• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Pustaka

3. Pernikahan

a. Pengertian pernikahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perkawinan (pernikahan) adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Sedangkan menurut bahasa pernikahan atau nikah mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) yakni “dhan” yang berarti menghimpit, atau berkumpul.

Nikah mempunyai arti kiasan yakni “wathaa” yang berarti “setubuh” atau

aqad” yang berarti mengadakan perjanjian nikahan. Dalam kehidupan sehari- hari, nikah dalam arti kiasan lebih banyak dipakai dalam arti sebenarnya jarang sekali dipakai saat ini. (Dr. Abd Shomad 2010).

Salah satu masa penting dalam kehidupan manusia yaitu peralihan pada masa remaja ke masa dewasa yang ditandai dengan adanya suatu acara pernikahan. Sebagaimana diketahui publik, pernikahan bukan sekedar memenuhi hasrat biologis, melainkan nikah juga merupakan ibadah yang tekah ditetapkan oleh Allah swt. Karena itu hikmah perkawinan bagi seorang muslim dan masyarakat pada umumnya sangat besar dan banyak manfaatnya.

Namun pernikahan ini bukan hanya melibatkan dua orang individu yang berlainan jenis kelamin,akan tetapi lebih dari itu, pernikahan merupakan peristiwa yang melibatkan badan dan tanggung jawab keluarga sehingga memiliki struktur jaringan yang luas.

Pernikahan atau biasa disebut perkawinan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat dibumi ini. Pernikahan menyebabkan adanya keturunan dan keturunan akan menimbulkan keluarga ang nantinya akan berkembang menjadi kerabat dan masyarakat, oleh karena itu keberadaan ikatan sebuah pernikahan perlu dilestarikan demi tercapai tujuan yang dimaksudkan dalam pernikahan itu sendiri. Lihatlah bagaimana banyaknya aturan-aturan yang harus dijalankan, aturan berhubungan dengan adat istiadat yang mengandung makna. (Abas Mahmud 1999)

Menurut Ali Afandi perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan dari sudut pandang kebudayaan. Menurut Anwar Harjono dalam Hukum Perkawinan di Indonesia menyatakan bahwa perkawinan ialah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia.

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan. Sedangkan menurut Sayuti Thalib perkawinan adalah suatu perjanjian suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, tentram dan bahagia. Sementara menurut Subekti memberikan batasan tentang perkawinan sebagai pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu lama. Menurut Prof.

Dr. Soekanto, S.H ”perkawinan itu bukan hanya suatu peristiwa yang mengenai mereka yang bersangkutan (perempuan dan laki-laki yang menikah) saja, tetapi juga bagi orang tuanya, saudara-saudaranya, dan keluarga-keluarganya”.

Menurut Sayuti Talib dan Muh. Idris Ramulyo perkawinan harus dilihat dari tiga segi pandangan yaitu:

1) Perkawinan dari segi sosial

Perkawinan dari segi sosial adalah bahwa dalam setiap masyarakat (bangsa), ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga dianggap memiliki kedudukan yang terhormat.

2) Perkawinan dari segi agama

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci lagi baik, karena itu tidak mengherankan jika semua agama pada dasarnya mengakui keberadaan institusi perkawinan.

3) Perkawinan dari segi hukum

Perkawinan dari segi hukum, perkawinan dipandang sebagai suatu perbuatan (peristiwa) hukum yakni perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau karena subjek hukum itu terikat oleh kekuatan hukum.

Definisi pernikahan diatas menyebutkan bahwa pernikahan yang sah hanya dilakukan oleh seorang pria dan wanita agar menjadi keluarga yang bahagia dan sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Dan tidak ada yang menyebutkan bahwa pernikahan sejenis itu dibolehkan karena tidak sesuai dengan norma agama.

Pengertian perkawinan terdapat lima unsur didalamnya adalah sebagai berikut:

a. Ikatan lahir batin.

b. Antara seorang pria dengan seorang wanita.

c. Sebagai suami istri.

d. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.

e. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Terdapat dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dimana perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pertimbangannya ialah sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila

yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama (kerohanian), sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur batin (jasmani) tetapi unsur batin (rohani) juga mempunyai peranan yang penting.

Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungannya dengan turunan, yang merupakan pula tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua (lihatlah pasal 1 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut yang merupakan dan sekaligus dasar Hukum Perkawinan Nasional). Pasal 2 ayat (1), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, menentukan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan pasal 2 ayat (2), mengatur bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Tentulah orang-orang Islam melakukan perkawinan menurut hukum agamanya, seperti juga agama-agama lain. Tentang Pencatatan Perkawinan Khusus untuk orang-orang Islam diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946. Pernikahan adalah perilaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang baik.

Pernikahan adalah cara yang alami dan wajar untuk mewujudkan kecenderungan alami seorang laki-laki kepada seorang perempuan secara timbal-

balik, dan untuk membangun keluarga. Karena pernikahan yang setia berada dalam santunan Allah dan perlindungannya, karena pernikahan yang setia itu sesungguhnya dibuat ditegakkan dibawah namanya. Persoalan hubungan jodoh dalam dunia kenyataan ini seringkali sangat rumit untuk ditangani. Tetapi sebagaimana telah kita ketahui dan yakini, Allah akan senantiasa membimbing kita kejalan yang benar selama kita masih menginsafi kehadirannya dalam hidup ini, dan selama kita tetap bersedia menempuh hidup kita dibawah bimbingan keinsafan dan kesadaran akan adanya Yang Maha Kuasa. Untuk mendapatkan kualitas perjodohan ini harus terlebih dahulu disadari bahwa ikatan pernikahan adalah sebuah ikatan atas dasar “perjanjian berat”.

Dari bermacam-macam pengertian pernikahan diatas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pengertian pernikahan pada umumnya adalah suatu perjanjian dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera berdasarkan peraturan yang berlaku bagi masyarakat di suatu Negara maupun secara keagamaan.

b. Tujuan pernikahan 1) Menjalankan ibadah

Ibadah merupakan salah satu cara seseorang untuk mendapatkan banyak ampunan dan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Salah satu tujuan pernikahan jelas menyempurnakan ibadah yang dilakukan.

2) Dorongan cinta

Cinta merupakan perasaan yang dimiliki manusia, dimana cinta merupakan salah satu rasa kepemilikan dan juga rasa senang antar pasangan.

(https://dosenpsikologi.com/ diakses pada tanggal 26 September 2019 pukul 20:47 WIB).

3) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan naluri manusia mempunyai kecenderungan untuk mempunyai keturunan yang sah keabsahan anak keturunan yang diakui oleh dirinya sendiri, masyarakat, negara dan kebenaran kayakinan agama Islam memberi jalan untuk itu. Agama memberi jalan hidup manusia agar hidup bahagia dunia dan akhirat.

4) Memelihara diri dari kerusakan

Ketenangan hidup dan cinta serta kasih sayang keluarga dapat ditunjukkan melalui pernikahan. Orang-orang yang tidak melakukan penyalurannya dengan pernikahan akan mengalami ketidakwajaran dan dapat menimbulkan kerusakan, entah kerusakan dirinya sendiri ataupun orang lain bahkan masyarakat, karena manusia mempunyai nafsu, sedangkan nafsu itu cenderung mengajak kepada perbuatan yang tidak baik.

5) Membangun rumah tangga dalam rangka membentuk masyarakat sejahtera berdasarkan cinta dan kasih saying.

Suatu kenyataan bahwa manusia didunia tidaklah berdiri sendiri melainkan bermasyarakat yang terdiri dari unit-unit yang terkecil yaitu keluarga yang terbentuk untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan masyarakat dapat

dicapai dengan adanya ketenangan dan ketentraman anggota keluarga dalam keluarga. Keluarga merupakan bagian masyarakat yang menjadi faktor terpenting dalam ketenangan dan ketentraman masyarakat.

(https://dosenpsikologi.com/ diakses pada tanggal 21 September 2019 pukul 20:52 WIB).

Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dianggap suatu masa peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Bagi orang Makassar pernikahan bukan hanya peralihan dalam arti Biologis, tetapi lebih penting ditekankan dalam arti Sosiologis, yaitu adanya tanggungjawab baru yang mengikat tali pernikahan terhadap masyarakatnya.

Oleh kerana itu, pernikahan bagi orang Makassar dianggap sebagai hal yang suci, sehingga dalam pelaksanaannya dilaksanakan dengan penuh hikmah dan dirayakan dengan pesta yang meriah.

c. Rukun dan syarat pernikahan

Rukun pernikahan adalah suatu hal yang harus ada dan terpenuhi dalam sebuah pernikahan, jika salah satu rukun tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut tidak sah. Adapun yang menjadi rukun dalam pernikahan adalah sebagai berikut :

1) Calon pengantin laki-laki

Adapun yang menjadi syarat-syarat pernikahan yang harus dimiliki oleh calon pengantin laki-laki yang akan melangsungkan sebuah pernikahan adalah sebagai berikut :

a. Beragama Islam b. Laki-laki

c. Jelas orangnya

d. Dapat memberikan persetujuan

e. Tidak dalam suasana ihram haji atau umroh.

2) Calon pengantin perempuan

Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki calon pengantin perempuan yang akan melangsungkan pernikahan adalah sebagai berikut :

a. Islam

b. Perempuan tertentu c. Akil baligh

d. Tidak dalam suasana berihram haji atau umroh e. Bukan istri orang.

3) Wali nikah

Berdasarkan sabda Nabi SAW. Yang artinya : “tidak sah perkawinan tanpa wali” (rowahu homsah). Dan “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali- walinya maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal”. (HR.Abu Dawud no.2083, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud). Adapun syarat-syarat wali nikah adalah sebagai berikut :

a. Laki-laki b. Berakal c. Islam

d. Baligh

e. Tidak sedang berihram haji atau umroh f. Tidak fasik

4) Dua orang saksi

Dalam pernikahan, ada dua saksi yang merupakan sebuah keharusan. Saksi dalam pernikahan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah. Dan tiap pernikahan harus dipersaksikan oleh dua orang saksi. “Tidak ada nikah kecuali bersama ada wali dan dua saksi yang adil”. (HR. Al-Khamsah). Syarat-syarat saksi dalam akad nikah adalah sebagai berikut :

a. Laki-laki muslim b. Adil

c. Akil baligh

d. Tidak terganggu ingatannya e. Tidak tuli.

5) Ijab dan qabul

Adanya ijab dan qabul merupakan rukun berasal dari pernikahan dan menandai adanya akad pernikahan. Ijab adalah lafadz ucapan pernikahan oleh wali atau orang yang menukar wali. Sedangkan qabul adalah lafadz yang diucapkan oleh calon suami. (Ahmad Rofiq 1998)

Selain dari penjelasan diatas, terdapat rukun dan syarat dalam pernikahan menurut Amir Syarifuddin, yaitu : akad perkawinan, laki-laki yang akan kawin,

perempuan yang akan kawin, wali dari mempelai perempuan, saksi yang menyaksikan akad perkawinan, dan mahar atau mas kawin.

Dokumen terkait