• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen Teruslah bermimpi (Halaman 74-92)

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Roman merupakan bagian dari karya sastra dengan bentuk prosa yang berisi pengalaman kehidupan tokoh, mulai dan lahir sampai dewasa hingga meninggal dunia. Roman disajikan biasanya disajikan dalam jumlah halaman yang banyak sehingga membuat pembaca merasa cepat bosan untuk membacanya. Namun, siapa sangka jika dalam roman tersebut banyak pengalaman-pengalaman baru yang dapat kita pelajari.

Seperti halnya nilai-nilai kehidupan. Dalam roman Siti Nurbaya karya Marah Rusli terdapat banyak nilai-nilai salah satunya nilai pendidikan karakter. Ada banyak nilai pendidikan karakter yang dapat kita ambil dari roman ini. Penulis sangat mengapresiasi roman ini.

Marilah senantiasa membaca dan menelaah apa yang ada di sekitar untuk memperkaya dan mempertajam pikiran dan kehalusan budi. Salah satu caranya adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai kemanusiaan dan kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambar. 2018. Teori Representasi dalam Komunikasi Visual.

www.pakarkomunikasi.com. Diakses Januari 2019.

Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindi.

... 2008. Pengantar Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo; Cetakan Ke Enam.

Anggraini. 2018. Representasi sebagai Perangkat Konsep yang Menghubungkan Bahasa dan Makna. www.kompasiana.com. Diakses Desesmber 2018.

Barus, Robi Agape. 2016. 23 Pengertian Nilai Menurut Para Ahli.

www.edukasinesia.com. Diakses Desember 2018.

Budianta, Melani, dkk. 2002. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi). Magelang: Indonesia Tera.

Danesi, Marcell.2010. Pesan, Tanda, dan Makna. Jalasutra: Yogyakarta.

Djajasudarman, Fatimah. T. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan kajian. Bandung: PT. Eresco.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra Epistimologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Eriyanto. 2005. Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

LKIS Pelangi Aksara.

Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:

Angkasa

Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu KomunikasiI. Rajawali Pers: Jakarta.

Hall, Struat. 1997. Representation: Cultur Representation and Signifing Practices.

California: Sage Publication Ltd.

Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Kosasih. 2011. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Manneke Budiman, Sastra dan Representasi, (Jakarta: Junal Kalam, 1998)

Marah Rusli, 2013. Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai.Jakarta: PT. Balai Pustaka (Persero).

Matzkowski, Bernd.1998.Grundlagen der Analyse und Interpretation einzelnerTextsorten und Gattung mit Analyseraster.Hollfeld:Bange.

Miharja, Ratih. 2012. Buku Pintar sastra Indonesia. Majas, Sajak, Puisi, Pantun, dan Peribahasa. Jakarta: Laskar aksara.

Muchlas, dan hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:

PT. Remaja Rosda Karya.

Muchlis, Mansur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta; PT. Bumi Aksara.

Nazaruddin, Kahfie. 2015. Pengantar Semiotika. Yogyakarta:Graha Ilmi.

Nurgyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Padeta, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Pranachitra, bima. 2010. Representasi Byronic Hero dalam Novel Mary Shelley frankenstein Karya Mary Shelley. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pradopo. 2003. Prinsip-prinsip Kritik Sastra.Yogjakarta: Gajah Mada University Press.

Rahma, Fadila. 2017. Representasi Perjuangan Perempuan dalam Film “Mona Lisa Smile” (Studi Analisis Semiotika). Skripsi Universitas Islam Negeri, Makassar.

Rimang, Siti Swadah. 2011. Kajian Sastra Teori dan Praktik. Yogyakarta: Aura Pustaka.

Ruttkwoski, at. al. 1974. Das Studium der Deutschen literatur. Philadephia:

National Carls Schruz Association.

Sadikin, Mustofa.2010. kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta: Gudang Ilmu.

Sayuti, Suminto. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: gama Media.

Setiawan, Agus, A. Dalam Uli 2012. Pemahaman Teori Sastra. Teori Sastra.

bandung.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suyudi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex, 2013. Semiotika Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.

Teeuw, A. dalam Ma‟ruf, Al. 2006. Dimensi Sosial Keagamaan Dalam Fiksi Indonesia. Publikasih Ilmiah. Solo

Vera, Nawiroh, 2015. Semiotika dalam Riset Komunikasi, cet 2. Ghalia Indonesia:

Bogor.

Wahda, 2015. Representasi perempuan Muslim Dalam Sinetron catatan Hati Seorang istri. Skripsi Universitas Negeri Sunan kalijaga,Yogyakarta.

Waluyo, Herman, J. 2000. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

... 2002. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo, Indawan Seto wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi Aplikasi Prakis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media

Wicaksono, Andri. 2014. Menulis Kreatif Sastra: dan Beberapa Model Pembelajaran. Yogyakarta: Garudhawaca.

Widyanitya, Dhika. 2011, Representasi Perjuangan Hidup dalam Novel “Surat Kecil Untuk Tuhan, Skripsi Universitas Pembangunan Nasional. Jawa Timur.

Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.

Zoes, Aart Van dan Panuti Sudjiman. 2002. Serba-serbi Semiotika. Dramedia Pustaka Utama: Jakarta.

L A M

P

I

R

A

N

SINOPSIS

Samsulbahri dan Sitti Nurbaya berteman sudah sejak kecil dan selalu bersama-sama seperti saudara. Samsulbahri adalah anak Sutan Mahmud Syah, penghulu di Padang, sedangkan Sitti Nurbaya anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang. Hingga suatu hari, Samsulbahri harus berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Sebelum berangkat Samsulbahri menyatakan cintanya pada Sitti Nurbaya. Ternyata perasaan itu terbalas. Betapa bahagianya hati mereka berdua. Sungguh berat rasanya bagi mereka karena harus berpisah. Besoknya Samsulbahri dan teman-temannya, Arifin dan Bakhtiar berangkat untuk melanjutkan sekolah ke sekolah Dokter Jawa dan Sekolah Opester di Jakarta.

Sudah tiga bulan sejak kepergian Samsulbahri. Nurbaya termenung ketika seorang pak pos memberikan surat dari Samsulbahri. Setelah selasai membaca surat, dia tertidur kira-kira pukul dua malam dia terbangun karena mendengar tiga buah tokonya terbakar dan lima perahu yang mengangkut kapal miliknya tenggelam. Sutan Mahmud curiga bahwa toko itu sengaja dibakar tapi dia tidak tahu siapa pelakunya karena sepertinya Baginda Sulaiman tidak punya musuh.

Baginda meminjam uang kepada Datuk Meringgih. Saat jatuh tempo membayar hutang Baginda tidak mempunyai uang karena dia telah bangkrut. Bila dia tidak bisa melunasinya maka dia akan dipenjara dan disita harta bendanya. Karena tak tega pada ayahnya, Nurbaya pun akhirnya menyerahkan diri untuk dinikahi oleh datuk Meringgih.

Saat bulan Ramadhan, Samsu pulang dan menemani Nurbaya. Mereka berdua pun bercakap-cakap dan tanpa sengaja terbawa perasaan karena lama tak bertemu. Mereka berpelukan dan berciuman karen saking kangennya tanpa disengaja kejadian itu dilihat oleh Datuk Meringgih mara karena mereka bertemu diam-diam. Terjadilah keributan. Baginda Sulaiman buru-buru keluar dari biliknya dan ketika dia menuruni tangga, jatuhlah ia terguling-guling dan akhirnya meninggal. Nurbaya marah dan mengusir Datuk Meringgih dari rumahnya.

Ayahnya pun di kuburkan di Gunung Padang. Sementara itu ayah samsu mengusir Samsu dari rumahnya. Ibunya menangis dan akhirnya jatuh sakit. Pada saat itu juga Nurbaya dan Datuk Meringgih bercerai. Nurbaya pun tinggal di rumah sepupunya, Sitti Alimah. Nurbaya hanya termenung memikirkan kepergian Samsulbahri, Alimah yang melihatnya termenung berusaha menghiburnya.

Alimah menyarankan untuk menyusul Samsu ke Jakarta.

Sitti menyetujuinya dan akan berangkat sabtu depan. Sitti merasa lega dan terlelap tidur bersama Alimah. Kemudian sabtu depan Nurbaya dan pak ali menaiki kapal dan akakn segera berangkat ke Jakarta. Mereka tidak menyadari dua orang laki-laki mengikuti mereka. Mereka adalah panglima tiga dan panglima Lima. Panglima Tiga kembali ke Padang untuk memberitahukan Datuk Meringgih. Sedangkan Panglima Lima masih mengikuti Sitti Nurbaya. Dikapal tiba-tiba ada badai, Sitti pun duduk di kursi. Tiba-tiba Panglima Lima muncul dan hendak melempar Sitti kelaut. Tapi Sitti duluan minta tolong dan Pak Ali pun segera menolongnya. Mendengar banyak orang yang datang Sitti Nurbaya pun disuruh beristirahat di kamar sakit. Saat kapal tiba, Samsu segera menuju kamar

sakit dan menjenguk Sitti. Tiba-tiba Schout memeriksa dan menyerahkan surat pada samsu yang ternyata berasal dari Datuk Meringgih yang isinya menuduh Sitti mengambil barang-barang milik Datuk Meringgih. Ketika tidak ditemukan apa-apa mereka pun keluar dari kamar itu. Pada suatu ketika, tampak Sitti Nurbaya dan Sitti Alimah sedang bercakap-cakap. Ketika mereka sedang bercakap-cakap didengarlah suara tukang jualan kue Sitti membeli empat buah lemang. Ketika dia memakannya dia pun tertidur. Setelah diperiksa, ternyata dia sudah tidak bernapas lagi. Ternyata yang menjual kue itu adalah Pendekar Empat, anak buah Datuk Meringgih. Ibu Samsu yang sakit keras dikampugn sebelah pun tiba-tiba berpulang. Makam kedua jenazah ini di kuburkan dekat makam Baginda Sulaiman. Samsu yang mendengar kabar ini merasa sedih dan terpukul. Dia pun menembakkan pistol ke kepalanya hingga berlumuran darah. Sepuluh tahun kemudian, tampak dua orang opsir berjalan. Salah satunya adalah Letnan Mas yang gagah berani di medan perang sehingga tanda bintang pun menghiasinya.

Suatu hari dia ditungaskan ke Padang untuk memungut uang belasting. Karena masyarakat disana tak setuju dengan peraturan itu, terjadilah kerusuhan. Tampak Datuk Meringgih ikut menyerang. Letnan Mas pun segera menyerangnya.

Setelah diamati, ternyata Letnan Mas adalah samsulbahri. Betapa terkejutnya dia, tetapi peperangan tetap berlangsung hingga pistol Samsu mengenai Datuk Meringgih dan parang Datuk Meringgih mengenai Samsu.

Terkaparlah mereka berdua. LetnanMas segera di bawa ke dokter. Disana dia meminta untuk bertemu dengan Sutan Mahmud. Setelah itu, dia pun meninggal.

Beberap tahun kemudian Sutan Mahmud pun meninggal. Di Gunung Padang

tampak lima buah nizan berjejer. Dimana itu adalah amkam dari Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Sitti Nurbaya, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud.

KORPUS DATA 1. Nilai karakter religius

Sekarang marilah kita nanti segala kehendak Tuhan dengan tawakkal dan menyerah.”

(halaman 149 Paragraf 2)

engkau maklum samsu, perkawinannya itu tiada dengan sesuka hatinya dan tidak dengan sesuka hatiku, melainkan semata-mata karena takdir daripada Tuhan yang Maha Esa juga, tak dapat diubah lagi”

(halaman 165 paragraf 4) 2. Nilai karakter jujur

“Engku muda janganlah marah! Bukannya sengaja hamba terlambat.

Sebagai biasa, setengah satu telah hamba pasang bendi ini, untuk menjemput engku muda. Tetapi engku penghulu menyuruh hamba pergi sebentar

menjemput engku Datuk Maringgih, karena ada sesuatu yang hendak dibicarakan.”

(halaman 4 Paragraf 4) 3. Nilai karakter kerja keras

kedua bujang ini bekerjalah menurut perintah tuannya yang muda itu.

Setelah pekerjaan diserambi muka, masuklah Samsu ke ruang tengah, lalu menyuruh mengatur meja panjang dua buah, dengan beberapa kursi makan.”

(halaman 77 paragraf 6)

Baiklah, jawab sekalian serdadu yang setia itu, lalu bertempiklah kami, menyerukan diri dengan kelewang, kepada musuh yang ada dimuka. Mujur!

Sekalian serdadu yang telah kehilangan akal tadi menurut pula, sehingga pecahlah perang musuh di muka undur ke kiri dan ke kanan.”

(halaman 316 paragraf 2) 4. Nilai karakter rasa ingin tahu

O, ya sam. Tadi aku diberi hitungan oleh Nyonya Van Der Stier, tentang perjalanan jarum pendek dan jarum panjang pada suatu jam. Dua tiga kali kucari hitungan itu, sampai pusing kepalaku rasanya, tak dapat juga.

Bagaimanakah jalannya hitungan yang sedmikian?”

(halaman 6 paragraf 2)

“benarkah engkau belum mendengar cerita ini?” tanya Samsu. “sungguh belum Sam,” sahut Nurbaya.”

(halaman 55 paragraf 2)

Uang belasting? Uang apa pula itu?” tanya Datuk malelo dengan senyum merengut.”

(Halaman 321 paragraf 3) 5. Nilai karakter semangat kebangsaan

Tidakkah engkau tahu?” jawab yang ditanyai, “seluruh tanah jajahan Belanda akan rusuh, sebab anak negeri hendak melawan tak mau membayar belasting”

(halaman 338 paragraf 2)

Disuruhnya orang-orangnya kesana kemari, menghasut anak negeri, supaya melawan, jangan mau membayar belasting”

(halaman 331 paragraf 3)

“jangan alang kepalang! jika akan mati pun, biarlah karena berkelahi, jangen karena diazab musuh dalam lawan.”

(halaman 316 paragraf 1) 6. Nilai karakter cinta tanah air

Belum cukup jugalah azabku, setelah disiksa sedemikian ini? Sudahlah kesengsaraanku sendiri tak dapat kutanggung rasanya, sekarang disuruh pulalah aku membunuh bangsaku”

(halaman 318 paragraf 7) 7. Nilai karakter menghargai prestasi

O, ya benar! Kata si Nur, sekarang mengertilah aku. Ya, kalau tahu rahasia hitungan, mudah benar mencarinya, bukan? Benar. Terima kasih Sam! Kata anak perempuan tadi.

(halaman 7 paragraf 4)

Coba kulihat! Kata Sutan Mahmud pula. Rukiah membawa jahitannya,lalu memperlihatkannya kepada Sutan Mahmud “bagus benar buatanmu ini, kata sutan Mahmud, untuk siapa baju ini?”

(halaman 15 paragraf 5) 8. Nilai karakter bersahabat

rupanya, “engkau ada disini, sam! Apa kabar? Bila datang? Lalu

didekatinya kekasihnya dan dijabatnya tangannya. “tadi dengan kapal yang baru masuk,” sahut Samsu, sambil menjabat tangan Nurbaya.”

(halaman 167 paragraf 2)

“memang engkau seorang bidadari, yang selalu menolong aku dalam segala kesusahanku.”

(halaman 221 paragraf 3) 9. Nilai karakter cinta damai

“Bukannya hamba takut,” jawab orang itu pula, “jika perlu, hamba pun rela menyerahkan nyawa hamba. Tetapi yang hendak hamba katakan, yaitu tak adakah jalan lain, yang lebih baik daripada melawan, untuk memperoleh maksud kita? Kalau ada, mengapakah takkan diturut?”

(halaman 334 paragraf 3) 10. Nilai karakter peduli sosial

Sudah berapa kali hamba minta kepada kakanda, supaya anak itu disekolahkan, tetapi kakandalah yang tak suka, karena tak baik kata kakanda, anak perempuan pandai menulis dan membaca; suka menjadi jahat.”

(halaman 18 paragraf 2)

“tatkala bunyi katuk-katuk” Ayahku lalu melompat dari kursinya dan

berteriak kepada opasnya, “Saban, suruh pasang bendi! Kemudian masuklah ia ke dalam biliknya akan menukar pakaiannya. Seketika lagi, keluarlah ia, lalu berteriak sambil mengancingkan bajunya, “sudah Saban?” “sudah Engku. “jawab opas ini. Ayahu lalu turun, sambil berkata kepada ibuku,

“masuk ke dalam dan tutup pintu.”

(halaman 40 paragraf 2)

Tatkala Samsu mendengar suara sahabatnya minta tolong tiadalah ia berpikir panjang lagi, lalu melompat berlari ke tempat suara itu kedengaran, takut kalau-kalau Bakhtiar mendapat sesuatu kecelakaan.”

(halaman 52 paragraf 2)

Tatkala kulihat ayahku akan dibawa ke dalam penjara, sebagai seorang penjahat yang bersalah besar, gelaplah mataku dan hilanglah pikiranku dan dengan tiada kuketahui, keluarlah aku, lalu berteriak, „jangan dipenjarakan ayahku! Biarlah aku menjadi istri datuk Meringgih!”

(halaman 150-151 paragraf 7)

Nurbaya!” Katanya, “ingat-ingat menjaga diri...jika ada apa-apa, lekas tulis surat kepadaku...meskipun tak dapat aku tolong engkau dengan tenaga ataupun dengan uang, barangkali dapat juga dengan nasehat.”

(halaman 97 paragraf 4) 11. Nilai karakter tanggung jawab

Tak boleh demikian, seorang kepala Negeri harus mengetahui dan

memeriksa hal ini; lebih-lebih kalau pengamukan itu terjadi dalam kampung pegangan hamba, jawab Sutan Mahmud.”

(halaman 25 paragraf 1)

Jangan takut, “kata kusir Ali, “nanti hamba berjaga benar-benar. Jika berani juga ia mengganggu kita adukan saja kepada katitan kapal.”

(halaman 226 paragraf 8)

Sudahlah, apa boleh buat! Jemputlah dia!” kata Sutan Mahmud, sambil mengeluh”

(halaman 21 paragraf 9)

jika aku tiada ingat akan engkau dan tiada takut akan Tuhanku, niscaya telah lama tak ada lagi aku dalam dunia ini. Tetapi engkaulah yang menjadi alangku. Bagaimana halmu kelak, bila aku tak ada lagi? Siapakah yang akan memeliharamu?”

(149 paragraf 1)

BIOGRAFI PENGARANG

Marah Rusli bin Abu Bakar dilahirkan di padang, 07 Agustus 1889. Ayahnya bernama Abu Bakar, beliau seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran.

Ayahnya bekerja sebagai Demang. Sedangkan ibunya, berasal dari Jawa dan keturunan Sentot Alibasyah, salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.

Marah Rusli bersekolah dasar di Padang yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar. Setelah lulus, ia melanjutkan ke sekolah Raja (Kweek School) di Bukit Tinggi, Lulus tahun 1910. Setelah itu, ia melanjutkan sekolah ke Veen Arstsen School (Sekolah dokter hewan) di Bogor dan lulus tahun 1915.

Setelah tamat, ia ditempatkan di Sumbawa Besar sebagai Ajung Dokter Hewan.

Tahun 1916 ia menjadi Kepala Peternakan.

Pada tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten Dokter Hewan Wittkamp di Bogor, karena berselisih dengan atasannya, orang Belanda ia di skors selama setahun. Selama menjalani skorsing itulah ia menulis novel Sitti Nurbaya pada tahun 1921. Karirnya sebagai dokter hewan membawanya berpindah-pindah ke berbagai daerah. Tahun 1921-1924 ia bertugas di Jakarta, kemudian di Balige antara tahun 1925-1929 dan Semarang antara tahun 1929-1945. Tahun 1945, Marag Rusli bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal dengan pangkat terakhir Mayor. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten tahun 1948 dan sejak tahun 1951 ia menjalani masa pensiun.

Marah Rusli menikah dengan seorang gadis keturunan Sunda kelahiran Buitenzorg (Bogor) pda tahun 1911. Mereka mempunyai 3 orang anak, dua diantaranya laki-laki dan satu perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli. Tetapi, Marah Rusli tetap kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya. Kesukaaannya dalam dunia kesusastraan sudah tumbuh sejak kecil. Dia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kabah(tukang doneng) di Sumatera Barat yang berkeliling Kampong menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra. Marah Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan di makamkan di Bogor, Jawa Barat.

Dalam dokumen Teruslah bermimpi (Halaman 74-92)

Dokumen terkait