BAB V PRINSIP PEMBERIAN OBAT
B. Perawatan Intra Operatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan peri operatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien.
Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pem-bedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian
praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pem- bedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
Prinsip-Prinsip Umum 1) Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
2) Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril).
Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga menghilangkan atau me- minimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan per- lindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
3) Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan.
Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur- prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping.
4) Prinsip asepsis instrument
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.
Fungsi Keperawatan Intra Operatif
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan.
Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator). Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi.
Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang dibutuh- kan sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium).
Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub juga membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti meng- antisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan
peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala situasi kedaruratan di ruang operasi.
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi, maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non steril.
a) Steril : Ahli bedah, Asisten bedah, Perawat Instrumen-tator (Scub nurse)
b) Non Steril : Ahli anastesi, Perawat anastesi, Circulating nurse, Teknisi (operator alat, ahli patologi,dll)
Komplikasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan. Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi maligna.
1) Hipotensi
Hipotensi yeng terjadi selama pembedahan, biasanya dilaku- kan dengan pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi).
Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga memungkinkan operasi lebih cepat dilakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan medikasi yang mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.
2) Hipotermi
Adalah Keadaan suhu tubuh dibawah 36,6oC (normotermi:
36,6 37,5 oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah di kamar operasi (25 26,6 oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodi- lator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25-26,6oC) jangan lebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering.
Penggunaann topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun juga sampai saat pasca operatif.
3) Hipertermi Malignan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%.
Sehingga diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembali-kan kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami hipermetabolisme.
Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.