian terdapat pada model cooperative teknik two stay two straydan penelitian ini dilakukan di SMK Negeri. Perbedaanya pada kemampuan menulis dan jenjang kelas pada SMK, Penelitian Santoso untuk meningkatkan keterampilan menulis argumentasi berwawasan multikultural pada siswa kelas X SMK, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menulis proposal kegiatan pada siswa kelas XII SMK.

Febriyanti (2013) menghasilkan penelitian yang berjudul

Two Stray Technique To Find Ideas For Writing A Hortatory Exposition Text To Studi ini mengulas tentang sebuah teknik pengajaran bahasa inggris secara kooperatif untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Teknik ini dinamakan teknik the two stay two stray. Dalam teknik ini,

(8)

guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat orang siswa. Masing-masing kelompok mendiskusikan sebuah topic yang diberikan guru bersama kelompok asal mereka dan membagikan hasil diskusi mereka dengan kelompok lainnya. Adapun tujuan dari teknik ini adalah membantu siswa dalam menemukan ide-ide yang mereka dapatkan dari hasil diskusi dan nantinya akan dikembangkan dalam tulisan mereka, khususnya untuk menulis hortatory exposition text.

Penelitian di atas menghasilkan temuan bahwa, teknik two stay two stray dapat membantu siswa untuk menghasilkan ide-ide dan menuangkannnya ke dalam sebuah tulisan. Selain itu, dengan menggunakan teknik ini siswa dapat berbagi ide dengan siswa lainnya dan pembelajaran di kelas menjadi lebih menarik. Relevansinya dengan penelitian ini adalah penggunaan teknik two stay two stray dalam pembelajaran menulis. Perbedaanya terletak pada jenis tulisan, teknik tersebut digunakan dalam studi untuk meningkatkan kemampuan menulis hortatory exposition text. Sedangkan pada penelitian ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis proposal kegiatan.

Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat diketahui bahwa penelitian mengenai kemampuan menulis proposal kegiatan maupun penggunaan cooperative learning two stay two stray (TSTS) sudah banyak dilakukan.

Meskipun penelitian terhadap menulis proposal kegiatan telah banyak dilakukan, penelitian ini penting dan harus dilakukan guna menemukan berbagai alternatif teknik atau cara dalam pembelajaran menulis proposal kegiatan pada siswa, khususnya kemampuan menulis proposal kegiatan. Penggunaan cooperative

(9)

learning two stay two stray (TSTS)pada pembelajaran menulis proposal kegiatan belum pernah dilakukan sehingga kedudukan penelitian ini sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian sebelumnya.

B. Landasan Teori

1. Hakikat Kemampuan Menulis a. Pengertian Kemampuan

Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya kemampuan. Kemampuan awal siswa adalah prasarat yang diperlukan siswa utuk mengikuti proses belajar mengajar yang akan diikuti selanjutnya. Kemampuan awal siswa dapat dijadikan titik tolak untuk membekali siswa agar dapat mengembangkan kemampuan baru.

Menurut Chaplin (1997:34) ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu ebut, Akhmat Sudrajat menganalogikan kemampuan dengan kata kecakapan. Menurut Robbins (2000:46) Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau prakti

Senada dengan Alwi (2003: 23), kemampuan adalah kecakapan, kesanggupan, kekuatan untuk menyelesaikan tugas. Sama halnya dengan ke dua pendapat di atas, Depdiknas (2005:70) kemampuan adalah kesanggupan,

Lebih lanjut Robbins (2000:48) kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:

a). Kemampuan intelektual (intelectual ability) merupakan kemampuan yang

(10)

dimiliki seseorang dalam melakukan aktivitas secara mental b). Kemampuan fisik (physical intellectual) merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan aktivitas berdasarkan stamina, kekuatan, dan karakteristik fisik.

Berdasarkan kedua faktor tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan dipengaruhi oleh kedua faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Begitu juga dengan kemampuan menulis bermula dari kemampuan intelektual maupun kemampuan fisik. Dalam kegiatan menulis kedua faktor ini akan saling mempengaruhi satu sama lain.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan kemampuan (ability) adalah kesanggupan, kekuatan, atau kecakapan seseorang untuk menyelesaikan tugas dan menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir, hasil latihan, atau praktik dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang ditunjukkan melalui tindakannya.

b. Pengertian Menulis

Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya (Suparno dan M. Yunus dalam Slamet, 2007: 96). Sementara itu Santosa, dkk (2008: 14) menulis dapat dianggap sebagai proses ataupun suatu hasil. Menulis adalah menemukan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan dalam Muchlisoh, 1993: 233). Revisi tahun 2008:22)

(11)

Menurut Byrne dalam Slamet (2008: 141), kemampuan menulis pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata dapat disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.

Menurut Nurgiyantoro (2009: 296), dalam berbicara orang harus menguasai lambing-lambang bunyi, sedangkan dalam menulis menghendaki orang untuk menguasai lambang atau simbol-simbol visual dan aturan tata tulis, khususnya yang menyangkut masalah ejaan. Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi keterampilan berbahsa paling akhir dikuasai setelah keterampilan mendengarkan, berbicara, dan membaca.

Nurgiyantoro (2009: 309) ada dua permasalah yang terkandung dalam kegiatan menulis, yaitu gagasan yang ingin disampaikan dan bahasa yang digunakan. Pendapat ini didukung oleh Wiyanto (2004: 1), kata menulis mempunyai dua arti. Pertama, menulis berarti mengubah bunyi yang dapat didengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Penerapan kaidah ejaan untuk melambangkan bunyi-bunyi itulah yang dinamakan menulis. Kedua, kata menulis mempunyai arti kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Dengan kata lain menulis merupakan cara untuk mengungkapkan dan menyajikan sebuah gagasan dalam bentuk rangkaian kalimat yang tersusun.

(12)

Menurut Crimmon dalam Slamet (2009: 96), menulis merupakan kegiatan yang mengali pikiran dan perasaan mengenai suatu objek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahami dengan mudah dan jelas. Menulis merupakan kegiatan untuk menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca sebagai alat komunikasi tidak langsung.

Menurut Hernowo (2002: 116), menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan.

Dengan demikian, menulis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengemukakan suatu ide atau gagasan dalam bentuk lambang bahasa tulis agar dapat dibaca oleh orang lain. Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain secara tertulis (Suriamiharja, Husen, Nurjanah, 1997: 1).

Selanjutnya juga dapat diartikan bahwa menulis adalah mengubah bahasa lisan, mungkin 10 menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan, dan sebagainya. Sedangkan menurut Sujanto (1988: 60) menulis merupakan suatu proses pertumbuhan melalui banyak latihan. Sebagai suatu proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap) yaitu fase pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan) yang memerlukan banyak latihan ( Slamet, 2007: 97).

(13)

Sejalan dengan itu, Hastuti dalam Slamet, (2007: 98), menulis di samping sebagai proses, menulis juga merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan, antara lain: (1) adanya kesatuan gagasan; (2) penggunaan kalimat yang jelas; (3) paragraf disusun dengan baik; (4) penerapan kaidah ejaan yang benar; dan (5) penguasaan kosakata yang memadai.

Penguasaan terhadap menulis berarti kecakapan untuk mengetahui dan memaham struktur bahasa yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kecakapan tersebut merupakan sebagian persyaratan keterampilan menulis seseorang untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan unsur-unsur kata kalimat, paragraf, serta tata tulis-menulis. Persyaratan kecakapan lain yang harus dimiliki oleh seorang penulis yang baik, seperti mencetuskan ide, mengorganisasi isi tulisan secara sistematis dan menerapkan kaidah-kaida kebahasaan yang benar. Di samping itu, juga diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan.

Dalam kegiatan menulis, diperlukan adanya kompleksitas kegiatan untuk menyusun karangan secara baik yang meliputi: (1) keterampilan gramatikal, (2) penuangan isi, (3) keterampilan stilistika, (4) keterampilan mekanis, dan (5) keterampilan memutuskan (Heaton dalam Slamet, 2007: 98). Sehubungan dengan kompleksnya kegiatan yang diperlukan untuk keterampilan menulis, menulis harus dipelajari atau diperoleh melalui proses belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh. Sejalan dengan hal tersebut kemampuan menulis menurut

(14)

Akhadiah (1994: 2) merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan.

Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa: tiga keterampilan yang lain adalah menyimak, berbicara, dan membaca. Menurut White dan Arndlt dalam Suwandi. (2011:117) menulis bukanlah urusan sederhana menuliskan bahasa ke dalam lambang tulisan; menulis merupakan suatu proses berpikir dalam kebenaran yang dimilikinya. Sejalan dengan pendapat itu, (Raimes dalam Suwandi. 2011: 117), menyenaraikan sejumlah komponen yang harus dihadapi oleh seorang ketika menulis. Komponen-komponen itu adalah (1) tujuan menulis, (2) isi yang hendak disampaikan, (3) pemahaman terhadap bakal pembaca, (4) proses menulis, (5) tata bahasa, (6) Pemilihan kata, (7) dan sebagainya.

Berkenaan dengan menulis sebagai kemampuan kognitif yang kompleks uwandi. 2011:117), mengemukakan seorang penulis harus mampu memanfaatkan situasi dengan tepat. Situasi yang harus diperhatikan itu adalah (1) tujuan penulis, (2) pembaca, dan (3) kesepakatan.

Sehubungan dengan kompleksnya kegiatan yang diperlukan untuk kegiatan menulis, maka menulis harus dipelajari atau diperoleh melalui proses belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh. De Porter dan Hernacki (2006:

179), menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Dalam hal ini yang merupakan bagian logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan tanda baca.Sementara itu yang termasuk 11 bagian

(15)

emosional ialah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disintesiskan menulis adalah serangkaian proses kegiatan yang kompleks yang memerlukan tahapan-tahapan, dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan sehingga pembaca dapat memahami isi dari gagasan yang disampaikan. Dengan kata lain, menulis merupakan serangkaian kegiatan yang akan melahirkan pikiran dan perasaan melalui tulisan untuk disampaikan kepada pembaca. Adapun unsur-unsur menulis dan manfaat menulis dapat dijelaskan di bawah ini:

1) Unsur-unsur Menulis

Dalam membuat sebuah tulisan, diperlukan beberapa unsur yang harus diperhatikan. Menurut The Liang Gie dalam Slamet (2007:108) unsur menulis terdiri atas gagasan, tuturan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi), tuntunan, dan wacana.

a. Gagasan

Gagasan topik yang berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan seseorang. Gagasan seseorang tergantung pengalaman masa lalu atau pengetahuan yang dimilikinya.

b. Tuturan merupakan pengungkapan gagasan yang dapat dipahami pembaca.

Ada bermacam-macam tuturan, antara lain narasi, deskripsi, dan eksposisi, argumentasi, dan persuasi.

(16)

c. Tuntunan

Tuntunan merupakan aturan atau tata tertib pengaturan dan penyusunan gagasan. Berarti ketika menulis tidak sekedar menulis harus mengindahkan aturan-aturan dalam menulis .

d. Wacana

Wacana merupakan sarana pengaturan berupa kosakata, gramatika (tata bahasa), retorika (seni memakai bahasa). Bagi penulis pemula, wacana sering menjadi masalah. Mereka menggunakan kosakata, gramatika, retorika yang masih sederhana dan terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut, seorang penulis harus memperkaya kosakata yang belum diketahui artinya. Seorang penulis harus rajin menulis dan membaca.

Menurut Haris dalam Slamet (2007: 108), proses menulis sekurang- kurangnya mencakup lima unsur, yaitu (1) isi karangan, (2) bentuk karangan, (3) tata bahasa, (4) gaya, (5) ejaan dan tanda baca. Isi karangan adalah gagasan dari penulis yang akan dikemukakan. Bentuk karangan merupakan susunan atau penyajian isi karangan. Tata bahasa adalah kaidah-kaidah bahasa termasuk di dalamnya pola-pola kalimat. Gaya merupakan pilihan struktur dan kosakata untuk memberi nada tertentu terhadap karangan itu. Ejaan dan tanda baca adalah penggunaan tata cara penulisan lambang-lambang bahasa tertulis. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur menulis terdiri atas pengungkapan gagasan, tuturan yang digunakan penulis dalam menyampaikan tulisannya, tatanan dalam penulisan, dan wacana yang berupa kosakata, serta ejaan dan tanda baca.

(17)

2) Manfaat Menulis

Menulis merupakan suatu kegiatan yang mempunyai banyak manfaat yang dapat diterapkan oleh penulis itu sendiri. Menurut Akhadiah, dkk. (1992: 1-2), ada delapan manfaat menulis yaitu: (1) dapat mengenali kemampuan dan potensi pribadi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang ditulis. (2) terlatih mengembangkan berbagai gagasan, (3) dapat lebih banyak menyerap, mencari, dan menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis (4) terlatih mengornasisakan gagasan secara sistematis dan mengungkapkannya secara tersurat, (5) dapat meninjau dan menilai gagasan sendiri secara lebih objektif, (6) lebih mudah memecahkan permasalahan dengan cara tersurat dalam konteks yang lebih konkret, (7) dengan terbiasa belajar secara aktif, dan (8) terbiasa berpikir dan berbahasa secara tertib dan teratur.

Dalam kegiatan menulis banyak manfaat yang diperoleh antara lain: (1) peningkatan kecerdasan, (2) pengembangan daya inisiatif dan kretivitas, (3) penumbuhan keberanian, dan (4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi (Suparno dan M. Yunus, 2008:4). Menurut Tarigan (2008:22), pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung. Komunikasi yang terjadi yaitu komunikasi searah antara penulis dan pembaca. Sebagai alat komunikasi tulisan harus mampu menyajikan pikiran penulis secara jelas sehingga mudah dipahami.

Mengacu dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan manfaat menulis adalah (1) peningkatan kecerdasan, (2) pengembangan daya inisiatif dan

(18)

kreativitas, (3) penumbuhan keberanian, (4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.

3) Tahapan Menulis

Menurut Akhadiah dalam Slamet (2007: 108), menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap) yaitu fase pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi ), danpascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan).

Sehubungan dengan hal itu De Porter dan Hernacki (2006: 194), ada tujuh tahapan dalam proses penulisan: (1) persiapan, yaitu mengelompokkan dan memulai menulis; (2) draft-kasar, yaitu mencari dan mengembangkan gagasan;

(3) berbagi, memberikan draft tulisan untuk di baca orang lain dan mendapatkan umpan balik; (4) perbaikan, yaitu memperbaiki tulisan; (5) penyuntingan, adalah memperbaiki semua kesalahan, tata bahasa, dan tanda baca; (6) penulisan kembali, memasukkan isi yang baru dan perubahan penyuntingan; dan (7) evaluasi, yaitu memeriksa apakah sudah selesai ataukah belum. Keraf (2004: 38), menjelaskan rangkaian aktivitas menulis meliputi: a) pramenulis, b) penulisan draft, c) revisi, d) penyuntingan, e) publikasi atau pembahasaan. Sementara itu Temple dkk. (dalam Ahmad dan Darmiyati, 2002: 52), ada empat tahapan mengidentifikasi perkembangan tulisan yang dialami oleh anak, yaitu:

prafonemik, fonemik tahap awal, nama-huruf, transisi, dan menguasai. Dalam tahap ini anak SD perlu mendapatkan bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer pikiran ke dalam tulisan.

(19)

Berbeda pendapat Colderonello dan Edwards dalam Slamet ( 2007:109), ada tiga generalisasi penting tentang proses penulisan yakni, (1) penulisan adalah proses perbaikan, (2) penulisan adalah suatu proses pengulangan, dan (3) penulisan adalah suatu proses pembuatan draft. Penulis yang sukses bukanlah mengoreksi kesalahan tetapi memperbaiki draft kerja, meninjua kembali isi tulisan, membuat perubahan organisasi dan kata serta mengevaluasi teks dengan tujuan mengkomunikasikan sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Menurut Weaver dalam Slamet (2007:111), secara padat di dalam proses penulisan terdiri atas lima tahap, yaitu (1) persiapan penulisan, (2) pembuatan draft, (3) perevisian, (4) pengeditan, (5) pemublikasian. Senada pendapat Murray dalam Slamet (2007:111), ada lima tahapan atau kegiatan yang dilakukan pada proses penulisan, yaitu (1) prapenulisan , (2) pembuatan draft, (3) perevisian, (4) pengeditan, dan (5) pemublikasiaan. Sejalan dengan pendapat Ahmad dan Darmiyati (2002: 51), menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel, yang meliputi: pramenulis, penulis draft, revisi, penyutingan, dan publikasi atau pembahasan. Menulis tanpa direncanakan seperti masakan kurang sedap untuk dimakan .

Combs (dalam Ahmad dan Darmiyati, 2002: 51-52), perkembangan menulis mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Prinsip keterulangan (recurring principle): anak menyadari bahwa dalamsuatu kata bentuk yang sama terjadi berulang-ulang. 2) Prinsip generatif (generative principle): anak menyadari bentuk-bentuk tulisan secara lebih rinci, menggunakan beberapa huruf dalam kombinasi dan pola yang beragam. 3) Konsep tanda (sign concept): anak

(20)

memahami kearbirteran tanda-tandadalam bahasa tulis. 4) Fleksibelitas (flexibility): anak menyadari bahwa suatu tanda secara fleksibel dapat menjadi tanda yang lain. 5) Arah tanda (directionality): anak menyadari bahwa tulisan bersifat linier, bergerak dari satu huruf yang lain sampai membentuk suatu kata, dari arah kiri menuju kearah kanan, bergerak dari baris yang satu menuju baris yang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat, disimpulkan bahwa tahap- tahap menulis meliputi tiga tahap utama, yaitu: tahap pra penulisan, tahap penulisan, dan tahap merevisi. Dalam tiap tahap tersebut ada proses yang lebih rinci yaitu persiapan, draft-kasar, berbagi, perbaikan, penyuntingan, dan penulisan kembali.

Kemampuan menulis merupakan salah bentuk kemampuan berbahasa yang sangat penting bagi siswa, disamping kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca, baik selama mereka masih sekolah maupun dalam kehidupannya nanti di masyarakat. Kemampuan menulis siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.Oleh sebab itu, pembelajaran menulis mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pendidikan dan pengajaran di mampuan menulis harus dikuasai oleh anak sedini mungkin dalam kehidupannya di sekolah.

3. Hakikat Kemampuan Menulis Proposal Kegiatan a. Pengertian Proposal Kegiatan

Proposal adalah rencana kerja yang disusun secara sistematis dan terinci untuk suatu kegiatan yang bersifat formal. Proposal adalah suatu usulan kegiatan

(21)

perlu dukungan atau persetujuan pihak lain. Proposal kegiatan adalah suatu bentuk rancangan kegiatan yang dibuat dalam bentuk formal dan standar, (Pardosi 2013: 4). Untuk memudahkan pengertian proposal yang dimaksud dalam tulisan

dunia ilmiah (pendidikan) yang disusun oleh seorang peneliti atau mahasiswa yang akan membuat penelitian (skripsi, tesis, disertasi). Dalam dunia ilmiah, proposal adalah suatu rancangan desain penelitian (usulan penelitian) yang akan

seperti penggunaan bahasa, tanda baca, kutipan dll.

yang sering digunakan sebagai usulan atau rancangan kegiatan. Bentuk proposal

digunakan dalam dunia ilmiah, namun karena sifatnya yang lebih umum maka

ndahkan kaidah-kaidah dan sistematika tertentu, agar dapat dengan mudah dimengerti oleh orang-orang yang membaca proposal tersebut. Secara mendasar, harus di garis bawahi bahwa penulisan proposal hanya salah satu dari sekian banyak tahap perencanaan, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Penulisan proposal adalah suatu langkah penggabungan dari berbagai perencanaan yang telah dibuat dalam tahap-tahap sebelumnya.

(22)

Menurut Susanto dalam Handoyo (2009:52), proposal kegiatan merupakan entry point untuk meraih kesuksesan masa depan yang berhasil diterima oleh pihak yang berkepentingan menandakan telah terbukanya harapan untuk melakukan suatu kegiatan atau program yang telah diusulkan.

Senada dengan Hariwijaya dalam Handoyo (2009:52), proposal kegiatan merupakan rencana pembuatan suatu program atau kegiatan yang dananya diperoleh dari lembaga donor, baik swasta maupun negeri yang dijelaskan hal-hal yang menyakinkan pihak lembaga donor agar bersedia mengucurkan bantuan dana untuk kegiatan atau program yang diusulkan.

Proposal kegiatan adalah rencana kerja yang disusun secara sistematik dan terperinci untuk suatu kegiatan yang bersifat semiformal (Finoza, 1999:157).

Proposal atau rencana kerja hampir sama fungsinya dengan kerangka karangan.

Sebelum kita memulai suatu kegiatan, tentunya, diperlukan suatu rencana kerja yang jelas. Dengan adanya proposal itu, kita akan tahu hal-hal apa saja yang harus dikerjakan, berapa biaya yang diperlukan, dan sebagainya. Namun lebih dari itu, proposal juga penting dalam kaitannya dengan pengajuan suatu permohonan untuk mendapatkan persetujuan maupun mendapatkan bantuan berupa dana dan sarana.

Sejalan dengan Agam (2008:24), proposal kegiatan adalah saran, usul, permintaan atau penawaran melaksanakan suatu kegiatan kepada seseorang, lembaga, instansi, atau perusahaan, baik pemerintah maupun swasta. Terkadang proposal dibuat dengan maksud untuk dikerjakan oleh yang mengajukan proposal

(23)

tersebut, tetapi di maksud agar target proposallah yang melakukan apa yang diharapkan oleh proposal tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat, disintesiskan bahwa proposal kegiatan adalah rencana kerja yang disusun secara sistematik dan terperinci untuk suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, organisasi, lembaga agar tercapai tujuan.

b. Manfaat Proposal

Adapun manfaat proposal sebagai berikut 1) menjadi rencana yang mengarahkan panitia dalam melaksanakan kegiatan tersebut, 2) menjelaskan secara tidak langsung kepada pihak-pihak yang ingin mengetahui kegiatan tersebut, 3) untuk meyakinkan para donatur/ sponsor agar mereka memberikan dukungan material maupun finansial dalam mewujudkan kegiatan yang telah direncanakan, Finoza dalam Damayanti (2000:45) .

Menurut Pardosi (2013:4) manfaat proposal yaitu : 1) untuk memberitahukan kegiatan atau keunggulan produk Anda, 2) mengajak pihak lain untuk ikut serta dalam suatu rencana kegiatan atau berharap sebuah instansi akan mengajak kita dalam kegiatan mereka.

c. Jenis-jenis Proposal

Berdasarkan bentuknya,penulisan proposal terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) proposal formal adalah proposal yang biasa diajukan ke instansi pemerintah, 2) proposal semiformal adalah variasi atau bentuk lain dari bentuk proposal formal

(24)

karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu atau tidak selengkap proposal bentuk formal.

Menurut Pardosi (2013:8-9), proposal juga dapat dikelompokan berdasarkan kepentingan antara lain; 1) proposal umum (proposal Kegiatan), 2) proposal usaha, 3) proposal penelitian, 4) proposal penawaran. Dengan kata lain, setiap proposal memiliki ciri khas tertentu. Proposal kegiatan berisi pedomam kerja, gambaran, peta perjalanan, Panitia kegiatan, dirancang oleh kelompok panitia yang menggelar acara, biasanya memiki susunan panitia, waktu kegiatan, dan mama kegiatan, .

Selaras dengan Agam (2008:25), jenis proposal dibagi menjadi dua jenis, yaitu proposal farmal dan proposal non formal/ semiformal. Perbedaan yang ada di antar kedua jenis proposal ini terlihat mulai dari gaya penulisan samapi tahap pengirimannya. Sedangkan secara khusus, proposal terbagi menjadi lima jenis, yaituproposal bisnis, proposal kegiatan, proposal penelitian, proposal kerja sama, dan proposal proyek.

d. Sistematika Proposal Kegiatan

Menulis proposal kegiatan memliki ciri khas tertentu sesuai dengan isi yang ada dalam proposal tersebut. Menurut Mawadah (2012:10), sistematika proposal kegiatan berisi hal-hal berikut ini, 1) Pendahuluan, 2) Tujuan, 3) Jenis Kegiatan, 4) rencana kerja, 5) lokasi, 6) susunan kepentingan, 7) anggaran dana, 8) penutup, 9) lampiran.

(25)

Menurut Pardosi (2013: 12), sistematika proposal kegaiatan 1) pendahuluan, 2) dasar pemikiran, 3) tujuan, 4) tema, 5) jenis kegiatan, 6) target, 7) sasaran, 8) waktu dan tempat pelaksanaan, 9) anggaran biaya, 10) susunan panitia, 11) jadwal kegiatan, 12) penutup.

Sejalan dengan Agam (2008:47), sistematikan proposal kegiatan berisi 1) halaman judul, 2) latar belakang, 3) tujuan, 4) nama dan tema kegiatan, 5) bentuk kegiatan, 6) peserta, 7) penyelenggara, 8) jadwal dan lokasi kegiatan, 9) susunan acara, 10) susunan panitia, 11) rencana anggaran biaya, 12) penutup, 13) lampiran.

Finoza dalam Damayanti (2000:46), isi proposal kegiatan berbentuk kompleks seperti berikut ini, 1) dasar pemikiran, 2) jenis kegiatan, 3) tema kegiatan, 4) tujuan, 5) peserta kegiatan, 6) waktu dan tempat pelaksanaan, 7) susunan kepanitian, 8) anggaran biaya, 9) acara kegiatan, 10) penutup.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan, sistematika proposal kegiatan sebagai berikut ini, 1) dasar pemikiran, 2) jenis kegiatan, 3) tema kegiatan, 4) tujuan, 5) peserta kegiatan, 6) waktu dan tempat pelaksanaan, 7) susunan kepanitian, 8) anggaran biaya, 9) acara kegiatan, 10) penutup.

e. Kemampuan Menulis Proposal Kegiatan

mampuan menulis harus dikuasai oleh anak sedini mungkin dalam kehidupannya di sekolah.

White dan Arndlt dalam Suwandi (2011:117), menulis bukanlah urusan sederhana menuliskan bahasa ke dalam lambang tulisan; menulis merupakan

(26)

suatu proses berpikir dalam kebenaran yang dimilikinya. Sejalan dengan pendapat itu, (Raimes dalam Suwandi. 2011: 117), menyenaraikan sejumlah komponen yang harus dihadapi oleh seorang ketika menulis. Komponen-komponen itu adalah (1) tujuan menulis, (2) isi yang hendak disampaikan, (3) pemahaman terhadap bakal pembaca, (4) proses menulis, (5) tata bahasa, (6) Pemilihan kata, (7) dan sebagainya.

Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki: (a) kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (b) kepekaan terhadap kondisi pembaca, (c) kemampuan menyusun perencanaan penelitian, (d) kemampuan menggunakan bahasa Indonesia, (e) kemampuan memulai menulis, dan (f) kemampuan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegiatan membaca dan kekayaan kosakata yang dimilikinya,

Menurut Susanto dalam Handoyo (2009:52), proposal kegiatan merupakan entry point untuk meraih kesuksesan masa depan yang berhasil diterima oleh pihak yang berkepentingan menandakan telah terbukanya harapan untuk melakukan suatu kegiatan atau program yang telah diusulkan.

Sejalan dengan Agam (2008:24), proposal kegiatan adalah saran, usul, permintaan atau penawaran melaksanakan suatu kegiatan kepada seseorang, lembaga, instansi, atau perusahaan, baik pemerintah maupun swasta.

(27)

Proposal kegiatan adalah rencana kerja yang disusun secara sistematik dan terperinci untuk suatu kegiatan yang bersifat semiformal (Finoza, 1999:157).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan, kemampuan menulis proposal kegiatan adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan dalam menyusun rencana kerja secara sistematik dan terperinci untuk melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, organisasi, lembaga agar kegiatan tersebut berjalan dengan lancar.

4. Hakikat Cooperative Learning Two Stay Two Stray a. Pengertian Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam pendidikan.

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pembelajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi. Cara belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pembelajaran yang diberikan oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual. Apabila diatur dengan baik, siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep yang telah diajarkan. Ironisnya kebanyakan pengajaran enggan menerapkan sisstem kerjasama di dalam kelas karena beberapa alasan, antara lain kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas, siswa tidak mau belajar jika dietmpatkan dalam suatu kelompok, banyak yang mempunyai kesan negatif terhadap kelompok belajar.

(28)

Banyak siswa yang merasa tidak senang apabila harus bekerjasama dengan siswa yang lain. Siswa yang pandai merasa bekerja melebihi yang lain dalam kelompok mereka, sedangkan siswa yang kurang pandai merasa minder apabila ditempatkan dalam kelompok dengan siswa yang lebih pandai. Sebenarnya pembagian kelompok yang kurang adil tidak perlu terjadi jika pengajar benar- benar menerapkan metode cooperative learning.Banyak pengajar hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas bingung dan tidak, akibatnya banyak siswa merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Metode cooperative learning tidak sama dengan tujuan hanya sekedar belajar kelompok.

Metode cooperative learning, yaitu kerjasama yang dilakukan oleh beberpa individu yang menginginkan hasil yang bermanfaat untuk didri sendiri dan bermanfaat untuk semua anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama dalam tugas- tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara kelompok. Menurut M Dzaki (2009:1), pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling memnbantu dan bekerjasama untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah pemeblajaran yang lebih mengutamakan kerjasama dalam kelompok dan interaksi antar kelompok. Sanjaya (2007:240) menambahkan, pembelajaran koopertaif terdiri dari empat sampai enam orang

(29)

yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa atau suku yang berbeda (heterogen). Mereka harus saling bekerjasama dan saling membutuhkan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru.

Lie (2008:18), model cooperative learning didefinisikan sebagian sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto,2009:37). Penghargaan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran invidual dari seluruh anggota kelompok sangat penting dalam menghasilkan keluaran pencapaian positif dalam pembelajaran kooperatif (Slavin, 2010:92). Adanya kemungkinan untuk menciptakan kondisi yang mengarah pada akibat pencapaian positif melalui kerjasama antar siswa dengan metode-metode pengajaran langsung siswa terstruktur (khususnya berpasangan) atau dengan mengajarkan mereka strategi- strategi yang berkaitan dengan tujuan intruksional. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan, dan ia bisa menjadi narasumber bagi yang lain.

Tujuan penting dari pembelajaran cooperative ialah untuk mengajarkan kepada siswa mampu dalam bekerjasama. Kemampuan ini amat penting untuk

(30)

dimiliki siswa sebagai masyarakat, bangsa, dan negara, mengingat dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah sosial semakin kompleks. Apalagi tantangan bagi siswa supaya mampu dalam menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan. Era global yang ditandai dengan persaingan dan kerjasama di segala aspek kehidupan mempersyaratkan para siswa memiliki keterampilan sosial. Pembelajaran cooperative dapat diterapkan hampir untuk semua tugas dalam berbagai kurikulum, untuk memberi sebuah cara bagi siswa dalam menguasai bahan pengajaran, pembelajaran cooperative mencoba membuat masing-masing anggota kelompok menjadi individu yang lebih kuat dengan mengajarkan mereka keterampilan-keterampilan dalam konteks sosial. Sebagaian besar daya tarik pembelajaran cooperative adalah memberikan suatu cara bagi siswa untuk mempelajari keterampilan hidup antar pribadi dan mengembangkan kemampuan untuk kerjasama secara kolaboratif, serta perilaku-perilaku yang secara khusus diinginkan dalam sebuah era ketika besar organisasi mendukung konsep kerjasama.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa cooperative learning adalah suatu pembelajaran dengan bekerjasama dalam kelompok kecil dan terstruktur serta keberhasilan kelompok tersebut ditentukan oleh keaktivan dari setiap anggota kelompok yang bersangkutan. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab dan berusaha mendapatkan hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Keberhasilan invidu dalam kelompok merupakan orientasi dari keberhasilan kelompok, siswa bekerja untuk

(31)

suatu tujuan yang sama dan membantu serta mendorong temannya agar berhasil dalam belajar.

b. Tujuan Cooperative Learning

Pembelajaran cooprative muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temanya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikatnya sosial dan penggunaan kelompok menjadi aspek utama dalam pembelajaran cooperative. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Pembelajaran cooperative menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota mencapai tujuan atau penguasaan materi. Johson dan Johson dalam Trianto (2010:57), tujuan pokok belajar cooperative adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok, dan pemecahan masalah.

(32)

Manfaat penerapan belajar cooperative adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan , khususnya dalam wujud input pada level invidual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa (Trianto, 2010:58). Dengan belajar cooperative diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.

Pembelajaran cooperative dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas- tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.

Pembelajaran cooperative dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

Pelaksanaan cooperative learning membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok pembelajaran. Cooperative learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan cooperative learning adalah agar siswa dpat belajar secara berkelompok bersama teman-temanya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan-kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok (Isjoni, 2009:33).

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning sebagaimana dikemukan Slavin yaitu: (1) penghargaan kelompok, (2)

(33)

pertanggungjawaban individu, dan (3) kesempatan yang sama untuk berhasil (Isjoni, 2009:33-34).

c. Jenis-jenis Coopertaive Learning

Dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi model dapat diterapkan, yaitu: (1) Student Team Achievement Division (STAD), (2) Jigsaw, (3) Team-Games-Tournaments (TGT), (4) Group Investigation (GI), (5) Rotating Trio Exchange, dan (6) Group Resume (Isjoni, 2009:73). Dari beive berapa model pembelajaran tersebut model yang banyak dikembangkan adalah model student Team Achievement Division (STAD) dan Jigsaw.

Lebih lanjut Sugiyanto (2009:44-59), mengemukakan empat metode dalam cooperative learning yaitu: (1) metode STAD, (2) metode Jigsaw, (3) Metode GI, dan (4) metode struktural yang terdiri dari teknik mencari pasangan, berkirim salam dan soal, bercerita berpasangan, dua tinggal dua tamu ( TSTS), keliling kelompok, dan kancing gemerincing.

d. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning

Menciptakan lingkungan yang optimal secara fisik dan batin di kelas merupakan tugas guru dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman, suasan hati yang gembira siswa tanpa tekanan, maka dapat memudahkan dalam memahami materi pelajaran. Pengaturan kelas yang baik merupakan langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar siswa secara keseluruhan.

(34)

Pelaksanaan cooperative learning dilakukan dengan kemauan dan kemampuan secara kreativitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan cooperative learning guru bukannya bertambah pasif, tetapi harus lebih aktif terutama saat menyususn rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya.

Lingkungan belajar untuk cooperative learning ditandai oleh proses yang demokrasi dan peran aktif siswa dalam memutuskan segala yang seharusnya dipelajari dan bagaimana caranya. Guru dapat menentukan strukturnya dalam membentuk kelompok-kelompok dan menetukan prossedur secara keseluruhan tetapi siswa dibiarkan mengontrol interaksi dari menit ke menit di dalam kelompok.

e. Pengertian Two Stay Two Stray

Two Stay Two Stray (TSTS)

dengan teknik Dua Tinggal Dua Tamu. Menurutnya teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingktn usia peserta didik. Lebih lanjut Lie menjelaskan bahwa Two Stay Two Stray (TSTS) memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain,

Sejalan dengan pernyataan di atas, Suprijono (2012:93) menerangkan prosedur Two Stay Two Stray (TSTS)yang diawali dengan pembagian kelompok, setelah kelompok terbentuk guru memberi tugas permasalahan yang harus berupa

(35)

permsalahan-permasalahan yang harus didiskusikan jawabanya. Setelah didkusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Sementara itu dua orang anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari kelompok lainya. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok dan jika telah usai mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik siswa yang bertugas bertamu maupun yang menerima tamu mencocokkan dan membahasa hasil kerja yang telah mereka tunaikan.

Pendapat selanjutnya oleh Sugiyanto (2009:54), Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay two Stray) memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataannya hidup di luar sekolah, kehidupn dan kerja manusia saling bergantung satu dengan yang lain.

Lebih lanjut lagi, Lie (2008:62), menjelaskan cara menerapkan teknik Two Stay Two Stray (TSTS), yaitu: (a) siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa, (b) setelah selesai, dua orang dari masing-msing kelompok yang lain, (c) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka, (d) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, dan (e) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

(36)

Huda (2012:141), juga menjelaskan prosedur Two Stay Two Stray yang senada dengan penerapan teknik Two Stay Two Stray yang telah dijelaskan oleh para ahli di atas, yaitu: (a) siswa bekerjasama dengn kelompok berempat sebagimana biasa, (b) guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama, (c) setelah selesai dua anggota dari masing- masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kepada kedua anggota dari kelompok lain, (d) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka, (e) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok lain, dan (f) setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan Two Stay Two Stray adalah sistem kelompok kerja atau berkelompok dengan beranggotakan empat orang, dua orang bertamu ke kelompok lain untuk mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan dan dua orang yang tinggal untuk memberi dan menerima informasi dari kelompok lain.

f. Pembelajaran Menulis Two Stay Two Stray ( Dua Tinggal Dua Tamu) Pembelajaran menulis Two Stay Two Stray ( Dua Tinggal Dua Tamu) dicetuskan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Model ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil kerja mereka dan bertukar informasi dengan kelompok lainnya. Langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut: (1) siswa bekerja sama dalam satu kelompok yang beranggotakan empat orang, (2) setelah kerja kelompok selesai, dua siswa dari setiap kelompok bertamu kepada

(37)

kelompok lain, sedangkan dua siswa yang lain tetap tinggal di kelompok masing- masing, (3) dua orang yang tetap tinggal di kelompoknya bertugas menginformasikan dan membagikan hasil kerja kelompoknya kepada kedua tamu mereka, (4) setelah memperoleh informasi yang lengkap, kedua tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing, lalu melaporkan semua informasi yang diperoleh dari kelompok yang dikunjungi, (5) tiap-tiap kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka berdasarkan temuan dari kelompok yang dikunjungi, (6) hasil kerja siswa diserahkan kepada guru.

Penggunaan Two Stay Two Stray bertujuan meningkatkan kompetensi menulis propasal kegiatan bagi siswa Kelas XII TPHP 1 SMKN 3 Kudus. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik, yang mencakup pengetahuan, kemampuan, dan perilaku (Ghofur, dkk. , 2004: 85)

Mekanisme pembelajaran menulis proposal kegiatan dengan Cooperative Learning Model Two Stay Two Straydisajikan dalam diagram berikut.

(38)

Gambar pembelajaran menulis proposal kegiatan dengan cooperative learning Two Stay Two Stray (TSTS).

Keterangan: Siswa yang bertamu ke kelompok lain

Siswa yang tinggal dalam kelompok

Gambar 1. Pembelajaran Menulis Proposal Kegiatan (Adopsi Huda, 2013:141)

Pembelajaran menulis proposal kegiatan dengan menerapkan cooperative learning two stay two stray kelas XII TPHP 1 terbagi menjadi tujuh kelompok yang beranggotakan empat siswa dengan tidak membedakan jenis kelamin, kecerdasan, dan latar belakang sosial tetapi berdasarkan undian angka kelompok,

Kelompok III

3 4

1 2

2 3

1 4

Kelompok II

3 2

1 1

Kelompok IV

2 3

1 4

Kelompok I

3 2

4 1

Kelompok V

Kelompok VI

3 1

4 2

1 2

3 4

1 3

2 4

Kelompok VII

(39)

siswa mengambil undian angka kelompok, itulah kelompok tersebut terbentuk.

Setelah itu dilakukan proses pembelajaran menulis proposal kegiatan.

Proses pembelajaran menulis proposal kegiatan dengan menerapkan TSTS. Siswa mulai berdiskusi kelompok yang berjumlah empat orang, setelah menghasilkan hasil diskusi kelompok kemudian dua orang bertamu ke kelompok lain untuk memberikan inforamsi dan menerima informasi dari kelompok lain dan dua orang tinggal di kelompoknya untuk menerima informasi dan menberi inforamsi. Contohnya kelompok satu bertugas bertamu ke kelompok dua, dan dua orang kelompok satu tinggal di kelompok untuk menerima tamu dari kelompok lain, kelompok dua bertamu ke kelompok tiga dan seterusnya. Setelah bertamu dan tinggal dikelompok kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mendiskusikan, melaporkan temuan atau hasil disukusi dengan kelompok lain.

Kemudian dipresentasikan dari hasil diskusinya.

Warna hijau dalam kelompok TSTS bertugas untuk bertamu ke kelompok lain, mendiskusikan, melaporkan atau memberi informasi. Sedangkan warna merah bertugas tinggal di kelompok untuk menerima informasi.

g. Penerapan Cooperative Learning Two Stay Two Stray dalam Pembelajaran Menulis Proposal Kegiatan

Pembelajaran cooperative memberikan sebuah cara bagi siswa untuk mempelajari keterampilan hidup antarpribadi yang penting dan mengembangkan kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif dan perilaku-perilaku yang diinginkan untuk mendukung konsep kerjasama. Sekolah adalah salah satu areana

(40)

persaingan. Dalam pendidikan formal, siswa belajar dalam sussana kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menyenangkan sebab pembelajaran ini melibatkan seluruh keaktifan siswa. Ada berbagai tindakan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran cooperative learning two stray two stay untuk meningkatkan kemampuan menulis proposal kegiatan.

Adapun langkah-langkah pembelajaran menulis proposal kegiatan dengan menerapkan cooperative learning two stay two stray yaitu: (1) siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok berempat, (2) setelah siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa, (3) guru berkeliling kelas, untuk mengamati siswa yang berdiskusi dalam kelompok masing-masing, (4) setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok lain, (5) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka, (6) tamu mohon driri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, (7) kelompok mencocokkan dan membuat hasil-hasil kerja mereka, (8) setelah selesai, setiap kelompok berempat berhak untuk mempresentasikan hasil proposal kegiatan kepada seluruh siswa di kelas, (9) guru memberikan masukan dan penilaian terhadap masing-masing kelompok yang berpresentasi, di samping itu juga kelompok lain boleh mengajukan pertanyaan, dan (10) diharapkan dengan penerapan metode cooperative learning two stay two stray kemampuan menulis proposal kegiatan siswa menunjukkan kemajuan yang baik.

(41)

h. Teknik Penilaian Kemampuan Menulis Proposal Kegiatan 1. Pengertian Penilaian

Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif, Arikunto (2012:3). Sedangkan penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar, PERMENDIKNAS No. 20 Tahun 2007.

Dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah memberikan keputusan untuk kepentingan tertentu yang diambil dari pengumpulan dan pengolahan informasi.Salah satu implikasi dari diterapkannya standar kompetensi adalah proses penilaian yang dilakukan guru dengan menggunakan kriteria, baik pada penilaian formatif maupun sumatif dengan mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.

Sudjana (2012 :3) mengatakan bahwa penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kreteria. Misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, dipetlukan adanya ketentuan atau ukuran yang jelas bagaiman yang baik, yang sedang, dan yang kurang.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disintesiskan penilaian adalah pengambilan suatu keputusan atau proses memberikan atau menentukan nilai kepada suatu objek berdasarkan ukuran atau kreteria yang telah ditentukan.

(42)

Menurut Suwandi (2011: 17) penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik atau cara, seperti: penilaian kinerja, (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian diri, dan penilaian kumpulan hasil kerja peserta didik (portofolio).

a. Penilaian kinerja

Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kinerja siswa.

Penilaian kinerja dilakukan melalui pengamatan. Kinerja yang dapat diamati seperti: bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/deklamasi, menggunakan peralatan laboratorium, mengoperasikan suatu alat, dan lain-lain. Alat pengamatan yang digunakan dapat berupa Daftar Cek atau Skala Rentang,

b. Penilaian sikap

Penilaian Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: komponen afektif (perasaan), komponen kognitif (keyakinan), dan komponen konatif (kecenderungan berbuat) . Objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sikap terhadap subjek, sikap positif terhadap belajar, sikap positif terhadap diri, sikap terhadap seseorang yang berbeda. Teknik penilaian sikap dapat berupa: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta.

(43)

c. Penilaian Tertulis

Penilaian tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Dalam menjawab soal siswa tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain, seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya. Dalam mengembangkan instrumen penilaian ini, guru perlu mencermati kesesuian antara soal (materi) dengan indikator pada kurikulum.Selain itu, rumusan soal atau pertanyaan (konstruksi) harus jelas dan tegas. Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat (bahasa) yang menimbulkan penafsiran ganda.

d. Penilaian Proyek

Penilaian Proyek adalah penilaian terhadap suatu tugas (suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data) yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman dan pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam penyelidikan tertentu, dan kemampuan siswa dalam menginformasikan subyek tertentu secara jelas. Penilaian cara ini dapat dilakukan terhadap perencanaan, proses selama pengerjaan tugas, dan hasil akhir proyek. Dalam penilaian ini guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, kemudian menyiapkanlaporan tertulis.

Laporan tugas atau hasil penelitiannya juga dapat disajikan dalam bentuk poster.

Pelaksanaan penilaian ini dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek (checklist) ataupun skala rentang (rating scale).

(44)

e. Penilaian Produk

Penilaian Produk meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa membuat produk produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung,lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pada umumnya pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan dalam setiap tahapan perlu diadakan penilaian. Penilaian Tahap persiapan, meliputi:

menilai kemampuan siswamerencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk; Penilaian Tahap pembuatan (produk), meliputi:

menilai kemampuan siswa menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.Penilaian Tahap penilaian (appraisal) meliputi: menilai kemampuan siswa membuat produk sesuai kegunaannya danmemenuhi kriteria keindahan.

f. penilaian Portofolio

Penilaian Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar siswa melalui karya siswa, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi, musik, penelitian, dan lain-lain.Dalam mengembangkan penilaian portofolio, guru perlu melakukan hal-hal berikut : menjelaskan maksud penggunaan portofolio, menentukan bersama siswa sampel-sampel portofolio apa saja yang akan dibuat, mengumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap siswa dalam satu map/folder/wadah, memberi tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan siswa sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu, menentukan kriteria penilaian sampel-sampel portofolio siswa

(45)

beserta pembobotannya bersama para siswa agar dicapai kesepakatan, meminta siswa menilai karyanya secara berkesinambungan, setelah suatu karya dinilai dan ternyata nilainya belum memuaskan, memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki lagi dan bila perlu, menjadwalkan pertemuan untuk membahas portofolio.

g. Penilaian diri.

Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam menerapkan penilaian diri ini, guru perlu melakukan hal-hal berikut : menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai, menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan, merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala rentang, meminta siswa untuk melakukan penilaian diri dan mendorong siswa supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif.

2. Fungsi Penilaian

Sejalan dengan pengertian di atas Sudjana (2011: 3-4) fungsi penilaian adalah 1) alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan instruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu kepada rumusan-rumusan tujuan instruksional, 2) sebagai umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar, 3) dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya.

Gambar

Gambar  pembelajaran  menulis  proposal  kegiatan  dengan cooperative  learning Two Stay Two Stray (TSTS).
Gambar 2. Alur Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Dengan Metode Make a Match Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Ngadirejo Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan menulis ringkasan dengan metode cooperative script pada siswa kelas V SD Negeri 18 Sungai Kakap

Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Eksposisi dengan Metode Mind Mapping pada Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Berau, maka penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil pembelajaran kemampuan menulis teks berita menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing pada siswa kelas

Hasil penelitian ini, didukung oleh hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Siti Murdiati pada tahun 2013, dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis

Hasil penelitian ini menunjukkan 1 teknik quantum writing dapat meningkatkan kemampuan menulis teks narasi pada siswa kelas VII A MTs Yakti Tegalrejo Magelang, Peningkatan proses

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI MELALUI METODE PEMBELAJARAN SCAFFOLDING METAKOGNISI SISWA KELAS X.1 MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MAKASSAR Akbar Avicenna, Muhammad

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan di SMAN 1 PAKUE selama beberapa pertemuan sesuai dengan waktu yang di tentukan, maka dalam fokus penelitian yaitu peningkatan kemampuan