• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERILAKU KEAGAMAAN ANAK TUNAGRAHITA

B. Shalat

menerima saran atau mudah dibujuk sehingga sering kali dari mereka mudah tergelincir pada sesuatu yang jelek, seperti mengambil barang orang lain, melakukan perusakan, dan pelanggaran seksual.13

Dengan kondisi biologis, kognitif dan afektif, dan sosial yang dimiliki anak tunagrahita, sangat perlu untuk memberikan perhatian yang lebih lebih agar mereka tidak terperosok pada sesuatu hal yang tidak baik dalam masa pubertasnya. Tidak hanya dari pihak sekolah saja yang melakukan tidakan pencegahan ini. Tapi butuh kerja sama dengan keluarga. Dari kasus yang diungkapkan di atas, bahwa penyebab remaja tunagrahita melakukan hubungan seksual adalah pergaulan yang salah dan tontonan yang tidak baik yang diakses lewat gadget. Oleh karena itu pengawasan dari orang tua atau keluarga mutlak dilakukan.

kalau di sekolah shalat dhuhur berjama’ah. Tapi semenjak corona kegiatan ini tidak dilakukan.15

Mereka ada yang sudah terbiasa shalat ada yang belum.

Kalau di sekolah mereka diajari shalat. Salah satu muatan lokal kita adalah shalat berjama’ah. Diharapkan anak-anak dengan itu bisa terbiasa untuk menjalankan shalat.16

Pada minggu ke 3 dan 4 kami jadwalkan untuk praktik shalat berjama’ah. Paling tidak dari praktik itu mereka tahu bahwa tempat shalat di mana, bagaimana gerakan-gerakannya.

Kalau bacaan ya kita maklum saja. Mereka ada yang sudah shalat dengan rajin ada juga yang belum.17

Pelaksanaan shalat anak tunagrahita sangat tergantung dengan sifat-sifat keagamaan yang dimiliki masing-masing anak. Anak- anak tunagrahita yang memiliki sifat keagamaan yang baik maka pelaksanaan shalatnya juga relatif baik. Dengan sifat imitatif yang baik, anak bisa mencontoh bagaimana gerakan-gerakan shalat dengan baik.

Dengan sifat verbalis dan ritualis yang baik, mereka bisa membaca do’a-do’a shalat dengan benar dan bisa konsisten melaksanakan ibadah shalatnya.

Sifat imitatif, verbalis dan ritualis yang dimiliki oleh anak tuna- grahita selain dipengaruhi oleh tingkat IQ juga oleh peran orang tua sebagai role model-nya. Ketika peran orang tua dalam pendidikan keagamaan anak tunagrahita yang dilakukan di rumah bisa maksimal maka perilaku keagamaannya akan baik karena pendidikan ke- agamaan yang dilakukan di sekolah waktunya terbatas. Lebih panjang waktu anak-anak tunagrahita itu di rumah sehingga apa yang sudah diajarkan di sekolah perlu kembali diulang atau dikuatkan oleh orang tua apalagi dengan kondisi anak tunagrahita yang memang secara

15 Wawancara dengan Vera Yunita (guru agama di SLBN 1 Kota Bengkulu) tanggal 27 Mei 2021.

16 Wawancara dengan Surti Sapawi (guru agama di SLBN 3 Kota Bengkulu) tanggal 29 Mei 2021.

17 Wawancara dengan Wardani (Kepala Sekolah SLBN 2 Kota Bengkulu) tanggal 28 Mei 2021.

kognitif berada di bawah standar anak normal lainnya. Sehingga pengulangan, pembiasaan menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh orang tua. Hal tersebut selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Siwi Wiandari dan Ita Rosidah. Berikut penuturan dari Siwi Wiandari:

Anak-anak belajar di sekolah dengan waktu yang terbatas.

Apa yang diajarkan di sekolah perlu diulang kembali oleh orang tua di rumah. Kemudian orang tua juga mesti memberikan contoh yang baik pada anak. Orang tua harus rajin shalat sehingga anak bisa menirunya. Karena kognitif anak di bawah rata-rata maka yang bisa dilakukan adalah dengan membiasakan dia melakukan shalat tersebut sehingga nantinya menjadi terbiasa. Kalau dukungan orang tua tidak bagus maka anak juga akan bermasalah dalam perkembangan keagamaannya.18

Untuk keagamaan dari anak tunagrahita, seharusnya orang tua memberikan lagi pengajarannya di rumah. Karena waktu kita sangat terbatas sekali. Apalagi di saat pandemi seperti ini. Peran orang tua sangat besar. Anak-anak yang orang tuanya bagus memberikan pendidikan keagamaannya di rumah pasti anaknya juga baik perilaku keagamaannya.

Mereka bisa shalat dan rajin melaksanakan shalatnya. Tapi begitu juga sebaliknya. Anak-anak tunagrahita terbatas di kognitifnya, makanya harus dilakukan pembiasaan untuk pengajarannya.19

Setelah anak lahir, maka orang tua punya kewajiban untuk me- ngem bangkan jiwa keagamaan anak. Ada semacam rangakaian aturan yang disarankan untuk dilakukan orang tua kepada anak yaitu mengazankan ke telinga bayi yang baru lahir, melakukan aqiqah, memberi nama yang bermakna baik, memberikan pengajaran mem-

18 Wawancara dengan Siwi Wiandari (Kepala Sekolah SLBN 4 Kota Bengkulu) tanggal 2 Juni 2021.

19 Wawancara dengan Ita Rosidah (Kepala Sekolah SLBN 1 Kota Bengkulu) tanggal 27 Mei 2021.

baca Al-Qur’an, melatih kebiasaan shalat serta bimbingan lainnya yang selaras dengan ajaran agama Islam. Keluarga diangap sebagai faktor penentu dalam memberikan dasar pada perkembangan keagamaan anak.20

Meskipun dengan semua keterbatasan yang dipunyai oleh anak tunagrahita, paling tidak mereka memiliki kesadaran akan kewajiban shalat. Mereka paham tentang waktu-waktu shalat dimana mereka harus menjalankan kewajiban tersebut. Mereka bisa mendirikan shalat dengan gerakan yang runtut sesuai dengan rukun yang ada dalam shalat. Kalau bacaan dalam shalat masih banyak yang belum benar karena memang sangat tergantung dengan tingkat IQ yang mereka miliki. Hal tersebut seperti penuturan dari Ita Rosidah berikut ini:

Anak-anak tunagrahita memiliki tingkat IQ yang di bawah standar normal tentu akan kesusahan dalam pelaksanaan ibadah shalat. Karena gerakan-gerakan shalat itu banyak dan harus dilakukan dengan runtut. Belum lagi bacaan shalat yang harus dihafalkan. Tapi paling tidak mereka sudah paham bahwa mereka punya kewajiban untuk shalat, mereka tahu waktu-waktu shalat, gerakan-gerakan shalat bisa dilaksanakan walaupun belum tentu sempurna. Kalau bacaan shalat kita tidak banyak berharap karena ini sangat berat buat mereka. Allah Maha Tahu dengan kondisi anak tunagrahita ini. Bahwa mereka menjalankan kewajiban sesuai dengan kemampuan mereka.21

Banyak ayat yang menjelaskan bahwasanya kita beribadah itu memang sesuai dengan kemampuan kita dan Allah tidak memberikan beban kepada seseorang kecuali disesuaikan dengan kadar kemam- puannya. Berikut beberapa ayat tentang hal tersebut:

Q.S At-Taghabun ayat 16

20 Jalaludin, Psikologi Agama,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 312.

21 Wawancara dengan Ita Rosidah (Kepala Sekolah SLBN 1 Kota Bengkulu) tanggal 27 Mei 2021.

Artinya:

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Q.S Al-Baqarah ayat 286

Artinya:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesang- gupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakan nya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.

Q.S At-Thaha ayat 2-3

Artinya:

Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),

Dalam dokumen perkembangan keagamaan anak tunagrahita (Halaman 118-123)