لذٌ
A. Gambar Objek Penelitian
2. Profil Mahasiswi yang Menjadi Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengetahui pemahaman tentang ayat-ayat hijab di Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. adapun subjek dari penelitian ini yaitu para mahasiswi di UIN KHAS Jember yang berstatus aktif. Jumlah dari mahasiswi di UIN KHAS Jember sangat banyak, namun tidak semua mahasiswi dijadikan subjek, tetapi beberapa dari mahasiswi yang akan
DRAFT
dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun untuk pengambilan sampel ini peneliti menggunakan teknik penelitian snowball sampling.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kajian teori, bahwa interpretasi seseorang terhadap al-Qur‟an tentu sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kondisi subyektif si mufassir, kondisi sosio kultural, politik, riwayat pendidikan atau bahkan kajian keagamaan yang diikutinya. Adapun riwayat hidup mahasiswi UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang menjadi informan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
a. Siti Nurul Fadhilah
Adalah mahasiswi asal Banyuwangi yang lahir pada tanggal 11 November 1996. Dia adalah anak satu-satunya dari pasangan orang tua (tidak menyebut nama). Dia dibesarkan dari keluarga yang menurutnya sangat sederhana dari pada saudara-saudaranya yang lain. Seperti yang disampaikan olehnya dalam wawancara :
“Saya adalah anak semata wayang atau anak tunggal dari kedua orang tua saya mbak. Yaa, keluarga saya termasuk keluarga yang sederhana, sangat sederhana bahkan dari saudara-saudara saya yang lain.”104
Adapun riwayat hidupnya, mahasiswi bernama Siti Nurul Fadhilah ini yang biasa akrab dipanggil Nufha oleh teman-temannya merupakan salah satu anak yang dari kecil dibiasakan oleh orang tuanya untuk tinggal di pesantren.
104 Siti Nurul Fadhilah, Wawancara, Jember 27 Februari 2022.
DRAFT
“Nah, riwayat hidup saya. Saya dari TK bahkan dari kecil lingkup kehidupan saya dalam lingkup keluarga itu benar-benar sangat dididik dalam ilmu agama, nah memang yang nomer satu dan diutamakan adalah agama, itu snagat ditekankan dalam keluarga saya untuk memprioritaskan belajar pendidikan agama. Sebab itu, sebelum saya TK keluarga saya sudah menyuruh saya untuk selalu berpakaian yang biasanya orang belum dilakukan pada masa kecilnya. Misalnya nih, pada waktu kecil teman-teman saya masih memakai pakaian-pakaian yang sewajarnya dipakai anak kecil, baju pendek terus celanaan atau rok pendek yang imut-imut kayak gitu, tapi kalo saya sebisa mungkin sama orang tua harus mengenakan hijab, seperti itu.”105
Seperti yang telah dijelaskan oleh informan dalam wawancara di atas bahwasanya, sejak kecil Nufha telah dididik oleh orang tuanya layaknya dia hidup di pesantren. Yang mana orang tuanya yang telah membiasakan kepada dirinya bahkan sebelum dia TK sudah dibiasakan untuk berpakaian yang menutup aurat yakni mengenakan hijab di usianya yang masih kecil.
Kemudian, ketika dia telah masuk sekolah TK, orang tuanya memasukkan Nufha ke sekolah TK yang mana dalam lingkup pesantren dekat dengan rumahnya.
“Kemudian pas saya sudah mulai masuk TK, saya juga di sekolahkan sama orang tua saya di TK yang mana sekolahannya itu ada di lingkup pesantren. Nama TK saya dulu yaitu TK Syekh Maulana Ishaq, tidak jauh dari rumah saya.”106
Seperti yang telah dijelaskan oleh informan pada wawancara di atas bahwa, saat kecil Nufha telah di sekolahkan di sebuah TK yang mana sekolahannya berada dilingkup pesantren. Nama
105 Siti Nurul Fadhilah, Wawancara, Jember, 27 Februari 2022.
106 Ibid.,
DRAFT
sekolahannya yaitu TK Syekh Maulana Ishaq yang tidak jauh dari rumahnya.
“Nah, lanjut pas masuk SD nih, pada waktu itu saya baru saja mendaftarkan diri tepatnya didaftarkan sama orang tua saya untuk masuk di Sekolah Dasar (SD) kan, tapi gak lama kemudian paling Cuma seminggu di SD saya dipindah terus sama Uti dan Kakung saya di sekolahkan di MI. Ada alasannya tuh kenapa Uti sama Kakung saya memindahkan saya yang awalnya di masukkan di SD sama orang tua saya terus di mutasi dan pindah ke MI. Jadi tuhdari keluarga Ibu itu sangat kental sekali memang dengan perihalnya pendidikan agamanya kayak keluarga yang religius banget gitu. Nah terus pas saya sudah di pindah di MI saya di masukkan tuh pondok pesantren dekat rumah.”107
Dari wawancara di atas, Nufha menjelaskan bahwa saat usia Dasar Nufha di sekolahkan oleh orang tuanya di Sekolah Dasar (SD). Namun, satu minggu setelah masuk di SD Nufha di pindah oleh Kakek dan Neneknya untuk sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Alasan Kenapa dia di pindah oleh Kakek dan Neneknya ke MI yaitu karena dari keluarga Ibu nya memang sangat kental sekali dengan pendidikan agamanya, jadi perihal pendidikan, Nufha diutamakan untuk lebih belajar tentang pendidikan agama.
Kemudian, ketika dia sudah di pindah ke MI, dia pun juga langsung di masukkan ke pondok pesantren.
“Pada waktu MI pun saya pernah mondok ya walaupun hanya 1 bulan, namanya juga masih kecil kelas 1 MI saya sudah di pondokkan saja. Tapi pondoknya memang tidak jauh dari rumah sih, jadi di pondok itu memang sudah jadi satu yayasan sama sekolah formal mulai dari TK, MI juga ada MTs nya. seperti itu.”108
107 Siti Nurul Fadhilah, Wawancara, Jember 27 Februari 2022.
108 Ibid.,
DRAFT
Menurut informan dijelaskan bahwa dia pernah masuk di pesantren ketika masih usia anak-anak yaitu masih kelas 1 MI dia di masukkan ke pesantren yang satu yayasan dengan sekolah MI nya.
“Pengalaman yang saya dapat semasa di pondok waktu masih kecil, walaupun masih anak-anak pas waktu itu, tapi saya merasa kayak memori-memori pada waktu masih saya ingat sampek sekarang, dan itu mashaaAllah pengalaman yang sangat berkesan dan itu luar biasa sekali menurut saya. Pada masa-masa usia sedini itu, tapi saya sudah ingin mencoba hal-hal baru yang memang sangat bermanfaat.”109
Adapun saudari Nufha juga menjelaskan bahwa, ketika berada di pesantren saat usia kecil, banyak sekali pengalaman yang sudah dia dapat dan dia rasakan bahkan walaupun berada di pesantren di usia dini tapi ingatan dan memori-memori yang dia lalui ketika di pesantren masih dia ingat hingga saat ini. Kesan yang dapat dia rasakan hingga saat ini ialah ketika masih usia dini dia sudah berani untuk ingin mencoba hal-hal baru yang ada di pesantren dan sangat dirasakan manfaatnya.
“Nah, akhirnya setelah lulus MI, saya langsung di pondokkan sama orang tua saya di salah satu yayasan yang ada di Banyuwangi.
yaitu di pondok pesantren Baitussalam Kecamatan Cluring. Di sana saya juga sekolah formah di Madrasah Tsanawiyah selama tiga tahun, dan setelah lulus sekolah saya kemudian meneruskan sekolah Aliyah di beda tempat yaitu di pondok pesantren al-Azhar Muncar.
Nah setelah lulus SMA, akhirnya saya meniatkan diri kembali untuk belajar ilmu yang lebih dalam dan alhamdulillah Qadarullah ikut tes di UIN KHAS Jember, akhirnya saya di terima masuk perguruan tinggi di UIN KHAS Jember.”
Adapun saudari Nufha juga menjelaskan bahwa, ketika dia sudah lulus MI, dia langsung di pondokkan kembali ke salah satu
109 Siti Nurul Fadhilah, Wawancara, Jember 27 Februari 2022.
DRAFT
yayasan yang ada di Banyuwangi, yaitu di pondok pesantren Baitussalam Kecamatan Cluring Banyuwangi. Di sana tidak hanya mondok saja, tetapi dia juga sekolah di Madrasah Tsanawiyahnya (Mts) nya selama tiga tahun. Setelah lulus MTs, Nufha juga kembali meneruskan SMA di salah satu pesantren yang berbeda yaitu di pesantren al-Azhar Muncar Banyuwangi. Setelah lulus SMA, ahirnya Nufha berniat untuk melanjutkan kembali pendidikannya di perguruan tinggi dan mengikuti tes di Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dan di terima di UIN KHAS Jember dan mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Arab (BSA) Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora.
b. Lazimatuz Zahro
Adalah mahasiswi asal Banyuwangi. Dia merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Dia dibesarkan dari keluarga yang cukup sederhana sama Allah diberi kecukupan tanpa adanya kekurangan.
Seperti yang dia jelaskan dalam wawancaranya :
“Aku ini anak kedua dari dua bersaudara mbak. Saya tinggal bersama kakak, saya dan kedua orang tua saya. Kita dari keluarga yang sederhana sama Allah diberi kecukupan tanpa adanya kekurangan alhamdulillah.”110
Soal pendidikan orang tua Lazim ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya, terutama selalu memberikan pendidikan yang basic nya antara pendidikan formal dan islami harus berjalan beriringan. Tetapi ayah Lazim lebih senang
110 Lazimatuz Zahro, Wawancara, Jember 25 Februari 2022.
DRAFT
dan mengutamakan pendidikan ke ranah Islami untuk anak-anaknya.
Seperti yang telah disampaikan olehnya dalam wawancara :
“Dari kecil orang tua itu selalu kayak ngasih pendidikan yang basic nya itu selalu kayak antara formal dan Islami itu harus sejalan gitu mbak, tapi kalo Ayah itu pasti lebih senengnya kalo anak- anaknya itu lebih ke pendidikan yang ranahnya Islami gitu. Beliau itu lebih mengutamakan kayak belajar pendidikan Islam seperti di pesantren kayak gitu-gitu. Makanya waktu itu kakak saya ketika dia sudah tamat MI langsung di pondokkan sama orang tua. Terus juga saya pun ketika sudah lulus MI langsung di masukkan di pesantren juga, Cuma bedanya kalo saya itu masih punya jiwa-jiwa pengen berpetualang, kayak pengen lebih tidak hanya sekedar belajar di pesantren. Karena bisa dikatakan itu ya mbak dari keluarga besar saya itu semuanya rata-rata pendidikannya hanya sebatas lulus MI terus ke pondok, atau lulus MTs udah mereka ga nerusin sekolah lagi. Kayak gitu semuanya. Jarang banget yang nerusin sekolah formal, bahkan kayak bisa dihitung jari keluarga dari Ayah itu yang kuliah Cuma 3 orang itupun udah di hitung dari cucu cici dan semacam kayak gitu, nah kalo dari Ibu itu malahan yang kuliah Cuma saya aja mbak. Dari situlah ambisi saya yang amat snagat besar dan sudah mikir kalo bukan saya yang mengangkat derajat orang tua saya terus siapa lagi ? kayak gitu.”111
Berdasarkan wawancara bersama saudari Lazim dapat disimpulkan bahwa orang tua Lazim menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya khususnya di bidang pendidikan Islam.
Di mana keinginan untuk anak-anaknya supaya dapat menimba ilmu agama yang jauh lebih baik, orang tua Lazim selalu memasukkan anak-anaknya ke pesantren selepas mereka lulus dari MI. Dan bahkan dari keluarga besar Lazim memilih untuk belajar ilmu agama di pesantren dari pada melanjutkan pendidikan formalnya.
“Setelah saya lulus MI kan ya mbak, saya langsung dimasukkan ke pesantren sama Ayah saya tapi saya juga sekolah formal di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan bahkan sampek sekolah
111 Lazimatuz Zahro, Wawancara, Jember 25 Februari 2022.
DRAFT
di Madrasah Aliyah (MA) juga. Enam tahun saya berada di pesantren selama sampai sekolah formal saya selesai.”112
Berdasarkan hasil wawancara bersama Lazim di atas dapat disimpulkan bahwa usai lulus MI lazim langsung dimasukkan ke pesantren oleh orang tuanya. Di sana dia juga di sekolahkan formal mulai dari Mts hingga lulus MA. Jadi enam tahun Lazim menimba ilmu di pesantren sekaligus sekolah formal hingga lulus MA.
Pendidikan yang diberikan oleh orang tua Lazim memang semuanya berbasis Islami, mulai dia di sekolahkan di Madrasah Ibtidaiyah (MI), hingga MTs dan juga MA serta harus hidup bersamaan di pondok memperlihatkan bahwa orang tua Lazim memang sangat mengutamakan pendidikan berbasis Islami untuk anak-anaknya.
Setelah lulus MA Lazim meminta izin kepada orang tua untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah. Namun, orang tua Lazim tidak menyetujui akan keinginan putrinya tersebut, mereka menginginkan bahwa dia tetap tinggal di pesantren saja tanpa harus meneruskan kuliah. Dengan alasan terkait dengan biaya yang jauh lebih mahal juga orang tua Lazim tidak mau putri kecilnya itu harus tinggal jauh dari orang tuanya.
“Selesai lulus Aliyah mbak, saya izin tuh ke orang tua mau nerusin kuliah gitu. Tapi orang tua menentang keinginan saya mbak.
Beliau langsung bilang gausah deh gausah nerusin kuliah biayanya mahal, udah di pondok aja belajar di pondok. Tapi, saya tetep minta kuliah ke orang tua mbak. Dari masih di pondok saya memang hobi membaca. Banyak sekali buku-buku yang sudah saya baca terutama tentang motivasi-motivasi kehidupan gitu. Banyak di situ di tulis
112 Lazimatuz Zahro, Wawancara, Jember 25 Februari 2022.
DRAFT
bahwa pengetahuan itu luas dunia di luar di luar itu gak sesempti apa yang kita fikirkan. Kaya gitu. Dari membaca buku-buku itu saya selalu penasaran dengan luasnya dunia di luar, pengetahuan- pengetahuan yang bisa kita dapat di luar pesantren, dari situlah saya mulai berambisi kalo saya setelah lulus Aliyah nanti saya harus bisa kuliah. Pada akhirnya Ayah ngomong ke saya kaya gini Yaudah kalo kamu memang mau kuliah buktikan ke Ayah kalo kamu mampu, kamu bisa daftar kuliah. Ayah mau lihat usaha kamu seberapa mampunya kamu bisa daftar kuliah dan ketrima ke kampus yang kamu harapkan. Dari situ saya semangat untuk mempersiapkan diri agar bisa masuk ke perguruan tinggi yang saya inginkan. Kebetulan saya memang sudah mulai menyiapkan untuk bisa ikutan program beasiswa yang diadakan di Kota saya mbak Banyuwangi, ada beasiswa Program Banyuwangi Cerdas yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi khusus warga Banyuwangi.
program PBC ini bekerja sama dengan beberapa kampus ternama salah satunya UIN KHAS Jember. Saya mulai mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi beasiswa ini di kampus UIN KHAS Jember.
Dan ahamdulillah saya masuk seleksi UM Mandiri di UIN KHAS dan bisa kuliah di kampus hijau ini tanpa harus membayar sepeserpun.”113
Berdasarkan hasil wawancara bersama saudari Lazim di atas dapat disimpulkan bahwa keinginan dan ambisinya yang luar biasa untuk bisa meihat dunia jauh lebih luas lagi dan melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah di perguruan tinggi membuatnya bersungguh-sungguh untuk membuktikan kepada orang tuanya bahwa dia mampu untuk meneruskan studi nya ke kampus yang dia harapkan. Dari mimpi itulah Lazim berhasil menjadi salah satu nama-nama yang masuk dan mendapatkan beasiswa Program Banyuwangi Cerdas dari Pemkab Banyuwangi dan lolos serta ketrima menjadi mahasiswi di kampus hijau UIN
113 Lazimatuz Zahro, Wawancara, Jember 25 Februari 2022.
DRAFT
KHAS Jember dengan mengambil jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah.
c. Rosi asrorul M
Adalah mahasiswi kelahiran Banyuwangi, 28 Juli 1999. Putri pertama dari dua bersaudara. Ayahnya bernama Bapak Abu Hanifah dan Ibu Siti Annajmul Jannah. Pekerjaan orang tua petani, dan juga guru di salah satu TPQ daerah setempat, yaitu TPQ at-Taqwa.
Dia hidup di lingkungan yang mayoritas orangnya bekerja menjadi petani. Jadi kesehariannya selalu ke sawah. Jadi sudah sangat terbiasa jika anak muda seumuran dia yang lebih memilih untuk bekerja di sawah dari pada harus bersekolah tinggi-tinggi.
Kehidupan Rosi dan keluarga memang cukup sederhana dan bukan yang ada di lingkungan pesantren. Tetapi untuk soal pendidikan orang tua Rosi masih memprioritaskan anak-anaknya minimal mereka bisa membaca menulis dan mengaji walaupun tidak sekolah sampai kuliah.
Riwayat pendidikannya dia pernah bersekolah di SD dekat dengan rumahnya, kemudian melanjutkan ke sekolah Madrasah Tsanawiyah. Setelah lulus MTs dia melanjutkan sekolah di Madrasah Aliyah sekaligus nyantri salah satu pondok yang ada di Banyuwangi.
Kisahnya ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi memang tidak semulus teman-temannya, dia harus
DRAFT
meyakinkan kepada orang tuanya bahwa dia mampu untuk melanjutkan kuliah tanpa harus membebani keluarga. Rosi di besarkan di tengah-tengah keluarga yang cukup sederhana. Sehingga untuk mendapatkan apa yang dia inginkan dia harus berusaha berjuang tanpa harus membuat susah orang tuanya.
Dari situlah Rosi mulai mencari beberapa informasi yang bisa membantunya untuk masuk kuliah tanpa harus mengeluarkan biaya.
Dia sempat mengikuti seleksi SBM-PTN jalur bidik misi di Universitas Jember (UNEJ). kemudian dia juga mengikuti seleksi UM Mandiri di UIN KHAS Jember jalur beasiswi PBC. Dari situlah Rosi lolos mengikuti ujian seleksi UM Mandiri di UIN KHAS dan mendapatkan beasiswa untuk kuliah di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dengan mengambil jurusan Muamalah Fakultas Syariah.
“Nek ceritane mbak aku iso kuliah ndek UIN KHAS Jember iki, nganu mbak ndisek mari lulus Aliyah, aku kan Aliyah sekalian mondok pisan kan mbak, selama tiga tahun iku aku ndek pondok + sekolah Aliyah. Terus aku izin ndek wong tuwek arep daftar kuliah.
Tapi nyak babe gak ngizini mergo biaya kuliah iku larang. Tapi aku tetep ngotot pengen kuliah. Terus aku berfikir keras wis iku ngunyerne utek piye carane aku iso kuliah tapi ga membebani nyak babeku. Mari ngunu aku golek-golek informasi terkait beasiswa.
Zaman wis canggih okeh beasiswa seng ditawarkan pemerintah gae rakyate, hehe. Aku daftar bidik misi SBM-PTN ndek UNEJ. Ketrima tapi ga tak terusne mbak. Aku wedi ne lak iku main ndek nilai sedangkan nilaiku ga terlalu apik-apik banget. Terus milu seleksi beasiswa Program Banyuwangi Cerdas seng ndek UIN KHAS.
Seleksi ne bareng karo UM Mandiri, milu tes iku alhamdulillah iso lolos seleksi dan ketrima jadi mahasiswa ndek UIN KHAS jember kene jipek jurusan Muamalah. Hehe. Ngunu mbak.”114
114 Rosi Asrorul M, Wawancara, Banyuwangi 25 Februari 2022.
DRAFT
“Kalo ceritanya mbak saya bisa kuliah di UIN KHAS Jember itu, begini dulu selesai lulus MA, saya kan Aliyah sekalian sama mondok kan ya mbak, selama tiga tahun saya di pesantren dan sekaligus sekolah Aliyah. Terus saya izin ke orang tua mau daftar kuliah, tapi bapak sama Ibu tidak mengizini karena katanya biaya kuliah itu tidak sedikit alias mahal. Tapi saya tetap minta mau kuliah. Dari situlah saya mulai berfikirkeras memutar otak saya bagaimana caranya saya bisa kuliah tanpa harus membebani orang tua saya. Mulailah saya mencari informasi-informasi terkait dengan beasiswa. Zaman sudah modern banyak sekali beasiswa yang ditawarkan pemerintah untuk rakyat-rakyatnya, hehe. Saya mulai daftar bidik misi di UNEJ jalur SBM-PTN. Alhamdulillah keteria tapi tidak saya lanjutkan, saya takut kalau itu nanti mainnya di nilai, sedangkan nilai saya juga tidak terlalu bagus-bagus amat gitu. Terus ikut beasiswa program Banyuwangi cerdas di UIN KHAS Jember.
seleksinya bareng sama UM Mandiri. Ikut tes dan alhamdulillah lolos tesnya, akhirnya saya keterima dan jadi mahasiswa di UIN KHAS Jember ini dengan mengambil jurusan Muamalah”.
d. Miftahul Jannah
Adalah mahasiswi kelahiran Probolinggo, 5 Maret 1997.
Sejak kecil dia sudah dibiasakan untuk berpakaian muslimah oleh orang tuanya, yang mana harus mengenakan hijab ketika keluar dari rumah. Miftahul Jannah akrab di panggil Ita oleh teman-temannya ini merupakan alumni mahasiswi UIN KHAS Jember prodi Ilmu al- Qur‟an dan Tafsir dan sekarang sedang menempuh S2 di Pascasarjana UIN KHAS Jember mengambil jurusan Studi Islam.
Riwayat pendidikannya pernah bersekolah di SDN Kebonagung II pada tahun 2002-2008. Kemudian meneruskan untuk tinggal di pondok pesantren al-Masduqiah dari tahun 2008-2015. Di sana selain di pesantren dia juga sekolah formal di SMP, dan melanjutkan hingga sekolah menengah (SMA). Setelah lulus dari SMA dia meneruskan untuk satu tahun pengabdian di pondoknya
DRAFT
dan kemudian setelah selesai pengabdian dia memutuskan untuk keluar dari pondok. Seperti yang telah Ita jelaskan dalam wawancaranya,
“Awal mondok saya kelas 1 SMP umur 11 tahun, jadi sejak saat itu saya sudah istiqomah pakek hijab kamnapun saya pergi walaupun toh hanya di depan rumah. Sebelum mondok saya dulu sekolahnya di SDN Kebonagung II. Di sekolahan dulu saya adalah siswi satu-satunya yang pakai kerudung ketika sekolah. Karena memang sekolahan SD jadi sebenarnya siswa perempuannya tidak diwajibkan pakek kerudung, tapi saya sudah di biasakan untuk pakek kerudung sama Ibu saya. Nah lulus SD saya langsung di pondokkan sama orang tua di al-Masuqhiah tahun 2008. Di sana saya juga sekolah formal mulai dari SMP hingga lulus SMA. Setelah lulus SMA saya tidak langsung pulang, tapi saya ikut program pengabdian di pesantren seama satu tahun. Selesai pengabdian itu baru saya boyong dari pondok.”115
Setelah pulang dari al-Masduqhiah Ita melanjutkan studinya ke Jember yaitu di Pondok Ibnu Katsir. Di Jember ini Ita mengikuti program dari Ibnu Katsir yang mana full beasiswa sekaligus bekerja sama dengan lembaga UIN KHAS Jember. Sehingga pada tahun 2015 dia mulai masuk di Ibnu Katsir dan kuliah di UIN KHAS Jember mengambil jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir untuk S1 nya dan sekarang melanjutkan S2-nya dengan mengambil jurusan Studi Islam.
Beberapa pengalaman organisasi yang pernah Ita ikuti selama dia berada di pesantren baik di al-Masduqiah sampai di Ibnu Katsir.
Adapun pengalaman-pengalaman organisasi yang pernah dia ikuti yaitu menjadi Ketua Ikatan santriwati PP al-Masduqiah (ISWAH)
115 Miftahul Jannah, Wawancara, Jember 27 Februari 2022.