• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perb edaan Evidence-based Practice, Research, dan Quality Improvement 127

Dalam dokumen Buku Ajar Keperawatan Profesional (Halaman 144-148)

Bab 10 Praktik Keperawatan Berbasis Bukti

10.2 Perb edaan Evidence-based Practice, Research, dan Quality Improvement 127

Improvement

Praktik berbasis bukti (Evidence-Based Practice [EBP]) berbeda dengan research (penelitian) maupun Quality Improvement (QI) atau peningkatan kualitas. Penelitian menggunakan proses keilmuan yang rigor (ketat) untuk menghasilkan pengetahuan yang baru. QI atau peningkatan kualitas merupakan suatu pendekatan sistematis untuk memahami proses-proses menuju luaran (outcome) pasien yang diinginkan. Pada umumnya QI menggunakan model the Plan Do Study Act (PDSA) untuk mencoba pengimplementasian proses-proses baru untuk mengevaluasi bagaimana pengaruhnya terhadap luaran dalam sistim perawatan kesehatan.

Adapun EBP menggunakan proses dengan tujuh langkah yang meliputi suatu kombinasi rigorous critical appraisal dan sintesis suatu Body Of Evidence (BOE), suatu keahlian klinisi, dan preferensi atau nilai-nilai pasien dan keluarga, untuk membuat suatu keputusan yang terbaik mengenai perawatan pasien (Melnyk & Fineout-Overholt, 2023).

Berikut ini adalah deskripsi singkat tujuh langkah dalam EBP (Melnyk &

Fineout-Overholt, 2023) dan akan lebih dijelaskan lebih detil dalam bagian selanjutnya:

1. Menumbuhkan suatu semangat inkuiri (bertanya) dalam suatu lingkungan dan budaya EBP

2. Menanyakan pertanyaan klinikal dalam format PICOT

3. Mencari secara sistematis dan kumpulkan bukti-bukti terbaik dan paling relevan

4. Menilai (appraise) bukti-bukti secara kritis

5. Mengintegrasikan bukti terbaik dengan keahlian klinisi dan preferensi bernilai dari pasien/keluarga untuk membuat keputusan klinikal terbaik

6. Mengevaluasi luaran dari keputusan praktik atau perubahan berdasarkan bukti

7. Mendiseminasikan luaran

10.3 Tahapan Praktik Berbasis Bukti

Praktik berbasis bukti atau yang lebih dikenal dengan istilah EBP memberikan kontribusi dalam peningkatan perawatan dan luaran pasien. Ada tujuh tahapan dalam EBP di mana tahap pertama disebut sebagai tahap nol karena tahapan ini merupakan fondasi EBP, sehingga penomoran tahapannya akan dimulai dari angka nol (0) sampai dengan angka enam (Melnyk et al., 2010).

1. Langkah 0 (Nol)/Awal: Menumbuhkan suatu semangat bertanya (inkuiri).

Dalam tahapan ini, perawat sudah mulai menanyakan sesuatu hal yang terkait dengan perawatan. Perawat mulai memiliki rasa ingin tahu akan sesuatu hal yang perlu dipelajari lebih mendalam. Contoh pertanyaan misalnya pada pasien dengan trauma kepala, bagaimana posisi supine memengaruhi tekanan intrakranial dibandingkan dengan meninggikan kepala tempat tidur 300. Tanpa semangat inkuiri seperti ini, tahapan selanjutnya dalam EBP tidak mungkin terjadi.

2. Langkah pertama: Menanyakan pertanyaan-pertanyaan klinikal dalam format PICOT.

Inkuiri atau pertanyaan dalam format ini memperhitungkan populasi pasien (P), intervensi atau area peminatan (I), kelompok pembanding atau intervensi (C), hasil luaran/outcome (O), dan waktu/time (T).

Format PICOT memberikan suatu kerangka kerja yang efisien untuk pencarian database elektronik dalam menemukan artikel yang relevan untuk pertanyaan klinikal tersebut.

Salah satu contoh pertanyaan dalam format PICOT adalah sebagai berikut: ”Di rumah sakit perawatan akut (populasi pasien-P), bagaimana adanya tim reaksi cepat (intervensi-I) dibandingkan dengan tidak adanya tim reaksi cepat (pembanding-C) memengaruhi jumlah kejadian henti jantung (hasil luaran-O) selama periode tiga bulan (waktu-T)?

3. Langkah kedua: Mencari buktu terbaik.

Penggunaan pertanyaan dalam format PICOT akan membuat pencarian bukti menjadi lebih efisien. Format PICOT membantu

mengidentifikasi kata-kata kunci atau frase kunci secara berturut- turut dan kemudian digabungkan.

Untuk contoh diatas, kata kuncinya adalah ”tim reaksi cepat”, diikuti dengan ”henti jantung”, dan selanjutnya dapat diikuti dengan kata- kata lainnya dalam pertanyaan PICOT tersebut. Langkah akhir dalam pencarian adalah mengombinasikan hasil pencarian dan mengefektifkan pencarian dengan kriteria tertentu misalnya ”subjek manusia” atau ”bahasa Indonesia” untuk membatasi hasil pencarian final.

4. Langkah ketiga: Menilai bukti secara kritis.

Setelah mendapatkan artikel-artikel terpilih untuk direview, artikel tersebut dinilai untuk menentukan mana yang paling relevan, valid, reliabel, dan dapat diandalkan, serta berlaku untuk pertanyaan klinikal. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu dalam evaluasi nilai suatu studi, misalnya apakah hasil studinya valid. Validitas studi berpusat pada apakah metode penelitiannya cukup rigor/ketat untuk membuat temuan sedekat mungkin dengan kebenaran. Misalnya apakah peneliti menggunakan tehnik random, apakah menggunakan instrumen penelitian yang valid dan reliabel.

Pertanyaan berikutnya dalam menilai bukti adalah apa yang menjadi hasil studinya dan apakah hasil tersebut penting. Untuk studi intervensi, pertanyaan reliabilitas studi ini menjawab apakah intervensinya bekerja dan berdampak pada hasil, dan bagaimana kemungkinan dalam memeroleh hasil yang sama pada setting praktik klinisi lainnya yang serupa. Untuk studi kualitatif, hal ini termasuk dalam menilai pendekatan penelitian sesuai dengan tujuan studi serta menilai aspek penelitian lainnya seperti apakah hasilnya dapat dikonfirmasi.

Pertanyaan lainnya yang dapat digunakan dalam penilaian bukti yaitu apakah hasil studinya membantu saya (dalam hal ini peneliti) dalam perawatan pasien saya (dalam hal ini pasien si peneliti). Pertanyaan terkait penerapan studi ini mencakup pertimbangan klinikal seperti apakah subjek dalam studinya mirip dengan pasien si peneliti saat ini,

apakah manfaatnya lebih besar daripada risiko, feasibilitas atau kelayakan, keefektifan biaya, dan preferensi serta nilai-nilai pasien.

Setelah melakukan penilaian setiap studi yang didapatkan, langkah selanjutnya adalah mensintesis studi-studi tersebut untuk menentukan apakah mereka menuju pada kesimpulan yang serupa, yang kemudian mendukung suatu keputusan atau perubahan EBP.

5. Langkah keempat: Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinikal dan preferensi dan nilai-nilai pasien.

Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan suatu perubahan dalam praktik keperawatan. Keahlian klinikal, berdasarkan pengkajian pasien, data hasil laboratorium, dan data dari luaran program-program manajemen, begitu pula dengan preferensi dan nilai-nilai dari pasien merupakan komponen-komponen penting dalam EBP. Tidak ada rumus ajaib untuk bagaimana menimbang setiap elemen tersebut, implementasi EBP sangat dipengaruhi oleh variabel klinis dan institusi.

Contoh sederhana adalah adanya bukti yang kuat bahwa insiden depresi dapat menurun pada pasien dengan luka bakar apabila pasien mengikuti sesi terapi tertentu sebelum keluar dari rumah sakit.

Perawat ingin mengimplementasikannya, namun pihak rumah sakit menyatakan ada kendala dalam anggaran untuk hal tersebut. Hal seperti ini dapat menghambat dalam implementasi suatu EBP.

6. Langkah kelima: Mengevaluasi luaran keputusan praktik atau perubahan berdasarkan pada bukti.

Penting untuk memonitor dan mengevaluasi perubahan apapun dalam hasil luaran setelah pengimplementasian EBP agar dampak positif dapat didukung dan dampak negatif dapat diperbaiki. Intervensi berdasarkan studi percobaan yang rigor belum tentu memberikan dampak yang sama. Pemantauan efek terhadap suatu perubahan EBP pada kualitas dan luaran keperawatan dapat membantu klinisi menemukan kekurangan dalam implementasi dan mengidentifikasi lebih tepat pasien mana yang paling mendapatkan manfaat.

Pemantauan dapat membantu menemukan penyebab mengapa hasil

yang didapatkan berbeda dari apa yang dilaporkan dalam kajian literatur penelitian.

7. Langkah keenam: Mendiseminasikan hasil EBP.

Klinisi mampu mendapatkan hasil yang sangat baik untuk pasien dengan adanya EBP, hanya seringkali pengalaman keberhasilan ini tidak dibagikan kepada rekan kerja ataupun organisasi perawatan kesehatan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya duplikasi upaya yang tidak diperlukan. Beberapa cara untuk mendiseminasikan atau menyebarluaskan inisiatif perubahan yang sukses adalah melalui presentasi di dalam institusi internal, di tingkat regional, konferensi nasional, publikasi jurnal, dan juga buletin profesional.

Dalam dokumen Buku Ajar Keperawatan Profesional (Halaman 144-148)