• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Anak

3. Pola Menanamkan Aqidah pada Anak

Menanamkan aqidah pada anak adalah mengajarkan dan menerapkan dasar-dasar keimanan, rukun islam, dan dasar-dasar syariat sejak anak sudah mengerti dan memahami.27

Maksud dari dasar-dasar keimanan adalah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitahuan yang benar akan hakikat keimanan,

26Didin Jamaludin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, h. 77.

27Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam., h. 111.

perkara-perkara ghaib, seperti iman kepada Allah, Malaikat, kitab- kitab, semua rasul, azab kubur, surga dan neraka.

Sedangkan maksud rukun islam adalah semua peribadatan anggota dan harta, seperti shalat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu melaksanakannya. Adapun maksud dasar-dasar syariat adalah setiap perkara yang bisa mengantarkan kepada jalan Allah, ajaran-ajaran Islam baik aqidah, ibadah, akhlak, hukum, aturan-aturan, dan ketetapan.

Aqidah memerlukan pengorbanan, semakin besar suatu pengorbanan, keteguhan jiwa akan semakin kuat pula. Hal itu menunjukan kesungguhan dan merupakan inti dari ke istiqomahan. 28

Orangtua wajib mengajarkan kepada anak akan pedoman- pedoman berupa pendidikan keimanan semenjak pertumbuhannya, serta juga diharuskan untuk mengajarkan fondasi-fondasi berupa ajaran-ajaran Islam. Sehingga anak akan terikat dengan agama Islam secara aqidah dan ibadah, disamping penerapan metode dan aturan.

Pakar pendidikan mengatakan bahwa usia 7-12 tahun adalah masa paling penting dalam pembentukan sikap, perilaku dan penanaman nilai dan aqidahnya.29 Jadi usia anak tersebut yang perlu dilakukan adalah memberikan informasi yang bentuknya sederhana, agar mudah dipahami, tentang kekuasaan Allah, kebaikan Allah, kehebatan Allah dan senantiasa diberikan teladan oleh ayah dan ibu.

28 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi., h. 163.

29Indra Kusumah, The Excelent Parenting mendidik Anak ala Rasululah (Yogyakarta:Qudsi Media, 2012), h. 121.

Di usia ini anak memang cenderung menjadikan standar baik dan buruk orangtua sebagai standar dirinya. Lakukan juga peningkatan pembiasaan mengenai ibadah, bukan hanya dilakukan secara fisik, tetapi yang tidak kalah penting adalah pembangunan pemahaman anak akan apa yang ia lakukan.

Imam Ghazali menjelaskan bahwa cara menanamkan aqidah kepada anak yaitu bukanlah dengan mengajarkan keterampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukan diri dengan membaca al-Quran dan tarfsirnya, membaca hadist dan makna-maknanya serta sibuk dengan tugas-tugas ibadah. 30

Dengan demikian, menurut kutipan di atas kepercayaan dan keyakinan anak akan terus bertambah kokoh sejalan dengan semakin seringnya membaca al-Qur‟an yang didengar olehnya dan juga sesuai dengan berbagai bukti dari hadits Nabi yang ia telaah dan berbagai faidah yang bisa ia petik darinya. Ini ditambah lagi oleh cahaya-cahaya ibadah dan amalan-amalan yang dikerjakannya yang akan semakin memperkuat itu semua.

Dalam penelitian ini, berdasarkan kutipan menurut Imam Al- Ghazali tentang pola menanamkan aqidah kepada anak terdapat banyak cara, penulis membatasi sehingga hanya fokus untuk membaca al-Qur‟an dan menyibukkan tugas-tugas ibadah.

Adapun pola penanaman aqidah pada anak yang dimaksud terdapat 5 (lima) di bawah ini yaitu :

a. Mendidik anak untuk cinta al-Qur‟an dan pandai berzikir.

30 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi., Hal. 113

Mengajarkan al-Qur‟an dan berzikir kepada anak merupakan salah satu upaya orangtua untuk mempersiapkan menjadi anak sholeh dan sholehah.

Seyogyanya setiap orangtua mengajarkan al-Qur‟an kepada putra putrinya sejak kecil. Tujuannya untuk mengarahkan mereka kepada keyakinan bahwa Allah adalah Rabb mereka, sehingga ruh al-Qur‟an bisa berhembus dalam jiwa mereka. Dengan demikian mereka akan menerima aqidah al-Qur‟an sejak kecil dan kemudian tumbuh dan berkembang di atas kecintaan kepada Allah dan Rasul- Nya dan mempunyai keterkaitan erat dengannya. Selanjutnya mereka akan melaksanakan perintah-perintah al-Qur‟an dan menjauhi larangan-larangan-Nya, berakhlakkan al-Qur‟an dan berjalan di atas manhaj al-Qur‟an. 31

Hal ini dapat dimulai dengan mengajarkan al-Qur‟an surat al-Fatihah dan surat-surat pendek yang lain. Kemudian, mengajarkan al-qur‟an di depan anak, seorang anak memiliki naluri untuk mengikuti, dengan rutin membaca al-qur‟an di depan anak-anak maka ia pun akan penasaran dan secara tidak rencana alam bawah sadarnya pun akan menuntunnya untuk mengikuti orangtua membaca al-Qur‟an. Selain mengajarkan al-Qur‟an secara langsung kepada anak, kegiatan TPA (Taman Pendidikan al- Qur‟an) juga bisa menjadi pilihan, maka anak akan bertemu

31 Ibid., h. 147-148.

dengan banyak teman sehingga proses belajar menjadi lebih menyenangkan.

b. Memerintahkannya untuk shalat saat umur 7 (tujuh) tahun.

Sebelum melaksanakan shalat maka anak diajarkan berwudhu terlebih dahulu. Anak kecil yang melihat cara berwudhunya orang dewasa mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pendidikan dan implementasinya secara besar.32

Orangtua mulai membimbing anak untuk mengerjakan shalat dengan cara mengajak melakukan shalat di sampingnya, dimulai ketika ia sudah mengetahui tangan kanan dan tangan kiri.

Jika seorang anak sudah sampai usia tujuh tahun, maka ia harus disuruh mengerjakan shalat, dan jika ia telah berusia sepuluh tahun maka ia mesti dipukul jika ia sampai mengabaikannya. 33

c. Mengajarkan anak untuk belajar bersyukur.

Bersyukur merupakan berterimakasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebaikan yang telah diberikannya. Setelah mengenali nikmat karunia Allah dan menerimanya sebagai suatu kemurahan-Nya, mulailah bersyukur dengan cara berikut ini:

1. Merasakan dan menghargai nikmat tersebut dalam hati.

2. Menyebut-nyebut dan memuji kemurahan Allah dalam setiap lisan dan doa.

32 Ibid., h.179

33 Ibid., h.175

3. Merawat dan mempergunakan nikmat dalam ketaatan kepada Allah. 34

d. Membimbing dan mengajarkan tahfidz dan doa sehari-hari.

Tahfidz adalah menghafal ayat yang ada di al-Qur‟an.

Hafalan ini berupa surat-surat pendek juz 30, kalimat yang pendek dan ayat-ayat yang sedikit pula. Setiap ayat seakan merupakan surat yang terdiri dari kata-kata yang pendek. Dengan demikian jiwa anak kecil tidak akan keberatan di dalam menerimanya.

Dengan penggalan-penggalan yang terdiri dari satu dua huruf atau huruf-huruf yang serupa seperti ini, tentu akan mudah dicerna oleh benak anak kecil.35 Begitu juga mengajarkan doa-doa harian, anak dibiasakan berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan aktifitas.

e. Mengajarkan masalah halal dan haram setelah ia berakal.

Sebaiknya sejak dini anak mulai diperingatkan dari ragam perbuatan yang tidak baik atau diharamkan, seperti judi, minum khamar, mencuri, mengambil hak oranglain, zalim, berbusana yang benar, durhaka kepada orangtua dan lainnya. 36 Dan saat anak sudah semakin paham akan hukum-hukum halal dan haram dan semakin terikat sejak dini dengan hukum-hukum syari‟at, maka ia akan mengenal Islam sebagai hukum dan konsep.

34 Mohammad Nuruddin Ma‟mun, Kekuatan dan Nikmatnya Bersyukur, (Jakarta:Belanor,

2010), h. 66

35 Ibid., h.156

36 Didin Jamaludin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, h. 61

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa memberikan pengajaran yang besar akan pentingnya menuntun anak semenjak tumbuh dewasanya dengan dasar-dasar keimanan, rukun islam, hukum-hukum syariat, dan mendidiknya untuk cinta kepada al- Qur‟an. Dengan demikian anak akan terdidik di atas aqidah yang kuat dan mencintai generasi awal yang mulia.

Seorang anak yang dilahirkan di atas fitrah, beraqidah kepada Allah serta diberikan pendidikan di dalam rumah yang baik, suasana sosial yang baik dan lingkungan belajar yang aman, nantinya anak akan tumbuh di atas keyakinan yang kuat.

Dokumen terkait