penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.
3. Frustrasi personal yang minimal.
Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
4. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri.
Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku, dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal.
Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.
5. Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu. Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai
hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar.
Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya.
6. Sikap realistik dan objektif.
Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Sumber lain mengenai penyesuaian diri yang normal adalah Individu yang mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal- hal sebagai berikut (Sunarto & Hartono : 1994) :
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya emosi yang berlebihan atau emosi yang merusak.
Individu mampu menanggapi berbagai situasi atau masalah dengan emosi yang tenang dan terkontrol.
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
Dalam menghadapi masalah ataupun konflik, individu yang memiliki penyesuaian diri yang normal akan menunjukkan reaksi berterus terang daripada reaksi yang disertai dengan mekanisme-mekanisme psikologis seperti rasionalisasi, proyeksi, represi, atau sublimasi.
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
Penyesuaian diri yang normal sebagian besar ditandai dengan perasaan bebas dari frustasi pribadi. Perasaan frustasi hanya akan membuat individu mengalami kesulitan dan kadangkala tidak memungkinkan individu untuk beraksi secara normal terhadap situasi atau masalah.
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
Individu yang melakukan penyesuaian diri yang normal biasanya mampu mempertimbangkan masalah, konflik dan frustasi secara rasional serta mampu mengarahkan dirinya untuk menyelesaikan masalah yang muncul.
5. Mampu dalam belajar.
Proses penyesuaian diri yang normal ditandai dengan sejumlah pertumbuhan atau perkembangan yang berhubungan dengan cara menyelesaikan situasisituasi yang penuh konflik, frustasi dan ketegangan.
6. Menghargai pengalaman.
Penyesuian diri yang normal ditandai dengan kemampuan individu untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu dalam menghadapi tuntutan situasi yang ada.
7. Bersikap realistik dan objektif.
Karakteristik ini berhubungan dengan orientasi individu dalam menghadapi kenyataan. Sikap ini didasarkan pada proses belajar, pengalaman masa lalu dan pemikiran rasional yang memungkinkan individu untuk menilai dan menghargai situasi, masalah, maupun keterbatasan- keterbatasan yang ada.
Individu akan melakukan penyesuaian diri secara positif dalam berbagai bentuk, antara lain (Sunarto & Hartono : 1994):
1. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung, yaitu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya dan melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi individu.
2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan), yaitu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalah individu.
3. Penyesuaian dengan trial and error (coba-coba), yaitu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau
menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan.
4. Penyesuaian dengan menggali kemampuan diri, yaitu individu menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam diri, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri.
5. Penyesuaian dengan belajar, yaitu menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari belajar untuk membantu penyesuaian diri
RINGKASAN
Kesehatan mental adalah terwujudnya integritas kepribadian, keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan ke arah realisasi diri, dan ke arah hubungan yang sehat dengan orang lain.
Sehingga Kesehatan mental merupakan kondisi: Tingkat
“kesejahteraan mental‟ dimana individu dapat berfungsi secara adekuat dapat menikmati hidupnya secara seimbang dan mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan hidup dan mampu berkontribusi pada kehidupan sosial budaya & agama memiliki peran dalam memberi batasan sehat/tidak sehat. Dalam pengertian yang lebih “positif” tersebut kesehatan mental merupakan fondasi dari tercapainya kesejahteraan (well-being) individu dan fungsi yang efektif dalam komunitasnya.
Kehidupan yang sehat adalah kehidupan yang penuh makna. Hanya dengan makna yang baik orang akan menjadi insan yang berguna tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.
Penyesuaian diri adalah suatu proses perubahan dalam diri pada peserta didik, dimana individu harus dapat mempelajari tindakan atau sikap baru untuk berubah sesuai dengan jurusan studi yang telah ditentukan dan menghadapi segala keadaan yang bertolak belakang dengan peserta didik tersebut sehingga tercapai tujuan sekolah, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Ariadi, Purmansyah . 2013. Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam. Syifa’MEDIKA Vol. 3 (No.2)
Fahmi, Mustafa. 1977. Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat; Bulan Bintang; Jakarta; cet 1
Hamid, Abdul. 2017. Agama dan Kesehatan Mental dalam persfektif psikologi agama. Jurnal kesehatan tadulako vol.
3 No. 1 hal. 3
Rai Tirtawati,M.Si . 2016. Kesehatan Mental Sumber Daya Manusia Para Guru. Jurnal Kajian Pendidikan Widya Accarya FKIP Universitas Dwijendra ISSN NO. 2085-0018 hal 43
Rr. Dina Kusuma Wardhani. 2017. Peran Kesehatan Mental bagi Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA 2017 ISBN 978-602-19411-2-6. Hal 194
Sari Dewi, Kartika. 2012. Buku Ajar Kesehatan Mental. UPT UNDIP Press Semarang hal 11
Setyawan,M.Pd., arisfandi. 26 November 2014. Definisi Kesehatan mental
Suryanti, H. H. S., & Hartini, S. (2020). KOLABORASI
BIMBINGAN KELOMPOK DAN KONSELING
KELOMPOK DALAM MEMBENTUK
KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT
MAHASISWA. RESEARCH FAIR UNISRI, 4(1).
Yuliandari, Elly. Kesehatan Mental Anak dan Remaja
BAB III
CENDERUNGNYA PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT MODERN SERTA PENGARUH AGAMA TERHADAP KESEHATAN
MENTAL