BAB III METODE PENELITIAN
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Galesong Selatan Kabupaten Takalar yang terdiri dari 10 kelas.
2. Sampel
Sampel penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah dua kelas yang terdiri dari kelas eksperimen I terdiri dari 30 siswa dan kelas eksperimen II terdiri dari 30 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih menggunakan Cluster Random Sampling, pengambilan dilakukan secara acak karena keadaan dari masing-masing kelas VIII SMPN 2 Galesong Selatan Kabupaten Takalar relatif sama.
D. Desain Operasional Variabel
1. Hasil belajar matematika adalah skor hasil belajar Sistem Koordinat yang diperoleh siswa setelah melalui pembelajaran model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat diukur melalui tes.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran berpasangan yang dirancang untuk menpengaruhi pola interaksi siswa dan mempunyai langkah-langkah berpikir, berpasangan, dan berbagi sedangkan Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah model pembelajaran berkelompok yang dirancang untuk menpengaruhi pola interaksi siswa dan mempunyai langkah-langkah penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab.
E. Prosedur Penenlitian 1. Perencanaan Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian terlebih dahulu dilakukan perencanaan yang matang agar penelitian dapat berjalan dengan lancar. Hal- hal yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Menpersiapkan Perangkat Pembelajaran
Perangkat yang dimaksudkan meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terjadi atas dua macam yaitu mengunakan model Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) untuk kelas eksperimen I dan tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk kelas eksperimen II.
b. Menpersiapkan Siswa
Sebelum pelaksanaan eksperimen siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil, dimana pembagian kelompoknya berdasarkan hasil arahan dari gurunya.
c. Menpersiapkan Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar digunakan untuk melihat hasil belajar matematika siswa setelah pembelajarannya mengunakan model kooperatif dengan dua tipe yang berbeda yaitu tipe Think Pair Share (TPS) untuk kelas eksperimen I dan tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk kelas eksperimen II.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Melaksanakan proses belajar mengajar di kelas dengan menjalankan rencana pembelajaran yang disusun sebelumnya.
b. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada kelas eksperimen I dan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada kelas eksperimen II sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) a) Tahap I. Thinking (berpikir)
Pada tahap ini, guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan materi, kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.
b) Tahap II Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini, guru meminta siswa agar berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap
pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan, atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
c) Tahap III Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. (Aryo, 2012: 6).
2) Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) a) Tahap I Penomoran
Pada tahap ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dan untuk setiap anggota kelompok diberi nomor antar 1 sampai 5.
b) Tahap II Mengajukan Pertanyaan
Tahap ini guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan tersebut dapat berpariasi.Pertanyaan bisa sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat Tanya.
c) Tahap III Berpikir Bersama
Pada tahap ini, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dan meyakinkan setiap anggota kelompoknya mengetahui jawaban itu.
d) Tahap IV Menjawab
Pada tahap akhir guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai harus mengacungkan tangan dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. (Kunandar, 2009: 349).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar matematika yang dibuat oleh peneliti dalam bentuk essai atau uraian dengan jumlah soal yang telah ditentukan, tes dalam penelitian ini ada dua yaitu Pretest dan Posttest. Pretest merupakan tes yang akan diberikan sebelum penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Numbered Heads Together (NHT) sedangkan posttest merupakan tes yang akan diberikan setelah penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Numbered Heads Together (NHT).
G. Teknik Pengumpulan Data
Data hasil penelitian dikumpulkan dengan mengunakan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar matematika yang telah dibuat dan dikembangkan oleh penulis. Tes yang digunakan untuk mengambil data hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Galesong Selatan Kabupaten Takalar.
H. Teknik Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statisitik deskriptif dan statistika inferensial.
1. Analisis Statistika Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika yang diperoleh dari siswa guna mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil belajar matematika siswa. Nilai statistik yang akan dihitung adalah rata- rata (mean), median, variansi, standar deviasi dan tabel distribusi frekuensi.
Data yang telah dikumpulan akan dianalisis untuk mengetahui kategori hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar peserta didik, dimana hasil belajar tersebut dikategorikan berdasarkan hasil belajar sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kategori Standar hasil belajar siswa
Interval Nilai Predikat Keterangan
93 – 100 A Sangat Baik
84 – 92 B Baik
75 – 83 C Cukup
< 75 D Kurang
(Sumber: kemendikbud revisi 2017)
Untuk mengukur ketuntasan belajar siswa, maka dapat dilihat dari standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika yang telah ditetapkan SMP Negeri 2 Galesong Selatan Kabupaten Takalar.
Standar Kriteria Ketuntasan Minimal Berdasarkan SMP Negeri 2 Galesong Selatan Kabupaten Takalar.
Tabel 3.3 Standar KKM SMPN 2 Galesong Selatan Kabupaten Takalar
KKM Kategori
0 – 74 Tidak Tuntas
75 – 100 Tuntas
(Sumber: Wawancara guru)
2. Analisis Statistika Inferensial
Statistik Inferensial dilakukan untuk pengujian hipotesis, pertama dilakukan uji prasyarat, jika uji prasyarat terpenuhi maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji Independent Sample Test jika tidak terpenuhi maka pengujian hipotesis dilakukan dengan uji Nonparametrik. Pengujian hipotesis yaitu, uji normalitas dan uji homogenitas, uji hipotesis.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal. Dengan statistik uji Kolmogorov. Hipotesis yang akan diuji yaitu:
Ho: populasi berdistribusi normal H1: Populasi tidak berdistribusi nirmal
Kriteria pengujian Ho diterima apabila nilai p-value ≥ α = 0,05 dan H1
ditolak jika p-value < α = 0,05 b. Uji homogenitas
Uji Homogenitas bertujuan untuk apakah popolasi homogen. Dengan statistik uji F. Hipotesis yang akan diuji yaitu:
Ho: populasi variansi homogen H1: Populasi variansi tidak homogen
Kriteria pengujian Ho diterima apabila nilai p-value ≥ α dan H1 ditolak jika p-value < α = 0,05
c. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2
dengan menggunakan uji Indpendent Sampel Test dengan rumusan hipotesis statistik
Ho : μ1 = μ2
H1 : μ1 ≤ μ2
Kriteria pengujian Ho diterima apabila nilai p-value ≥ α dan H1 ditolak jika p-value < α = 0,05
Untuk keperluan pengujian digunakan SPSS (Statistical Package For Social Science).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian ini dianilisis menggunakan analisis statistika deskriptif dan analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif meliputi nilai rata-rata, median, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum. Sedangkan analisis inferensial meliputi pengujian persyaratan analisis dan pengujian hipotesis.
Adapun hasil analisis masing-masing data tersebut sebagai berikut.
1. Hasil Analisis Deskriptif
Berikut ini akan diuraikan hasil analisis statistika deskriptif yaitu hasil belajar matematika siswa sebelum dan sesudah pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) (kelas eksperimen I) dan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) (kelas eksperimen II) pada siswa kelas VIII SMPN 2 Galesong Selatan.
a. Deskripsi hasil belajar matematika mengunakan TPS
Dari hasil analisis deskriptif sebagaimana yang terlampir pada lampiran D, maka statistika skor hasil belajar matematika siswa kelas VIII A sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (posttest) pada pokok pembahasan Sistem Koordinat Kartesius, disajikan dalam Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Statistika Skor Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Siswa Sebelum dan Setelah diterapkan Model TPS
Statistik Nilai Statistik
Pretest Posttest
Unit penelitian 30 30
Skor Ideal 100 100
Skor Maksimum 44 96
Skor Minimum 32 80
Rentang Skor 12 16
Skor Rata-rata 40 88
Standar Deviasi 3.377 4.386
Variansi 11.402 19.241
Sumber: Data olah lampiran D Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Sistem Kordinat Kartesius sebelum diberi perlakuan (pretest) adalah 40 dari skor ideal 100 yang mungkin dicapai oleh siswa, sedangkan skor rata-rata hasil belajar matematika siswa setelah diberi perlakuan (posttest) adalah 88 dari skor ideal 100 yang mungkin dicapai oleh siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelas VIII dengan mengunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS terjadi peningkatan sebesar 48.
Selanjutnya, jika skor hasil belajar matematika siswa sebelum dan setelah pembelajaran dengan menerapkan model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dikelompokkan kedalam lima kategori maka diperoleh tabel distribusi frekuensi dan persentase skor yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Sebelum diterapkan Model TPS
No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%) 1 0 ≤ x < 65 Sangat rendah 30 100
2 65 ≤ x < 75 Rendah 0 0
3 75 ≤ x < 85 Sedang 0 0
4 85 ≤ x < 95 Tinggi 0 0
5 95 ≤ x ≤ 100 Sangat tinggi 0 0
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 30 siswa kelas VIII yang mengikuti pretest terdapat 30 siswa atau 100% siswa termasuk dalam kategori sangat rendah
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Setelah diterapkan Model TPS
No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 0 ≤ x < 65 Sangat rendah 0 0
2 65 ≤ x < 75 Rendah 0 0
3 75 ≤ x < 85 Sedang 9 30
4 85 ≤ x < 95 Tinggi 20 66,7
5 95 ≤ x ≤ 100 Sangat tinggi 1 3,3
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 30 siswa kelas VIII yang mengikuti posttest terdapat lima kategori yakni, tidak terdapat siswa yang memperoleh kategori sangat rendah atau sekitar 0%, pada kategori rendah tidak terdapat siswa atau sekitar 0%, pada kategori sedang ada 9 siswa atau sekitar 30%, pada kategori tinggi ada 20 siswa atau sekitar
66,7% dan terdapat 1 siswa yang memperoleh kategori sangat tinggi atau sekitar 3,33%.
Selanjutnya data hasil belajar matematika siswa sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran TPS yang dikategorikan berdasarkan kriteria ketuntasan dapat dilihat pada tabel 4.4 dan tabel 4.5.
Tabel 4.4 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Sebelum diterapkan Model TPS
Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
0 ≤ x < 75 Tidak Tuntas 30 100
75 ≤ x < 100 Tuntas 0 0
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D Kriteria seorang siswa dikatakan tuntas belajar apabila memiliki nilai paling sedikit 75. Dari tabel 4.4 di atas terlihat bahwa jumlah siswa yang tidak memenuhi kriteria ketuntasan individu adalah sebanyak 30 atau 100% dari jumlah keseluruhan siswa. Dimana keterangan nilai x berada diantara 0 sampai 74. Berdasarkan deskripsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa kelas VIII sebelum diterapkan model TPS tergolong sangat rendah. Dari Tabel 4.4, terlihat bahwa terdapat 0 siswa yang tidak tuntas atau 0%, sedangkan siswa yang memiliki ketuntasan individu tidak terdapat siswa atau 0%. Dimana keterangan nilai x berada diantara 75 sampai 100. Sedangkan setelah diterapkan model TPS tergolong sangat tinggi.
Tabel 4.5 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Setelah diterapkan Model TPS
Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
0 ≤ x < 75 Tidak Tuntas 0 0
75 ≤ x < 100 Tuntas 30 100
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D
Dari Tabel 4.5, terlihat bahwa terdapat 30 siswa yang tuntas atau 100%, sedangkan siswa yang memiliki ketuntasan individu 30 siswa atau 100%. Dimana keterangan nilai x berada diantara 75 sampai 100. Jika dikaitkan dengan indikator ketuntasan hasil belajar siswa, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kelas VIII setelah diterapkan model TPS sudah memenuhi indikator ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal yaitu 70%.
b. Deskripsi hasil belajar matematika mengunakan NHT
Dari Dari hasil analisis deskriptif sebagaimana yang terlampir pada lampiran D, maka statistika skor hasil belajar matematika siswa kelas VIII B sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (posttest) pada pokok pembahasan Sistem Koordinat Kartesius, disajikan dalam Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Statistika Skor Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Sebelum dan Setelah diterapkan Model NHT
Statistik Nilai Statistik
Pretest Posttest
Unit penelitian 30 30
Skor Ideal 100 100
Skor Maksimum 54 94
Skor Minimum 22 76
Rentang Skor 32 18
Skor Rata-rata 43 82
Standar Deviasi 8.357 5.452
Variansi 69.834 29.724
Sumber: Data olah lampiran D Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Sistem Koordinat Kartesius sebelum diberi perlakuan (pretest) adalah 43 dari skor ideal 100 yang mungkin dicapai oleh siswa, sedangkan skor rata-rata hasil belajar matematika siswa setelah diberi perlakuan (posttest) adalah 82 dari skor ideal 100 yang mungkin dicapai oleh siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelas VIII dengan mengunakan model NHT terjadi peningkatan sebesar 39.
Selanjutnya, jika skor hasil belajar matematika siswa sebelum dan setelah pembelajaran dengan menerapkan model NHT dikelompokkan kedalam lima kategori maka diperoleh tabel distribusi frekuensi dan persentase skor yang dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Sebelum diterapkan Model NHT
No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%) 1 0 ≤ x < 65 Sangat rendah 30 100
2 65 ≤ x < 75 Rendah 0 0
3 75 ≤ x < 85 Sedang 0 0
4 85 ≤ x < 95 Tinggi 0 0
5 95 ≤ x ≤ 100 Sangat tinggi 0 0
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 30 siswa kelas VIII yang mengikuti pretest terdapat 30 siswa atau 100% siswa termasuk dalam kategori sangat rendah
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Setelah diterapkan Model NHT
No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%) 1 0 ≤ x < 65 Sangat rendah 0 0
2 65 ≤ x < 75 Rendah 0 0
3 75 ≤ x < 85 Sedang 20 66,7
4 85 ≤ x < 95 Tinggi 10 33,3
5 95 ≤ x ≤ 100 Sangat tinggi 0 0
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 30 siswa kelas VIII yang mengikuti pretest terdapat 30 siswa atau 100% siswa termasuk dalam kategori sangat rendah. Sedangkan, pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 30 siswa kelas VIII yang mengikuti posttest terdapat lima kategori yakni, tidak terdapat siswa yang memperoleh kategori sangat rendah atau sekitar 0%, pada kategori rendah tidak ada siswa atau sekitar 0%, pada kategori sedang ada 20 siswa atau sekitar 66,7%, pada kategori tinggi ada
10 siswa atau sekitar 33,3% dan tidak terdapat siswa yang memperoleh kategori sangat tinggi.
Selanjutnya data hasil belajar matematika siswa sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran NHT yang dikategorikan berdasarkan kriteria ketuntasan dapat dilihat pada tabel 4.9 dan tabel 4.10.
Tabel 4.9 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Sebelum diterapkan Model NHT
Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
0 ≤ x < 75 Tidak Tuntas 30 100
75 ≤ x < 100 Tuntas 0 0
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D Kriteria seorang siswa dikatakan tuntas belajar apabila memiliki nilai paling sedikit 75. Dari tabel 4.9 di atas terlihat bahwa jumlah siswa yang tidak memenuhi kriteria ketuntasan individu adalah sebanyak 30 atau 100% dari jumlah keseluruhan siswa. Dimana keterangan nilai x berada diantara 0 sampai 74. Berdasarkan deskripsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa kelas VIII sebelum diterapkan model pembelajaran NHT tergolong sangat rendah.
Tabel 4.10 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Sistem Koordinat Kartesius Setelah diterapkan Model NHT
Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
0 ≤ x < 75 Tidak Tuntas 0 0
75 ≤ x < 100 Tuntas 30 100
Jumlah 30 100
Sumber: Data olah lampiran D
Berdasarkan tabel 4.10, terlihat bahwa tidak terdapat siswa yang tidak tuntas atau 0%, sedangkan siswa yang memiliki ketuntasan individu sebanyak 30 siswa atau 100%. Kriteria seorang siswa dikatakan tuntas
belajar apabila memiliki nilai paling sedikit 75. Dari tabel 4.9 di atas terlihat bahwa jumlah siswa yang tidak memenuhi kriteria ketuntasan individu adalah sebanyak 30 atau 100% dari jumlah keseluruhan siswa.
Dimana keterangan nilai x berada diantara 75 sampai 100. Berdasarkan deskripsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa kelas VIII sebelum diterapkan model pembelajaran NHT tergolong sangat rendah.Jika dikaitkan dengan indikator ketuntasan hasil belajar siswa, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kelas VIII setelah diterapkan model NHT sudah memenuhi indikator ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal yaitu 70%.
2. Hasil Analisis Inferensial
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas terhadap data yang diperoleh. Pengujian prasyarat ini dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data yang didapatkan berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One Sample Kolmogrove-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikan 5% atau 0,05, dengan syarat yaitu:
Jika Pvalue 0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika Pvalue 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Dengan menggunakan bantuan program komputer dengan program Statistical product and Service Solutions (SPSS) Versi 23 dengan uji Kolmogrove-Smirnov, hasil analisis skor rata-rata untuk pretest dan posttest pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II dapat dilihat dari hasil uji normalitas pada tabel 4.11.
Tabel 4.11. Hasil Uji Normalitas
Kelas Signifikansi A Hasil Skor nilai pretest Eksperimen I 0,109 0,05 Normal
Eksperimen II 0,133 0,05 Normal Skor nilai posttest Eksperimen I 0,141 0,05 Normal Eksperimen II 0,125 0,05 Normal
Sumber: Data olah lampiran D Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai Pvalue (sig) > α = 0,05 yang berarti H0 diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen I dan kelas Eksperimen II berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan SPSS dapat dilihat dalam lampiran.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk menyelidiki variansi kedua sampel sama atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Levane’ Tes for Equality of Variances. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis t- Test. Jika sampel tersebut memiliki varians yang sama, maka keduaya dikatakan homogen. Pada Levane’ Tes for Equality of Variances digunakan taraf signifikansi 5% atau 0,05, dengan syarat:
Jika Pvalue 0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika Pvalue 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Dengan menggunakan bantuan program komputer dengan program Statistical product and Service Solutions (SPSS) Versi 23 dengan uji Levane’ Tes for Equality of Variances, hasil analisis uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Uji Homogenitas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.828 1 58 .182
Berdasarkan tabel di atas, diketahui nilai sig. Levene’s test for Equality of Variances adalah sebesar , maka dapat disimpulkan bahwa varians data hasil belajar antar kelas A dan B adalah sama atau homogen. Diketahui bahwa Pvalue (sig) > α = 0,05 yang berarti H0 diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai pretest dan posttest untuk kedua kelas memiliki variansi yang sama atau dapat dinyatakan homogen. Hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan SPSS dapat dilihat dalam lampiran.
c. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis data maka dapat diketahui bahwa kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II memiliki populasi yang berdistribusi normal dan memiliki variansi yang sama. Hal itu menunjukkan bahwa kelompok tersebut homogen sehingga pengujian hipotesis melalui uji independent samples t-test dapat dilakukan. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.13. Hasil Uji Hipotesis Hasil belajar
matematika siswa
Levane’s Test For Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-
tailed) Skor
Equal variances
assumed ,1.828 ,18
2 3.131 58 ,003
Equal variances
not assumed 3.131 55,458 ,003
Sumber: Data olah lampiran D Dari tabel di atas, diperoleh nilai Pvalue untuk Levane’s Test sebesar 0,182, karena nilai tersebut lebih besar dari α = 0,05, maka varians kedua data homogen. Karena hasil uji Levane’s Test menyatakan kedua variansi homogen, maka nilai thitung yang digunakan adalah berdasarkan pada uji t dibaris Equal variances assumed yaitu sebesar 3,131 dengan Pvalue sebesar 0,003.
Nilai Pvalue yang diperoleh lebih kecil dari α = 0,05, maka H0
ditolak dan H1 diterima, yang artinya bahwa terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika dengan mengunakan model TPS dengan rata-rata hasil belajar matematika dengan mengunakan model NHT pada siswa kelas VIII Selatan Kabupaten Takalar. Hasil perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan SPSS dapat dilihat dalam lampiran.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bagian A, maka pada bagian B ini akan diuraikan pembahasan hasil penelitian yang eliputi pembahasan hasil analisis deskriptif serta pembahasan hasil analisis inferensial.
1. Pembahasan Hasil Analisis Deskriptif.
Hasil belajar Matematika Siswa
Hasil analisis data belajar matematika siswa pada kelas eksperimen I atau pembelajaran yang menerapkan model TPS menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa pada pokok pembahasaan Sistem Koordinat Kartesius sebelum diberi perlakuan (pretest) adalah 39,33 (kategori sangat rendah) karna kemampuan awal siswa masih rendah serta kurangnya siswa memahami materi walaupun hampir secara keseluruhan siswa selalu aktif yang menyebabkan nilai pretest siswa rendah, sedangkan skor rata-rata hasil belajar matematika siswa setelah diberi perlakuan (posttest) adalah sebesar 87 (kategori tinggi) karna beberapa faktor yaitu selama proses pembelajaran siswa aktif, kerja sama kelompok yang bagus, meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi menyampaikan pendapatnya serta lebih optimal partisipasi siswa selama pembelajaran sehingga mampu meningkatkan hasil belajar dan meningkatnya nilai posttest siswa. Sedangkan pada kelas eksperimen II atau pembelajaran yang menerapkan model NHT menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa sebelum diberi perlakuan (pretest) adalah sebesar 42,60 (kategori sangat rendah) karna faktor rendahnya kemampuan awal siswa yang mengakibatkan nilai pretest siswa rendah serta tidak siapnya siswa belajar selama pembelajaran karena perlu diketahui bahwa kemampuan awal juga sebagai salah satu faktor yang menpengaruhi prestasi belajar siswa, sedangkan skor rata-rata hasil belajar matematika siswa setelah diberi perlakuan (posttest) adalah sebesar 83 (kategori sedang) karna ada beberapa faktor yaitu: selama proses pembelajaran keaktifan siswa meningkat