PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
Tingkat validitas dan reliabilitas Skala Empati Budaya/SEE (Ethnocultural Empathy Scale) di Indonesia Bagian Barat (Jawa dan Sumatera). Penyajian profil empati budaya pada tingkat sampel dan populasi objek uji validitas skala empati budaya SEE (Skala empati etnokultural).
Urgensi Penelitian
Secara teoretis/akademik, penelitian ini hadir untuk melihat betapa minimnya khazanah sastra yang terkait dengan penelitian empati budaya. Sedangkan penelitian serupa dapat membantu siswa, guru, pendidik, praktisi bahkan masyarakat umum untuk juga mempelajari dan menganalisis serta memahami kondisi di lapangan terkait dengan kemampuan berempati dengan orang lain. Secara praktis/pragmatis, penelitian ini hadir karena perlunya suatu alat asesmen untuk mengetahui tingkat empati seseorang yang sesuai dan sesuai dengan suasana Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Bagi pihak-pihak yang menjadi objek penelitian, hasil yang diperoleh dapat dijadikan masukan untuk perencanaan dan pengembangan kompetensi berupa kebijakan bagi dunia pendidikan dan kehidupan sosial pada umumnya, khususnya keterampilan berempati terhadap keragaman budaya yang ada.
Luaran Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Empati
Sedemikian rupa sehingga kemudian Heinz Kohut menyatakan dalam Taufik bahwa empati adalah anugerah paling mendasar bagi manusia. Dia menyatakan bahwa empati adalah "konversi imajinatif diri sendiri ke dalam pemikiran, perasaan, dan tindakan orang lain"11 (mengubah pikiran imajinatif seseorang menjadi pikiran, perasaan, dan membantu orang lain). Pengertian Allport pada dasarnya telah menggambarkan empati secara umum dimana kita dapat memahami bahwa empati menurut Allport adalah suatu keadaan dimana seseorang menilai situasi yang dilihatnya pada orang lain melalui imajinasi yang kemudian diolah dalam pikiran dan perasaan hingga akhirnya muncul dalam tindakan prososial. .
Batson (1994) mendefinisikan empati sebagai perasaan yang diarahkan pada orang lain yang konsisten dengan kesejahteraan yang dirasakan orang lain. Hoffman (1987) mendefinisikan empati sebagai respons afektif yang lebih sesuai dengan situasi orang lain daripada situasinya sendiri17. Tidak berhenti pada klaim para ahli di atas, keutuhan definisi empati juga diuji oleh para ahli lainnya sebagai kesatuan antara komponen kognitif dan afektif dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Beberapa ahli berpendapat bahwa empati merupakan fenomena multidimensi yang tentunya tidak dapat dipisahkan antara komponen kognitif dan afektif dalam empati. Karena banyaknya pendapat ahli tentang pengertian dan batasan empati, maka peneliti melihat bahwa pendapat ahli tersebut menyatakan bahwa empati merupakan satu kesatuan antara kognitif dan afektif, yang selanjutnya akan dipahami sebagai pengertian empati.
Hakikat Empati Budaya
Jika pada tahun 1952 telah terkumpul begitu banyak definisi, tentunya saat ini akan lebih banyak lagi definisi yang berkaitan dengan kebudayaan ini sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Jika kita melihat beberapa literatur asing, istilah empati budaya juga digunakan dengan banyak penyebutan. Sementara itu Junn et al. 1995) menggunakan istilah kesadaran empatik multikultural sebagai istilah empati yang diarahkan pada empati antarbudaya.
Istilah-istilah ini sering digunakan secara bergantian oleh para peneliti untuk membahas konsep empati dalam latar budaya. Jika kita memeriksa pernyataan ahli, Wang et al. ketika ahli teori yang lebih baru mencoba mengembangkan skala untuk mengukur kepekaan budaya pada tahun 2003. Hal ini dilakukan untuk memahami penggunaan istilah yang dianggap paling mutakhir dalam penelitian. berkaitan dengan kepekaan budaya.
Jika kita melihat ungkapan-ungkapan yang telah dijelaskan sebelumnya terkait dengan kata etno dalam kata etnokultural, kita dapat menyimpulkan bahwa kata etno memiliki arti yang unik bagi seseorang, terkait dengan identitasnya sebagai bagian dari suatu kelompok etnis (afiliasi etnis tertentu), baik dalam hal status, etnografi dan karakteristik fisiknya. Seseorang yang berempati terhadap etnis lain akan dapat menerima segala keunikan fisik (eksternal) dari Tuhan dan keunikan fisik yang dibentuk oleh masing-masing etnis (misalnya status, gaya hidup, tempat tinggal, dll).
Roud Map Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Populasi dan Sampel
Ada beberapa ciri skala psikologi dalam kajian psikologi, antara lain: (1) rangsangan atau item pada skala psikologi berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak secara langsung mengungkapkan sifat-sifat yang akan diukur, tetapi mengungkapkan indikator dan sifat perilaku yang relevan; (2) Skala psikologis selalu terdiri dari banyak item; (3) Jawaban subjek tidak tergolong “benar” atau “salah”. Untuk studi komparatif eksperimental dan kausal, kami merekomendasikan minimal 30 orang per kelompok, meskipun studi eksperimental dengan hanya 15 orang di setiap kelompok terkadang dapat dianjurkan jika mereka dikontrol dengan sangat ketat; studi yang menggunakan hanya 15 subjek per kelompok mungkin perlu diulang, tetapi sebelum terlalu banyak kesimpulan ditarik, setiap kelompok dapat dipertahankan jika mereka - sampel - dikontrol dengan ketat; studi yang hanya menggunakan 15 subjek per kelompok mungkin perlu diulang, tetapi sebelum terlalu banyak kesimpulan ditarik dari setiap temuan – ini harus sesedikit mungkin). Jika dua kelompok dibandingkan, jumlah sampel terkecil dari kedua kelompok adalah 60.
Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eksperimental yang ketat (pasangan yang cocok, dll.), penelitian yang berhasil dimungkinkan dengan sampel sekecil 10 hingga 20 dalam ukuran (Untuk Penelitian Eksperimental Sederhana. Bagaimana Merancang dan Mengevaluasi Penelitian dalam Pendidikan. Edisi ke-8 New York: McGraw-Hill, hal 103. Dengan kontrol eksperimental yang ketat, penelitian yang sukses dimungkinkan dengan ukuran sampel yang kecil antara 10 sampai 20);34 Pendapat Roscoe konsisten dengan dan saling menguatkan pendapat sebelumnya dari Fraenkel et al. Atas dasar itu pula maka peneliti akan membatasi jumlah sampel dalam penelitian ini minimal 30 dan maksimal 500 dengan metode pengambilan sampel adalah random sampling.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas
HASIL PENELITIAN
Penataan letak Item
Profil Sampel
Hasil pengujian validitas dan Reliabilitas
SIMPULAN DAN SARAN
Saran
Bagi calon peneliti, perlu dilakukan expert judgment yang menyeluruh untuk memberikan penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari seluruh penilaian dan pengukuran yang dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia sebagai masukan ahli untuk pengembangan Skala Empati Budaya (Cultural Empathy Scale (SEE)) sebelum didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. ANALISIS SKALA EMPATI ETNO-BUDAYA DI INDONESIA. Membangun dan membina hubungan yang penuh dengan empati budaya (etno-cultural emty) dalam masyarakat tentunya merupakan proses yang akumulatif dan berkesinambungan, bukan proses instan dalam proses instan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala empati budaya (SEE) yang diciptakan oleh adaptasi dan pengembangan sebanyak 59 item, dimana 52 item dinyatakan valid dan turun sebanyak 7. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa skala budaya empati (SEE) ) yang dipilih adalah terdapat sebanyak 52 item yang valid, 28 item yang mencapai nilai daya beda item dengan rix ≥ 0,30 pada tingkat daya beda item tes. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa skala empati budaya (SEE) sebanyak 28 item yang sesuai dengan nilai diferensiasi item diuji reliabilitas dan memperoleh skor Cronbach's Alpha sebesar 0,890, sehingga 28 item instrumen dapat diterima. sebagai skala dengan keandalan yang sangat tinggi.
Sebagai bagian dari upaya memetakan kapasitas empati budaya di masyarakat, diperlukan alat ukur yang tervalidasi dan teruji reliabilitasnya. Dalam perkembangan internasional, istilah terbaru yang muncul dalam kaitannya dengan empati budaya dicetuskan oleh Wang et al.(2003), yaitu empati etnokultural, yang pada saat yang sama mengembangkan skala resmi yang disebut Skala Empati Etnokultural (SEE) untuk mengukur empati dalam pengaturan budaya. . Jika kita dapat menggambarkan situasinya, maka kita dapat terus berupaya untuk dapat meningkatkan empati budaya terhadap aspek-aspek yang hilang dan bermanfaat bagi kelompok lain.
Upaya membangun instrumen komprehensif seperti ini sangat berharga dan kemudian dijadikan tonggak penting dalam menentukan kebijakan lebih lanjut dalam rangka pemetaan, pengembangan dan pelatihan untuk meningkatkan kepekaan budaya di berbagai daerah di Indonesia. Upaya mengembangkan skala empati budaya merupakan adaptasi dari SEE (Ethnocultural Empathy Scale) yang dikembangkan oleh Wang et al. Disertasi dan beberapa penelitian lain milik Taufik, M.Sc, Ph.D, mengkaji model pengembangan empati budaya dan penilaian digunakan mengembangkan SEE dari Wang et al.
Definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini terkait dengan variabel empati budaya berdasarkan konsep yang digagas oleh Wang et al.Dengan demikian, empati budaya dalam penelitian ini mengacu pada istilah ethno-cultural empathy dalam padanan bahasa Inggrisnya. Kesimpulan dari hasil penelitian “Analisis Validitas dan Reliabilitas Skala Empati Budaya/SEE (The Scale of Ethnocultural Empathy) di Wilayah Indonesia Bagian Barat (Jawa dan Sumatera) menunjukkan bahwa sampel berimbang dengan pengelompokan gender dengan jumlah yang tidak kurang. dari 36 laki-laki dan 168 perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala empati budaya (The Scale of Eyhnocultural Empathy/SEE) telah tervalidasi sebagai hasil penyesuaian dan pengembangan sebanyak 59 item, sebanyak 52 item.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala empati budaya (SEE) terdiri dari 52 item yang valid, terpilih 28 item yang mencapai nilai pembedaan item dengan rix ≥ 0,30 pada tingkat uji pembedaan item. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa skala empati budaya (SEE) sebanyak 28 item yang sesuai dengan nilai diferensiasi item diuji reliabilitas dan memperoleh skor Cronbach's Alpha sebesar 0,890, sehingga 28 item instrumen dapat diterima. sebagai skala dengan keandalan yang sangat tinggi.
LUARAN PENELITIAN