• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen laporan penelitian - SIMAKIP (Halaman 92-123)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas serta diimplikasikan terkait dengan aspek praksis, teoritis, dan metodologis, dikemukakan beberapa saran sebagi berikut.

1. Setelah melalui uji valid di wilayah Barat, data uji valid di wilayah tersebut perlu digabungkan dengan wilayah Tengah, dan Timur untuk di Uji secara menyeluruh. Sehingga instrument dapat mewakili keseluruham daerah di Indonesia.

2. Uji Validitas tampang perlu juga dilakukan dalam bentuh Handout berupa instrument cetak untuk membandingkannya dengan versi daring yang diteliti dalam penelitian ini.

3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan judgment ahli secara menyeluruh untuk memberikan peneliaian terhadap hasil yang didapatkan dari keseluruhan penilaian dan pengukuran yang dilakukan diseluruh daerah di Indonesia sebagai masukan ahli terhadap pengembangan skala empati budaya (SEE) sebelum didaftarakan kepada Kementerian Hukum dan HAM.

BAB VI

LUARAN PENELITIAN

p-ISSN: 2477-3859 e-ISSN: 2477-3581

JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

The Journal of Innovation in Elementary Education http://jipd.uhamka.ac.id

ANALISIS VALIDITAS DAN RELIABILITAS SKALA EMPATI BUDAYA/ SEE (THE SCALE OF ETHNOCULTURAL EMPATHY) DI WILAYAH INDONESIA

BAGIAN BARAT (JAWA DAN SUMATERA)

Fitniwilis1,, Lely Qodariyah2, Ahmad Yunus3

1UHAMKA, Indonesia

Received: December 26, 2015 Accepted: March 17, 2016 Published: June 1, 2016

Abstract

Building and fostering a full relationship of cultural empathy (ethnocultural empathy) in the community is certainly an accumulative and continuous process and not an instant process in an instant. Detection of the ability of cultural empathy then needs to be done, as an effort to understand the conditions in the field, and efforts to detect the possibility of conflict or other unwanted social friction. Detection is of course required a measuring instrument that is validated and tested for reliability. The vastness of the territory of Indonesia requires us to research in several periods to be able to get maximum results.

This research will be adapted and developed by The Scale of Ethnocultural Empathy owned by Wang et al. and tested its validity and reliability in the West. The number of items tested was 59 which was tested on 204 people. 36 men and 168 women. As for the distribution of islands, 96 are from Java and 108 from Sumatra. The results of the study showed that the scale of cultural empathy (The Scale of Eyhnocultural Empathy / SEE) as a result of adaptation and development as many as 59 items, was declared valid as many as 52 items and dropped as many as 7. The results of the study also showed that the scale of cultural empathy (The Scale of Eyhnocultural Empathy / SEE) ) as many as

Corresponding Author:Fitniwilis Affiliation Address: BK UHAMKA

52 valid items were selected 28 items that met the value of the different power items with rix ≥ 0.30 in the different power test system. The results of the study also showed that the scale of cultural empathy (The Scale of Eye Empathy / SEE) of 28 items that met the value of the different power items was tested for reliability and obtained a Cronbach's Alpha score of 0.890 so that the instrument with 28 items could be accepted as a scale with very high reliability .

Keywords: Validity, Reliability, Ethnocultural Empathy, Western Region of Indonesia.

Abstrak

Membangun dan membina hubungan penuh empati budaya (ethnocultural empathy) dimasyarakat tentunya merupakan proses akumulatif dan berkesinambungan serta bukan proses instan dalam sekejap. Deteksi akan kemampuan empati budaya kemudian perlu dilakukan, sebagai upaya memahami kondisi dilapangan, dan upaya mendeteksi dini kemungkinan konflik atau pergesekan sosial lainnya yang tidak diinginkan. Deteksi tersebut tentu saja diperlukan suatu alat ukur yang tervaliditas dan teruji reliabilitasnya.

Luasanya wilayah Indonesia mengharuskan kita meneliti dalam beberapa periode untuk dapat mendapatkan hasil yang maksimal. Pada penelitian ini akan diadaptasi dan dikembangkan The Scale of Ethnocultural Empathy milik wang et al. dan diujikan validitas dan realibilitasnya di wilayah Barat. Jumlah aitem yang di uji sebanyak 59 yang diujim pada 204 orang. 36 laki-laki dan 168 perempuan. Adapun sebaran pulau, 96 berasal dari Pulau Jawa dan 108 dari Pulau Sumatra. Hasil studi menunjukkan bahwa skala empati budaya (The Scale of Eyhnocultural Empathy/ SEE) hasil adaptasi dan pengmbangan sebanyak 59 aitem, dinyatakan valid sebanyak 52 aitem dan drop sebanyak 7. Hasil studi juga menunjukkan bahwa skala empati budaya (The Scale of Eyhnocultural Empathy/ SEE) sebanyak 52 aitem yang valid terseleksi 28 aitem yang memenuhi nilai daya beda aitem dengan rix ≥ 0.30 ditahap uji daya beda aitem. Hasil studi juga menunjukkan bahwa skala empati budaya (The Scale of Eyhnocultural Empathy/ SEE) sebanyak 28 aitem yang memenuhi nilai daya beda aitem dilakukan uji reliabilitas dan memperoleh skor Cronbach’s Alpha sebesar 0.890 sehingga instrument dengan 28 aitem tersebut dapat diterima sebagai skala dengan reliabilitas sangat tinggi.

Kata kunci: Validitas, Realibilitas, Ethnocultural Empathy, Wilayah Barat Indonesia.

E-mail: [email protected]

Pendahuluan

Empati merupakan suatu kondisi seseorang yang menunjukkan perasaan seperti yang dirasakan orang lain. Rasa yang berada dalam bingkai emosi bisa menjadi perekat hubungan antar individu, antar kelompok atau individu dengan kelompok.

Empati mampu merubah kondisi buruk menjadi baik, marah menjadi senang, benci menjadi suka, terpisah menjadi menyatu dan bahkan mampu menjadikan jarak yang jauh menjadi dekat karena kuatnya ikatan perasaan tersebut. Membangun dan membina hubungan penuh empati dimasyarakat tentunya merupakan proses akumulatif dan berkesinambungan serta bukan proses instan dalam sekejap. Terkhusus bagi generasi muda sebagai penerus estapeta bangsa, sikap empati akan keberagaman budaya tersebut perlu di tumbuhkan sejak dini. Deteksi akan kemampuan empati budaya kemudian perlu dilakukan, sebagai upaya memahami kondisi dilapangan, dan upaya mendeteksi dini kemungkinan konflik atau pergesekan sosial lainnya yang tidak diinginkan.

Sebagai bagian upaya untuk dapat memetakan kemampuan empati budaya dimasyarakat, diperlukan suatu alat ukur yang tervaliditas dan teruji reliabilitasnya.

Hal ini melihat bahwa untuk dapat memberikan gambaran yang komprehensif akan emapati budaya di Indonesia tidak hanya dapat mengambil sampel pada satu daerah melainkan harus dapat mewakili daerah Indonesia yang begitu luas. Selain itu segmen usia yang akan mempengaruhi penggunaan bahasa juga harus dapat menyesuaikan.

Pada perkembanagn internasional, istilah paling mutakhir yang muncul terkait dengan empati budaya ialah yang dicetuskan oleh Wang et.al, (2003) yaitu ethnocultural empathy yang sekaligus juga disusun skala resmi bernama Scale of Ethnocultural Empathy (SEE) dalam mengukur empati dalam setting budaya.

Ethnocultural empathy yang digagas Wang et al. sejatinya berupaya merangkum dalam satu pemahaman yang lebih umum namun mendalam sehingga seluruh pengertian dan istilah terkait dengan empati budaya terwakili meskipun dalam kadar umum. Penelitian Wang et al. ini juga kemudian menjadi fondasi bagi beberapa penelitian sesudahnya diberbagai negara.

Selain itu, dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan Fitniwilis, et.al (2017) ditingkat universitas dengan menggunakan rancangan awal SEE versi bahasa Indonesia menemukan data bahwa interkasi dengan lingkungan yang berbeda menunjukkan hasil empati yang berbeda pula, serta terjadi penuruanan empati pada tingkatan semester tertentu. Hal ini tentu perlu diidentifikasi pula dengan mengembangkan validitas dan reliabilitas secara lebih luas pada berbagai daerah di Indonesia.

Menyoal luasanya wilayah Indonesia, dalam pengembangan instrumen empati ini perlu dilakukan uji validitas di berbagai daerah untuk dapat mengumpulkan data yang dianggap representatif mewakili berbagai daerah di Indonesia. Jika kita dapat menggambarkan keadaanya, maka dengan demikian kita dapat melakukan upaya lanjutan untuk dapat meningkatkan empati budaya pada aspek yang kurang, serta mengambil keunggulan dari kelompok yang lainnya. Sehingga kedinamisan seluruh aspek empati budaya dapat terbangun.

85

Wilayah Barat Indonesia dalam hal ini mewakili seluruh provinsi di pulau Jawa dan Sumatera, kedua pulai ini merupakan pulau dengan populasi cukup besar di Indonesia. Baik Jawa dan Sumatera keduanya memiliki fitur budaya yang unik. Jawa sendiri adalah ―rumah utama‖ bagi Suku dengan populasi terbanyak di Indonsia yaitu suku Jawa dengan populasi sebesar 95.217.022 atau mencapai 40,22% dari total populasi Indonesia pada 2010. Selain suku Jawa, suku Sunda juga mencapai populasi 36.701.670 (15,5% dari total populasi Indonesia) juga menempati rumah utama yang sama yaitu pulau Jawa (BPS, 2011: 9).

Jawa dengan segala keunikannya telah bertransformasi dari waktu ke waktu, situs-situs peradaban tertua juga banyak ditemukan di pulau ini. Hal ini menandaskan bahwa di Jawa telah berkembang Budaya Adiluhung yang terus bergerak dinamis melintas masa. Hal menarik lainnya, Jawa sebagai pusat pertumbuhan Industri, telah menarik jutaan penduduk dari luar Jawa untuk melakukan urbanisasi ke Jawa, sebut saja kota motrepolitan di Jawa sebagai pusat pertemuan budaya urban ialah Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang.

Kendati demikian perkembangan Sumatera dari masa kemasa tidak dapat disepelekan. Sejak dahulu di sumatera telah berkembang kerajaan besar semisal Sriwijaya dan Samudera Pasai. Kerajaan-kerjaan itu bahkan pernah menguasai daerah Malaysia dan sekitarnya. Pada perkembangan aktual suku-suku di pulau sumatera yang terkenal gigih telah menyebar hampir keseluruh nusantara. Jumlah Suku Batak misalnya, hari ini menempati Populasi ketiga terbear dilihat dari populasi penduduk berdasarkan suku, yaitu mencapai 8.466.969 orang atau sebesar 3,58% dari populasi keseluruhan. Suku Miangkabau dengan budaya yang kuat dan keluhuran petatah petitih mereka, juga menempati suku terbesar ke 7 di Indonesia berdasrkan populasinya. Belum lagi Suku Aceh, Jambi, Melayu, Lampung dan Sumatera Selatan yang juga unik dan Khas (BPS, 2011: 9).

Kesemua daerah tersebut memiliki keunikan masing-masing. Keunikan tersebut perlu digali dan diungkap. Terlebih bagi suatu instrumen yang diharapkan dapat digunakan secara luas (nasional) apalagi berkaitan dengan budaya, uji coba keberbagai daerah di wilayah Indonesia nampaknya menjadi keharusan dan kewajiban untuk dilakukan. Dengan upaya uji validitas dan reliabilitas keberbagai daerah, diharapkan bias dari suatu instrumen yang dapat berpengaruh kepada penarikan hasil dan kesimpulan dapat dihindarkan. Upaya untuk membangun satu instrument yang komprehensif seperti ini menjadi berharga untuk kemudian dijadikan tonggak utama dalam menentukan kebijakn lanjutan dalam rangka pemetaan, pengembangan, dan pelatihan peningkatan empati budaya di berbagai daerah di Indonesia.

METODE

Adapun rangkaian Penelitian yang sudah dan akan dikembangkan terkait dengan tema

2017 Penelitian

Pendahulu 2018

Ethnocultural Analisis Tingkat 2018 2019 2020 2020 2021

Analisis Empati Perancangan Uji Coba Model 2021 Pengembangan

Empathy: Adaptasi Empati Budaya Analisis Empati 2020

Budaya Wilayah Model dab Materi dan Materi Pelatihan Empati Instrument Empati

dan Siswa Budaya Wilayah Pembakuan

Tengah Indonesia Pelatihan Empati Pelatihan Empati Budaya Untuk Budaya Pada

Pengembangan SMA/Sederajat Barat Indonesia Instumen Empati

"Bali. Sulawesi, Budaya Untuk Budaya Untuk Peserta didik di Lingkup Asia

Instrument, Kab Sikka Nusa "Jawa dan Budaya menuju

dan Kalimantan" Peserta didik di Peserta didik di Berbagai Jenjang Tenggara

Pengukuran dan Tenggara Timur Sumatra" (Validasi Instrumen dengan

(Validasi Angket Berbagai Jenjang Berbagai Jenjang dan jalur (Indonesia,

Perbedaanya Mahasiswa diantara (Validasi Angket Wilayah Timur Indonesia) Wilayah Tengah Indonesia) Barat Indonesia) Angket Wilayah HAKI Pendidikan dan jalur Pendidikan dan jalur Pendidikan Malaysia dan Brunei)

Bimbingan dan Konseling FKIP UHAMKA

empati budaya adalah sebagai berikut.

Diagram 2: Roud Map Penelitian Empati Budaya

Metode penelitian yang digunakan peneliti yaitu metode penelitian kuantitatif.

Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menurut Azwar adalah suatu penelitian yang

―Menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metoda statistika… Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar‖ (Azwar, 2015: 5). Kendati demikian, kuantitatif yang dimaksud dalam penelitian ini menekankan pada upaya untuk menguji validitas dan dan reliabilitas secara kuat. Sebagai bagian proses untuk membuat suatu skala pengukuran yang baru.

Azwar menekankan bahwa, pada penelitian konstruksi skala dan tes harus lebih ditekankan pada kajian psikometrik yang berkaitan dengan tes atau skala yang sedang dijadikan topik. Berbeda dari penelitian pada umumnya, penelitian konstruksi dalam metodologinya lebih menekankan pada prosedur atau langkah kerja yang ditempuh untuk memperoleh instrumen yang dikehendaki (Azwar, 2017:186).

Pada penelitian Pendahulu (Fitniwilis, et.al 2017), instrument SEE yang digunakan adalah skala yang diadaptasi (adaptation) dan dikembangkan (development) oleh peneliti yang didasarkan atas pemikiran oleh Wang et al. pada 2003 yang dinamakan SEE (The Scale of Ethnocultural empathy). Angket SEE ini pada mulanya dibuat dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris. Namun dalam pelaksanaannya peneliti berusaha mengadopsinya dan mengembangkannya dalam Bahasa Indonesia agar lebih sesuai dengan subjek penelitian dan sesuai denagn kebutuhan responden di Indonesia. Sebagai tanggung jawab etis, peneliti tetap

menyebutkan sumbernya berupa indikator pada angket yang telah diadopsi tersebut adalah hasil pengembangan Wang et,al. Adapun secara rinci langkah penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

d. Perbaikan Terjemahan Pada Aitem yang di Adaptasi dan penyempurnaan bahasa pada aitem yang dikembangkan.

Upaya pengembangan skala empati budaya adalah adaptasi dari SEE (The Scale of Ethnocultural Empathy) yang dikembangkan Wang et al. dalam pendekatan budaya Amerika. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penerjemahan dan pengembangan aitem yang dirasa lebih bersesuaian dengan pendekatan budaya Indobnesia, terlebih budaya Indonesia amat luas, kompleks, dan heterogen. Penerjemahan skala disupervisis oleh Dr. Roslaini, M.Hum, yang aktif sebagai dosen di Program studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) Jakarta. Sebagai supervisor terkait dengan ahli psikologi dan/atau konseling adalah Taufik, M.Si, Ph.D, yang merupakan Ph.D alumni Tilburg University Belanda dalam bidang Psikologi Sosial. Disertasi dan beberapa penelitian lainnya milik Taufik, M.Si, Ph.D, meneliti model pengembangan empati budaya serta assessment penilaiannya digunakan dengan mengembangkan SEE milik Wang et al. Taufik, M.Si, Ph.D, aktif sebagai Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.

Sementara itu untuk masukan terkait dengan konteks budaya yang ada pada skala disupervsisi oleh Prof. Dr. Suswandari, M.Pd yang merupakan guru besar dibidang Pendidikan Ilmu Sosial. Beliau aktif sebagai Dosen UHAMKA dan juga sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan UHAMKA.

Masukan dari ketiga pakar tersebut kemudian digunakan untuk dasar perbaikan instrumen yang kemudian digunakan ditahap cognitive debriefing untuk dibagikan kepada dosen BK UHAMKA dan beberapa Mahasiswa BK. Empat orang dosen (Fatma Nofriza, S.Pd, M.Si; Eka Heriyani, M.Pd. Kons; Nuraini, M.Pd; Chandra Dewi Sukma Wardani, M.Pd; Kesemuanya adalah dosen BK UHAMKA) membaca aitem dan hasil perbaikan sebagaimana saran pakar. Sehingga peneliti dapat memperoleh data bahwa SEE versi Bahasa Indonesia tersebut sudah dapat dipahami oleh orang praktisi dibidang konseling dan psikologi.

Selanjutnya dipilih enam orang mahasiswa (Mardi Handika, Dede Herwawan, Dede Miftah Fauzi, Lourissyea Dzikir, Tita Nurbaiti, Afifa Iftamala—

Kesmua adalah mahasiswa Konseling) digolongkan sebagai awam yang bertugas membaca aitem dan diwawancarai oleh peneliti sehingga peneliti dapat memperoleh data bahwa SEE versi Bahasa Indonesia tersebut sudah dapat dipahami oleh orang awam. Berdasarkan masukan dari supervisor dan pertimbangan tahap cognitive debriefing, ada lima belas aitem yang dilakukan perbaikan, penyesuaian diksi dan perbaikan struktur kalimat.

e. Penataan letak Aitem dan validitas Tampang

Validitas tampang dan penyusunan tampilan memang tidak terkait langsung dengan alat ukur, namun memiliki arti penting. Validitas ini bertujuan untuk mencapai apresiasi positif subjek terhadap tes, termasuk didalamnya kesan menarik, kesinambungan tampilan, petunjuk pengisian tes dengan tes yang diujikan. Selain itu bagian penting dalam uji tampang adalah mudah atau tidaknya tulisan (jenis dan besar) huruf terbaca, mudah tidaknya skala/instrumen dipegang/di handle saat pengerjaan dan hal-hal lain yang berkaitan.

Skala empat budaya dalam rangka penelitian dibuat dalam tampilan daring melalui google form. Hal ini dilakukan karena subjek yang tersebar jauh dan dengan lokasi jangkauan subjek yang juga beragam. Skala tersebut dibuat dalam dua bagian yaitu bagian pertama identitas dan bagian kedua adalah bagian inti (skala emati budaya). Tampilan tersebut dikirimkan kepada 15 mahasiswa dan 10 masyarakat umum untuk dinilai apakah sudah user-friendly (ramah pengguna) atau belum. Setalah formulir online siap, kemudian dibuatkan satu pesan yang akan dibagikan melalui sosial media (whatsapp, telegram, instagram atau sejenisnya). Didalam pesan tersebut dicantumkan link yang dapat mengakses langsung kepada formulir daring di Aplikasi google Form.

f. Pengujian Validitas Pada Subjek

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk menguji kesesuaian SEE versi bahasa Indonesia. Dimensi Indikator dan sebaran item digambarkan dalam kisi- kisi instrument pada bagian selanjutnya. Aitem yang akan diuji berjumlah 59 aitem versi Bahasa Indonesia hasil, 24 aitem favorable sedangkan sisanya unfavorable. Setiap aitem memberikan peluang lima jawaban mulai dari Hampir Selalu (HSL) sampai Hampir Tidak Pernah (HTP). Pernyataan favorable diberi skor satu untuk jawaban Hampir Tidak Pernah (HTP) hingga lima untuk pilihan jawaban Hampir Selalu (HSL). Sedangkan pernyataan unfavorable diberi skor sebaliknya.

Adapun secara menyeluruh teknik pengumpulan data yang ada dilandaskan pada beberapa hal pokok di bawah ini.

a. Definisi Konseptual

Definisi konseptual yang diambil dalam penelitian ini terkait dengan variabel empati budaya didasarkan kepada konsep yang digagas oleh Wang et al., dengan demikian empati budaya dalam peneltian ini merujuk kepada istilah ethnocultural empathy dalam padanan Bahasa Inggris. Ethnocultural Empathy menurut Wang et al. dimaknai dengan empathy directed toward people from racial and ethnic cultural groups who different froms ones’s own ethnocultural group (Empati yang diarahkan kepada kelompok orang dari ras dan etnis yang berbeda dari kelompok ethnocultural kita sendiri).

b. Definisi Operasional

Empati memiliki tiga komponen utama yang telah disebutkan sebelumnya yaitu komponen kogntif, afektif, dan komunikatif. Dalam

89

peristilahan Wang et al. tiga komponen ini disebut dengan Intellectual empathy untuk komponen kognitif, Empathic Emotions untuk komponen afektif dan communicative empathy untuk komponen komunikatif. Ketiga komponen utama ini dalam pengoperasiannya oleh Wang et al. dijabarkan menjadi empat dimensi utama yaitu sebagai berikut.

1) Empathic Feeling and Exspression (Ekspresi dan Perasaan Empati), yaitu fokus yang dinilai pada (1) kemampuan memahami, mengekspresikan, dan mengomunikasikan pikiran secara verbal maupun nonverbal terhadap orang lain yang berbeda budaya (ras-etnis), dan (2) kemampuan memahami, mengekspresikan, dan mengkomunikasikan perasaan secara verbal maupun nonverbal terhadap orang lain yang berbeda budaya (ras- etnis).

2) Empathic Perspective Taking (Pengambilan Perspektif Empati—dari orang/kelompok lain), yaitu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk (1) mampu mengambil (merefleksi) pikiran dan pengalaman orang lain yang berbeda budaya (ras-etnis) dalam sudut pandang mereka sendiri, dan (2) mampu merasakan perasaan orang lain yang berbeda budaya (ras-etnis) dalam sudut pandang mereka sendiri.

3) Acceptance of Cultural Differences (Penerimaan Perbedaan Budaya), dimensi ini digambarkan sebagai (1) kemampuan memahami, menilai, dan menerima karakteristik orang lain yang berbeda budaya (ras-etnis), serta (2) kemampuan memahami, menilai, dan menerima budaya lain dalam kehidupan sehari-hari.

4) Empathetic Awareness (Kesadaran Empati), dimensi terkahir ini digambarkan sebagai kemapuan untuk (1) menyadari cara masyarakat memperlakukan ras-etnis lain didasarkan pada kesadaran emosi dan pengalaman yang didapat, kemampuan untuk (2) menyadari cara media memperlakukan ras-etnis lain didasarkan pada kesadaran emosi dan pengalaman yang didapat, dan kemampuan untuk (3) menyadari cara pasar kerja dan dunia ekonomi memperlakukan ras-etnis didasarkan pada kesadaran emosi dan pengalaman yang didapat.

HASIL DAN DISKUSI Sampel

Sampel pada mulanya telah ditetapkan minimal sebanyak 30 untuk dan diambil dengan menggunakan metode Purposive-accidental sampling. Pada proses penelitian yang dijalankan berdasarkan kebutuhan dan perkembangan penelitian di lapangan ditetapkan sebanyak 204 sampel yang dianggap memenuhi kriteria sampel (Characteristic of Sample) yang telah ditetapkan.

Uji Validitas

Validitas yanga akan dinilai dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk

adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkl, validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur, termasuk validitas isi dan validitas kriteria. Rumus yang akan digunakan untuk validitas adalah Korelasi Product Moment.

Perhitungan validitas dalam angket ini menggunakan IBM SPSS Statistics 21, dalam r table untuk N Sampel 204 maka df nya ada di 202, dan untuk nilai r untuk taraf signifikansi 0.05 didapatkan 0.1381 dan untuk r taraf signifikansi 0.01 didapatkan 0.1809. Aitem yang tidak valid adalah aitem No 3, 4, 12, 39, 42, 53, dan 56.

Uji Reliabilitas dan Uji Daya Diskriminasi Aitem

Reliabilitas ialah upaya untuk mengetahui konsistensi, keterandalan, keterpercayaan, kestabilan, keajegan dan sebagainya yang menggambarkan kondisi alat dan hasil tes tersebut. Rumus yang digunakan untuk realiabilitas adalah Metode Cronbach Alpha.

Selain reliabilitas, Indeks daya diskriminasi aitem merupakan pula indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem total. Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriterian yang relevan, yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem-total yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Rumus yang digunakan adalah Formula person untuk komputasi koefisien korelasi aitem-total.

Perhitungan realiblitas dan daya diskriminasi aitem dalam angket ini menggunakan IBM SPSS Statistics 21, reliabilitas dan daya diskriminasi aitem dapat dilakukan dengan sekali uji melalui pilihan reliability analysis.

Aitem-aitem dengan daya diskriminasi rendah akan dihilangkan dan hanya dipertahankan aitem yang memiliki daya diskriminasi riX ≥ 0.30. Jika melihat kepada hasil perhitungan maka aitem tersisa adalah sebanyak 28 aitem.

91

Dalam dokumen laporan penelitian - SIMAKIP (Halaman 92-123)

Dokumen terkait