A. Hak Waris Bagi Anak Dari Hasil Surrogate Mother dalam Hukum
8. Seseorang Yang Tidak Dapat Menerima Waris
Sebelum meninggal, dalam pergaulan sehari hari, bisa jadi si mayit pernah memiliki hubugan yang dekat dengan beberapa orang tertentu.
namun demikian orang-orang itu bukan bararti langsung memilki hubungan kewariasn dengan si mayit. Mengapa? Karena meskipun dekat hubungan mereka dengan pewaris belum tentu termasuk dalam tiga sebab mewarisi. Untuk itu , pembahasan di sini akan membahas kebalikan dari pembahasan sebelumnya. Di sini akan di uraikan secara singkat orang- orang yang tidak termasuk dalam daftar ahli waris.
94 Achmad yani, Faraidh Mawaris Bunga Rampai Hukum Waris Islam, (Jakarta : KENCANA 2016), 31.
a. Anak zina dan anak lian
Istilah anak zina berarti anak yang di lahirkan di luar penikahan yang sah menurut syariat islam.de ngan kata lain, anak zina adalah anak yang dilahirkan sebagai hasil dari perbuatan zina. Secara hukum, jika seorang anak lahir dari seorang perempuan (disebutkan ibu kandungnya) akibat perbuatan zina dengan seorang laki-laki (disebut juga bapak biologisnya), maka hubungan nasab anak ini dengan bapaknya biologis terputus. artinya, anak itu tidak memiliki hubungan nasab dengan bapak tadi. Namun demikian, hubungan nasab anak dengan ibunya ini tetap ada.95
Dengan demikian, ini berakibat bahwa anak zina tidak saling mewarisi dengan bapak biologis, tetapi masih memiliki hubungan kewarisan dengan ibunya dan keluarga (kerabat) ibunya saja. Jadi, anak zina tidak ahli waris dari bapak ( biologisnya) jika bapak nya itu meninggal. Demikian pula, bapak biologisnya tidak menjadi ahli waris dari anak zina jika anak zina itu meninggal lebih dahulu.96
Sementara itu, anak li’an adalah anak yang terputus hubungan nasabnya dengan bapaknya setelah terjadi saling menuduh zina (disebut sumpah li’an mula’anah) antara suami dan istri menurut ketentuan yang dijelaskan dalam al-qur’an surah an-nur ayat 6-9.
95 Efendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2007), 24.
96 Achmad yani, Faraidh Mawaris Bunga Rampai Hukum Waris Islam, (Jakarta : KENCANA 2016), 80.
b. Anak angkat, bapak angkat dan ibu angkat
Dengan turunnya surah al-Ahzab ayat 4/5, maka anak angkat tidak diperbolehkan untuk disamakan dengan anak kandung dalam hal nasab. Ini berakibat bahwa anak angkat tidak memiliki hubungan nasab orang tua angkatnya (bapak angkat dan ibu angkat) sehingga tidak terdapat hubungan saling mewarisi antara anak angkat dengan orang tua angkat. Jadi, anak angkat, bapak angkat, dan ibu angkat tidak termasuk dalam daftar ahli waris, kecuali jika anak angkat itu masih memiliki hubungan kerabat denga orang tua angkatnya itu sebagai contoh, anak yang di angkat itu adalah keponakan laki-laki dari bapak angkatnya itu. Maka dalam hal ini anak itu masih termasuk dalam daftar ahli warisnya, bukan sebagai anak angkat, tetapi sebagai keponakan laki-laki, yang setatusnya adalah sebagai ahi waris golongan ‘ashabah97.
c. Anak tiri, bapak tiri dan ibu tiri
Yang dimaksud dengan anak tiri baik laki-laki maupun perempuan adalah ank dari si mayit sebagai hasil dari perkawinannaya dengan suami atau istriya yag terdahulu. Dengan kata lain, anak tiri adalah anak bawaan suami atau istri dari si mayit. Dengan demikian, anak tiri tidak sama dengan anak kandung sehingga anak tiri tidak ada hubungan nasab dengan si mayit. Jadi, anak tiri tidak termasuk dalam
97 Achmad yani, Faraidh Mawaris Bunga Rampai Hukum Waris Islam, (Jakarta : KENCANA 2016), 81.
daftar ahli waris karena tidak memiliki salah satu sebab untuk mewarisi harta dari bapak atau ibu tirinya.98
Demikian pula sebaliknya bapak tiri atau ibu tiri dari si mayit tidak dapat dimasukkan dalam daftar ahli waris karena mereka (bapak tiri atau ibu tiri itu ) bukanlah orang tua kandung dari si mayit sehingga mereka tidak dapat mewarisi harta anak tiri.
Namun demikian, masih ada peluang bagi bapak tiri atau ibu tiri untuk memberikan harta kepada anak tirinya dengan cara memberikan wasiat menurut ketentuan yang berlaku yaitu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta peninggalannya. Atau dapat juga dengan memberikan hibah semasa hidupnya dengan tidak merugikan ahli waris yang sebenarnya berhak.
Bagaimana halnya dengan saudara tiri? Saudara tiri dari si mayit adalah saudara dari si mayit yang bukan se ibu se bapak (bukan saudara kandung), tetapi saudara se bapak saja (karena bapaknya sama) atau se ibu saja (karena ibunya sama). Dalam hal ini, saudara se bapak dan saudara se ibu masih termasuk ahli waris yang bagiannya sudah dijelaskan di depan.
d. Anak susuan, ibu susuan, dan saudara susuan
Anak susuan adalah anak yang disusui oleh perempuan yang bukan ibu kandungnya. Dalam hukum islam, penyusuan anak yang
98 Efendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2007), 29.
bukan anak kandungnya sendiri bahwa pengaruh pada hubungan antara ibu susuan itu dengan anak yang disusuinya. Dengan syarat bahwa penyusuan itu minimal lima kali susuan dan anak yang disusui itu belum berumur dua tahun, maka anak itu menjadi ank susuan. Jika anak itu laki-laki maka ia menjadi mahrom bagi ibu susuannya, sama seperti anak kandungnya sendiri. Demikian pula hubungan anak susuan dengan suami dari ibu susuannya, aka suami dari ibu susunnya juga menjadi bapaknya.
Namun dengan demikian, hubungan saling mewarisi antara ibu susuan dengan anak susuannya tdak terjadi, karena hak mewarisi tidak terjadi selain dengan tiga sebab, yaitu hungan nasab, hubungan nikah, dan hubungan wala’. Dan dalam hal ini, hubungan penyusuan tidak termasuk sebagai sebab untuk saling mewarisi. Demikian pula halnya hubungan antara anak susuan ini dengan saudara susunnya, hubungan kewarisan di antara meraka tidak ada.
Mengenai anak yang lahir dengan proses bayi tabung dengan cara Surrogate mother di dalam al-Quran maupun Hadits tidak ditemukan suatu surat atau ayat yang mengatur tentang hak kewarisan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri lalu emrionya di tranplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother). sehingga perlu untuk meninjau kembali tentang pemberian waris berdasarkan pada kedudukan masing-masing
sebagaimana yang telah termaktub dalam al-Qur’an dalam surah al-Ahzab ayat 6 Allah berfirman :
Artinya : “ Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain berhak (waris mewaris) di dalam kitab Allah SWT dari pada orangorang mukmin dan orang-orang muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab Allah” (Q.S. Al-Ahzab : 6).
Dalam masalah hak kawarisan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung dengan cara surrogate mother para ulama berbeda pendapat:
1. Ali akbar mengatakan bahwa “menitipkan bayi tabung pada wanita yang bukan ibunya boleh, karena si ibu tidak menghamilkannya, sebab rahimnya mengalami gangguan, sedangkan menyusukan anak kepada wanita lain diperbolehkan dalam islam, malah boleh diupahkan. Boleh pulalah memberikan upah kepada kepada wanita yang meminjamkan rahimnya”.99
2. Husen Yusuf juga memeberikan komentar yang serupa dengan Ali akbar.
Ia mengatakan bahwa status anak yang dilahirkan berdasarkan titipan,
99Salim HS. Bayi tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: SINAR GRAFIKA, 1993), 45.
tetap anak yang punya bibit dan ibu yang melahirkan adalah sama dengan ibu susuan.100
Jika mengikuti dua pendapat di atas maka status anak yang dilahirkan melalui bayi tabung dengan cara sewa rahim wanita lain masih bernasab kepada orang tua yang memiliki bibit dan ia berhak untuk memperoleh hak waris. Namun penulis kurang sependapat dengan dua pendapat di atas, karena sewa rahim tidak bisa disamakan dengan menyewakan jasa untuk menyusukan anak.
3. H. Salim Dimyati berbendapat bahwa “bayi tabung yang menggunakan sel telur dan sperma dari suami istri yang sah, lalu embrionya dititipkan kepada ibu yang lain, maka anak yang dihirkannya tidak lebih dari anak angkat belaka, tidak ada hak mewarisi dan diwarisi, sebab anak angkat bukanlah anak sendiri, tidak boleh disamakan dengan anak kandung”.101
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa, jika surrogate mother adalah wanita yang tidak memiliki suami, maka anak tersebut putus tidak memiliki ayah yang dikenal dan dia berasal dari perzinahan yang jelas. Dia mengambil hukum sebagai anak pungut (angkat) dan dinisbatkan kepada ibunya.102
Dari pendapat di atas penulis mengasumsikan bahwa anak yang dihasilkan dari bayi tabung dengan cara surrogate mother dinisbatkan
100 Ibid., 46
101Salim HS. Bayi tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: SINAR GRAFIKA, 1993), 46.
102 Yahya Abdurrahman Al-Khatib, Fiqh Wanita Hamil. Terj. Mujahidin Mahayan( Jakarta: Qisthi Press, 2005), 182 -183.
sebagai anak angkat. Sehingga meskipun ia tidak memliki hak atas waris, ia berhak untuk menerima wasiat wajibah. Hal ini sesuai dengan peraturan pembagian warisan bagi anak angkat yang sudah diatur dalam KHI pasal 209 ayat 2 “terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya”.
Wasiat wajibah dalam KHI pasal 171 adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Hal ini didasari Nash al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 180 yang berbunyi:
َِ
َِْاَِ َِا اًَْ كََ ْنإ ُتَْا ََُأ َََ اَذإ َْْ
ِفوَُِْ ََِاَو
َُِا َ َ ۖ◌
Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Wasiat wajibah merupakan harta (benda) yang diberikan kepada seseorang yang bukan ahli waris oleh penguasa dengan tanpa persetujuan pewaris, bagiannya adalah tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) bagian Dimana dalam pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kemauan atau kehendak yang meninggal dunia.103 Wasiat wajibah wajib dilaksanakan baik dengan caradiucapkan sebelum meninggalnya orang
103 Ahmad Junaidi, Wasiat Wajibah : Pergumpulan Antara Hukum Adat Dan Hukum Islam Di Indonesia, (STAIN Jember Press, 2013), 118
yang hendak mewasiati atau tidak diucapkan, baik dikehendaki maupun tidak. Jadi dalam melaksanakan wasiat wajibah tidak memerlukan adanya bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan atau ditulis atau dikehendaki atau tidak, akantetapi pelaksanaannya dibuktikan dengan dasar alasan hukum yang membernarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakan.104
B. Hak Waris Anak dari Surrogate Mother dalam Hukum Positif
Mengenai status anak yang lahir dari hasil bayi tabung dengan cara menyewa rahim wanita lain (surrogate mother) hakekatnya anak tersebut dikategorikan sebagai anak diluar nikah, landasan yuridisnya adalah adanya putusan MA melalui SEMA No. 7 Tahun 2012 Tentang Wasiat Wajibah.
Keputusan MA ini merupakan bentuk jawaban terhadap uji materiil pasal 43 ayat (1) putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 46/PUU-VIII/2010 dimana pada pasal 43 ayat (1) menyatakan bahwa: “Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.” Pasal ini memberi penjelasan bahwa anak dari surrogate mother tersebut berhak mendapatkan hak waris berupa wasiat wajibah dari orang tua pemilik benih sebanyak sepertiga dari harta yang ditinggalkan setelah diputuskan oleh Pengadilan Agama yang memiliki kekuatan hukum tetap dan memiliki hubungan keperdataan dari Ibunya dan keluarga Ibunya saja”
104Amad junaidi mengutip pendapat Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta, Pressindo, 1992), 164.
Menurut konsep BW bahwa kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim (surrogate mother) juga dikualifikasi sebagai anak angkat. Dan anak angkat ini menggantikan kedudukan anak kandung.
Anak angkat berhak untuk mendapatkan warisan dari orang tua angkat, dan bagian yang harus diterimanya sama dengan bagian anak kandung. Bagian antara anak laki-laki dan anak perempuan sama besarnya.
Pada dasarnya anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan surrogate mother tidak dikenal dalam hukum adat, tetapi yang ada kesamaan dengan hukum itu adalah anak titipan dan anak kapatita.
anak titipan adalah anak yang diserahkan oleh orang lain untuk dipelihara sehingga orang yang merasa dititiipi berkewajiban untuk memelihara anak itu, biasanya dilakukan dalam hubungan kekerabatan. Anak titipan mempunyai perbedaan dan persamaan dengan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung dengan menggunakan surrogate mother.
Perbedaannnya adalah bahwa anak titipan yang dikanal dalam hukum adat dan murni anak kandung dari yang menitipkan tersebut, dan orang tua yang dititipi hanya berkewajiban untuk memelihara dan membesarkan anak itu. Sedangkan anak yang dilahirkan melali proses bayi tabung yang menggunakan surrogate mother adalah yang dititipkan oleh orang tua biologis pada surrogate mother adalah berupa embrio, yaitu sperma dan ovum pasangan sami istri yang sah,
dan belum menjadi manusia yang utuh. Sedangkan surrogate mother hanya berkewajiban mengandung dan melahirkan saja.
Persamanya adalah bahwa orang yang memelihara dan membesarkan anak titipan dan surrogate mother adalah berhak untuk mendapatkan upah dari orang tua yang menitipkan anak tersebut.Oleh karena orang tua yang dititipi hanya berkewajiban untuk merawat dan membesarkna anik, tersebut maka dengan sendirinya nak tersebut mendapatkan warisan dari orang tua yang menitipkannya (orang tua biologis). Sedangkan anak kapatita yang dikenal dalam masyarakat bali adalah anak yang disebabkan hubungan badani antara istri saudara laki-laki tertua dengan adik laki-lakinya dan adik laki-laki berhubungan dengan istri kakak.
Di Indonesia, status anak yang lahir dari surrogate mother dalam kaitannya dengan penaturan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka anak tersebut anak sah dari Surrogate mother, bukan anak dari orang tua yang menitipkan benih di rahim surrogate mother.
C. Hak Nafkah Anak dari Surrogate Mother dalam Hukum Islam