IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.3 Potensi Sumber Daya Manusia
Tabel 4. Jumlah Penduduk di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupat Enrekang 2014
No Jumlah Penduduk Jiwa Persentase (%)
1 2
Laki-laki perempuan
622 595
51,11 48,89
Jumlah 1217 100,00
Sumber: Monografi Desa Tampo, 2014.
Berdasarkan tabel 4. menjelaskan bahwa jumlah penduduk di Desa Tampo laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan , laki-laki berjumlah 622 jiwa dengan persentase 51,11%, sedangkan jumlah penduduk perempuan berjumlah 595 jiwa dengan persentase 48,89%. Hal ini menunjikkan bahwa Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibanding jumlah penduduk perempuan.
4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
Penyebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tampak beragam mulai dari penduduk yang buta aksara hingga penduduk yang bergelar sarjana.
Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan penduduk di Desa Tampo dapat dilihat pada Tabel 5:
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang 2014.
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase(%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tidak tamat SD Belum sekolah
TK Buta aksara
Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat D1 Tamat D2 Tamat D3 Tamat S1
440 85 76 260
96 87 132
13 3 3 22
36,15 6,98 6,25 21,36
7,90 7,15 10,84
1,07 0,25 0,25 1,81
Jumlah 1217 100,00
Sumber: Monografi Desa Tampo, 2014.
Berdasarkan Tabel 5. menjelaskan bahwa penduduk Desa Tampo yang tidak tamat SD sebesar 440 orang dengan persentase 36,15%, belum sekolah sebesar 85 orang dengan persentase 6,98%, TK sebesar 76 orang dengan persentase
6,25%, buta aksara 260 orang dengan persentase 21,36%, tamat SD 96 orang dengan persentase 7,90%, tamat SMP 87 orang dengan persentase 7,15%, tamat SMU 132 orang dengan persentase 10,84%, tamat D1 13 orang dengan persentase 1,07%, tamat D2 3 orang dengan persentase 0,25%, tamat D3 3
orang dengan persentase 0,25% dan tamat S1 22 orang dengan persentase 1,81%.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Tampo tergolong sangat rendah yakni rata-rata hanya tamat sekolah dasar.
4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Penyebaran pendudduk berdasarkan mata pencaharian terbagi atas 10 yaitu petani, pedagang kecil, pegawai negeri sipil (PNS), buruh, jasa, pengusaha, karyawan, nelayan, tukang. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6. Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian.
No Uraian Jumlah (Orang) Persentase (%) 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Petani Peternak Jasa Buruh
Pedagang kecil PNS
Tukang Pengusaha Karyawan Lain-lain
349 116 47 110 150 31 192
8 30 184
28,67 9,53 3,86 9,04 12,32
2,55 15,78
0,66 2,46 15,12
Total 1217 100
Sumber : Kantor Desa Tampo 2014
Berdasarkan Tabel. 6 terlihat bahwa jumlah penduduk Desa Tampo yang mata pencahariannya sebagai petani sebanyak 349 orang dan peternak sebayak 116 orang . Hal ini disebabkan karena sudah turun temurun sejak dulu bahwa masyarakat adalah petani/peternak dan juga minimya tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat tidak punya keahlian lain dan akhirnya tidak punya pilihan lain selain menjadi petani/peternak.
4.5 Sarana dan Prasarana
Salah satu faktor pelancar pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat dalam suatu Desa Tampo dengan tersedianya sarana dan prasarana, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 yaitu sebagai berikut:
Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja KabupatenEnrekang, 2014.
No Uraian Jumlah Persentase (%)
1 Sarana Pendidikan a. TK
b. Sekolah Dasar (SD
1 1
0,10 0,10 2 Sarana Ibadah
a. Masjid 3 0,306
3 Sarana Kesehatan
a. Pustu 2 0,203
4 Kantor
a. Kantor Desa b. BPP
1 1
0,10 0,10 5 Prasarana
Perhubungan/Angkutan a. Jembatan
b. Sepeda motor c. Mobil
3 957
12
0,306 97,55 1,22
Jumlah 981 100,00
Sumber: Monografi Desa Tampo, 2014.
Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa sarana dan prasarana Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, 2014. memadai masih perlu tambahan, dimana terdapat TK 1, SD 1, Jembatan 3, Masjid 3, Pustu 2 buah, Kantor desa 1 buah, Bpp 1 buah, Jembatam 3, Sepeda motor 957, Mobil 12.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
5.1.1 Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya. Sektor peternakan adalah sektor yang sarat dengan kemampuan fisik karena pada sektor pertanian tenaga
manusia lebih banyak digunakan baik untuk mengolah ternak maupun aktivitas lainnya.
Usaha ternak di Indonesia tenaga kerjanya mengandalkan tenaga manusia maka faktor umur akan berpengaruh terhadap produktivitas peternak. Umur merupakan salah satu variabel yang menentukan didalam melakukan salah satu usaha. Umur ini berkaitan erat dengan kemampuan fisik dan daya piker peternak.
Semakin tua umur seseorang kemungkinan akan semakin lemah kemampuan fisik dan kemampuan berpikir yang relatif menjadi lebih lamban. Menurut Mubyarto (1989) menyatakan bahwa umur produktif berkisar antara 15-65 tahun, sedangkan umur 0-14 tahun dan 65 tahun keatas termasuk tidak produktif. Karakteristik umur peternak sapi Potong dapat dilihat pada tabel 8:
Tabel 8. Umur Peternak Sapi Potong di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, 2014.
Umur (tahun) Jumlah (rasponden) Persentase (%) 21-40
41-60 61-80
7 12
4
30,43 52,18 17,39
jumlah 23 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah
Berdasarkan data pada tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata peternak memiliki umur berkisar antara 20–60 tahun, yaitu dengan persentase sebesar 82,61 persen yang berjumlah 19 orang, berarti sebagian besar peternak dalam usia produktif. Persentase terendah pada umur 61–80 tahun yaitu sebesar 17,39 persen yang berjumlah 4 orang, golongan tersebut merupakan peternak yang berusia tidak produktif. Jumlah peternak yang rata-rata berusia produktif sehingga dapat memacu pengembangan usaha peternakan sapi potong di Desa Tampo.
5.1.2 Pendidikan Responden
Pendidikan mempengaruhi cara berfikir petani, dimana pada umumnya petani yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebik tinggi cenderung lebih cepat menerima inovasi baru dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang pernah diikuti oleh petani responden. Untuk jelasnya mengenai rincian petani responden berdasarkan tingkat pendidikan formal dapat dilihat pada Tabel 9:
Tabel 9. Jumlah Peternak Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1
2 3 4
Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA
7 9 4 3
30.43 % 39.13 % 17.39 % 13.04 %
Jumlah 23 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014.
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa tingkat pendidikan formal peternak responden di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang tergolong rendah yakni terdapat 7 orang tidak tamat SD dengan persentase (30.43%) 9 orang tamat SD dengan persentase sebesar (39.13%),tamat SMP sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar (17.39%), tamat SMA sebanyak 3 orang dengan persentase sebesar (13.04%), Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani responden di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang masih tergolong rendah karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang Pendidikan.
5.1.3 Lama Usaha Peternakan
Lama usaha beternak berkaitan dengan tingkat pengalaman yang diperoleh peternak dalam melakukan suatu usaha peternakan. Slamet dan Asngari (1989) menyatakan bahwa pengalaman yang diperoleh seseorang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku yang meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Pengalaman akan mempengaruhi pemahaman peternak didalam upaya
menunjang manajemen usaha ternaknya. Lama usaha beternak dari peternak dapat dilihat pada tabel 10:
Tabel 10. Lama Usaha Peternakan Sapi Potong di Desa Tampo Kecamatan
Anggeraja Kabupaten Enrekang, 2014.
Lama Usaha (Tahun) Jumlah (Responden) Persentase(%) 5-10
11-16
9 14
39,13 60,87
jumlah 23 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki pengalaman beternak 5–10 tahun sebanyak 9 orang dengan persentase 39,13% dan 11–16 tahun sebanyak 14 orang dengan persentase 14%. Responden pada umumnya telah memiliki pengalaman beternak yang cukup lama.
Pengalaman memelihara sapi potong adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktifitas usaha sapi potong. Semakin lama usaha sapi potong yang diusahakan peternak, akan berpengaruh semakin terampilnya peternak dalam menghadapi masalah yang ada dalam usaha ternak sapi potong, sehingga peternak akan semakin mampu memecahkan masalah yang ada.Hal ini sesuai dengan pendapat Mosher, (1985) menyatakan bahwa lama usaha merupakan pengala man yang dapat diambil manfaatnya sehingga dapat membantu peternak dalam usahanya, karena semakin lama usahanya semakin banyak pengalaman yang diperoleh peternak
.
5.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga
Besar kecilnya tanggungan keluarga akan menentukan perilaku peternak dalam usahataninya. Makin besar jumlah tanggungan keluarga, maka makin dinamis dalam usaha ternaknya karena ia terdorong oleh tanggung jawab terhadap keluarganya. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani responden dapat dilihat pada Tabel 11:
Tabel 11. Jumlah Peternak Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di
Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, 2014.
No Jumlah tanggungan keluarga (orang)
Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 2 3
1-2 3-4 5-6
5 7 11
21,74%
30,43%
47,82%
Jumlah 23 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah 2014.
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa jumlah peternak responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 1-2 orang yakni sebanyak 5 orang dengan persentase sebesar (21,74%), dan terdapat 11 orang jumlah peternak responden yang memiliki jumlah tanggungan antara 3-4 orang dengan persentase
sebesar (30,43%)dan yang memiliki 5-6 sebanyak 9 orang dengan jumlah persentase (47,82%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan
keluarga peternak responden di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, 2014 tergolong banyak.
5.2Deskripsi Usaha Peternakan Sapi Potong
Peternakan sapi potong di Indonesia masih tetap terbuka dalam waktu yang lama, dari tahun ke tahun permintaan akan kebutuhan daging sapi mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pekembangan zaman. Namun peningkatan permintaan daging sapi tidak diikuti oleh jumlah populasi ternak sapi potong. Tidak heran kalau setiaap tahun pemintaan persediaan daging sapi di Indonesia semakin menurun terhadap jumlah penduduk walaupun jumlah populasi ternak sapi potong meningkat (Sugeng, 2002).
Usaha peternakan sapi potong secara tradisional ini pada umumnya dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dari orang tua mereka.
Ternak sapi yang dimiliki selain dimanfaatkan daging dan kulitnya, pada umumnya ternaak sapi tersebut dimanfaaatkan tenaganya untuk membantu masyarakat dalam mengelola lahan pertanian (sawah) yang dimiliki. Seperti yaang dikemukakan Anonim (2002) bahwa ternak sapi memiliki kemanfaatan lebih luas di dalam masyarakat, sehingga keberadaannya dalam meningkatkan perkembangannyaa pun lebih baik.
Ternak merupakan salah satu sumber protein hewani masyarakat, mempunyai prospek yang cerah dan menjanjikan untuk dikembangkan. Selain
itu, ternak dapat menjadi sumber pendapatan petani ternak, lapangan kerja, tenaga kerja dan sumber devisa yang potensial serta perbaikan kualitas tanah. Sapi potong mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat sehingga merupakan
komoditas yang sangat penting untuk dikembangkan Sumber daya peternakan, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya alam yang
dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi. Menurut Saragih dalam Mersyah (2005), ada beberapa pertimbangan perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu: 1) budi daya sapi potong relatif tidak bergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang berkualitas tinggi, 2) memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes, 3) produk sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, dan 4) dapat membuka lapangan pekerjaan.
Usaha peternakan sapi potong yang diusahakan di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Pada umumnya masih menggunakan pemeliharaan secara tradisional. Peternak masih menggembalakan sapi potong di kebun, lapangan, dan sawah yang tersedia cukup pakan. Dari 23 jumlah responden, yang menggembalakan sapi sebanyak 21 responden,dan dikandangkan sebanyak 2 responden.
1. Sistem Pemeliharaan dengan Digembalakan
Pengembalaan yang dilakukan responden pada umumnya sekitar jam 07.00 mereka menggembalakan di kebun, sawah, di pinggir jalan dan lain-lain.
Tujuan dilakukan pegembalaan adalah untuk mendapatkan makanan. Sesudah
digembalakan pemilik peternak pergi kebun atau ke sawah untuk berusahatani.
Jam 11.30 pemilik peternak kembali dari kebunnya untuk mengistirahatkan sapi yang digembalakan. Istirahat dilakukan untuk memberikan minuman, garam dan dedak. Pukul 13.00 sapi digembalakan di tempat yang berbeda. Tujuan untuk mendapatkan tempat pengembalaan yang baru sehingga sapi potong tersebut memperoleh makanan yang cukup.
Pakan sangat penting untuk diperhatikan, karena pakan sangat besar pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan sapi. Pakan diperlukan untuk hidup pokok, pertumbuhan , reproduksi, dan produksi daging. Zat gizi utama yang dibutuhkan sapi potong adalah protein dan energi. Pakan yang diberikan untuk sapi potong harus cukup, baik mengenai mutu dan pertumbuhan sehingga harus
diberikan secara rutin dan teratur yaitu pada pagi dan sore hari. Pakan yang
kurang akan menghambat pertumbuhan. Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral
bagi ternak. (Anonim, 2012).
Jam 17.00 peternak pulang dari kebun atau sawah sekaligus membawa sapi mereka ke rumah untuk bermalam. Tujuan dikembalikan sapi ke sekitar rumah adalah untuk mengantisipasi maraknya pencurian sapi jika dibiarkan bermalam dikebun, sawah dan lain-lain. Dibandingkan kalau diikat di sekitar rumah akan lebih aman karena pemilik peternak akan menjaga ternak sapi potong tersebut. Sapi yang bermalam di sekitar rumah, sapi tersebut diberi makanan untuk persiapan makan malam. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012)
yang menyatakan bahwa ketersediaan pakan yang terbatas akan cenderung meningkatkan perilaku sapi potong. Ternak yang dibiarkan keluar dari kandangnya untuk jangka waktu yang lama akan menimbulkan hal yang dapat mengancam atau mengganggu.
2. Sistem Pemeliharaan Sapi Potong yang Dikandangkan
Sistem pemeliharaan sapi dikandangkan berbeda dengan sistem yang digembalakan. Dari pemeliharaan hanya 2 responden yang menerapkan sistem pemeliharaan dengan cara dikandangkan. Kandang terbuat dari bahan kayu dan bambu, dengan alas semen berukuran 3 x 20 meter yang dapat menampung 18 ekor sapi. Sapi yang dikandangkan membutuhkan tempat yang baik sehingga sapi mendapatkan tempat yang nyaman. Didalam kandang terdapat tempat penampungan makanan, dan pagar untuk mengantisipasi lepasnya sapi tersebut agar tidak mengganggu perkebunan masyarakat. Pakan sapi yang disediakan bervariasi ada yang menggunakan rumput gajah, dedak, konsentrat, garam, batang pisang dan lain-lain. Agar makanan tetap terpenuhi, pemilik sapi mengambil rumput di kebun yang sudah dipersiapkan dengan menggunakan motor tiga roda untuk mengangkut rumput. Rumput tersebut dicacah secara tradisional, setelah itu hasil rumput yang sudah dicacah kemudian dicampur dengan dedak, air dan lain-lain kemudian diberikan sebagai pakan. Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga.
Makin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan masih besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk daging. Waktu pemberian pakan pada sistem yang dikandangkan sama dengan
sapi yang digembalakan. Keuntungan yang diperoleh dari sistem dikandangkan adalah:
a)kualitas pakan sapi lebih terjamin, b) tingkat keamanan terjaga, c) diperolehnya hasil sampingan dari kotoran sapi seperti biogas, pupuk organic dan sebagainya.
5.3Analisis Usaha Peternakan Sapi Potong
Tabel 12. Penerimaan dari Peternakan Sapi Potong di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
No Nama Responden
Jumlah Ternak
Sapi Poton Harga pendapatan
1 Usman 2 6.500.000 4.893.500
2 Mohajir 1 5.000.000 4.938.500
3 Hasbi 1 5.000.000 4.883.500
4 Rukman 2 8.000.000 6.736.500
5 Karim 1 5.000.000 4.933.500
6 Nurhayati 2 4.500.000 4.443.500
7 Jampa 1 3.000.000 1.923.500
8 Muh. Ansar 3 16.000.000 12.360.000
9 Sennang 1 5.000.000 3.443.500
10 Pajakkari 1 5.000.000 4.428.500
11 Cendong 1 5.000.000 2.883.500
12 Salama 1 5.000.000 3.928.500
13 Muh. Tahir 1 5.500.000 5.393.500
14 Paksyamsuddin 1 5.000.000 4.940.500
15 Gasseng 1 5.000.000 4.943.500
16 Dariah 1 5.500.000 5.443.500
17 Asma wing 3 20.000.000 19.878.500
18 Kamaruddin 1 5.500.000 5.443.500
19 Pakbudi 1 5.000.000 4.943.500
20 Kaharuddin 1 4.000.000 3.943.500
21 Basri 3 13.800.000 13.728.500
22 Muh. Yunus 1 5.000.000 3.840.000
23 Tari 1 5.000.000 4.933.500
Jumlah 32 152.300.000 137.228.500
Rata-rata 71,87 6.621.739 5.966.457 Sumber:Data Primer Setelah Diolah 2014
Berdasarkan Tabel 12 menjelaskan bahwa penerimaan peternak sapi potong dari 23 responden dengan jumlah ternak sapi potong sebanyak 32 atau rata-rata sebesar (71,87) dan jumlah harga yang didapatkan oleh peternak sapi
potong yaitu Rp.152.300.000,- atau rata-rata sebesar (6.621.739) sehingga penerimaan peternak sapi potong yaitu Rp.137.228.500,- atau rata-rata sebesar (5.966.457).
Tabel 13. Jumlah Biaya Tetap yang Dikeluarkan Peternakan Sapi Potong di Desa Tampo Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
NO Nama
Responden
Biaya Tetap
Jumlah
1 2 3
1 Usman - 11.500 65.000 76500
2 Mohajir - 11.500 15.000 26500
3 Hasbi - 11.500 75.000 86500
4 Rukman - 11.500 15.000 26500
5 Karim - 11.500 15.000 26500
6 Nurhayati - 11.500 15.000 26500
7 Jampa - 11.500 15.000 26500
8 Muh. Ansar 3.200.000 - 130.000 3330000
9 Sennang - 11.500 15.000 26500
10 Pajakkari - 11.500 15.000 26500
11 Cendong - 11.500 15.000 26500
12 Salama - 11.500 15.000 26500
13 Muh. Tahir - 11.500 15.000 26500
14 Paksyamsuddin - 11.500 15.000 26500
15 Gasseng - 11.500 15.000 26500
16 Dariah - 11.500 15.000 26500
17 Asma wing - 11.500 80.000 91500
18 Kamaruddin - 11.500 15.000 26500
19 Pakbudi - 11.500 15.000 26500
20 Kaharuddin - 11.500 15.000 26500
21 Basri - 11.500 15.000 26500
22 Muh. Yunus 1.000.000 - 100.000 1100000
23 Tari - 11.500 20.000 31500
Jumlah 4.200.000 241.500 725.000 5166500 Rata-rata 2.100.000 11.500 31.522 22463043 Sumber:Data Primer Setelah Diolah 2014
Keterangan:1.Tali, 2. Penyusutan kandang, dan 3. pakan
Berdasarkan tabel 13 menjelaskan bahwa jumlah biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak sapi potong di Desa Tampo dari 23 responden yaitu harga pada tali sebanyak Rp. 4.200.000,- atau rata-rata sebesar (2.100.000), penyusutan kandang sebanyak Rp. 241.500,- atau rata-rata sebesar (11.500), dan pakan
sebanyak Rp. 725.000,- atau rata-rata sebesar (31,522), sehingga jumlah biaya tetap yang di keluarkan peternak sapi potong sebanyak Rp. 5.166.500,- atau rata- rata sebesar (22.463.043).
Tabel 14. Jumlah Biaya Variabel yang Dikeluarkan Peternakan Sapi Potong di Desa Tampo
NO Nama
Responden
Biaya Variab
Jumlah 1 2 3 4
1 Usman
1.500.00
0 - 30.000 -
1.530.00 0
2 Mohajir 5.000 30.000 - 35.000
3 Hasbi - - 30.000 - 30.000
4 Rukman
1.200.00
0 7.000 30.000 -
1.237.00 0
5 Karim - 10.000 30.000 - 40.000
6 Nurhayati - - 30.000 - 30.000
7 Jampa
1.000.00
0 20.000 30.000 -
1.050.00 0
8 Muh. Ansar - - 60.000
250.00
0 310.000
9 Sennang
1.500.00
0 - 30.000 -
1.530.00 0
10 Pajakkari 500.000 15.000 30.000 - 545.000
11 Cendong
2.000.00
0 10.000 30.000 50.000
2.090.00 0
12 Salama
1.000.00
0 15.000 30.000 -
1.045.00 0
13 Muh. Tahir - - 30.000 50.000 80.000
14 Paksyamsuddin - 3.000 30.000 - 33.000
15 Gasseng - - 30.000 - 30.000
16 Dariah - - 30.000 - 30.000
17 Asma wing - - 30.000 - 30.000
18 Kamaruddin - - 30.000 - 30.000
19 Pakbudi - - 30.000 - 30.000
20 Kaharuddin - - 30.000 - 30.000
21 Basri - 15.000 30.000 - 45.000
22 Muh. Yunus - - 60.000 - 60.000
23 Tari - 5.000 30.000 - 35.000
Jumlah
8.700.00 0
105.00 0
750.00 0
350.00 0
9.905.00 0
Rata-rata
1.242.85
7 10.500
32.609
116.66 7
1.402.63 3 Sumber:Data Primer Setelah Diolah 2014
Keterangan:
1.bibit, 2. Obat-obatan, 3.pemeliharaan sapi potong, dan 4. konsultasi dokter
Berdasarkan tabel 14 Menjelaskan bahwa jumlah biaya variabel yang dikeluarkan oleh peternak sapi potong di Desa Tampo dari 23 responden yaitu harga bibit sebanyak Rp. 8.700.000,- atau rata-rata sebesar (1.242.857), obat- obatan sebanyak Rp.105.000,- atau rata-rata sebesar (10.500), pemeliharaan sapi potong sebanyak Rp. 750.000,- atau rata-rata sebesar (32.609), dan konsultasi dokter
sebanyak Rp. 350.000,- atau rata-rata sebesar (116.667), sehingga jumlah biaya
variabel yang dikeluarkan peternak sapi potong dari 23 responden yaitu Rp. 9.905.000,- atau rata-rata sebesar (1.402.633).
Tabel 15. Biaya-biaya yang Dikeluarkan Peternakan Sapi Potong di Desa Tampo
No Nama
Responden Biaya Tetap
Biaya
Variabel Jumlah
1 Usman 76500 1.530.000 1.606.500
2 Mohajir 26500 35.000 61.500
3 Hasbi 86500 30.000 116.500
4 Rukman 26500 1.237.000 1.263.500
5 Karim 26500 40.000 66.500
6 Nurhayati 26500 30.000 56.500
7 Jampa 26500 1.050.000 1.076.500
8 Muh. Ansar 3330000 310.000 3.640.000
9 Sennang 26500 1.530.000 1.556.500
10 Pajakkari 26500 545.000 571.500
11 Cendong 26500 2.090.000 2.116.500
12 Salama 26500 1.045.000 1.071.500
13 Muh. Tahir 26500 80.000 106.500
14 Paksyamsuddin 26500 33.000 59.500
15 Gasseng 26500 30.000 56.500
16 Dariah 26500 30.000 56.500
17 Asma wing 91500 30.000 121.500
18 Kamaruddin 26500 30.000 56.500
19 Pakbudi 26500 30.000 56.500
20 Kaharuddin 26500 30.000 56.500
21 Basri 26500 45.000 71.500
22 Muh. Yunus 1100000 60.000 1.160.000
23 Tari 31500 35.000 66.500
JUMLAH 5166500 9.905.000 15.071.500 Rata-rata 22463043 1.402.633 655.283 Sumber:Data Primer Setelah Diolah 2014
Berdasarkan tabel 15 menjelaskan bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong yaitu pada biaya variabel tetap sebanyak Rp. 5.166.500,- atau rata-rata sebesar (22.463.043), sedangkan biaya variabel sebanyak Rp.
9.905.000,-
atau rata-rata sebesar (1.402.633), sehingga jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong dari 23 responden yaitu Rp. 15.071.500,- atau rata-rata sebesar (655.283)
5.3.1 Biaya Produksi
Biaya produksi usaha peternakan sapi potong dalam penelitian ini biaya pengeluaran seperti pembelian bibit sapi adalah Rp. 8.700.000,- atau rata-rata
Rp.1.242.857,- satu tahun pemakaian. Biaya obat-obatan adalah sebesar Rp. 105.000,- atau dengan rata-rata sebesar Rp. 10.500,-, Biaya penyusutan
kandang sapi potong sebesar Rp. 4.200.000,- atau dengan rata-rata sebesar Rp 2.100.000,- Biaya penyusutan tali sebesar Rp.241.500,- atau dengan rata-rata
sebesar Rp.11.500,-. Untuk pakan ternak adalah sebesar Rp. 725.000,- atau dengan rata-rata Sebesar Rp. 31.522,- untuk konsultasi dokter ternak sebesar adalah Rp. 350.000,- atau dengan rata-rata adalah sebesar Rp.116.667,- dan
Hari Orang Kerja (HOK) adalah sebesar Rp.750.000,- atau dengan rata-rata sebesar Rp. 32.609,-.
5.3.2 Penerimaan
Harga penjualan ternak sapi potong ditentukan oleh peternak dengan berdasar pada biaya-biaya yang dikeluarkan selama mengelola usaha peternakan tersebut. Penerimaan usaha peternakan sapi potong yang diperoleh dari penjumlahan antara jumlah sapi yang telah dijual, jumlah ternak sapi yang di konsumsi dan jumlah ternak sapi yang masih ada dijumlahkan dengan harga jual.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995) yang menyatakan
bahwa penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.
Penerimaan petani dari usaha ternak sapi potong adalah hasil yang diperoleh dari jumlah sapi yang dijual dikalikan dengan harga jual. Berdasarkan hasil penelitian dari 23 responden diperoleh penerimaan dari ternak sapi potong
adalah sebesar Rp. 152.300.000,- atau dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp. 6.621.739,-, dimana rata-rata penerimaan diperoleh dari penerimaan ternak
sapi potong dibagi dengan jumlah responden.
5.3.3 Pendapatan
Pendapatan dari usaha ternak sapi potong setelah dikurangi dengan biaya
produksi adalah sebesar Rp. 137.228.500,- atau dengan rata-rata sebesar Rp. 5.966.457,-. Besarnya pendapatan ini dapat dibedakan antara usaha ternak
sapi yang dikandangkan dengan yang digembalakan. Pada usaha ternak sapi yang dikandangkan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 16.200.000,- atau dengan rata-
rata Rp. 8.100.000,-. Sedangkan yang digembalakan diperoleh pendapatan sebesar Rp 121.028.500,- atau dengan rata-rata Rp. 5.763.262,-. Dengan demikian pada usaha ternak sapi yang dikandangkan diperoleh hasil atau pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan yang digembalakan.
Dengan mengkandangkan ternak sapi potong lebih baik dan efisien dilakukan oleh karena dengan mengkandangkan sapi dapat mempercepat peningkatan bobot badan sapi bila dibandingkan dengan digembalakan sehingga sapi potong yang dikandangkan lebih besar pendapatannya dibandingkan dengan sapi potong yang digembalakan.
Sebagai asumsi bahwa ternak dengan kurang aktivitas/pergerakan berarti penggunaan energi rendah dan ini memberi dampak pada penggunaan bahan makanan yang lebih efisien untuk dikonfersi menjadi daging oleh tubuh ternak.
Sebaliknya dengan metode penggembalaan yang mana ternak sapi potong dilepaskan di daerah padang rumput ini dapat menurunkan efisiensi penggunaan pakan dikarenakan banyaknya energi yang terbuang akibat besarnya aktifitas ternak sapi potong dalam mencari rumput.
Hal ini sesuai dengan pendapat Darmon, (1993) pengetahuan dan keahlian yang baik bagi para peternak akan pemeliharaan sapi potong juga sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi yang dihasilkan, tentunya apabila hasil produksi usaha yang diperoleh sangat baik, maka akan baik pula pengaruhnya terhadap pendapatan yang diperoleh, sehingga diperkirakan bahwa usaha ternak sapi potong tersebut dapat memberikan kontribusi atau pemasukan yang cukup besar terhadap pendapatan keluarga.
Adanya perbedaan besarnya pendapatan di setiap stratum disebabkan oleh perbedaan besarnya populasi yang dipelihara masing-masing peternak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Harnanto (1992), bahwa penerimaan setiap responden bervariasi tergantung pada jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki oleh setiap peternak dengan menggunakan hubungan
5.3.4. Total biaya
Jadi total pengeluaran sebanyak Rp. 15.071.500,- dimana total pengeluaran diperoleh dari biaya pengeluaran variabel ditambah dengan biaya pengeluaran tetap dan pendapatan peternak sapi potong sebanyak Rp.
137.228.500,- diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total pengeluaran dengan rata-rata Rp. 5.966.457,-, diperoleh dari total pendapatan dibagi dengan jumlah responden . Hal ini sesuai dengan nilai yang didapatkan (lihat lampiran hal 52,53) sehingga dapat di simpulkan bahwa beternak sapi potong menguntungkan.
Total biaya merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang di keluarkan untuk sarana poduksi dan berkali-kali dapaat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan, dan sarana transportasi
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi, dan biaya lain-lain berupa biaya penerangan listrik, sumbangan, pajak usaha dan iuran.
Adanya perbedaan besarnya total biaya di setiap stratum disebabkan oleh perbedaan besarnya populasi yang dipelihara masing-masing peternak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Harnanto (1992), bahwa total biaya setiap responden bervariasi tergantung pada jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki oleh setiap peternak dengan menggunakan hubungan antara penerimaan dan biaya maka dapat diketahui cabang-cabang usaha tani yang menguntungkan untuk di usahakan.