• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengawasan Pemerintah

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Strategi Pengawasan Pemerintah

Perkembangan pembangunan gedung-gedung dan hotel-hotel tinggi di kota setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pembangunan ini ditandai dengan tempat penginapan, adanya pusat pembelanjaan, perumahan dan perkantoran serta apartemen. Tujuan lain pembangunan tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan. Namum sayangnya, pemenuhan kebutuhan masyarakat perkotaan, tidak dibarengi dengan pertimbangan masyarakat yang sehat serta generasi kedepan tumbuh dengan baik. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya jumlah populasi penduduk perkotaan tidak diimbangi dengan lingkungan yang sehat karenakan tercemari oleh limbah berbahaya dan beracun, sebenarnya ini masalah yang komleks karna berkaitan dengan generasi masa

57

depan anak bangsa yang sehat serta makhluk hidup lainnya, kurangnya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun menjadi kendala pokok, salah satunya dalam pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah b3 hotel perkotaan.

Berbicara mengenai persoalan pengelolaan limbah b3 diperkotaan sangat kompleks, karna kita lihat bahwa diperkotaan diperlukan lingkungan sehat karena disana kurangnya ruang terbuka hijau karena banyaknya bangunan gedung- gedung yang tinggi dan apartemen dan perkantoran tengah-tengah kota, sementara kurangnya pengawasan pengawasan pemerintah mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pengawasan pemerintah (Dinas Lingkunga Hidup) secara serius dalam hal melakukan pengawasan pengelolaan limbah B3, karna sekarang masih banyak hotel-hotel yang belum ada izin pengelolaan limbah B3 dari pemerintah terkait.

Bila kita melihat dari fakta yang ada hingga saat ini, bayaknya hotel berdiri menjulang tingi tentu segala aktivitas didalamnya menghasilkan limbah B3 ataupun organik namun realitanya masih banyak perusahaan hotel yang tidak menyadari terkait bahaya limbah B3 sehingga tidak melakukan pemisahan antara sampah organik dan an organik serta tidak ada pengelolaan disana terkait limbah B3, muncul sebuah pertanyaan dimanakah tempah akhir dari pembuangan sampah bahan berbahaya dan beracun itu yang dapat merusak ekosistem alam, dengan permalahan yang ada ini, dibutuhkan berbagai strategi pengawasan untuk mengatasi permasalahan pengelolaan limbah B3 agar mampu melakukan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun dengan adanya pengawasan.

58

Pengawasan menurut Admosudirdjo, (2005:11) mengatakan bahwa pada pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

1. Menetapkan standar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa

Strategi Pengawasan Pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup) dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Hotel di Kota Makassar dalam pengelolaan limbah B3 Hotel masih belum maksimal karena dalam proses pelaksanannya masih mendapatkan hambatan dan kendala. Seperti yang disampaikan oleh ketua bidang persampahan, limbah B3 dan peningkatan kapasitas Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar bahwa.

Berikut hasil kutipan wawancara terhadap informan pegawai Dinas Lingkungan Hidup sebagai ketua bidang persampahan, limbah B3 dan peningkatan kapsitas mengenai faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun di hotel dengan ungkapan bahwa:

Yang menjadi hambatan dalam pengelolaan limbah B3 tersebut diantaranya masih kurangnya sumber daya manusia yang disiplin ilmunya mengetahui betul tentang limbah B3 serta juga minimnya sarana dan prasarana seperti transportasi (kendaraan operasional). (Wawancara, AT, Selasa, 02 Juli 2019).

Dari hasil wawancara diatas menunjukan bahwa terdapat hambatan diantaranya masih kurangnya sumber daya manusia yang disiplin ilmunya

59

mengetahui betul limbah B3, diakibatkan terdapatnya limbah B3 yang tidak terkelolah dengan baik, maka disini pemerintah mempunyai peran serta dalam pembinaan dan pelatihan agar para pengawai pengawas/DLH ataupun pihak hotel agar mengetahui betul tentang limbah B3 hotel, Kota Makassar hal ini pemerintah Kota Makassar harus bekerja keras dan harus giat melakukan sosialisasi terhadap masyarakat Kota Makassar khususnya kepada pihak perhotelan yang ada di Kota Makassar, dengan adanya sosialisas tersebu akan menciptakan sumber daya manusia yang mengerti betapa bahayanya limbah B3 tersebut. Membangun disiplin ilmu pengetahuan tentan bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan adanya kegiatan tersebut akan mempermudah pemerintah dalam menangani pengelolaan limbah dengan baik selain itu faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pengawasan pemerintah Kota Makassar terhadap limbah B3 hotel adalah sarana dan prasarana, seharusnya ini merupakan komponen yang paling diutamakan mendukung dalam kelancaran proses pengawasan namun nyatanya tidak sesuai apa diharapkan, karena hal tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas pengawasan dan pengelolaan limbah B3.

Diantara hasil dari kutipan wawancara dari seperti yang disebutkan kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar mengenai perihal yang harus dimiliki ada beberapa yang mestinya sudah dipenuhi lebih dahulu oleh pihak hotel baru bisa dikategorikan dalam bersyarat untuk bisa melakukan pengelolaan limbah B3 hotel di Kota Makassar seperti halnya:

Harus memiliki dokumen lingkungan, kelengkapan izin yang telah dimiliki baru bisa bersyarat dalam artian baru bisa melakukan pengelolaan limbah bahan berbahya dan beracun tersebut agar terkelolah dengan benar

60

dan bekerja sama dengan pihak swasta untuk pengangkutan selanjutnya.

(Wawancara, RM, Selasa, 02 Juli 2019).

Dari hasil wawancara diatas menyatakan bahwa ada beberapa yang hendaknya terpenuhi baru bisa dan dianngap bersyarat dalam melakukan pengelolaan limbah B3 hotel seperti mengantongi dokumen lingkungan serta kelengkapan izin pengelolaan limbah sehingga dengan baik dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup diharapkan untuk melakukan cek kelengkapan berkas seperti, identifikasi pencatatan dan pendataan tempat lokasi, pelaporan, status perizinan, pemenuhan ketentuan izin, struktur dan tanggung jawab, open dumping open burning (pemulihan lahan terkontaminasi), jumlah limbah yang dikelola, pengelolaan limbah B3 oleh pihak ke-3, dumping dan pengelolaan limbah B3 cara tertentu.

Diharapkan agar pemerintah terkait memberikan kemudahan dalam pengurusan perizinan dan tidak berbelit-belit kalau memang sudah baik dari segala prosedur yang sudah tetapkan oleh pemerintah terkait dan juga jagan itu hukum semenanya bisa ditukar dengan beberapa nominal angka sehinngga tidak mendapat lagi perhatian ataupun pengawsan serta dimudahkan dalam memiliki izin pengelolaan meskipun tidak memenuhi standar, juga tidak hanya mendapat laporan dari luar bahwa perusahan tersebut baik dalam hal pengelolaan limbah B3 sehingga tidak tersentuh pemantauan atupun misal hotel tersebut sangat kenal atau berbintang lima, bisa juga sebaliknya karna hanya sekelas wisma sehingga mendapat perbedaan dalam pengawasan. Untuk mencapai pengelolaan limbah B3 hotel khususnya Kota Makassar maka dibutuhkan sinergi bersama antara pihak

61

pemerintah dan swasta (pengelola hotel) agar tercapainya pengelolaan limbah B3 yang baik dan layak dalam melakukan proses pengelolaan.

Seperti yang dikemukakan juga kepala seksi pengembangan dan pengendalian sistem persampahan dan limbah B3 bahwa:

Layak dalam hal melakukan pengelolaan Limbah B3 dalam hal penyimpanan ketika telah memilikin TPS LB3 yang dilengkapi dengan izin TPS LB3 serta melakukan kerja sama dengan pihak transporter (pengangkut Limbah B3) atau sudah melakukan kesepakatan terhadap pihak swasta/pihak ketiga sebagai pengangkut limbah itu tadi.

(Wawancara, KA, Selasa, 02 Juli 2019)

Berdasarkan hasil wawancara diatas yang menyatakan bahwa melakukan pengelolaan limbah B3 harus sudah memiliki TPS LB3 yang memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup) disertai dengan kelengkapan izin TPS LB3, dan melakukan memorandum of understanding (MOU) dengan pihak swasta dalam hal pengelolaan limbah selanjutnya untuk melakukan pengankutan limbah B3 untuk dilakukan pengelolaan dengan adanya pihak ketiga untuk proses penghancuran karna harus dikirim keluar daerah karna di Sulawesi khususnya Makassar belum ada pabrik penghancur (pabrik pengelolaan limbah B3), belum ada pabrik pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun sehingga diperlukan transporter yang melakukan pengangkutan untuk proses selanjutnya (penghacuran).

Sebagaimana juga telah disebutka dalam wewenang PPLH-PPLDH yang menjadi indikator pengawasan DLH, pemeriksaan terhadap dokumen lingkungan hidup dan perizinan yang terkait, pemeriksaan penaatan pelaksanaan pengendalian pencemaran air, pemeriksaan penaatan pelaksanaan pencemaran udara,

62

pemeriksaan penaatan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (bahan kimia), pemeriksaan penaatan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, pemeriksaan penaatan pengelolaan sampah domestik, semua itu agar dapat dipenuhi oleh pihak pengelola hotel untuk dapat terlaksana pengelolaan limbah B3 yang baik. Dengan apa yang telah diungkapkan oleh pihak yang berwenang yaitu kepala seksi pengembangan dan pengendalian sistem persampahan dan limbah B3 bahwa:

Disini dek kami memberikan atau sampaikan kepada pihak hotel dalam hal standar-standar yang mestinya dilakukan oleh pihak hotel setelah kami sampaikan perihal tersebut setelah itu, lalu kami lakukan survei secara tiba-tiba tanpa peyampaian. Kembali lagi saya katakan pertama dari segi TPS apakah sudah bersyarat atau belum dan bagaimana model bangunan karna model bagunan sangat berpegaruh, bukan sekedar menumpukkan dan menyimpan saja limbah B3 itu tapi juga sangat diperhatikan struktur bangunan TPSnya juga. (Wawancara, KA, Rabu, 03 Juli 2019)

Berdasarkan hasil wawancara dari pengawai DLH Kota Makassar mengatakan bahwa dalam hal standar yang semestinya yang utama dari segi TPS apakah sudah sesuai dengan yang distandarkan apakah sudah dalam kategori bisa layak dipergunakan atau belum (bersyarat), serta bagaimana struktur bangunannya sagatlah penting sebab berkaitan dengan kualitas pengelolaan yang akan dilakukan dengan jangka waktu yang lama karna itu sangatlah berpengaruh terhadap kualitas pengolaan pasalnya, limbah B3 yang tersimpan dalam TPS per tiga bulan sekali akan dilakukan penjemputan, maka itu diperlukan tata cara penumpukan yang baik sehinnga limbah B3 yang tersimpan akan terjaga sehingga tidak mengakibatkan efek dampak bahaya dikarena mencampur baurkan limbah kimia berbahaya lainnya, namun apa mestinya diharapkan oleh pihak DLHD tidak

63

sesuai apa yang sebenarnya dilapangan dengan obvserasi yamg sudah dilakukan peneliti TPS mestinya dikhuskan untuk limbah bahan berbahaya dan beracun dalam di tempat penyimpangan sementara tersebut ternyata masih ditemukan tumpukan balok, papan bekas pemakaian bukan saja juga luas TPS yang terbilang sempit mungkin karena faktor lahan yang kurang untuk bisa dijadikan tempat penyimpanan sementra limbah B3 mau tidak mau maka seperti itu yang terjadi dilapangan .

Maka dari itu pentingnya sebuah sosialisasi, pelatihan, pembinaan agar mengetahui betul dampak yang ditimbulkan limbah B3 tersebut sangatlah berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup lainnya dengan itu maka terbangun kesadaran peribadi betapa penting sangat menjaga kelestarian lingkungan hidup yang ada disekitar kita juga kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta pemerintah harus memberikan pengawasan yang serius terhadap pihak pengelola pihak hotel dan/atau pihak pengelola limbah bahan berbahaya dan beracun, dan itu senada apa yang ungkapkan oleh pihak hotel sebagaimana dikatakan bahwa:

Itu memang harus dibuatkan tempat sampah sesuai dengan peraturan pemerintah dibuatkan satu seperti bili dia harus beratap tidak bisa kena air ada kemiringan jadi seumpamanya ada air yang tergenang itu tidak bisa digunakan harus ada jalur tali air namanya dan kemiringannya berapa derajat agar air yang ada didalam itu seumpanya ada air tergenang terus kepembuangan atau got, seumpanya ada tebias air dari luar tidak tersimpan didalam, kalau oli harus disediakan tangki. (Wawancara, RO, Rabu, 03 Juli 2019).

Dari hasil wawancara diatas bahwa semestinya sudah ada sebelumnya disiapkan lokasi, serta dibuatkan bangunan TPS penyimpangan limbah B3 yang

64

berstandar dengan berbagai macam pertimbangan model yang akan diperhatikan seperti misalnya bebas dari genangan air hujan dan dengan tata letak bangunan yang sesuai dan strategis, bagaimana pemerintah terkait menyakinkan betul sesuai pernyataan tersebut agar terlaksana sesuai prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya, bahwa peneliti meganalisa bahwa mereka sudah paham apa yang seharusnya dilakukan tinggal butuh aktualisasi dari pihak pengelola hotel, namun lagi-lagi disini dari pernyataan dari pihak hotel mestinya seperti apa sudah disampaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup, namun karna terbatas atau tehambat luas lokasi dimana lokasi TPS yang buat sesuaikan dengan luas lokasi, dan agar pemerintah memperhatikan dan memberikan penilain itu semua yaitu dari pegawai Dinas Lingkungan Hidup.

Pernyataan juga diatas mengatakan bahwa jika terjadi hujan, air tidak masuk didalam bangunan memang sesuai dengan prosedur sudah semestinya yang ditetapkan oleh peraturan undang-undang mengenai penyimpangan sementara limbah B3 karena itu semua memang diperlukan pertimbangan secara matang untuk tidak ada tebias air hujan masuk sehingga tidak memberikan genangan air dalam ruang penyimpanan limbah B3 dalam pembangunan tempat penyimpangan sementara limbah bahan berbahya dan beracun yang ada di hotel. Serta dilanjutkan wawancara oleh pegawai bagian engeneering yang menyatakan bahwa:

Khusus disini amaris sendiri dari chemical-chemical sisa pemakaian operasional juga lampu harus dipisah dari sampah organik lainnya dan itu harus dibuatkan tempat sampah sementara (TPS) harus memenuhi yang standar dari Dinas Lingkungan Hidup mulai dari atap TPS itu sendiri harus

65

miring agar tidak masuk air hujan dan mempunyai fentilasi udara.

(Wawancara, MG, Rabu, 03 Juli 2019)

Dengan pernyataan salah seorang pengawai hotel bahwa sudah melakukan apa telah ditetapkan oleh pemerintah dimana pihak hotel sendiri dari kegitan yang menghasilkan limbah B3 mereka memisahkan antara chemikal-chemikal seperti halnya dari sisa pemakaian operasional juga seperti lampu bekas yang sudah rusak tidak terpakai lagi juga akan dilkukan pemisahan dari sampah jenis lainnya, agar tidak terjadinya kontaminasi limbah B3 terhadap limbah organik yang mestinya sampah organik tersebut tidak dilakukan pengelolaan karna mampu terurai dengan tanah dan tidak merusak lingkungan hidup dan makhluk hidup lainnya malah berubah sifat menjadi sampah berbahaya meskipun terurai dengan tanah namun sifat beracunnya masih ada malah berpengaruh dengan jangka panjang karena wujudnya tidak padat lagi memang betul seperti yang dikemukakan salah seorang pengawai engeneering hotel seperti itu disampaikan kepada klining servis harus ada pemisahan antara sampah organik namun terkadang masih ada klining servis kurang disiplin tidak mereka pisahkan, pihak engeneering juga tidak selamanya bisa mengawasi satu persatu karyawan klining servis maka dengan itu masih didapatkan sampah B3 yang tercampur sampah an organik lainnya.

Tentunya sudah terdapat TPS yang siap digunakan dan sudah dipastikan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup misalnya terdapat papan nama berlogo limbah B3, atap dari TPS itu harus memiliki sekian derajat agar air hujan mudah tersimpah keluar juga tidak harus tertutup sekali maka perlukan dibuatkan fentilasi udara, baru dikatakan layak untuk dijadikan tempat penyimpangan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun tetapi apa

66

yang terlihat dilapangan hanya ada beberapa sudah terpenuhi dari sekian syarat yang seharusnya seperti diatas tadi telah disebutkan, dan memiliki batas waktu penyimpangan dari pernyataan salah seorang pengawai hotel dimana mereka menyatakan bahwa:

Kami disini diberikan batas penyimpanan 3 (tiga) bulan minimal masa penyimpangan dalam TPS tersebut, namun dari pihak penjemputan itu sendiri khusus disini setiap satu bulan sekali melakukan penjemputan limbah B3 tersebut. (Wawancara, RO, Rabu 03 Juli 2019).

Dari hasil wawancara diatas menyatakan bahwa adanya ketentuan dari Pemerintah Dinas Lingkungan Hidup berupa batas penyimpangan 3 bulan masa penyimpanan, juga pada Peraturan Pemerintah Nomor: 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun: melakukan penyimpanan limbah B3 paling lama, 90 (Sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, memang harus memiliki kerja sama antara pihak ketiga atau ada MoU terhadap transporter yang akan melakukan penjemputan limbah B3.

Limbah bahan berbahaya dan beracun yang disingkat dengan limbah B3 ini adalah limbah yang jika diperhatikan secara sifatnya, konsentrasinya, termasuk jumlahnya memiliki kecenderungan mencemari lingkungan sekitar, membahayakan lingkungan disekitar hingga menghambat/merusak keberlangsungan hidup, maka dari itu untuk tidak melakukan penyimpan melewati apa telah ditetapkan, yang karena sifat dan atau konsentrasinya, baik secara langsung maupun tak langsung dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan maupun manusia. Dengan itu sesegera mungkin melakukan pengangkutan agar ramah lingkungan hidup.

67 2. Mengukur Kinerja

Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi dan pengaruhnya berdasarkan sasaran standar dan kinerja (Mulyadi, 2001). Dari apa yang katakan Mulyadi diatas tentang defenisi pengukuran kinerja dapat kita pertimbangkan dengan apa yang dilakukan oleh pihak Lingkungan Dinas Hidup dengan cara melaksanakan peninjauan langsung tempat dalam melaksanakan pengawasan terhadap hotel yang melakukan pengelolaan limbah B3, serta apa yang dikatakan pengawai DLHD dan juga sebagai ketua seksi pengembangan dan pengendalian sistem persampahan dan limbah B3 bahwa:

Disini kami selaku pihak yang melakukan pengawasan hendak melakukan observasi langsung dilapangan untuk memberikan penilaian langsung apakah sudah sejalan sesuaia dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah sudah bersyarat atau belum. (Wanwacara, KA, Jum’at 05 Juli 2019)

Hasil wawancara dari ketua seksi, promosi, monitoring dan evaluasi persampahan sudah melakukan pengawasan sesuai dengan apa yang tercantum dalam wewenang PPLH-PPLHD menurut UU Nomor 32 tahun 2009 pasal 74 berbunyi, pejabat pengawas Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (3) berwenang: melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual, mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, dan menghentikan pelanggaran tertentu. Betapa pentingnya melakukan survei dengan demikiaan memastikan benar tidaknya pihak pengelola hotel sudah menerapkan

68

apa yang sudah prosedurkan atau sampaikan sebelumnya dengan standar peraturan pemerintah, disamping dilakukan penilaian dan evaluasi jika kita lihat pernyataan para ahli yang mendefenisikan tentang penilaian kinerja adalah perusahaan (Companies performance assessment) mengandung makna suatu proses atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan (organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan danNorton, 2000).

Serta apa mestinya yang hendak dilakukan pihak hotel tentu yang tetapkan DLH, apa yang dikatakan salah satu kepala seksi Dinas Lingkungan Hidup bahwa:

Apakah disana itu misalnya TPS limbah B3nya memasukkan sampah organik itu tidak boleh dan itu kami berikan berupa penjelasan-penjelasan terkait dengan semua itu sampai cara-cara penyusunan, penyimpangan kami melakukan pengontrolan terhadap itu semua untuk melihat kepastian yang terjadi sebenarnaya. (Wawancara, SI, Jum’at 05 Juli 2019)

Hasil wawancara dari karyawan pegawai DLHD yang memaparkan bahwa daris segi pelaksana teknis mengenai lapangan bahwa adanya berupa pengawasan langsung dari pengawai pemerintah DLHD apakah misalnya di lapangan itu di TPS limbah B3 yang sudah ada apakah mencampur baurkan antara dengan sampah organik, kalau memang terdapat dilapangan misal itu hanya diberikan berupa penyampaian secara lisan begitu pula dengan tata cara penyusuna sampai kimia hendak disimpan di TPS itu diberikan arahan mulai dari tata cara penyusunannya, harapkan adanya pengawasan dibagian penyimpangan dalam pengelolaan limbah bahan berhaya dan beracun dengan untuk memberikan kepastian fakta yang dilapangan, tapi tidak semuanya itu dengan mulus sesuai dengan apa yang diharapkan karena biasanya ada karyawan hotel (klining servis)

69

tidak disiplin atau sedikit nakal mereka campurkan begitu saja serta pengawasan yang terbatas dari pihak hotel itu sendiri.

Dengan dasar standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai tolak ukur untuk melakukan evaluasi ataupun pengawasan, dan melihat kinerja dilapangan, adapun defenisi kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2005). Agar dapat sejalan denga apa yang dicanakan sebelumnya maka diperlukan kinerja sumber daya manusia yang baik karna sebagi pelaksana dari tujuan itu tentu juga harus didukung oleh sosialisasi, pembinaan, pelatihan, dan arahan setelah itu harus ada penilaian supaya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun di Kota Makassar akan berjalan lebih baik. Seperti yang disampaikan salah satu pengawai hotel menyatakan bahwa:

Untuk sementara masih dalam tahap pengecekan dengan dinas terkait, dan itu sudah mau masuk tahap terakhir itu ada pengecekan meminta sedikit perubahan kita sudah melakukan perbaikan sisa kita menunggu investigasi selanjutnya lagi dari pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup). (Wawancara, MG, Ahad 08 Juli 2019)

Dari hasil wawancara tersebut dari pihak hotel pengawai egeneering mengatakan bahwa dari pengawasan dinas tekait yang melakukan pengecekan demi memastikan apakah sudah sesuai dengan yang telah syarat- syarat yang telah diberikan, berharap agar Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar tidak sesekali saja tetapi kontinyu melaksanakan pengecekan tempat penyimpangan sementara limbah B3 agar penegelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun benar-benar dikelola dengan baik, didukung dengan TPS yang disediakan sesuai prosedur

70

yang ada, serta memberikan arahan apabila ada yang perlu dilakukan perbaikan- perbaikan, dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa pemerintah yang terkait sudah menjalankan apa yang seharusnya mengenai pernyataan diatas mengatakan bahwa pemerintah terkait melakukan tinjauan secara langsung meskipun tidak terus menerus bahwa adanya faktor pendukung kurang memadai seperti alat operasional untuk bisa melakukan peninjauan secara kontinyu.

3. Membandingkan kinerja dengan standar

Proses pengendalian dan pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, Pengukuran kinerja aktual adalah untuk mengetahui dimensi dari hasil yang sejalan dengan tujuan tentu ada beberapa langkah dikakukan untuk melihat antara tujuan yang akan dicapai dengan apa yang terjadi dilokasi. Hasil yang diinginkan harus secara efektif dikomunikasikan dan disosialisasikan dan jika hasil pengendalian digunakan hanya semata-mata dalam daerah kinerja yang diberikan, pengukurannya haruslah lengkap, hasil wawancara dari ketua seksi kepala seksi pengembangan dan pengendaliansistem persampahan dan limbah B3 bahwa:

Kita evaluasi dilokasi melihat secara seksama bahwa tersebut sudah tergolong sudah bersyarat atau belum, mulai luas TPSnya apakah sudah sesuai dengan standar tata cara penyimpanannya dalam penyusunannya bukan sekedar ditumpuk saja, Alhamdullah sampai saat semuanya sudah terggolong baik mereka mengikuti apa telah disyaratkan. (Wawancara, KA, Jum’at 05 Juli 2019).

Dokumen terkait