BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
B. Penyajian Data dan Analisis
ada meskipun pergerakannya tidak terang-terangan. Berikut penjelasannya,
Kalau estimasi saya radikalisme agama di IAIN Jember sebenarnya ada meskipun pergerakannya tidak terang-terangan. Indikasi- indikasi ke sana ada. Contohnya, beberapa kali saya ketika ngajar di kelas, sengaja kita pancing-pancing dan akhirnya muncul ke permukaan. Tapi radikalnya itu dia tanpa sadar karena dia berangkatnya dari pemahaman keagamaan yang sangat minim kemudian masuk dalam sebuah komunitas yang menghendaki radikal.72
Senada dengan kedua Pembina Forsa di atas Abdullah Syamsul Arifin yang akrab disapa Gus Aab menambahkan radikalisme agama di IAIN Jember secara sistetemik tidak ada tapi kalau dari segi pemikiran perindividual itu ada dan itu sulit terdeteksi karena bisa jadi dia mendapatkan pemahaman itu dari luar,
Kalau kita lihat radikalisme itu bisa berangkat dari pemahaman keagamaan secara tekstual yang kemudian menerjemahkan teks- teks keagamaan itu tidak lagi sejalan dengan bagaimana aktualisasi dari nilai-nilai agama yang pernah dipraktikkan oleh Rasul dan para sahabat dalam berdakwah Islam yang sangat menghargai sisi kemanusian dan sangat menjunjung tinggi terhadap perbedaan. Nah kesiapan untuk menerima itu memang harus berangkat dari pemahaman yang luas terhadap teks-teks keagamaan yang tidak hanya mengartikan secara tekstual tapi juga harus menempatkan teks itu berada pada konteks yang tepat dan harus melihat dari beberapa hal yang melatar belakanginya secara utuh. Radikalisme Agama di IAIN Jember secara sistimik tidak ada tapi kalau dari segi pemikiran perindividual itu ada dan itu sulit terdeteksi karena bisa jadi dia mendapatkan pemahaman itu dari luar. Seperti halnya dulu pernah ada mahasiswa IAIN Jember yang mengikuti kajian- kajian HTI.73
72 Pujiono, wawancara, Jember, 28 Oktober 2017
73 Abdullah Syamsul Arifin, wawancara, Jember, 27 Oktober 2017
Seolah mengamini kejadian di atas, Barmawi selaku Pembina Forsa juga menambahkan bahwa radikalisme yang ada di IAIN Jember hanya pada wilayah pemikiran saja. dia radikalnya itu hanya pada wilayah tradisi yang menyebut tradisi itu dalam wilayah keagamaan.
Berikut pernyataannya,
Ada sebagian dosen dan mahasiswa yang tidak akan saya sebutkan namanya yang sebenarnya pemikirannya radikal, dia radikalnya itu hanya pada wilayah tradisi yang menyebut tradisi itu dalam wilayah keagamaan. Contoh tentang masalah tahlil, tentang masalah maulid dan seterusnya. Dia terlalu tekstualis terlalu radikal memahami sebuah teks tentang masalah keagamaaan, sehingga tradisi-tradisi yang ada itu dianggapanya sebagai tradisi yang keluar dari agama Islam dan itu harus diberangus dan dibersihkan.
Dalam konteks ke Indonesian, khususnya Jawa Timur, khususnya lagi Jember praktek-praktek tradisi yang semacam itu adalah praktek-praktek yang tidak bisa diberangus maupun dibersihkan, karna itu merupakan tradisi nenek moyang yang sampai sekarang tetap dilakukan orang-orang khususnya dalam lingkup Nahdlatul Ulama. itupun ada teks yang diacu atau ayat Al Quran ataupun hadits yang dijadikan sebagai dalil ataupun hujjah untuk mengamalkan hal-hal seperti itu. Nah biasanya orang yang mengatakan bahwa tradisi itu haram bidah dan seterusnya itu di klaim sebagai orang radikal. Kenapa mereka diklaim sebagai orang radikal, karena rujukannya yang dijadikan pedoman yang dijadikan sebagai hujjah biasanya mengacu pada cara berfikirnya orang- orang salafi. orang-orang salafi merujuknya kepada ibnu Taymiyah, ibnu Taymiyah itu mempunyai murid yang namanya Muhammad bin Abdul wahab an najdi yang itu kemudian membuat konsep tentang masalah bid‟ah yang terlalu berlebihan dan terlalu tekstualis. Contoh munculnya persepsi bahwa orang yang membuat hal baru bagi mereka itu dianggap kesesatan yang nyata dan perilaku seperti itu sama halnya dengan zina, jadi harus dibunuh”74. Benih-benih radikal berdasarkan hasil wawancara di atas membuat peneliti ingin memadukan dengan data yang ada di lapangan dengan menggunakan metode observasi. Menurut data hasil observasi
74 Barmawi, wawancara, Jember, 3 November 2017
di lapangan radikalisme agama di kalangan mahasiswa IAIN Jember peneliti menemukan tiga potensi.75
Pertama mengarah pada Ikhwanul Muslimin. Indikasi ini ditemukan dari mahasiswa IAIN Jember yang berasal dari Pondok Pesantren Ibnu Ktasir (Ibka) Patrang jember. Peneliti menemukan beberapa indikasi yang mengarah pada Ikhwanul Muslimin.
Diantaranya adalah ditemukannya buku Hasan Al-Banna yang berjudul AL-Ma’tsurat di dekat mimbarnya imam masjid al Falah Pondok Ibnu Katsir.76
Menurut salah satu santri Ibnu Katsir yang berinisial Z, menjelasakan kalau buku itu memang karangannya Syekh Hasan Al- Banna dan biasanya buku itu dibaca setiap pagi dan sore di pondok Ibnu Katsir. Berikut penjelasan Z “memang benar buku Al-Ma’tsurat itu adalah karangan Syekh Hasan Al-banna. Buku itu dibaca setiap pagi dan sore oleh semua santri Ibnu Katsir”.77
Pernyataan Z diperkuat dengan pernyataan santri lain yang berinisial A. A menyatakan “buku Al-Ma’tsurat itu di dalamnya berisi tentang dzikir-dzikir dan doa-doa yang dianjurkan untuk di baca setiap sore dan pagi”.78
75 Observasi, IAIN Jember, 26 Januari 2018
76 Observasi, Ibnu Katsir, 27 Januari 2018
77 Zaini, wawancara, Ibnu Katsir, 10 Februari 2018
78 Amin, wawancara, Ibnu Katsir, 6 Februari 2018
Senada dengan Z dan A, W selaku santri juga menyampaikan bahwa isi dari buku Al-Ma’tsurat itu adalah berupa dzikir-dzikir dan doa yang ditulis oleh Hasan Al-Banna, W menegaskan,
Jadi di pondok Ibnu Katsir ini setiap sore dan pagi mempunyai kegiatan rutinan yaitu dzikir bersama-sama dan doa bersama-sama dengan membaca buku Al-Ma’tsurat karangan Hasan Al-Banna.
Nah kalau sorenya dilakuan ba‟da sholat Ashar dan kalau paginya dilakukan ba‟da shubuh. Dan yang memimpin bacaan ini biasanya yang jadi imam waktu itu.79
Selain menemukan buku Al-ma’tsurat peneliti juga menemukan beberapa metode pembelajaran di Ibnu Katsir yang mempunyai kemiripan dengan metode Ikhwanul Muslimin. Seperti halnya metode Liqo’, Rihlah dan Mukhoyyam.
Informasi metode-metode ini diperkuat oleh pernyataan langsung dari bagian kurikulum akademik pondok pesantren Ibnu Katsir yang berinisial DH. Berikut pernyataanya,
Memang benar di sini menggunakan beberapa metode-metode dalam pembelajaran. Termasuk metode Liqo’ Rihlah dan Mukhoyyam. Model Liqo’ itu seperti pertemuan antara guru dan murid, yang mana setiap satu kelompok itu harus ada satu murobbinya. Satu kelompok itu biasanya berjumlah sepuluh santri dan ada satu murobbi. selanjutnya model rihlah itu seperti rekreasi- rekreasi pada umumnya. Seperti halnya kami pernah rekreasi ke wisata Bahari Lamongan dan lain-lain. Adapun waktu pelaksanaan rihlah itu tergantung kesepakatan anggota kelompok Liqo’nya masing-masing, kadang ada yang tiap setahun sekali dan ada kadang yang setiap liburan semester. Kemudia model Mukhoyyam itu seperti camping-camping gitu, cuman bedanya kalau Mukhoyam itu kita biasanya nginep beberapa hari dan ada latihan-latihan fisiknya seperti senam, cara baris berbaris dan lain-lain.
79 Aswira, wawancara, Ibnu Katsir, 27 Januari 2018
AZ selaku santri Ibnu Katsir juga menambahkan bahwa di Ibnu Katsir ada yang namanya Liqo’, rihlah dan Mukhoyyam. liqo’ itu seperti diskusi-diskusi kecil yang dipimpin oleh satu ustadz yang berasal dari luar pondok.
contohnya Liqo’. Liqo’ itu seperti sharing-sharing kecil. Jadi setiap santri di sini dibagi menjadi beberapa kelompok, yang mana dalam satu kelompok itu ada satu pembimbingnya atau Ustadznya. Ustadznya itu dari luar semua bukan dari dalam pondok. di dalam liqo’ itu banyak sakali tema yang dibahas, tidak hanya ilmu agama saja melainkan juga ilmu yang lain. kami juga sering membahas tentang politik seperti PKS.80
A selaku santri Ibnu Katsir juga menambahkan bahwa di Ibnu Katsir menggunakan metode liqo’, rihlah dan Mukhoyyam. Berikut keterangannya,
Jadi di sini memang ada beberapa istilah yang biasanya itu digunakan oleh Ikhwanul Muslimin, seperti Liqo’, rihlah dan mukhoyyam. Seperti halnya dalam kegiatan liqo’, kami sering membahas tentang kepemerintahan, termasuk membahas kepemimpina jokowi selama ini. Kalau orang-orang sini merasa tidak pro dengan jokowi, karna dirasa selama kepemimpinannya keputusan-keputusan yang telah dibuatnya banyak yang tidak memihak kepada umat Islam khususnya yang ada di Indonesia.
Contohnya seperti pembubaran HTI dan pembuatan perpu ormas.
Menurut kami keputusannya kurang sistematis dan kurang berpihak kepada umat Islam Indonesia.81
Berdasarkan pernyataan A menjelaskan bahwa metode liqo’, rihlah dan mukhoyyam memang ada di Ibnu Katsir. Seperti halnya liqo’. Mereka sering diskusi-diskusi tentang masalah kepemimpinan dan perpu ormas yang baru. Mereka mengaku tidak pro dengan itu semua karena dirasa tidak memihak kepada umat Islam.
80 Zaki, wawancara, Ibnu Katsir, 27 Januari 2018
81 Amin, wawancara, Ibnu Katsir, 6 Februari 2018
Gambar 1.1
Kegitan liqo‟ dan mukhoyyam Ibnu Katsir
Sumber: Dokumentasi Ibnu Katsir
Selain menemukan buku Al-Ma’tsurat dan metode liqo’, rihlah dan mukhoyyam peneliti juga menemukan kitab al Iman karangan Muhammad Na‟im Yasin yang mempunyai indikasi mengarah pada pemahaman Ikhwanul Muslimin. Sebut saja pada halaman 183 paragraf pertama peneliti menemukan penjelasan bahwa “sesungguhnya perkara yang ada di dalam undang-undang adalah kekafiran yang tampak”.
Penjelasan ini kebetulan mempunyai catatan kaki di bawahnya. Dan dicatatan kaki itu tertulis nama Muhammad Sakir. Menurut Mastur selaku tim Aswaja Center Jember menyebutkan bahwa Muhammad Sakir itu termasuk orang Ikhwan. Selanjutnya Mastur mengatakan”
“Muhammad Sakir ini termasuk orang Ikhwan. Dia berpendapat bahwa mengikuti atau mengamalkan undang-undang positif adalah kafir. Ini sangat radikal sekali. Karena sudah jelas di Indonesia masalah pancasila dan UUD telah Final, tidak bisa diganggu lagi”.82
82 Mastur, wawancara, IAIN Jember, 12 Februari 2018
Kedua mengarah pada Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Indikasi ini peneliti temukan pertama di kelas A3 yang berinisial V.83 V ini menjabat ketua kelas di A3 yang tidak tergantikan mulai dari periode awal kuliah sampai akhir kuliah. Karena anak kelas A3 sudah merasa cocok dengan cara kepemimpinannya. dalam diskusi-diskusi kelas dan ketika presentasi kuliah dia sering mengarahkan arah diskusi kepada sistem Khilafah dengan alasan sebagai solusi umat Islam di Indonesia.
Kedua peneliti juga temukan kajian-kajian yang biasa diikuti oleh V yang berindikasikan HTI. Pada waktu itu lokasinya di daerah jalan Karimata masjid Babus Salam tanggal 10 Februari 2018 pukul 08:00 pagi. Nama majelis kajiannya bernama Tsaqofah Center Al- Mumtaz (TCM). peserta Yang hadir dalam Halaqoh itu tidak hanya dari kampus IAIN Jember saja tetapi mahasiswa-mahsiswa dari berbagai kampus lain juga, seperti halnya kampus Unej, Unmuh dan Poltek. Untuk peserta dari IAIN Jember pada waktu itu yang hadir hanya satu yaitu berinisial F.84 Dia menjelaskan bahwa anak IAIN Jember yang biasa mengikuti kajian ini ada tiga anak. diantaranya V, F dan FA. Berikut pernyataannya,
Kajian hari ini anak-anak IAIN Jember memang banyak yang tidak datang. Biasanya ada tiga anak IAIN jember yang biasa ikut kajian ini dari dulu. Diantaranya V, FA dan F. Kalau V tadi bilang di WA tidak bisa datang karena hari ini bertepatan dengan jam ngajar di SD nya, terus kalau fA tidak bisa datang karena ada kumpulan tugas kelompok katanya.
83 Observasi, IAIN Jember, 18 Mei 2015
84 Observasi, masjid Babus Salam jln. Karimata, 10 Februari 2018
Majelis Tsaqofah Center Al-Mumtaz dibina oleh Rizqon Muharram sekaligus dia menjadi pemateri utama. Dalam materi yang disampaikan oleh bapak Rizkon Muharram peneliti menemukan beberapa indikasi yang mengarah pada anti demokrasi. Itu terbukti setelah dia menjelaskan maksud Qs Al-Baqoroh ayat 42 yang berbunyi
… و سبلت لا او ب قلحا ا لطابلا
…
Artinya: "...dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil..."
Rizqon Muharram menjelaskan ayat ini janganlah kalian campur adukan antara syariat dengan yang bathil. Contohnya seperti demokrasi. Demokrasi merupakan termasuk mencampur adukkan antara yang haq dan yang bathil. karena di dalam Al-Qur‟an yang namanya demokrasi tidak ada yang ada hanyalah راش atau musyawarah.
Dan yang berhak memutuskan hasil musyawaroh adalah Kholifah.
khilafah akan terwujud kalau di Indonesia menggunakan Syariat Islam yang kaffah (sempurna).
Gambar 1.2
Kegiatan Tsaqofah Center al-Mumtaz
Sumber: Dokumentasi hasil observasi di Tsaqofah Center al-Mumtaz
Selanjutnya peneliti mencoba untuk mengklarifikasi kepada FA apakah dia memang benar-benar pengikut Majelis Tsaqofah Center Al- Mumtaz (TCM). Setelah bertemu dengan FA, dia mengaku memang dia biasa mengikuti kajian TCM kecuali kalau ada halangan dia tidak hadir.
Berikut paparannya,
Itu cerita awalnya gini saya bertemu dengan F di ICIS, F ikut bahasa Inggris kalau saya ikut bahasa Arab. Setelah beberapa kali bertemu di ICIS akhirnya kami berteman. Dan tidak lama kemudian F mengajak saya ke sebuah kajian-kajian, pada waktu itu F tidak bilang nama kajiannya apa. Tapi karena saya ingin tahu juga saya menerima ajakan F tersebut. setelah sampai dikajian saya baru tahu kalau nama kajiannya adalah Tsaqofah Center Al- Mumtaz (TCM). Semenjak itu pula saya dan F ditambah mas V sudah terbiasa ikut kajian TCM.85
Ketiga, mengarah pada Front Pembela Islam (FPI). Indikasi ini peneliti temukan pada sebuah perguruan tenaga dalam yang bernama markas besar (Mabes) Al-Hasby. Perguruan ini terletak di tenggaranya lapangan alaun-alun rambi puji. Selain menjadi Perguruan tenaga dalam, Al-Hasby merupakan pusat Front Pembela Islam (FPI) di Jember.
Perguruan ini diasuh oleh Muhammad Faizin dan ia juga termasuk Ketua Cabang FPI Jember. perguruan ini tidak menutup untuk siapa saja yang ingin belajar tenaga dalam Al-Hasby, dia menerima siapa saja yang ingin belajar di sana Termasuk mahasiswa. Anggota Al- Hasby ini memang dipersiapkan untuk menjadi anggota FPI jika memang sudah terasa layak oleh pengasuh untuk menjadi pendekar dan siap terjun ke lapangan.
85 Falihul ahnap, Wawancara, Jember 13 Februari 2017
Gambar 1.3
Perguruan Al-Hasby dan FPI Jember
Sumber: Dokumentasi Al-Hasby
Peneliti menemukan beberapa mahasiswa yang mengikuti perguruan tenaga dalam Al-Hasby diantaranya berinisial MR (Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan), R (Fakultas Ushuludin dan Adab Humaniora), E (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam) dan M (Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan). Berikut keterangan dari R “Saya ikut Al- Hasby sejak SMA. pertama saya ikut Al-Hasby di cabang kemuning Rambi Gundam dekat dengan rumah saya. Setelah kuliah baru saya mulai ikut yang di Mabes Al-Hasby Rambi Puji Jember sampai sekarang”.86
MR juga menambahkan tentang anak-anak IAIN Jember yang ikut perguruan tenaga dalam Al-Hasby. Berikut penjelasannya,
Semenjak semester dua sampai sekarang saya ikut Al-Hasby, cuman akhir-akhir ini jarang hadir karena sudah banyak kesibukan yang lain”. Sebenarnya anak IAIN Jember yang ikut Al-Hasby banyak, khususnya daerah Bondowoso. daerah tersebut paling
86 Rahmat, wawancara, Jember, 14 Februari 2018
banyak anak-anak IAIN yang ikut perguruan tersebut. Tapi tetep pusat Mabes Al-Hasby berada di Rambi Puji Jember.87
E juga menambahkan tentang anggota-anggota Al-Hasby yang berasal dari mahasiswa IAIN Jember. Berikut paparannya,
Cerita awalnya saya sering diajak oleh temen saya ikut Al-Hasby, cuman waktu itu saya hanya bilang iya i.Allah hadir, tapi kenyataannya saya tidak hadir. Lama-kelamaan saya merasa tidak enak sendiri ke temen-temen kalau ketahuan berbohong terus. Jadi pada akhirnya saya hadir dan ikut Al-Hasby. Mulai beneran ikut itu semenjak SMA sampai sekarang semester 8 di Al-Hasby.88
2. Upaya Forsa dalam Membendung Radikalisme di Kalangan Mahasiswa IAIN Jember
Menurut Abdullah Syamsul Arifin (Gus Aab) selaku Pembina FORSA mengatakan bahwa orang berperilaku itu berangkat dari sebuah pemahaman dan keyakinan. termasuk berperilaku dalam keagaamaan, tidak ada perilaku keagamaan yang tampil secara instant. Karena perilaku keberagamaan itu terjadi karena ada pengetahuan yang didapat sebelumnya. Berikut paparannya,
Jadi kalau dilihat dari segi ilmu jiwa agama atau psikologi Agama perilaku keagamaan itu muncul karena ada kesadaran keberagamaan, kesadaran keberagamaan karena pemahaman keberagamaan, pemahaman keberagamaan karena pengalaman keberagamaan, pengalaman keberagaman karena pengetahuan keberagamaan. Jadi ini semua bersambung, sehingga kajian-kajian keagamaan yang mentengahkan pemahaman Islam Rahmatan Lil Alamin ini akan membentuk pemahaman, dari pemahaman akan lahir sebuah perilaku. Jadi dalam proses membendung radikalisai salah satunya adalah membenarkan pemahaman dulu. Ketika pemahamannya benar tentu tidak akan mengarah kepada sejauh mana aspek perilaku itu akan terjadi. Karena perilaku keagamaan
87 Rosyadi, wawancara, IAIN Jember, 15 Februari 2018
88 Ervan, wawancara, IAIN Jember, 14 Februari 2018
itu bukan sesuatu yang tampil secara instant. Dari sinilah kami berusaha mengarahkan kegiatan-kegiatan di dalam Forsa untuk mengarah kepada pembenaran dan penguatan ilmu keaswajaan.89
Berdasarkan penjelasan beliau, proses membendung radikalisai salah satunya adalah membenarkan pemahaman dulu. Ketika pemahamannya benar tentu tidak akan mengarah kepada sejauh mana aspek perilaku itu akan terjadi. Karena perilaku keagamaan itu bukan sesuatu yang tampil secara instant. Jadi langkah utama Forsa dalam membendung Radikalisme Agama di sini adalah membenarkan pemahaman terlebih dahulu.
Upaya Forsa dalam membenarkan pemahaman keagamaan diantaranya ada dua kajian. Pertama yaitu kajian jangka pendek dan yang kedua kajian jangka panjang.
Pertama kajian jangka pendek, dinamakan kajian jangka pendek karena masa akan terjadinya suatu pekerjaan tersebut dekat. Kajian ini biasa dilakukan setiap hari senin, selasa, rabu, dan kamis jam 06:00- 07:30 WIB bertempat di Serambi Masjid IAIN Jember dan terbuka untuk umum. Hari senin mengaji kitab Nashoihud Diniyah yang diajar oleh Farid (Gus Farid), hari selasa mengaji kitab Fathul Qorib diajar oleh Yusuf (Alumni Lirboyo), hari Rabu mengaji kitab Mukhtasor Abdillah al-Hari Al-Kafili bi ilmi ad- dinni ad-dhoruri diajar oleh Mastur (Dosen IAIN Jember) dan hari Kamis mengaji kitab An-Nahdliyah yang diajar oleh Pujiono (Wakil Dekan Syari‟ah).
89 Abdullah Syamsul Arifin (Gus Aab), Wawancara Jember, 27 Oktober 2017
Gambar 2.1 Brosur kegiatan Forsa
Sumber: Dokumentasi hasil Observasi di Forsa
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada M. Bais al-Kholili (Gus Bais) yang merupakan salah satu alumni pengurus sekaligus pendiri Forsa IAIN Jember, berikut penjelasannya,
Sebelum berdirinya Forsa saya dan temen-temen memulai kajian hanya beberapa orang saja, paling tidak sekitaran lima orang. lima orang ini kumpul dengan membawa kitab yang mereka miliki, lalu dimusyawarahkan kitab apa dan tentang apa yang ingin dikaji.
Setelah disepakati apa yang akan dibahas, ada suka relawan yang untuk baca kitabnya dan menjelaskan isinya. setelah berdirinya FORSA baru kami sebagai pengurus angkatan pertama membuat sebuah kajian jangka pendek dan jangka panjang dengan melalui arahan-arahan dari para Pembina Forsa. Kajian jangka pendek adalah kajian yang masa akan dilakukan kajian tersebut dekat.
Dinamakan dekat waktu pelaksanaanya karena kajian ini dilakukan setiap hari senin, selasa, rabu dan kamis pukul 06:00 WIB. Kajian jangka pendek ini kami isi dengan kitab Nashoihud Diniyah yang diajar oleh Bapak Farid (Gus Farid) pada hari senin, hari selasa mengaji kitab Fathul Qorib diajar oleh bapak Yusuf, hari Rabu mengaji kitab Mukhtasor Abdillah al-Hari Al-Kafili bi ilmi ad- dinni ad-dhoruri diajar oleh bapak mastur dan hari Kamis mengaji kitab An-Nahdliyah yang diajar oleh Bapak Pujiono.90
90 M. Bais al-Kholili (Gus Bais), Wawancara, Jember, 16 Oktober 2017
Hal tersebut kemudian ditambah oleh Faiz (Gus Faiz) yang merupakan salah satu alumni pengurus Forsa. Lebih lanjut mantan ketua Forsa ini mengatakan,
Tujuan kami kenapa memilih kitab Nashoihud Diniyah, kitab Fathul Qorib, kitab Mukhtasor Abdillah al-Hari Al-Kafili bi ilmi ad- dinni ad-dhoruri dan kitab An-Nahdliyah untuk yang dikaji, karena kami menganggap kitab-kitab ini adalah kitab dasar untuk belajar ilmu keaswajaan. Anggapan ini tidak semerta-merta berasal dari kami, tetapi sebelumya kami memang sempat konsultasi dengan Pembina-pembina kami seperti gus Aab dan ustadz Idrus Romli. beliau setuju bahwa untuk pemula tidak harus kitab-kitab yang tinggi untuk belajar ilmu keaswajaan.91 Selain pengurus Forsa, Guru-guru yang mengajar di Forsa juga menambahkan tentang isi kajian jangka pendeknya, sebut saja Farid (Gus Farid) selaku pengajar kitab Nashoihud Diniyah menjelaskan bahwa kandungan dari ajaran Nashoihud Diniyah kalau benar-benar diamalkan akan membentuk karakter seseorang yang rohmatan lil alamin. Lebih lanjut alumni Sarang ini mengatakan,
Karena Nashoihuddiniyah itu sifatnya nasehat-nasehat agama dan di situ dijelaskan tentang masalah berbagai fadilah dari amal ibadah. Kalau orang itu ibadahnya baik, insya Allah akhlaknya juga baik. Otomatis kandungan dari ajaran Nashoihud Diniyah kalau benar-benar diamalkan akan membentuk karakter seseorang yang Rohmatan lil alamin, orang yang paham toleransi, orang yang bener-bener lebih mengedepankan bahwa penghambaan diri kpda Allah. mulai dari bab awal nashoihud diniyah menjelaskan tentang ketaqwaan. orang takut kepada Allah, ketaqwaan itu membentuk seseorang menjadi sholeh, sholeh itu bisa dikatakan sholeh ketika mampu memenuhi hak Allah dan hak Hamba. hak hamba bagaimana, ya otomatis harus ada toleransi dan lain sebagainya. akhlak itulah kuncinya disitu. Di kitab itupun dijelaskan bahwa melakukan sesuatu itu harus dengan ilmu.
Menjalankan kehidupan dan menjalankan sebagai hamba semuanya harus ada ilmunya. Di situpun juga ada tentang amar ma‟ruf nahi mungkar dan toleransi bagaimana tata cara amar
91 M. Faiz Nasir (Gus Faiz), Wawancara, Jember, 8 Desember 2017