Pemberian hukuman, sebaiknya cara terakhir yang digunakan dalam mendisiplin anak.
Dewasa ini, hampir semua pendidik Barat menentang pemberian hukuman secara fisik sebab tindakan itu hanya menyelesaikan masalah sementara waktu saja dan memberi akibat sampingan yang tidak baik. Tidak semua penggunaan hukuman atau hukuman fisik itu tidak berfaedah. Alkitab mengajarkan, "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya menghajar dia pada waktunya"
(Amsal 13:24), dan juga, "Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati" (Amsal 23:13-14). Tetapi bukan berarti bahwa orangtua atau guru boleh dengan semena-mena menggunakan haknya untuk memukul anak.
Ada empat alasan mengapa hukuman fisik tidak dapat diterima. PERTAMA, secara tidak sadar memberi pukulan mengajar anak untuk memukul. KEDUA, bila orangtua kehabisan akal, lalu dengan emosi dan kekerasan, ia memukul. KETIGA, dari hasil penyelidikan terhadap seekor tikus. Bila tikus tidak tersesat baru diberi makanan, hasilnya akan lebih baik dibanding bila tikus tersesat, lalu diberi aliran listrik. Jadi disimpulkan bahwa hukuman tidak mendatangkan hasil. KEEMPAT, memukul dapat melukai harga diri seorang anak, mengurangi kepercayaannya terhadap pendidik, bahkan menghindari dan membencinya.
Jenis Hukuman Fisik Ada 3 jenis hukuman fisik:
1. Dipukul
Kalau hukuman fisik tidak dapat dihindari, lakukan dengan kepala dingin dan jangan dalam keadaan marah. Terhadap anak usia 15-18 tahun, masih boleh dikenakan hukuman fisik yang ringan. Pilihlah alat yang digunakan dengan cermat, yang penting bukan dalam suasana marah sehingga memukul dengan keras, menjewer, atau menonjoknya. James C. Dobson menentang memukul anak dengan tangan, karena tangan adalah perantara kasih. Ia juga berpendapat bahwa hukuman fisik hanya sampai batas anak merasa sakit dan berteriak, baru ada hasilnya dan bukan memukulnya dengan kejam. Jangan menunggu bila ingin menggunakan hukuman fisik, apakah perlu atau tidak dan bukan dengan mengatakan, "Nanti, tunggu ayahmu pulang, baru kamu dipukul."
2. Diasingkan
Orang dewasa sering menggunakan pengasingan sebagai hukuman untuk anak.
Anak diasingkan dari anak lain, tidak diizinkan bermain supaya dengan tenang, anak dapat mengintrospeksi dirinya sendiri. Tetapi dalam jangka waktu tertentu, datang dan tanyakanlah kepada anak, apakah ia memerlukan bantuan dan menguraikan dengan jelas harapan orangtua atas perilaku mereka. Dalam
menerapkan hukuman, perlu diperhatikan jangka waktunya karena bila waktunya terlalu panjang atau terlalu pendek, akan kehilangan fungsi hukumannya. Karena
e-BinaAnak 2005
64
setiap anak itu berbeda sifat, maka penerapan hukuman ini sebaiknya dilakukan dengan fleksibel. Waktu jangan lebih dari 10- 15 menit, tempat harus aman, dan jangan ada barang yang membuat anak senang melewati waktu itu.
3. Didamprat
Ada anak yang sangat peka, yang tidak perlu menggunakan hukuman fisik atau bentuk lain. Hanya dengan perkataan saja, ia sudah berubah. Hukuman dengan cara mendamprat ini termasuk kritikan, ajaran, teguran yang keras, agar anak merasa bersalah dan malu. Bagi anak yang nakal, hukuman ini tidak berguna.
Menggunakan hukuman ini juga harus berhati-hati karena omelan yang berlebihan akan melukai harga diri anak itu, membuat jurang antara anak dan orangtua.
Usulan
Cara apa pun yang digunakan harus masuk akal, baru dapat hasil yang baik. di bawah ini beberapa usulan:
1. Gunakan cara lain dahulu.
Sebelum menggunakan hukuman fisik, gunakanlah terlebih dahulu cara penghukuman yang lain.
2. Peringatkanlah terlebih dahulu.
Pertama kali anak melakukan kesalahan, jangan langsung dihukum, lebih baik mencari waktu untuk menjelaskan peraturan yang ada terlebih dahulu. Jangan menghukum anak dalam keadaan tidak tahu, tetapi setelah diingatkan dan diperingatkan masih berbuat salah, baru dihukum.
3. Dengan kasih sebagai motivasi.
Hukuman tidak mengandung aniaya, hukuman harus dilakukan atas dasar kasih dan perhatian, hukuman harus digunakan dalam keadaan yang sadar dan bukan dalam keadaan emosional dan marah.
4. Pertahankan hubungan yang baik.
Hukuman hanya bisa dilaksanakan saat adanya hubungan yang baik antara anak dan yang menghukum; jika tidak, hasilnya tidak mungkin baik.
5. Memegang waktu.
Hukuman harus segera ditindaklanjuti. Pengalaman membuktikan makin panjang waktunya, semakin kurang hasilnya.
6. Mengendalikan tingkat hukuman.
Tingkat hukuman harus tepat. Jangan terlalu keras atau terlalu ringan. Hukuman fisik yang terlalu ringan tidak akan ada faedahnya, tetapi bila terlalu keras akan meninggalkan bekas di dalam hati anak. Akibatnya, semuanya tidak akan mencapai hasil yang diinginkan.
7. Penjelasan yang gamblang.
Setelah hukuman diberikan, sebaiknya orangtua atau guru memberikan penjelasan mengapa mereka dihukum dan dilarang melakukan sesuatu, sehingga hasilnya akan lebih baik, selain mendidik anak untuk mengatasi masalah.
e-BinaAnak 2005
65 8. Secara aktif berkomunikasi.
Setelah menghukum anak, harus ada komunikasi yang baik dengan anak.
Umumnya, setelah dihukum, seorang anak ingin kembali menjalin hubungan yang baik dengan orangtua atau guru. Jangan mundur, dan sebaiknya manfaatkan kesempatan itu untuk menyatakan kasih bahwa anak itu sangat berharga di dalam hati Anda, hukuman itu diberikan semata-mata karena kasih.
9. Menghadapi masalahnya, bukan manusianya.
Hukumlah perilaku anak yang salah dan bukan menghukum orangnya. Sewaktu menghukum anak, jangan melihat pribadinya, supaya jangan merusak hubungan kita dengan mereka. Apabila mereka gagal dalam belajar, kita harus membantu pelajaran mereka, bukan menganggap mereka anak yang bodoh. Allah
menciptakan satu bagian tubuh yang banyak dagingnya yang dapat terhindar dari luka-luka karena pukulan, yaitu pantat. "Di bibir orang berpengertian terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal budi"
(Amsal 10:13). "Hukuman bagi si pencemooh tersedia dan pukulan bagi
punggung orang bebal" (Amsal 19:29). "Cemeti adalah untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk punggung orang bebal" (Amsal 26:3). Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "punggung".
Bahan diedit dari sumber:
Judul Buku: Menerobos Dunia Anak Penulis : DR. Mary Go Setiawani
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993 Halaman : 60 - 63
e-BinaAnak 2005
66
Aktivitas: Berjalan di Jalan yang Benar
Persiapan:
1. Sebatang kapur tulis.
2. Sebuah kursi atau buku nyanyian.
3. Tiga atau empat lembar kertas berisi ayat Alkitab (Yesaya 30:21).
4. Permainan ini diadakan di ruangan terbuka dan cukup luas.
Cara Bermain:
Pemimpin permainan membuat sebuah garis start, dan juga dua garis sejajar yang panjangnya kurang dari 10 meter, serta lebarnya 20 cm di lantai. Pada ujung kedua garis sejajar itu diletakkan sebuah buku nyanyian atau sebuah kursi yang merupakan
"jalan yang benar" yang harus ditempuh.
Pemimpin membuat "jalan" yang sama kira-kira tiga sampai empat buah, kemudian meletakkan kursi atau buku nyanyian di ujung "jalan itu". Para peserta dibagi menjadi tiga sampai empat kelompok. Setiap kelompok memilih satu orang dari anggotanya untuk mengawasi kelompok yang lain.
Kemudian, setiap kelompok berbaris ke belakang dan menghadap ke "jalan" itu. Ketika permainan dimulai, orang pertama dari masing- masing kelompok membawa kertas yang sudah berisi ayat Alkitab dengan melewati "jalan" itu. Ujung kaki yang satu harus menempel pada tumit kaki yang lain secara bergiliran.
Apabila ia tiba di kursi atau buku nyanyian itu, kakinya harus menyentuh kursi atau buku nyanyian tersebut. Kemudian ia berjalan mundur dengan cara yang sama sampai pada garis start dan memberikan kertas itu kepada peserta berikutnya. yang dianggap
sebagai pelanggaran ialah apabila:
Kakinya menginjak garis batas "jalan".
Ia berjalan di luar "jalan".
Apabila salah satu syarat di atas dilanggar, orang yang sudah sempat maju ke depan harus mulai lagi dari garis start dan yang mundur harus mulai dari kursi atau buku nyanyian. yang menjadi pemenangnya ialah kelompok yang paling cepat
menyelesaikan "perjalanan" itu.
Tujuan:
Sebagai orang Kristen, kita wajib berjalan di jalan yang benar, sebab itulah salah satu perlengkapan rohani kita untuk dapat mengalahkan serangan dari si Iblis (Efesus 6:14).
Bahan dikutip dari sumber:
Judul Buku: 100 Permainan dan 500 Kuis Alkitab Penulis : Dr. Mary Go Setiawani dan Rachmiati Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1994 Halaman : 56 - 57
e-BinaAnak 2005
67
Mutiara Guru
Hukuman menyatakan motivasi atau sikap yang salah dibalik perkataan atau tingkah laku seorang anak.
Hukuman menjelaskan kesalahan dan megajarkan yang benar.
Dari Anda Untuk Anda
Dari: Rahmadi Prasetyo <Prast_sby@>
>Anak saya 7 tahun, sekarang kelas 2 SD. Dia lagi senang membaca
>Alkitab. Apakah ada buku renungan PA secara harian khusus untuk
>anak-anak?
>Trims. GBU!
>Pras Redaksi:
Pasti merupakan satu sukacita bagi Anda sekeluarga melihat buah hati Anda mulai tertarik dengan Firman Tuhan. Umur 3-4 tahun adalah usia yang tepat untuk
menanamkan kesukaan pada buku (meskipun anak baru bisa melihat gambarnya saja).
Pada umur 6-7 tahun anak sudah sangat mampu membaca buku sendiri. Berikut ini beberapa buku yang bisa Anda berikan kepada anak Anda:
1. Judul Buku : Alkitab Komik Penulis : Rob Suggs Penerbit : Gospel Press
2. Judul Buku : Bertumbuh dalam Kasih (Berseri) Penulis : Tim Pelayanan Efata
Penerbit : Yayasan Andi
3. Judul Buku : Kumpulan Cerita Alkitab Hosana Penulis : Angela dan Ken Abraham
Penerbit : Alice Saputra Communications Co.
Selain buku-buku di atas, pasti masih ada buku-buku lain yang bagus untuk anak-anak.
Nah, jika rekan-rekan e-BinaAnak mengetahui informasi tentang buku-buku tersebut, silakan kirimkan infonya kepada kami di:
e-BinaAnak 2005
68
e-BinaAnak 216/Februari/2005: Mendisiplin dengan Teguran
Salam dari Redaksi
Salam dalam penyertaan kasih-Nya,
Dua edisi yang lalu, e-BinaAnak telah menyajikan topik MENDISIPLIN ANAK DENGAN ROTAN dan MENDISIPLIN ANAK DENGAN HUKUMAN. Kini, pada Edisi 216/2005 ini, e-BinaAnak akan melanjutkannya dengan topik MENDISIPLIN DENGAN TEGURAN.
Teguran terhadap seorang anak atau murid merupakan cara mendisiplin yang cukup efektif jika dilakukan dengan benar dan dengan kata-kata yang tepat. Untuk itu, guru harus dengan penuh kerendahan hati memohon agar Tuhan memberikan hikmat dan ketegasan, serta kasih dan kelemahlembutan, sehingga teguran Anda bisa mengenai hati nurani anak. Kata-kata yang membekas dalam hati nurani seorang anak akan membuatnya sadar dan bertobat dari kesalahan yang telah dilakukannya. Anda ingin belajar bagaimana caranya agar teguran yang Anda berikan bisa mengena di hati mereka? Nah, kami berharap, sajian-sajian kami ini bisa menjadi jawaban dari pertanyaan di atas. Selamat Membaca! (Ra)
Tim Redaksi
"Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi."
(Amsal 15:32)
< http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Amsal+15:32 >
e-BinaAnak 2005
69
Artikel: Teguran Pada Hati Nurani
Saat Saudara memutuskan untuk menegur anak Saudara, teguran dan tindakan pendisiplinan tersebut harus membekas di dalam hati nurani mereka. Allah telah memberikan daya nalar kepada anak-anak untuk membedakan hal yang benar dan salah. Paulus mengingatkan kita bahwa orang-orang yang tidak memiliki Taurat Allah pun menunjukkan bahwa tuntutan-tuntutan hukum tersebut tertulis pada loh hati mereka ketika mereka mentaati hukum tersebut (Roma 2:12-16). Mereka tidak berdalih atau menuduh diri mereka sendiri melalui pikiran mereka karena hati nurani mereka.
Hati nurani pemberian Allah ini adalah sekutu Saudara dalam menegur dan mendisiplin anak. Teguran-teguran Saudara yang paling membekas atau mengena di hati anak ialah teguran-teguran yang menyerang hati nurani anak tersebut. Ketika hati nurani yang diserang itu dibangkitkan, maka teguran dan pendisiplinan dapat mengenai sasaran mereka.
Dua buah ilustrasi Alkitabiah menjelaskan soal ini. Amsal 23 membenarkan
penggunaan rotan untuk menegur (memperbaiki kesalahan). Ayat 13 dan 14 berbunyi:
"Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau
memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati."
Namun, dalam perikop ini pendisiplinan dengan rotan bukan satu- satunya cara untuk mendidik. Ada cara yang lain, yaitu teguran kepada hati nurani. Permintaan yang serius yang tulus memenuhi pasal dari Kitab Amsal ini:
"Jangan hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa " (ayat 17)
"... tujukanlah hatimu ke jalan yang benar ..." (ayat 19)
"Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau" (ayat 22)
"Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian." (ayat 23)
"Hai anakku, berikanlah hatimu kepadaku ..." (ayat 26)
Ayat tersebut sebenarnya mengalirkan permintaan yang serius, tulus dan halus, yang menegur hati nurani. Apakah Salomo lemah dalam melakukan pendisiplinan dengan rotan? Tidak! Tetapi dia menyadari adanya keterbatasan dari pendisiplinan dengan rotan. Dia mengetahui bahwa pendisiplinan dengan rotan meminta perhatian, tetapi hati nurani juga harus dibajak dan ditanami dengan kebenaran tentang jalan-jalan Allah.
Percakapan Yesus dengan orang-orang Farisi memberikan contoh lain yang jelas mengenai teguran pada hati nurani. Dalam Matius 21:23, imam-imam kepala dan tua- tua bangsa menantang otoritas Kristus. Dia menjawab dengan memberikan
perumpamaan tentang dua orang anak:
e-BinaAnak 2005
70
"Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki.
Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian dia menyesal, lalu pergi juga.
Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya? Jawab mereka: yang terakhir. Kata Yesus kepada mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya
kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kamu kemudian tidak menyesal dan kamu juga tidak percaya kepadanya." (Matius 21:28-32)
Di akhir perumpamaan itu, Dia menanyakan kepada mereka satu pertanyaan yang arahnya untuk mengetahui penalaran mereka tentang yang benar dan yang salah.
Mereka menjawab dengan tepat.
Dia memberikan perumpamaan lain kepada mereka perumpamaan mengenai penggarap dan pemilik kebun anggur yang terdapat dalam Matius 21:33-46.
Perhatikan bagaimana Yesus menegur mereka mengenai apa yang benar dan yang salah. Dia sedang menegur hati nurani mereka. "Apabila pemilik kebun anggur itu datang, apa yang akan dia lakukan?"
Dia meminta mereka membuat penilaian. Mereka menilai secara benar. Kemudian dia membuktikan kepada mereka, bahwa mereka menunjukkan diri mereka sendiri. Ayat 45 membuktikan bahwa mereka menangkap maksud-Nya...." Matius mengatakan, "Mereka mengerti bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya ...."
Ini adalah contoh. Kristus menegur hati nurani mereka, sehingga mereka tidak dapat lari dari berbagai implikasi dosa mereka. Jadi, dia menyelesaikan sampai pada sumber permasalahan, bukan hanya soal- soal yang dipermukaan saja.
Pertanyaan mereka dalam Matius 21:23, "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?", kedengaran seperti pertanyaan yang ingin mengetahui sumber dari kuasa-Nya. Tetapi, sebenarnya ia menantang kekuasaan- Nya. Jawaban-Nya menegaskan garis perlawanan. Dia
menegaskan bahwa kekuasaan-Nya berasal dari Allah. Kendati pun mereka tidak mau bertobat, tantangan kepada hati nurani mereka mengenai sasarannya. Mereka mengerti bahwa dia sedang membicarakan mereka. Mereka telah menunjuk pada diri mereka sendiri.
Inilah tugas Saudara dalam menggembalakan anak-anak Saudara. Saudara harus membuat teguran sehingga mengenai sasaran pada hati nurani tersebut. Agar anak-
e-BinaAnak 2005
71
anak dapat mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kecenderungan hati mereka kepada Allah, maka Saudara harus mengarahkan teguran kepada persoalan- persoalan yang ada dalam hati, bukan kepada perilaku. Saudara berbicara kepada hati mereka dengan menyingkapkan dosa dan menegur hati nurani, dalam hal ini, Saudara sebagai hakim mewakili Allah untuk menentukan yang benar dan yang salah.
Baru-baru ini, selesai kebaktian, seorang pria mendekati saya dalam keadaan yang sangat bingung. Dia telah memergoki seorang anak kecil mencuri uang dari kantong persembahan setelah kebaktian di gereja selesai. Dia memiliki kepedulian sejati terhadap anak tersebut. Saya menyarankan agar dia memberitahu ayah dari anak itu, sehingga anak tersebut dapat memperoleh manfaat dari teguran serta campur tangan ayahnya.
Beberapa menit kemudian, anak itu beserta ayahnya diminta menemui saya di ruang kerja saya. Anak tersebut mencuri dua dolar dan mengaku telah mengambilnya dari kantong persembahan. Dia menangis dan mengaku sangat menyesal serta meminta maaf.
Saya mulai berbicara kepadanya. "Charlie, saya senang ada seseorang yang melihat kamu berbuat itu. Oh, alangkah mengagumkan rahmat Allah sehingga tidak
membiarkan kamu lolos dari hal ini! Allah telah menghindarkan kamu dari kekerasan hati yang datang ketika berbuat dosa dan lolos dari pengetahuan orang. Tidakkah kamu merasakan kemurahan-Nya kepadamu?" Dia melihat ke arah saya dan mengangguk.
Kemudian saya meneruskan, "Kamu mengerti Charlie, inilah sebabnya mengapa Yesus lahir dan mati untuk mengampuni, demi orang-orang seperti kamu, ayahmu, dan saya sendiri yang memiliki keinginan untuk mencuri. Kamu tahu, kita begitu berani dan tidak tahu malu, sehingga kita, bahkan mencuri persembahan yang telah diberikan oleh orang- orang bagi Allah. Tetapi, Allah demikian mengasihi anak-anak dan orang-orang jahat, sehingga Dia mengutus Anak-Nya untuk mengubah mereka sehingga bertobat, dan menjadikan mereka sebagai pemberi dan bukan pencuri."
Sampai di sini, Charlie tersedu-sedan dan kemudian mengeluarkan dua dolar dari dompetnya. Dia telah mendengar percakapan singkat itu dan selanjutnya, dia mengembalikan dua dolar yang telah diambilnya. Sesuatu terjadi, sementara dia mendengarkan saya berbicara mengenai rahmat Allah bagi orang-orang berdosa yang jahat. Tidak ada tuduhan dalam nada bicara saya. Baik ayahnya maupun saya tidak mengetahui bahwa ada uang lebih banyak. Apakah yang terjadi? Hati nurani Charlie ditegur oleh Injil! Sesuatu yang menurut saya menampar perasaan yang bergetar di dalam hatinya yang masih belia serta yang memiliki kecenderungan untuk mencuri. Injil tersebut mengenai sasaran di dalam hati nuraninya.
e-BinaAnak 2005
72 Bahan diedit dari sumber:
Judul Buku : Menggembalakan Anak Anda Penulis : Tedd Tripp
Penerbit : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 2002 Halaman : 180 - 185
e-BinaAnak 2005
73
Bahan Mengajar: Belajar Dengan Berdiam Diri
"Andre, perbuatanmu itu salah," tegur ibu. "Maukah ibu beritahukan kepadamu apa yang seharusnya kamu lakukan?"
Andre mulai berdalih. Beberapa di antaranya lebih menyerupai bantahan-bantahan.
Andre selalu berdalih atau membantah setiap kali ibunya memberitahukan kepadanya mengenai apa yang seharusnya dilakukan. Apakah yang akan kamu katakan kepada Andre?
Renungan Singkat tentang Hal Mendengarkan:
1. Apakah kamu mengenal seseorang yang selalu berdalih atau membantah bila ibu atau ayahnya sedang menegurnya?
2. Apakah yang akan kamu katakan kepada Andre saat ini juga?
Apakah yang akan kamu katakan kepadanya mengenai hal mendengarkan?
3. Dapatkah kamu mendengarkan dan belajar, sementara kamu membantah atau berdalih? Mengapa tidak?
"Jika kamu tidak mau mendengarkan kata-kata ibu, maukah kamu mendengarkan perkataan Ayub?" tanya ibu kepada Andre.
Andre tampak terkejut. "Siapa?" tanyanya.
"Ayub," kata ibu. "Sebuah kitab di dalam Alkitab diberi nama sesuai dengan nama penulisnya. Allah mengajarkan beberapa hal kepada Ayub. Menurut kamu, apakah Ayub membantah atau berdalih?"
Andre menggelengkan kepalanya. Kemudian ibu membacakan ayat yang berikut dari Ayub 6:24, "Ajarilah aku, maka aku akan diam; dan tunjukkan kepadaku dalam hal apa aku tersesat."
"Apakah itu berarti bahwa anak-anak harus berdiam diri dan mendengarkan ketika orangtua mereka sedang menegur atau mengajarkan sesuatu kepada mereka?" tanya Andre. Ibu menganggukkan kepalanya. Kamu juga harus berbuat seprti itu, bukan?
Renungan Singkat tentang Allah dan Kamu:
1. Menurut kamu, apakah seseorang boleh membantah Allah ketika Ia sedang memberitahukan sesuatu kepadanya? Mengapa tidak?
2. Mengapa sikap berdiam diri dan mendengarkan itu menolong kita belajar untuk mengetahui apa yang diinginkan Allah? Mengapa sikap berdiam diri dan
mendengarkan itu menolong kita untuk mengetahui apa yang diinginkan orangtua kita?
e-BinaAnak 2005
74
3. Mulai sekarang, apakah yang ingin kamu lakukan bila orangtuamu atau Allah memberitahukan kepadamu sesuatu yang penting? Maukah kamu
melakukannya?
Bacaan Alkitab:
Ayub 6:24-25 Kebenaran Alkitab:
Aku akan berdiam diri ketika Engkau mengajarku; tunjukkanlah kepadaku dalam hal apa aku tersesat (Ayub 6:24).
Doa:
Ya Allah, ajarlah saya untuk berdiam diri dan mendengarkan pada saat saya ingin membantah atau berdalih. Dalam nama Yesus, Amin!
Bahan diedit dari sumber:
Judul Buku: 100 Renungan Singkat untuk Anak-anak Penulis : V. Gilbert Beers
Penerbit : Kalam Hidup, Bandung, 1986 Halaman : 128 - 129