• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polusi udara oleh Karbon Monoksida (CO)

Dalam dokumen DIKTAT PENCEMARAN LINGKUNGAN (Halaman 41-47)

Pencemaran CO paling banyak disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor dan emisi dari pabrik atau industri dan pembangkit tenaga listrik. Di dalam rumah juga sering terjadi pencemaran oleh CO yang disebabkan oleh gas untuk memasak, untuk pemanas air dan pemanas ruangan. Asap rokok juga merupakan sumber utama dari pencemaran CO ini. Asap dari tembakau dapat mengandung karbon monoksida sampai 1000-5000 ppm. Karbon monoksida didalam rumah orang yang perokok berat kandungannya akan lebih besar dari pada diluar rumah, sehingga efeknya sangat berbahaya pada anak.

Badan proteksi lingkungan (EPA) menentukan standar kualitas kandungan CO di udara berdasarkan hasil penelitian epidemiologi toksisitas CO. Konsentrasi karbon monoksida harus tidak melebihi 9 ppm selam 8 jam berturut-turut dan tidak boleh melebihi 20 ppm dalam periode waktu 1 jam.

Toksisitas karbon monoksida

Di laporkan banyak terjadi keracunan CO setiap tahunnya berupa kasus kematian dan sakit berat, baik di dalam rumah/garasi mobil maupun pencemaran udara oleh gas buang industri. Kasus yang dilaporkan bahwa keracunan CO gejalanya mirip sakit flu. Pada kenyataannya kasus toksisitas CO ini sebenarnya masih banyak lagi, karena keracunan CO ini sangat fatal akibatnya sehingga disebut

“silent killer”, karena bahan kimia gas ini tidak berbahu, tidak berwarna dan sangat toksik.

Pada toksisitas kronis, toksisitas terjadi karena orang menghirup udara yang mengandung CO rendah (5-6 ppm) tetapi berlangsung lama, sehingga kandungan CO dalam darahnya juga rendah. Hal tersebut dapat berlangsung berhari-hari, bulan, bahkan bertahun-tahun. Gejala yang ditimbulkan dari efek toksisitas kronis ini adalah:

- sakit kepala

- pening, berkunang-kunang - lemah, ngilu persendian - mual dan muntah-muntah

- sesak nafas terutama waktu berolah raga - bingung dan susah berfikir

- tachycardiua

- gangguan penglihatan

Pada kenyataannya toksisitas kronis CO ini sulit di diagnosis terutama oleh dokter atau tenaga medis yang belum berpengalaman. Kadang dari gejalanya di diagnosis sebagai infeksi penyakit viral atau bakterial pada paru atau gastro- intestinal atau syndrom lainnya. Gejala yang mirip sering terjadi pada satu individu dan gejala tersebut menurun kemudian menghilang dengan sendirinya pada saat polusi lingkungan tersebut telah menurun. Kandungan CO dalam darah (COHb)

kadang tidak terlihat meningkat pada saat kadar CO di udara telah hilang, sehingga pengukuran CO di udara tidak terdeteksi.

Mekanisme toksisitas CO

Bentuk molekul karbon monoksida adalah satu atom oksigen menempel pada satu atom karbon. Bila karbon monoksida ada didalam udara dimana udara tersebut dihirup oleh orang maka molekul tersebut masuk kedalam saluran nafas terus kedalam paru-paru dan kemudian akan menempel pada haemoglobin darah (COHb).

Ikatan CO dengan Hb tersebut sangat kuat yaitu 250x lebih kuat daripada ikatan dengan oksigen (O2). Didalam paru, CO terikat dengan sel darah merah pada tempat dimana oksigen biasanya terikat. Darah membawa sel darah yang didistribusikan kesemua jaringan, tetapi dia tidak dapat mendistribusikan O2, sehingga jaringan akan kekurangan O2.

Jaringan biasanya menerima supply oksigen dari darah tersebut, tetapi pada kasus toksisitas CO ini menyebabkan jaringan tidak menerima oksigen sama sekali. Hal tersebut menyebabakan sel dalam jaringan tersebut tersebut akan mati (nekrosis).

Lama hidup dari sel darah adalah 120 hari, sehingga ia akan diganti oleh sel darah baru (dari sumsum tulang).

1 2 3

Gambar 1: carbon dioksida (1), carbom monoksida(2), Eritrocyt mengikat carbon- monoksida dan oksigen(3)

1 2

Gambar: paru-paru (1), Eritrocyt mengikat carbon-monoksida, tak ada tempat ikatan untuk oksigen (2)

Gejala

Gejala toksisitas CO erat hubungannya dengan jaringan yang paling banyak mengkonsumsi oksigen terutama pada otak dan jantung. Pada penderita yang kandungan COHb nya 1% tidaklah menunjukkan gejala apa-apa., pada kandungan 10-20% mulai menimbulkan gejala

Tabel 1. Gejala toksisitas CO dan hubungannya dengan kadar CO dalam darah

COHb (%) Gejala yang ditimbulkannya 0 – 10

10 –20

20 –30 30 – 40

40 –50

50 –60 60 – 70 70 – 80 80 – 90

Tidak ada gejala atau asymptomatik

Leher seperti tercekik, sedikit sakit kepala, dilatasi pembuluh darah tepi/kulit, dyspnea

Sakit kepala, fatigue, pening

Sakit kepala yang sangat, lemah, pening, gangguan penglihatan, mual, muntah dan kolaps

Mirip seperti diatas, kecenderungan terjadi kolaps sangat pasti, denyut nadi cepat, laju respirasi juga meningkat.

Pulsus nadi dan laju respirasi meningkat, konvulsi intermiten Koma, konvulsi intermiten, dan mungkin kematian

Pulsus nadi lemah, respirasi lemah, kematian dalam beberapa jam

>90 Kematian dalam waktu satu jam Kematian dalam beberapa menit

Pada individu yang menderita gangguan jantung sangat beresiko tinggi terhadap keracunan CO, karena jantung tidak dapat beradaptasi cepat pada saat kekurangan O2. Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan otot jantung (myocard) terhadap kebutuhan otot jantung tidak terpenuhi. Pada orang normal saat menghirup CO pada waktu singkat memperlihatkan aliran darah kedalam myocard meningkat cepat sehingga supli oksigen dapat diperoleh dengan cepat. Sedangkan pada penderita penyakit jantung hal tersebut tidak terjadi, sehingga jantung dapat langsung berhenti berdenyut.

Contoh Kasus Pencemaran Udara Global Warming (Pemanasan Global) Pengertian dan Penyebab Global Warming

1. Pengertian

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia.

Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit). Para ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 - 5,8 derajat Celsius (2,5 - 10,4 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100.

2. Penyebab Pemanasan Global

Pemanasan global dapat mengakibatkan perubahan iklim. Hal ini disebabkan adanya gas efek rumah kaca yang berlebihan (lebih dari kondisi normal) di atmosfer bumi, sebagai akibat terganggunya komposisi gas-gas rumah kaca utama seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) di atmosfer.

Sebelumnya kita perlu mengetahui apa itu iklim, efek rumah kaca, Gas rumah kaca dan darimanakah sumber gas-gas tersebut dihasilkan?. Secara umum iklim adalah sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah. Indonesia merupakan daerah yang berada di posisi sekitar 23,5 Lintang Utara dan 23,5 Lintang Selatan, yang merupakan daerah tropis yang konsentrasi energi suryanya surplus dari radiasi matahari yang diterima setiap tahunnya.

Pemanasan pada permukaan Bumi dikenal dengan istilah 'Efek Rumah Kaca' atau Greenhouse Effect. Proses ini berawal dari sinar Matahari yang menembus lapisan udara (atmosfer) dan memanasi permukaan Bumi.

Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfir yang menyebabkan efek gas rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktifitas manusia.

Termasuk didalamnya adalah uap air, gas yang mengandung CO2 (Karbon dioksida), CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) .

3. Sumber Gas Rumah Kaca Uap Air

Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.

Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.

CO2 (Karbon dioksida)

Karbon dioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida);

dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).

Manusia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan baker fosil, limbah padat, dan kayu untuk menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.

Karbon dioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.

Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbon dioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan karbon dioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya.

Dalam dokumen DIKTAT PENCEMARAN LINGKUNGAN (Halaman 41-47)

Dokumen terkait