• Tidak ada hasil yang ditemukan

Media Pertumbuhan Bakteri P(3HB)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Media Pertumbuhan Bakteri P(3HB)

Minyak kelapa sawit merupakan alternatif sumber karbon yang banyak digunakan dalam produksi senyawa biopolimer. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa sawit mengandung banyak asam lemak jenuh dan tidak jenuh, yang dapat diuraikan oleh enzim lipase yang terdapat pada sel bakteri sehingga dapat diuraikan sebagai substrat dasar untuk menghasilkan biopolimer (Susanti, 2010). Untuk itu dilakukan berbagai terobosan antara lain menjadikan minyak kelapa sawit menjadi produk yang bernilai jual tinggi menjadi biopolimer poli (3- hidroksibutirat) (Djamaan & Dewi, 2014).

2.11 Biosintesis Poli Hidroksialkanoat (PHA) dan Poli (3-Hidroksibutirat) P(3HB)

Poli (3-hidroksibutirat) adalah polimer biodegradable yang paling umum dan alternatif yang menjanjikan untuk plastik non degradable sintesis. Senyawa biopolimer P(3HB) pertama kali ditemukan oleh Lemoigne pada tahun 1925 seorang ahli mikrobiologi dari institut Pasteur di Paris. Lemoigne mengisolasi polimer tersebut dari bakteri Bacillus megaterium dan mengekstrak dengan kloroform (Chen et al., 2007).

Beberapa bakteri mensintesis dan mengumpulkan PHA sebagai sumber karbon dan sumber cadangan energi atau untuk mengurangi kelebihan energi dibawah kondisi kekurangan nutrisi seperti pada tempat yang kelebihan unsur karbon. Simpanan PHA dapat diregradasi oleh depolimer intraseluer dan

20 metabolisme sebagai sumber karbon dan energi yang dapat dihasilkan secara cepat untuk menyuplai kekurangan nutrisi. Mayoritas PHA disusun oleh monomer asam R(-)-3-hydroxyalkanoic berkisar dari C3 sampai C14 atom karbon dengan variasi jenuh dan tidak jenuh dan lurus atau rantai bercabang mengandung grup alifatik dan aromatik. Berat molekul dari polimerase ini berkisar dari 2x105 sampai 3x106 dalton berdasarkan tipe mikroorganisme dan kondisi pertumbuhan (Chen et al., 2007).

2.12 Jalur Biosintesis P(3HB) dari Sumber Karbon Minyak Kelapa Sawit Dijelaskan pada gambar 4 bahwa, jalur biosintesis P(3HB) dari sumber karbon minyak kelapa sawit dimulai dari perubahan minyak kelapa sawit yang terdiri dari asam-asam lemak menjadi asil-KoA dan krotonil sebelum masuk kedalam β-oksidasi dengan tindakan enzim asil-KoA dehidrogenase. Selanjutnya krotonil akan membentuk L(+)-β-hidroksi asil-KoA dengan tindakan enzimenoil- KoA dehidrogenase. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan β-ketoasil oleh tindakan enzim asetoasetil-KoA reduktase, dan pembentukan asil-KoA untuk kemudian berubah menjadi asetil-KoA. Akhirnya dari astil-KoA dengan tindakan β-ketothiolase asetoasetil-KoA redukatse dan P(3HB) sintesa secara berurutan akan menghasilkan asam poli (3-hidroksibutirat) (Djamaan & Dewi, 2014).

21 Gambar 4. Jalur biosintesis P(3HB) dari sumber karbon minyak kelapa sawit

(Djamaan & Dewi, 2014).

2.13 Spektroskopi FT- IR (Fourier Transform Infra-Red Analysis)

Spekroskopi inframerah, juga disebut spektroskopi vibrasi, adalah metode standar farmasi analitik dan kimia, memberikan gambar getaran atom senyawa.

Spektroskopi inframerah adalah salah satu teknik spektroskopi yang paling umum digunakan oleh ahli kimia organik dan anorganik. Ini didasarkan pada sifat interaksi radiasi IR dengan metode getaran molekul. Spektroskopi IR cepat, teknik yang relatif murah digunakan untuk menentukan gugus fungsi kimia dalam sampel karena kelompok fungsional yang berbeda menyerap karakteristik frekuensi radiasi IR serta membantu dalam penjelasan struktur (Rakesh &

Charmi, 2014).

Dalam industri farmasi, spektroskopi IR telah mendapatkan popularitas tidak hanya dalam kemudahan dan kecepatan sampel yang diukur tetapi juga dalam kualitas yang di peroleh (Rohman, 2012).

Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan spektroskopi inframerah yang di lengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Ini spektroskopi FTIR adalah interferometer

22 Michelson yaitu alat inframerah untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dan pentrasmisin cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang (Anam, Sirojudin, Firdausi, 2007).

Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1). Analisis gugus fungsi suatu sampel dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang terbentuk pada spectrum infra merah menggunakan tabel korelasi dan menggunakan spektrum senyawa pembanding (yang sudah diketahui) (Vino, Kulkarni, Sulochanaa, 2018).

Biopolimer poli (3-hiroksibutirat) (P3HB) dianalisis oleh FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang ada dalam struktur kimia P3HB pada tingkat molekuler, diambil sebagai referensi standar. Fase kloroform yang mengandung P3HB menjadi sasaran analisis Spektroskopi FTIR. Untuk mengetahui kelompok- kelompok fungsional yang ada dalam P3HB, 1 mg sampel P3HB yang diestraksi dilarutkan dalam 5 mL kloroform. Kloroform diizinkan untuk menguap untuk mendapatkan bubuk P3HB, yang menjadi sasaran analisis FTIR menggunakan spektrofotometer FTIR. Spektrum direkam dalam rentang 4000 cm-1 hingga 400 cm-1. Puncak karakteristik pada 1044,38 cm-1, 1454,38 cm-1 dan 1743,77 cm-1 sesuai dengan C-O, C-H, dan C = O menunjukan kelompok fungsional yang hadir dalam struktur P3HB murni (Vino, Kulkarni, Sulochanaa, 2018).

Analisis menggunakan spektrofotometer FTIR memiliki beberapa kelebihan antara lain (Vino, Kulkarni, Sulochanaa, 2018) :

23 1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan, sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada menggunakan cara scanning.

2. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi. Sensitivitas dari metode spektrofotometer FTIR lebih besar dari pada cara dispersi sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless).

3. Pada FTIR mekanik optik lebih sederhana, dapat mengidentifikasi material yang belum diketahui, serta dapat menetukan kualitas dan jumlah komponen sebuah sampel.

24 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari – Juli 2020, di Laboratorium Biota Sumatera, Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi, dan Laboratorium Dasar dan Sentral, Universitas Andalas.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, autoklaf (GEA®), oven, inkubator (Memmert®

)

, cawan petri (Pyrex®

)

, tabung reaksi (Pyrex®

)

, erlenmeyer (Pyrex®

)

, pipet tetes, beaker glass (Iwaky®

)

, mikropipet, gelas ukur (Iwaky®

)

, lampu spritus, lampu ultraviolet, jarum ose, spatel, batang pengaduk, lemari pendingin (LG), rotary shaker incubator, laminar air flow (Elisa®), timbangan analitik, sentrifus, spektrofotometer FTIR.

3.2.2 Bahan

Bahan – bahan yang akan digunakan dalam penelitian adalah sampel tanah yang diambil di daerah tambang batubara, Bengkulu Utara. Media yang digunakan yaitu (Crude Palm Oil/CPO), bakto agar (Oxoid), air suling, Nacl Fisiologis 0,85%, Nile Blue A 1%, larutan dapar fosfat, Nutrient agar (Oxoid), Alkohol 70%, medium fermentasi, metanol (Merk), kloroform (Bratacem), asam sulfat (Merk).

25 3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel di Lapangan

Sampel yang diambil adalah sampel tanah di daerah tambang, Bengkulu Utara. Tanah diambil pada 10 titik. Tanah yang di ambil sebanyak 500 gram.

Jarak masing-masing pengambilan sampel ± 25-30 meter. Sampel diambil pada tanggal 20 Oktober 2019

3.3.2 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian terlebih dahulu di cuci bersih dan dikeringkan. Alat-alat yang memiliki mulut ditutup dengan kapas yang dibalut dengan kain kasa dan dibungkus dengan kertas perkamen. Kemudian di sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C tekanan 15 lbs selama 15 menit.

Spatel dan jarum ose disterilkan dengan cara flamber diatas nyala api lampu spiritus selama 20 detik. Lemari aseptis dibersihkan dari debu dan disterilkan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% keseluruh bagian dalam lemari. Semua pengerjaan dilakukan secara teknik aseptik.

3.4 Isolasi Bakteri dari Sampel Tanah

3.4.1 Pembuatan Media Isolasi Bakteri CPO-Bakto Agar

Sebanyak 7,5 gram serbuk bakto agar (Oxoid), dilarutkan dalam 500 mL air suling, kedalam erlemeyer, dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk hingga larut sempurna dan bewarna jernih. Kemudian disumbat dengan kapas yang di balut dengan kasa lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit, dan minyak sawit sebanyak 4,6 gram disterilkan dalam erlemeyer bersumbat kapas yang dibalut dengan kasa yang sama.

Dimasukan CPO steril ke dalam larutan bakto agar yang telah disterilkan tadi.

26 Kemudian dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri sebanyak 15 mL (Djamaan & Dewi, 2014).

3.4.2 Isolasi Bakteri dari Sampel Tanah

Sampel tanah ditimbang 1,0 gram dan dibuat suspensi kedalam Na Fisiologis 0,85% dan di buat pengenceran bertingkat 10-4. Pada pengenceran 10-4 tersebut diinokulasikan kedalam media CPO-bakto agar sebanyak 1 mL. Setelah diinokulasi ke inkubator pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam. Kemudian dihitung dan dicatat jumlah bakteri yang tumbuh. Bakteri yang telah tumbuh di pilih bakteri yang terpisah dan dipindahkan kedalam media CPO baru. (Haedar,et al,.2013).

3.4.3 Pemurnian dan Penyimpanan Isolat Bakteri

Dilakukan pembuatan stok murni dengan cara menginokulasikan koloni bakteri yang memberi hasil positif dengan Nile Blue A 1% pada CPO-bakto agar, diinokulasi satu koloni masing-masing pada medium agar miring CPO-bakto agar dengan metode gores. Inkubasi pada suhu 35-37°C selama 24 jam. Kemudian disimpan pada suhu 4°C (Djamaan, 2015).

3.5 Skrining Bakteri Penghasil Biopolimer P(3HB) 3.5.1 Larutan Nile Blue A 1%

Serbuk Nile Blue A (C4OH4ON6O6S) sebanyak 1 gram dilarutkan dalam etanol absolut hingga volume 100 mL (Djamaan, 2015).

3.5.2 Skrining Bakteri Penghasil Biopolimer P(3HB)

Medium yang sudah ditumbuhi oleh koloni bakteri, diteteskan dengan Nile Blue A 1% dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu di lihat dibawah sinar Ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika koloni bakteri

27 menghasilkan fluoresensi jingga maka bakteri tersebut menghasilkan granul P(3HB) didalam selnya.

3.5.3 Pemurnian dan Penyimpanan Isolat Bakteri P(3HB)

Dilakuakan pembuatan stok murni dengan cara menginokulasikan koloni bakteri yang telah menghasilkan hasil positif P(3HB) lalu di pindahkan pada media agar miring medium CPO-Bakto Agar dan diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24 jam. Kemudian disimpan pada suhu 4°C.

3.6 Produksi P(3HB) dengan Isolat Bakteri

3.6.1 Penyiapan Medium Bakteri Penghasil Biopolimer P(3HB) 1. Sumber Karbon

Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah CPO dengan konsentrasi 4,6 g/L (Djamaan, 2014).

2. Sumber Nitrogen

Sumber nitrogen dibuat dengan melarutkan 1,1 (NH4)2HPO4 kedalam 1 liter air suling. Sumber nitrogen disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 lbs selama 15 menit (Djamaan, 2015).

3. Pembuatan Larutan Mikroelemen

Pembuatan larutan mikroelemen dilakukan dengan cara melarutkan sebanyak 2,78 g FeSO4.7H2O; 1,98 g MnCl2.4H2O; 2,81 g CuSO4.7H2O;

1,67 g CaCl.2H2O; 0,17 g CuCl2 dan 0,29 g ZnSO4.7H20 kedalam 1 liter HCL 0,1 N. Larutan mikroelemen ini disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 lbs selama 15 menit.

28 4. Pembuatan Larutan MgSO4.7H2O 1 M

Larutan MgSO4.7H2O 1 M dibuat dengan melarutkan 5 g MgSO4.7H2O 1 M ke dalam 20 mL air suling. Kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 lbs selama 15 menit (Djamaan, 2015).

5. Pembuatan Larutan Dapar Posfat pH-7

Larutan Dapar Posfat pH-7 dibuat dengan cara melarutkan 3,7 g KH2PO4

dan 5,8 K2HPO4 ke dalam 1 liter air suling, pH larutan diatur hingga mendekati 7. Jika pH kurang dari 7 maka menaikinya dengan cara penambahan NaOH 0,1 M. Kemudian larutan dapar ini disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 lbs selama 15 menit (Djamaan, 2015).

3.6.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Penghasil Biopolimer P(3HB)

Pembuatan suspensi bakteri bakteri penghasil P(3HB) dilakukan dengan cara mengambil 1-2 ose koloni bakteri uji dari stok agar miring lalu dimasukan kedalam 10 mL Na. Fisiologis 0,85% steril lalu divortex sampai homogen.

3.6.3 Pembuatan Inokulum Isolat Bakteri Penghasil P(3HB)

Kemudian isolat bakteri dibuat stok agar miring dan diinokulasikan 1-2 ose ke dalam 10 mL medium NaCl 0,85% steril untuk produksi P(3HB), selanjutnya di shaker selama 24 jam dengan kecepatan 200 rpm. Setelah 24 jam, sebanyak 3 mL kultur benih dipindahkan ke dalam 100 mL medium mineral yang mengandung CPO 4,6 g/L di shaker kembali selama 24 jam pada suhu 30°C dengan kecepatan 200 rpm di dalam labu erlemeyer.

29 3.6.4 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Penghasil Bioplastik

P(3HB)

Medium pengkulturan bakteri yaitu medium mineral spesifik dengan komposisi untuk 1 liter medium adalah sebagai berikut : KH2PO4 3,7 g/L (NH4)2HPO4 1,1 g/L, MgSO4.7H2O 0,25 g/L dan larutan mikroelemen 10 mL.

3.6.5 Pemisahan Biomassa dan Supernatan

Proses pemisahan biomassa dan supernatan dilakukan dengan proses sentrifugasi, 100 mL sampel dengan menggunakan alat sentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Lapisan bening supernatan dipisahkan dari endapan biomassa dengan cara pemipetan. Lapisan supernatan digunakan untuk menentukan pH, sedangkan biomassa yang dikeringkan dengan menggunakan oven untuk menentukan berat kering dari kandungan P(3HB) (Djamaan, 2016).

3.7 Karakterisasi Penghasil P(3HB) Menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra-Red Analysis)

Sebanyak 1 mg sel kering bakteri dilarutkan dalam 5 mL kloroform.

Kloroform untuk memperbanyak PHB yang ada di dalam selnya. kloroform kemudian diuapkan untuk mendapatkan bubuk P3HB, yang menjadikan sasaran analisis FTIR menggunakan spektrofotometer FTIR. Spektrum direkam dalam rentang 4000 cm-1 hingga 500 cm-1.

3.8 Karakterisasi Bakteri Panghasil Biopolimer 3.8.1 Makroskopik

Dilakukan identifikasi secara makroskopis dengan cara mengamati warna koloni, bentuk koloni, pinggir koloni, permukaan koloni, dan elevasi koloni, kemudian dicatat hasil pengamatan dalam bentuk tabel.

30 3.8.2 Mikroskopik

Dilakukan karakterisasi secara mikroskopis dengan cara mengamati bentuk Sel, Pewarnaan Gram, dan Pewarnaan Endospora.

3.8.3 Pewarnaan Gram

Dilakukan pewarnaan gram dengan cara menyiapkan kaca objek bersih, kemudian teteskan Nacl 0,85% steril diatas kaca objek tersebut, secara aseptis diambil inokulum bakteri yang akan di periksa lalu difiksasi diatas nyala api spiritus. Kemudian diteteskan kristal violet diatas sediaan dan ditunggu selama 10 menit lalu dibilas dengan aquadest, kemudian diteteskan larutan iodine pada sediaan tersebut dan didiamkan selama 10 menit lalu di bilas dengan aqudest, kemudian ditetesi dengan alkohol 96% dan dibiarkan selama 10 menit. Lalu di bilas dengan aquadest. Kemudian di teteskan larutan safranin dan di diamkan selama 3 menit lalu di bilas dengan aquadest. Kemudian dikeringkan lalu diperiksa dibawah mikroskop. Bila sel bakteri bewarna unggu maka bakteri tersebut merupakan kelompok bakteri Gram positif. Apabila sel bakteri tersebut berwarna merah atau merah muda maka bakteri tersebut merupakan kelompok bakteri Gram negatif. Dengan pewarnaan ini juga dapat terlihat bentuk sel bakteri (Yulvizar, 2013).

3.8.4 Pewarnaan Endospora

Pewarnaan ini dilakukan menggunakan metode pewarnaan Klein. Kaca objek yang kering dan bebas lemak dilewatkan diatas nyala api. Kemudian diteteskan inokulum dan dikeringkan dan di keringkan dengan lampu spritus.

Kemudian diteteskan Melachit Green dan dipanaskan selama 10 menit, lalu di dibilas dengan aquadest. Kemudian diteteskan Safranin dan didiamkan selama 20

31 detik, lalu dibilas dengan aquadest. Kemudian dikeringkan dan diamati dibawah mikroskop (Misnadiarly & Husjain, 2014).

3.9 Uji Biokimia

Uji biokimia bakteri berupa dilakukan di Laboratorium Biota Sumatera, Universitas Andalas. Uji yang dilakukan antara lain : uji katalase dan uji motilitas.

(Djamaan & Dewi, 2014).

3.9.1 Uji Katalase

Uji katalase dilakukan dengan cara meneteskan H2O2 3% pada kaca objek, kemudian diambil satu ose bakteri lalu difiksasi di kaca objek setelah itu teteskan H2O2 3% tersebut. Hasil dinyatakan positif apabila ada gelumbung atau gas yang terbentuk (Cappucino & Welsh, 2017).

3.9.2 Uji Motilitas

Pengujian ini dilakukan dengan cara menginokulasikan isolat bakteri pada media tegak semi solid yang di inkubasi selama 48 jam pada suhu 37ºC.

Kemudian diamati perubahan yang terjadi. Jika bakteri tumbuh hanya di bagain inokulum saja berarti bakteri non-methyl sedangkan bakteri motil akan tumbuh dan menyebar hingga permukaan (Cappucino dan sherman, 2014).

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

1. Hasil isolasi dari sampel tanah tambang dengan menggunakan media CPO bakto agar di dapatkan 30 isolat bakteri. Di antaranya 4 isolat bakteri yang menghasilkan fluoresensi jingga yang berindikasi sebagai penghasil bakteri P(3HB) (Lampiran 2).

2. Hasil Karakterisasi Bakteri Penghasil P(3HB), didapatkan :

a. Pengamatan uji makroskopik hasil yang diamati berupa bentuk, warna, permukaan, elevasi, dan pinggir dari isolat bakteri penghasil P(3HB) sebagai berikut: (Lampiran 3)

- ITB 4.2 : bulat, putih, kasar, timbul, bergelombang - ITB 7.3.1 : bulat, putih, kasar, timbul, bergelombang - ITB 8.1.2 : bulat, putih, licin, timbul, bergelombang - ITB 10.1 : bulat, putih, licin, timbul, rata

b. Pengamatan uji mikroskopik berdasarkan bentuk bakteri dan pewarnaan Gram : (Lampiran 4)

- ITB 4.2 : Basil, Gram positif - ITB 7.3.1 : Basil, Gram positif - ITB 8.1.2 : Basil, Gram positif - ITB 10.1 : Basil, Gram positif

33 c. Pengamatan uji mikroskopik berdasarkan pewarnaan endospora :

(Lampiran 4).

- ITB 4.2 : positif endospora - ITB 7.3.1 : positif endospora - ITB 8.1.2 : positif endospora - ITB 10.1 : positif endospora

d. Pengamatan uji biokimia hasil yang diamati berupa karakteristik uji katalase dan uji motilitas (Lampiran 5).

e. Hasil sentrifus untuk mengetahui berat dari biomassa dan pH (Lampiran 6).

f. Hasil karakterisasi menggunakan spektroskopi FTIR ( Lampiran 7).

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan, isolasi dan karakterisasi bakteri penghasil P(3HB) dari tanah tambang batubara Bengkulu Utara, dimana sampel tanah di ambil di daerah tambang sebanyak 10 titik pada jarak 25-30 meter. Kemudian tanah di masukan kedalam plastik klip lalu dimasukan kedalam lemari pendingin bertujuan untuk pengawetan tanah sehingga tidak di tumbuhi oleh jamur. Sampel tanah ini diambil karena tanah mengandung unsur seperti karbon yang tinggi, hidrogen, dan oksigen dalam tanah tambang sehingga berpotensi menghasilkan bakteri penghasil P(3HB). Karena tanah tambang ini sudah memiliki unsur karbon yang tinggi sehingga media yang digunakan yaitu CPO bakto agar, CPO mengandung unsur karbon sehingga unsur nitrogen yang di dapat sangat sedikit sekali. Hal ini di dukung oleh Djamaan (2015), yang menyatakan bahwa bakteri yang ditumbuhkan dengan sumber karbon berlebih dan mengurangi unsur penting

34 lainnya, seperti nitrogen mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang tidak seimbang, sehingga bakteri cenderung untuk mengkonsumsi sumber karbon secara berlebihan dan menyimpan sebanyak-banyaknya granul cadangan makanan di dalam selnya. Cadangan makanan ini yang merupakan biopolimer P(3HB).

Pour Plate Method, metode yang digunakan dalam penelitian untuk menumbuhkan bakteri. Tanah di suspensikan pada pengenceran 10-4, pengenceran ini bertujuan agar bakteri yang telah di inkubasi pada suhu 35-37ºC selama 24-48 jam terbentuk koloni pada cawan yang berisi media dalam jumlah yang dapat di hitung serta memudahkan pengidentifikasian. Setelah bakteri tumbuh dalam bentuk beberapa koloni yang tersebar di atas permukaan media, maka di lakukan pemurnian pada koloni berdasarkan bentuk, ukuran, permukaan, elavasi dan warna. Setelah koloni semuanya sama maka di lakukan skrining menggunkan larutan Nile Blue A dan di amati di bawah sinar UV 365 nm, jika bakteri berfluoresensi jingga maka bakteri positif penghasil P(3HB). Nile Blue A merupakan larutan senyawa yang larut dalam lipid yang berikatan dengan P(3HB) dalam sel bakteri. Butiran PHA yang terkandung dalam tubuh bakteri akan berfluoresensi jingga ketika ditetesi dengan larutan Nile Blue A dan diamati dibawah sinar Uv dengan panjang gelombang 365 nm.

Dari 30 isolat bakteri yang didapat, kemudian di lakukan penapisan dengan larutan Nile Blue A yang diamati di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 365 nm, didapatkan 4 isolat bakteri positif penghasil P(3HB) dengan kode bakteri ITB 8, ITB 15, ITB 20, dan ITB 29 yang positif menghasilkan warna fluoresensi jingga yang berindikasi sebagai penghasil bakteri P(3HB) (Lampiran 2). Hal tersebut disebabkan ke empat bakteri menghasilkan senyawa enzim

35 P(3HB) di dalam sel yang ditunjukan oleh adanya gen pha A, pha B dan pha C oleh sebab itu bakteri tersebut memiliki kemampuan untuk membentuk granula- granula cadangan makanan P(3HB) bagi bakteri yang dapat di deteksi dengan terpacarnya warna fluoresensi jingga pada saat penambahan larutan Nile Blue A yang dapat di amati di bawah sinar UV 365 nm. Ostle and Holt (1982), melaporkan bahwa larutan Nile Blue A mampu berikatan dengan senyawa P(3HB) di dalam sel bakteri. Granula P(3HB) yang terdapat dalam sel bakteri yang positif P(3HB) akan menunjukan warna fluoresensi jingga dengan pemberian larutan Nile Blue A yang dilihat dari sinar UV 365 nm. Dua puluh enam bakteri yang tidak berfluoresensi jingga munculnya warna kehitaman pada beberapa koloni.

Hal ini terjadi karena gen yang mengkode enzim PHB-synthase tidak terepreksikan sehingga enzim tersebut tidak tersintesis. Sesuai dengan pendapat Agustien dan Hakam (2002).

Bakteri positif penghasil P(3HB) yang berbeda di inokulasi kan ke dalam media CPO, lalu di fermentasi di rotary shaker inkubator pada kecepatan 200 rpm dengan suhu 30ºC. Pengoncangan dengan menggunakan rotary shaker inkubator ini adalah agar campuran dalam medium pertumbuhan bakteri menjadi homogen sehingga nutrisi yang terdapat pada medium dapat digunakan dengan efektif dan dapat digunakan secara maksimal (Djamaan, 2015). Media sumber karbon yang digunakan bakteri penghasil P(3HB) yaitu CPO, tujuannya agar bakteri penghasil P(3HB) ini dapat beradaptasi serta merangsang dan memperbanyak terbentuknya P(3HB). Di dalam sel bakteri P(3HB), biopolimer tersebut di simpan berupa granul-granul cadangan makanan yang tersebar di dalam cairan sitoplasma yang akan digunakan kembali oleh bakteri jika kondisi pada lingkungan kurang

36 mengutungkan atau kehabisan sumber makanan. Menurut Agustien (2001) bahwa strain AAP-17 mampu mengakumulasikan granul polimer P(3HB) dalam selnya sebesar 60% Alcaligenes eutropus merupakan satu dari bakteri penghasil P(3HB) yang dilaporkan mampu menghasilkan P(3HB) di dalam selnya mencapai 85%

dari berat selnya dengan menggunakan asam butirat sebagai sumber karbon tunggal.

Setelah di lakukan fermentasi selanjutnya inokulum fermentasi di sentrifugasi dengan alat sentrifuge pada kecepatan 3000 rpm dalam waktu 20 menit. Untuk memisahkan antara supernatan dan biomassa, dimana lapisan bawah adalah biomassa. Larutan supernatan di ukur kadar pH. Pengukuran kadar pH menggunakan pH meter. Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman dari hasil akhir proses fermentasi dan melihat pengaruhnya terhadap produksi biomassa lalu dikeringkan dalam oven 70ºC hingga bobot konstan.

(Lampiran 6). Bakteri yang positif menghasilkan bakteri P(3HB) kemudian di remajakan pada stok agar miring untuk dilanjutkan uji karakterisasi berupa uji pewarnaan Gram, pewarnaan endospora, karakterisasi FTIR serta uji biokimia seperti uji katalase dan uji motilitas.

Pada pengujian karakteristik mikroskopik pewarnaan Gram ke empat isolat bakteri penghasil P(3HB) yang di amati di bawah mikroskop perbesaran 10x100 pada pewarnaan Gram ini empat isolat bakteri menunjukan Gram positif, bakteri Gram positif memiliki dinding sel seperti jala yang tebal yang terbuat dari peptidoglikon yang tebal dimana kelompok bakteri Bacillus spp ini memiliki kandungan lemak yang rendah, sehingga dinding sel lebih mudah terhidrasi akibat perlakuan alkohol yang menyebabkan pori-pori sel menjadi lebih kecil dan

Dokumen terkait