• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

sektor batubara. Beberapa perusahaan mungkin kurang aktif atau tidak terlalu fokus dalam mengungkapkan informasi terkait keberlanjutan perusahaan mereka

Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis secara lebih mendalam mengapa ada ketidakkonsistenan dalam pelaporan keberlanjutan dan apakah ada alasan atau faktor-faktor tertentu yang memengaruhi perusahaan-perusahaan dalam industri pertambangan batubara dalam mengungkapkan laporan keberlanjutan mereka. Evaluasi yang lebih rinci terhadap konten dan kualitas laporan keberlanjutan dari masing-masing perusahaan dapat memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang keterlibatan dan komitmen mereka terhadap praktik keberlanjutan.

a. Sustainability Report (SRI)

Nilai minimum dari Sustainability Report pada tabel diatas hasil menunjukkan bahwa pada tahun 2018, PT. Indika Energy Tbk (INDY) memiliki jumlah sebesar 1098901 dalam Sustainability Report, yang menunjukkan tingkat pengungkapan yang relatif rendah dibandingkan dengan perusahaan lain. Sejauh yang diizinkan oleh PT. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) untuk tahun fiskal 2020 dan 2021, angka 5934066 menunjukkan bahwa perusahaan memiliki Laporan Keberlanjutan dengan indikator yang lebih komprehensif dibandingkan dengan perusahaan lain. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata (mean) sebesar 2688.827,83 dan standar deviasi sebesar 1241506,061 menunjukkan bahwa hanya ada sedikit informasi yang termasuk dalam sampel, sehingga hasilnya baik. Nilai-nilai item menjadi lebih akurat atau kuat dibandingkan dengan rata-rata.

b. Tekanan Stakeholder (TSP)

Dari tabel uji statistik deskriptif, dapat diamati bahwa PT. Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) memperoleh nilai minimum tekanan stakeholder sebesar 1.843 pada tahun 2020, yang menunjukkan bahwa tekanan stakeholder perusahaan ini relatif rendah dibanding perusahaan lainnya. Untuk nilai maksimum sebesar 716.000 yang diperoleh PT.

Harum Energy Tbk (HRUM) tahun 2021 yang menandakan bahwa tekanan stakeholder lebih besar daripada perusahaan lain. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio (rata-rata) sebesar 275,24210 dibandingkan

dengan standar deviasi terdekat sebesar 257,047164. Nilai standar deviasi yang lebih ringkas dari rata-rata sedang diterapkan bahwa deviasi data pada contoh cukup kecil, menunjukkan hasil yang baik karena aliran data terjadi secara wajar dan tidak sepihak.

c. Ukuran Perusahaan (SIZE)

Dari tabel uji statistik deskriptif, dapat dilihat bahwa PT. Rig Tenders Indonesia Tbk (RIGS) memiliki ukuran minimum perusahaan untuk tahun 2020 adalah sekitar 2555227, menandakan bahwa ukuran perusahaan ini relatif rendah dibandingkan dengan bisnis lain sejauh diizinkan oleh hukum PT. Adora Energy Tbk (ADRO) sebesar 3172288 tahun 2021 yang menandakan bahwa PT. Adora Energy Tbk (ADRO) ukuran perusahaan yang lebih besar daripada perusahaan lainnya. Dari hasil analisis, diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar 2922170.92 dengan standar deviasi sebesar 174317.130. Karena rasio ini lebih besar daripada deviasi standar, hal ini mengindikasikan bahwa peredaran informasi tidak bias dan memberikan hasil yang baik.

2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menentukan apakah data yang dikumpulkan selama analisis memiliki distribusi normal. Jika tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah

normal dan model regresi adalah baik. Hasil uji normalitas ditunjukkan pada ambar 4.4.

Sumber: Hasil Olah Data IBM SPSS Statistics 25, 2023 Gambar 4. 4 Hasil Uji Normalitas

Dari hasil pada gambar 4.1 data menunjukkan bahwa titik-titik tersebut saling berdekatan satu sama lain dan mengikuti arah diagonal garis. Dalam hal ini, data residual yang ada mengkonfirmasi distribusi normal, sehingga temuan penelitian konsisten dengan asumsi normalitas.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menilai apakah terdapat korelasi yang signifikan antara variabel-variabel independen dalam suatu penelitian. Jika batas toleransi kurang dari 0,1 dan batas VIF lebih besar dari 10, maka diindikasikan adanya multikolinearitas. Namun, jika tolerance > 0,10 dan VIF 10, maka dapat disimpulkan bahwa variabel

independen tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Berikut hasil multikolinieritas yang ditunjukkan pada tabel 4.2:

Tabel 4. 2 Hasil Uji Multikolinearitas

Tolerance VIF Keterangan

TKAR 0.825 1.212 Tidak terjadi multikolinearitas SALE 0.825 1.212 Tidak terjadi multikolinearitas

Sumber: Lampiran

Pada tabel diatas, diperoleh nilai tolerance pada kedua variabel x, yaitu nilai tolerance 0,825 > 0,10 dan nilai VIF dari kedua variabel x, yaitu 1,212 < 10. Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadinya multikolinearitas pada penelitan ini, yang berarti penelitian ini memenuhi standar uji asumsi multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Keberadaan heteroskedastisitas tidak selalu menandakan bahwa model regresi tidak baik. Dalam pengujian ini, heteroskedastisitas tidak terjadi jika tidak ada pola khusus yang menyebabkan perbedaan variabilitas dan jika variabilitas tersebut tidak menyebar secara konsisten di sekitar angka 0 pada sumbu y, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut hasil uji heteroskedastisitas bisa pada gambar 4.5:

Sumber: Sumber: Hasil Olah Data IBM SPSS Statistics 25, 2023 Gambar 4. 5 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan gambar 4.5 data hasil analisis, tidak terdapat pola yang sangat jelas dan terdapat titik-titik yang tidak pada tempatnya pada bagian bawah dan atas sumbu y. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak mengarah pada adanya heteroskedastisitas, yang berarti tidak mendukung asumsi konvensional tentang heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk menilai keefektifan autokorelasi antara periode yang bersangkutan dengan periode sebelumnya dengan menggunakan model regresi. Jika terdeteksi adanya autokorelasi, dapat menandakan adanya ketergantungan antara kesalahan pada periode waktu yang berdekatan. Model regresi yang dianggap baik ialah yang

tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Dalam pengujian memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Nilai DW di bawah -2 artinya terdapat autokorelasi positif.

2) Nilai DW di antara -2 sampai +2 artinya tidak ada autokorelasi.

3) Nilai DW di atas +2 artinya terdapat autokorelasi negatif.

Tabel 4. 3 Hasil Uji Autokorelasi Durbin-Watson Keterangan

1.284 Tidak terjadi Autokorelasi Sumber: Lampiran

Diketahui bahwa nilai statistik DW sebesar 1.284, nilai ini berada di antara nilai -2 dan +2. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada autokorelasi pada data yang diberikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini meruntuhkan kebijaksanaan konvensional tentang autokorelasi.

3. Uji Regresi Linear Berganda

Dalam penelitian ini, analisis kuantitatif menggunakan regresi linier menurun digunakan untuk mengidentifikasi dampak variabel independen terhadap variabel dependen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara TSP dan SIZE dengan tingkat transparansi perusahaan- perusahaan jangka panjang di sektor batubara yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia). Lihat regresi linier berganda pada tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4. 4 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Koefisien

(Constant) 2159161.406

TSP -1740.719

SIZE 0.345

Sumber: Lampiran

Berdasarkan tabel 4.4 nilai konstanta a = 2159161.406 dan nilai koefisian regresi tekanan stakeholder b1 = -1740.719 dan nilai koefisien regresi ukuran perusahaan b2 = 0.345. Sehingga dapat diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

y = 2159161.406 - 1740.719 x1 + 0.345 x2 + e

a) Nilai konstanta transparansi Laporan Keberlanjutan (y) sebesar 2159161.406, hal ini dapat diartikan jika variabel x1 dan x2 sama dengan nol yaitu TSP (x1) dan SIZE (x2) maka transparansi laporan keberlanjutan adalah sebesar 2159161.406.

b) Nilai koefisien regresi variabel Tekanan Stakeholder (TSP) sebesar - 1740.719 yang bernilai negatif, hal ini berarti jika variabel TSP (x1) mencapai batasnya, maka transparansi laporan jangka panjang juga akan mencapai batasnya, yaitu sebesar -1740,719. Begitu pula sebaliknya, setiap penurunan akan mengalami penurunan sebesar -1740,719 pada transparansi laporan keberlanjutan.

c) Nilai koefisien regresi variabel Ukuran Perusahaan (SIZE) mengalami koefisien regresi positif, maka transparansi laporan keberlanjutan juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,345. Begitu juga sebaliknya setiap penurunan akan mengalami penurunan sebesar 0,345 dalam transparansi laporan keberlanjutan.

4. Uji Hipotesis

a. Uji Parameter Individual (Uji T)

Uji t digunakan untuk mengetahui masing-masing variabel independen (x) mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap variabel dependen (y). Dalam hal ini, jika nilai P-value (sig) lebih kecil dari ambang batas signifikansi a (0,05), maka hipotesis ditolak, yang mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara variabel independen dan dependen. Berikut adalah hasil dari tabel 4.5:

Tabel 4. 5 Hasil Uji T Sig.

Konstanta 0.458

TSP 0.010

SIZE 0.720

Sumber: Lampiran

1) Pengujian Hipotesis Pertama (H1)

Diketahui bahwa nilai signifikan pada pengaruh Tekanan Stakeholder terhadap transparansi laporan keberlanjutan (y) adalah sebesar 0.010 < 0.05 yang berarti variabel TSP (x1) berpengaruh signifikan terhadap variabel transparansi laporan keberlanjutan (y), karena nilai sig TSP lebih kecil dari nilai sig 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak maka H1 diterima yang berarti

“Tekanan Stakeholder (x1) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Transparansi Laporan Keberlanjutan (y) pada perusahaan pertambangan sektor batubara yang terdaftar di BEI”.

2) Pengujian Hipotesis Kedua (H2)

Diketahui bahwa nilai signifikan untuk pengaruh Ukuran Perusahaan (x2) terhadap transparansi laporan keberlanjutan (y) adalah sebesar 0.720 > 0.05 yang berarti variabel SIZE (x2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel transparansi laporan keberlanjutan (y), karena nilai sig SIZE lebih besar dari nilai sig 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima maka H1

ditolak yang berarti “ukuran Perusahaan (x2) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap terhadap transparansi laporan keberlanjutan (y) pada perusahaan pertambangan sektor batubara yang terdaftar di BEI”.

b. Uji Kelayakan Model (Uji F)

Tujuan Uji F adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan simultan atau serempak antara masing-masing variabel independen dengan masing-masing variabel dependen. Lihat hasil uji F pada tabel 4.6:

Tabel 4. 6 Hasil Uji F

F Sig.

4.906 0.011b

Sumber: Lampiran

Berdasarkan hasil pada tabel diatas diketahui bahwa nilai signifikan untuk pengaruh TSP (x1) dan SIZE (x2) adanya pengaruh terhadap transparansi laporan keberlanjutan (y) yaitu sebesar 0.011 <

0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak maka H1 diterima yang berarti “TSP (x1) dan SIZE (x2) berpengaruh signifikan secara

simultan terhadap transparansi laporan keberlanjutan (y) pada perusahaan pertambangan sektor batubara yang terdaftar di BEI”.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi berfungsi untuk mengurangi besarnya gangguan setiap variabel independen yang disebabkan oleh koefisien determinasi dominan (R2). Dapat melihat hasil determinasi r2 pada tabel 4.7 di bawah ini:

Tabel 4. 7 Hasil Koefisien Determinasi (R2) R2

0.147 Sumber: Lampiran

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, nilai R Square adalah sekitar 0,147. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel yang ada dalam model hanya dapat menjelaskan sekitar 14.7% dari variasi variabel dependen independen TSP (x1) dan SIZE (x2) dan selebihnya sebesar 85.3% dipengaruhi oleh variabel lain diluar dari variabel penelitian ini.

Dokumen terkait